ANALISIS USAHATANI INTEGRASI ANTARA TANAMAN TERUBUK (Saccharum edule Hasskarl) DENGAN TERNAK SAPI PDF

Title ANALISIS USAHATANI INTEGRASI ANTARA TANAMAN TERUBUK (Saccharum edule Hasskarl) DENGAN TERNAK SAPI
Author Ramadhani Chaniago
Pages 18
File Size 477.4 KB
File Type PDF
Total Downloads 699
Total Views 913

Summary

ANALISIS USAHATANI INTEGRASI ANTARA TANAMAN TERUBUK (Saccharum edule Hasskarl) DENGAN TERNAK SAPI INTEGRATED FARMING PLANT ANALYSIS BETWEEN Terubuk (Saccharum edule Hasskarl) WITH CATTLE COW OLEH : RAMADHANI CHANIAGO FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LUWUK TAHUN 2013 Abstrak Tanaman terubu...


Description

Accelerat ing t he world's research.

ANALISIS USAHATANI INTEGRASI ANTARA TANAMAN TERUBUK (Saccharum edule Hasskarl) DENGAN TERNAK SAPI Ramadhani Chaniago

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

MAKALAH SIT T Anggina Dinamora

EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK NIT ROGEN, POSFOR DAN KALIUM Jonni Firdaus PENETAPAN LUAS LAHAN MINIMUM USAHATANI KEDELAI PADA LAHAN SAWAH DAN DARAT DI KABUPA… Ary Widiyant o, Cecep Pardani, Zulfikar Noormansyah

ANALISIS USAHATANI INTEGRASI ANTARA TANAMAN TERUBUK (Saccharum edule Hasskarl) DENGAN TERNAK SAPI

INTEGRATED FARMING PLANT ANALYSIS BETWEEN Terubuk (Saccharum edule Hasskarl) WITH CATTLE COW

OLEH : RAMADHANI CHANIAGO

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LUWUK TAHUN 2013

Abstrak Tanaman terubuk selain dikonsumsi sebagai sayuran, terubuk juga mempunyai potensi sebagai pakan yang dapat mengatasi kendala utama yang dihadapi petani dalam meningkatkan produktivitas sapi, sehingga dapat diupayakan untuk menjadi salah satu alternatif dalam meningkatkan kesejahteraan petani dengan melakukan usahatani terpadu. Penelitian ini bertujuan : Menganalisis besar pendapatan dari usaha tani integrasi terubuk dengan usaha ternak sapi di Kecamatan Luwuk Timur Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Luwuk Timur Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah pada bulan maret - mei 2013. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif. Jumlah Populasi 30 orang yang terdiri dari 15 petani dan 15 peternak. Data dikumpulkan dengan cara : Untuk Menganalisis pendapatan dari usaha tani integrasi terubuk dengan usaha ternak sapi dengan menggunakan rumus Pd = TR – TC. Hasil penelitian adalah Besar pendapatan dari Integrasi usaha tani terubuk dengan usaha ternak sapi adalah sebesar Rp. 20,605,800/ha/ekor/tahun. Kata Kunci : Pola Integrasi, Terubuk, Sapi. Abstract Terubuk plants consumed as vegetables in addition, Terubuk also has potential as a feed which can overcome the main constraints faced by farmers in improving productivity of cows, so it can be attempted to be an alternative to improve the welfare of farmers by integrated farming. This study aims to: Analyze the revenue from farming Terubuk integration with the cattle business in the District of East Luwuk Banggai in Central Sulawesi. The research was conducted in the District of East Luwuk Banggai in Central Sulawesi in march - may 2013 This research is descriptive quantitative research. Total Population 30 people consisting of 15 farmers and 15 farmers. Data were collected by means of: To analyze the income from farming Terubuk integration with the cattle business by using the formula Pd = TR - TC. Results of the study is the Great income from farming Integration Terubuk the cattle business is Rp. 20,605,800 / ha / head / year. Keywords: Integration Patterns, Terubuk, Cattle.

PENDAHULUAN Sayuran indigenous adalah sayuran asli suatu daerah yang merupakan salah satu komponen plasma nutfah yang kaya manfaat, namun sangat disayangkan saat ini belum banyak masyarakat yang mencoba untuk memanfaatkannya. Sayuran indigenous dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan nutrisi yang seimbang. Menurut Muchtadi (2000), sayuran sebagai salah satu kekayaan alam Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi yang baik. Sayuran mempunyai peranan penting untuk memperoleh suatu keseimbangan konsumsi makanan, karena sayuran mengandung zat gizi seperti pro-vitamin A dan vitamin C, sumber kalsium (Ca) dan zat besi (Fe), sedikit kalori, serta sumber serat pangan dan antioksidan alami. Oleh karena itu sayuran sangat dianjurkan untuk dikonsumsi setiap hari terutama sebagai komponen diet. Terubuk (Saccharum edule Hasskarl) merupakan sayuran indigeous, permintaan sayuran indigenous di daerah Karawang, Jawa Barat mencapai 2-4 ton/hari (Putrasamedja 2005). Mengingat bahwa terubuk memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi (Rp 1000,- per bunga terubuk yang dijual per ikat berisi sekitar 10-15 bunga terubuk, berdasarkan pengamatan pribadi di pasar tradisional daerah Luwuk), serta memungkinkan untuk dibudidayakan secara intensif, maka diperlukan usaha peningkatan produksi dan kualitas terubuk. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan akan daging sapi. Indonesia masih sangat jauh lebih rendah tingkat konsumsi daging dari negara-negara tetangga seperti Singapura yang tingkat konsumsi dagingnya mencapai 16 gram perkapita, Jepang 76 gram perkapita dan Amerika Serikat 84 gram perkapita. Sementara di Indonesia pada tahun 2004 baru mencapai 6,17 gram perkapita dari 10,3 gram perkapita yang dicanangkan oleh pemerintah (Halim, 2008). Sedangkan di Sulawesi Tengah, tingkat konsumsi daging baru mencapai 4,14 gram perkapita. Jika permasalahan disubsektor ini tidak dapat diselesaikan dengan baik, maka kita akan menjadi Negara pengimpor daging terbesar untuk produk peternakan. Keadaan tersebut dapat diupayakan menjadi sebuah peluang alternatif dalam meningkatkan kesejahteraan petani dengan melakukan usahatani terpadu. Usahatani terpadu yang dimaksud adalah usahatani yang mengintegrasikan budidaya tanaman dan ternak. Tujuannya adalah mengaitkan usahatani tanaman dan ternak, sehingga kedua kegiatan tersebut dapat saling bersinergi dan dapat mengoptimalkan usaha agribisnis secara keseluruhan dalam suatu sistem integrasi tanaman dengan ternak yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penerapan pola usaha tani terpadu (Crop Livestock Systems /CLS) di Batumarta, Sumatera Selatan, selama 3 tahun dapat

meningkatkan pendapatan petani sebesar US$1.500/KK/tahun, dengan kepemilikan lahan 2 ha tanaman pangan dan 1 ekor sapi (Diwyanto

et al.

dalam Suwandi 2005), dengan

kontribusi hasil ternak terhadap total pendapatan dengan pola CLS sebesar 36%. Pramono et al. (2001) melaporkan bahwa pola integrasi padi-sapi potong di Kabupaten Banyumas, Purworejo,

Boyo-lali,

Pati,

dan

Grobogan

memberikan

pendapatan

rata-rata

Rp.2.455.000/ha, dan pendapatan dari pembibitan sapi dengan pola introduksi mencapai Rp.1.830.000 per periode (13 bulan). Di Nusa Tenggara Barat dan Bali, sistem ini mampu meningkatkan pendapatan petani masing-masing 8,41% dan 41,40%. Melalui sistem pertanian terpadu, petani memanfaatkan limbah dari tanaman budidaya dan hewan ternak sebagai alternatif hara untuk meningkatkan kesuburan tanah, sehingga perbaikan kesuburan lahan dapat dilakukan dengan

biaya yang kecil.

Selain itu,

pelaksanaan sistem usahatani terpadu memungkinkan peningkatan penghasilan petani melalui interaksi tanaman budidaya dengan hewan ternak yang dipelihara. Pola usahatani integrasi tanaman dengan ternak memberikan manfaat yang besar bagi petani, karena petani dapat memanfaatkan pupuk organik yang dihasilkan dari ternak untuk memupuk tanamannya. Limbah pertanian berupa jerami, kulit kopi daun singkong, daun jagung, daun kacang, daun ubi, pisang, dimanfaatkan petani untuk pakan ternak. Pola integrasi antara tanaman dan ternak mampu menekan biaya produksi sehingga pendapatan petani dapat ditingkatkan (Hidayat et al., 2001). Namun, petani terubuk di Kabupaten Banggai belum melakukan sistem integrasi tanaman terubuk dengan ternak sapi. Sehubungan uraian tersebut, maka penulis terinspirasi untuk meneliti dengan judul “Analisis Usahatani Integrasi Antara Terubuk (Saccharum edule Hasskarl) dengan Ternak Sapi”. Permasalahan Masyarakat di daerah ini belum melakukan sistem integrasi antara tanaman terubuk dengan ternak sapi (Integrated Farming System) yaitu disamping menanam terubuk juga memelihara ternak sapi. Berdasarkan latar belakang yang dikemukan diatas, maka penulis mengangkat permasalahan yaitu : Bagaimana besar pendapatan usahatani integrasi terubuk dengan usaha ternak sapi? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : Menganalisis besar pendapatan dari usaha tani integrasi terubuk dengan usaha ternak sapi di Kecamatan Luwuk Timur Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah.

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Terubuk (Saccharum edule Hasskarl) Terubuk merupakan salah satu jenis dari sayuran indigenous. Berdasarkan asal bagian tanaman yang diambil, terubuk termasuk jenis sayuran bunga. Tebu terubuk atau telur terubuk belum dikenal masyarakat luas. Daulay et al., 1984). Terubuk termasuk dalam famili Gramineae (Poaceae). James (2004) membagi genus Saccharum ke dalam enam spesies yaitu, S. spontaneum, S. robustum Brandes Jeswit ex Grassl, S. officinarum L., S. barberi Jeswit, S. sinense Roxb., dan S. edule Hasskarl. Irvine (1999) juga menyebutkan bahwa setiap spesies dikarakterisasi berdasarkan karakter bunga, kandungan gula, dan jumlah kromosom. Klasifikasi tanaman terubuk adalah sebagai berikut : Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom :Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Divisi

:Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Subdivisi

:Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

:Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas

: Commelinidae

Ordo

: Poales

Famili

: Poaceae (suku rumput-rumputan)

Genus

: saccharum

Spesies

: Saccharum edule Hasskarl

Terubuk termasuk ke dalam Poaceae (suku rumput-rumputan). Bentuk tanaman ini sama dengan tanaman tebu yaitu memiliki batang yang beruas-ruas dan berwarna hijau kemerahan. Di daerah Jawa Barat, tanaman ini dikenal dengan nama tiwu endog atau terubus, sedangkan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal dengan nama tebu endog atau tebu terubuk. Sebutan endog atau telur pada nama tanaman ini dikarenakan tekstur bagian yang dikonsumsi menyerupai telur ikan. Terubuk adalah tanaman asli Asia Tenggara dan sekitar Pasifik yang tersebar di daerah dataran rendah sampai daerah dataran tinggi. Terubuk termasuk tanaman perenial. Umumnya terubuk dapat dipanen setelah berumur 5-10 bulan, dengan daur hidup sekitar 2-3 tahun (Van den Bergh 1994). Tinggi terubuk mencapai 1,5-4 m, dengan sistem pembungaan yang abnormal, bunga tetap terbungkus dalam pelepah daun atau kelobot, berukuran sebesar buah pisang (Martin 1984). Terubuk tumbuh optimal pada temperatur 20º-30ºC. Daerah pertumbuhan tanaman terubuk berkisar antara 1-2000 m di atas permukaan laut (dpl). Tanaman ini tumbuh subur pada kondisi tanah dengan pH sekitar 5-6. Tanaman ini dikembangbiakkan dengan cara

menanam potongan batang (stek) karena tanaman ini tidak memproduksi benih. Stek batang akan berakar dan membentuk suatu rumpun tanaman. Bunga tebu terubuk terbentuk di dalam batang (malai muda) dan terbungkus pelepah daun/kelobot. Terubuk mulai dapat dipanen pada umur lima bulan setelah penanaman. Bagian yang dipanen dari tanaman ini adalah bagian malai yang masih muda, sedangkan yang dikonsumsi adalah bagian bunga yang terbungkus pelepah daun/kelobot. Bunga tanaman ini biasa dimakan dalam bentuk mentah (lalab), dikukus atau ditumis. Sayur yang dikenal dengan bahan dasar bunga terubuk antara lain sayur lodeh, tumis, kare dan sayur asem. Bunga terubuk sering digunakan sebagai bahan pengganti cauliflower /kembang kol di Eropa (Premachandran, 2006). Konsep Sistem Pertanian Integrasi Konsep integrasi atau terpadu telah banyak digunakan sebagai pendekatan dalam membuat sistem ataupun program baru yang diharapkan akan memajukan sektor pertanian. Integrasi atau keterpaduan ini dianggap dapat meningkatkan efisiensi. Konsep integrasi yang paling luas dan mencakup hamper seluruh elemen pertanian adalah sistem agribisnis. Menurut Gumbira dan Said dalam Ratu (2008) sistem agribisnis merupakan sistem yang terpadu, baik secara vertikal maupun horisontal (integrated farming). Agribisnis terpadu merupakan suatu bentuk pengeloIaan sistem agribisnis yang bertujuan untuk mengurangi risiko pasar, risiko produksi, dan risiko produk. Integrasi yang terjadi adalah integrasi antara subsistem usaha pengadaan input pertanian, subsistem usaha produksi pertanian atau usahatani (on-farm), subsistem usaha pengolahan hasil pertanian (Agroindustri), dan subsistem usaha pemasaran. Konsep Sistem Pertanian terpadu adalah konsep pertanian yang dapat dikembangkan untuk lahan pertanian terbatas maupun lahan luas. Pada lahan terbatas atau lahan sempit yang dimiliki oleh petani umumnya konsep ini menjadi sangat tepat dikembangkan dengan pola intensifikasi lahan. Lahan sempit akan memberikan produksi maksimal tanpa ada limbah yang terbuang percuma. Sedangkan untuk lahan lebih luas konsep ini akan menjadi suatu solusi mengembangkan pertanian agribisnis yang lebih menguntungkan. Melaiui sistem yang terintegrasi ini akan bermanfaat untuk efisiensi penggunaan lahan, optimalisasi produksi, pemanfaatan limbah, subsidi silang untuk antisipasi fluktuasi harga pasar dan kesinambungan produksi (PT.RAPP dan Universitas Lancang Kuning, 2001). Reijntjes (1999) mengatakan, hewan atau ternak bisa beragam fungsi dalam sistem usaha tani lahan sempit, hewan memberikan berbagai produk, seperti daging, susu, telur, wol, dan kulit. Selain itu, hewan juga memiliki fungsi sosiokultural, misalnya sebagai mas kawin, untuk pesta upacara dan sebagai hadiah atau pinjaman yang memperkuat ikatan

sosial. Dalam kondisi input luar rendah, integrasi ternak ke dalam sistem pertanian penting, khususnya untuk : 1)

Meningkatkan jaminan subsistem dengan memperbanyak jenis-jenis usaha untuk menghasilkan pangan bagi keluarga petani;

2)

Memindahkan unsur hara dan energi antara hewan dan tanaman melalui pupuk kandang dan pakan dari daerah pertanian dan melalui pemanfaatan hewan penarik. Salah satu bentuk integrasi yang telah dilakukan di Indonesia adalah integrasi tanaman-

ternak (ITT) atau pola Crop-Livestock System (CLS) dan integrasi tanaman-ternak-ikan (ITTI). Tanaman dapat berupa tanaman pangan atau tanaman perkebunan yang kemudian diintegrasikan dengan ternak sapi, domba, kambing, dan berbagai jenis ikan. Memadukan tanaman, ternak dan ikan pada sistem usahatani kecil mempunyai kelebihan ditinjau dari ekologi dan ekonomi. Sistem ini secara kondusif telah melaksanakan konservasi sumberdaya alam, karena mendorong stabilitas habitat dan keanekaragaman kehidupan alami di lingkungan pertanian dan sekitarnya. Sistem terpadu ini mengoptimumkan penggunaan sumberdaya yang berasal dari usahatani itu sendiri maupun yang ada di sekitarnya, dan mendorong konservasi habitat daripada merusaknya. Sistem ini bersifat produktif dan menguntungkan karena melaksanakan daur ulang secara intensif. Limbah dari satu kegiatan dapat dimanfaatkan sebagai sumber hara kegiatan yang lain. Selain itu ikan merupakan sumber protein hewani untuk rumah tangga petani (Sutanto 2002). Daerah-daerah di Indonesia mulai banyak yang menerapkan pertanian integrasi. Salah satunya adalah Kabupaten Lampung Utara. Analisis pendapatan usahatani pada pertanian lada terintegrasi ternak kambing di Kecamatan Abung Timur, Kabupaten Lampung Utara yang dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung (BPTP Lampung) pada tahun 2002, memperlihatkan bahwa dengan pemeliharaan ternak kambing dapat memberikan tambahan pendapatan petani lada Rp 4.088.760,00 per hektar per tahun, yang terdiri atas pendapatan kambing Rp 1.188.760,00 dan tanaman lada Rp 2.900.000,00 per hektar per tahun dengan nilai rasio R/C 1,8, sedangkan cara bertani tanpa integrasi ternak kambing hanya Rp 1.315.000,00 per hektar per tahun dengan nilai rasio R/C 1,6. Pakan Sapi Pedaging Pakan utama sapi pedaging terdiri dari rumput dan leguminosa, sapi termasuk ternak ruminansia yang dapat mengubah hijauan (rumput dan leguminosa) menjadi daging dan susu yang mempunyai nilai gizi yang tinggi. Ternak sapi juga memanfaatkan limbah pertanian seperti jerami padi, jerami jagung, jerami kacang, dedak padi, bungkil kelapa, limbah sawit, limbah tebu dan sebagainya.

Rumput memegang peranan penting dalam penyediaan pakan bagi ternak ruminansia. Rumput mengandung zat-zat makanan yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup ternak, seperti air, lemak, serat kasar, beta protein, mineral serta vitamin Hutasoit (2009) dalam Askari (2012). Jenis-jenis hijauan yang dapat dijadikan pakan sapi pedaging adalah gamal, rumput gajah dan lamtoro. Terubuk Sebagai Pakan Pakan berupa hijauan makanan ternak merupakan aspek sangat penting dalam produksi ternak untuk pemenuhan protein hewani. Kendala utama di Indonesia dalam produksi pakan adalah ketersediaannya yang tidak kontinyu. Pada musim penghujan ketersediaannya melimpah, tetapi pada musim kemarau sangat sedikit. Hal ini terjadi karena curah hujan sebagai sumber air bagi tumbuhan pada umumnya. merupakan tanaman lokal (indigenous plant) Indonesia. Selain bunganya dimanfaatkan sebagai sayuran, daun dan batangnya dapat digunakan untuk memenuhi pakan ternak khususnya sebagai hijauan yang kaya serat kasar (Lizah, 2013). Di Indonesia berbagai tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan sapi pedaging, namun belum diteliti diteliti secara ilmiah. Salah satu tanaman mempunyai potensi dan prospek sebagai pakan adalah terubuk baik dilihat kandungan bahan kering (biomassa yang mencapai 11,6 %). Meskipun kandungan protein, karbohidrat, kalori dan mineralnya rendah. Terubuk juga merupakan salah satu spesies dari rumput-rumputan dalam genus Saccharum, atau tebu. Menurut Heyne (1950) dalam buku De Nuttige Planten Van Indonesie dalam (Lizah, 2013), tanaman Terubuk merupakan tanaman asli Indonesia (Indigenous plant) dikenal dengan nama daerah Tobu Bunga (Simelungun, Batak); Sayor Lilin (Manado); Tebu Telur, Tubu Telur Ikan (Ambon); Bunga Tobu (Lampung); Tiwu Turubus (Sunda); Dawaho (Ternate); dan Dolawaho (Tidore). Nama asing Terubuk adalah Fiji asparagus, duruka atau pit-pit. Tanaman ini mempunyai forma bunga yang tidak tumbuh sempurna dan tetap tertutup dalam pelepah dauh yang digunakan sebagai sayur oleh penduduk setempat. Sedangkan selain bunga, sebagian besar bagian tumbuhan ini berpotensi sebagai hijauan makanan ternak yang baik bagi sapi dan kerbau (Lizah, 2013). Usaha Ternak Sapi Daging Sapi daging merupakan komoditas subsektor peternakan yang sangat potensial. Hal ini bisa dilihat dari tingginya permintaan akan daging sapi. Namun, sejauh ini Indonesia belum mampu menyuplai semua kebutuhan daging tersebut. Akibatnya,

pemerintah terpaksa

membuka kran inpor sapi hidup maupun daging sapi dari negara lain, misalnya Australia dan

Selandia Baru. Usaha peternakan sapi daging pada saat ini masih tetap menguntungkan. Pasalnya, permintaan pasar akan daging sapi masih terus memperlihatkan adanya peningkatan. Selain dipasar domestik, permintaan daging di pasar luar negeri juga cukup tinggi (Rianto dan Purbowati, 2009). Indonesia dengan jumlah penduduk diatas 220 juta jiwa juga membutuhkan pasokan daging sapi dalam jumlah yang besar. Sejauh ini, peternakan domestik belum mampu memenuhi permintaan daging dalam negeri. Timpangnya antara pasokan dan permintaan ternyata masih tinggi, tidak mengherankan jika lembaga yang memiliki otoritas tertinggi dalam hal pertanian termasuk petenakan, mengakui masalah utama usaha sapi daging di Indonesia terletak pada suplai yang selalu mengalami kekurangan setiap tahunnya. Sementara laju pertumbuhan konsumsi dan pertambahan penduduk tidak mampu diimbangi oleh laju peningkatan populasi sapi daging. Pada gilirannya, kondisi seperti ini memaksa Indonesia untuk selalu melakukan inpor, baik dalam bentuk sapi hidup maupun daging dan jeroan sapi (Anonim, 2010). Sapi daging merupakan salah satu komponen usaha yang cukup berperan dalam agribibisnis pedesaan, utamanya dalam sistem integrasi dengan subsektor pertanian lainnya, sebagai rantai biologis dan ekonomis sistem usaha tani. Terkait dengan penyediaan pupuk, maka sapi dapat berfungsi sebagai "pabrik kompos". Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg/hari yang apabila diproses akan menjadi 4-5 kg pupuk organik. Menurut Ensminger (1980) seekor sapi menghasilkan feses 12 ton per tahun. Potensi pupuk...


Similar Free PDFs