Budaya Suku Koto PDF

Title Budaya Suku Koto
Course Promosi Kesehatan
Institution Universitas Diponegoro
Pages 5
File Size 65 KB
File Type PDF
Total Downloads 30
Total Views 163

Summary

Budaya Suku Koto...


Description

Suku Koto merupakan satu dari empat suku yang terdapat dalam dua klan induk dalam etnis Minangkabau. Etnis Minangkabau memiliki dua klan (suku dalam bahasa orang Minang) yaitu klan/suku Koto Piliang dan klan/suku Bodi Chaniago. A.A. Navis dalam bukunya berjudul Alam Terkembang Jadi Guru menyatakan bahwa nama suku Koto berasal dari kata 'koto' yang berasal dari bahasa Sanskerta 'kotta' yang artinya benteng, dimana dahulu benteng ini terbuat dari bambu. di dalam benteng ini terdapat pula pemukiman beberapa warga yang kemudian menjadi sebuah 'koto' yang juga berarti kota, dalam bahasa Batak disebut 'huta' yang artinya kampung. Dahulu Suku Koto merupakan satu kesatuan dengan Suku Piliang tapi karena perkembangan populasinya maka paduan suku ini dimekarkan menjadi dua suku yaitu suku Koto dan suku Piliang. Suku Koto dipimpin oleh Datuk Ketumanggungan yang memiliki aliran Aristokratis Militeris, dimana falsafah suku Koto Piliang ini adalah "Manitiak dari Ateh, Tabasuik dari bawah, batanggo naiak bajanjang turun" Datuk Ketumanggungan gadang dek digadangan "Besar karena diagungkan oleh orang banyak),sedangkan Datuk Perpatih Nan Sebatang "tagak samo tinggi, duduak samo randah" Suku K. Di antara gelar datuk Suku Koto adalah : 

Datuk Tumangguang, gelar ini diberikan kepada Ir. Tifatul Sembiring oleh warga suku Koto Kanagarian Guguak-Tabek Sarojo, Bukittinggi



Datuk Bandaro Kali, gelar ini pernah akan dinobatkan kepada Mentri Pariwisata Malaysia, Dr. Rais Yatim yang berdarah Minang tapi dia menolaknya lantaran akan sulit baginya untuk terlibat dalam kegiatan suku Koto nagari Sipisang setelah dia dinobatkan.



Datuk Sangguno Dirajo



Datuk Panji Alam Khalifatullah, gelar ini dinobatkan kepada Taufik Ismail karena dia seorang tokoh berdarah Minangkabau suku Koto yang telah mempunyai prestasi di bidang seni dan kebudayaan.



Datuk Patih Karsani



Datuk Rangkayo Basa, gelar datuk suku Koto di kenagarian Pakandangan, VI Lingkung, Padang Pariaman



Datuk Palindangan Nan Sabatang gelar yang diberikan kepada tokoh masyarakat bungo yang bernama farid anthony yang sekarang ini bertugas di sahabat ukm cabang muara bungo Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang

nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa norma , adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan yang lain . Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu tempat , selalu diulangi , membuat manusia terikat dalam proses yang dijalaninya . Keberlangsungaan terus – menerus dan lama merupakan proses internalisasi dari suatu nilai – nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter , pola pikir , pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi keperawatan ( cultural nursing approach ). Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu . Oleh sebab itu , penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang dirawat ( Pasien ) . Misalnya kebiasaan hidup sehari – hari , seperti tidur , makan , kebersihan diri , pekerjaan , pergaulan social , praktik kesehatan , pendidikan anak , ekspresi perasaan , hubungan kekeluargaaan , peranan masing – masing orang menurut umur . Kultur juga terbagi dalam sub – kultur . Subkultur adalah kelompok pada suatu kultur yang tidak seluruhnya mengaanut pandangan keompok kultur yang lebih besar atau member makna yang berbeda. Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan kebiasaan cultural. Minang atau yang biasa disingkat Minang adalah kelompok etnik Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minang. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian selatan Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan juga Negeri Sembilan di Malaysia. Dalam percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk kepada nama ibukota provinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun, masyarakat ini biasanya akan

menyebut kelompoknya dengan sebutan urang awak (bermaksud sama dengan orang Minang itu sendiri). Masakan Padang merupakan salah satu kebudayaan yang terkenal di Indonesia. Masakan Padang dikenal dengan masakan yang berbumbu tajam karena banyak menggunakan rempa-rempah dan cabai, bersantan dan juga tinggi lemak. Selain masakannya, cara penyajiannya pun berbeda dari warung makan lainnya dan juga warung makan yang berbentuk rumah adat Padang. Dengan berkembangnya jaman, banyak orang yang tidak sempat memasak sendiri. Sebab itu banyak orang yang memilih masakan Padang, karena masakan Padang memiliki hal yang diinginkan oleh orang-orang yang tidak sempat memasak sendiri di rumah. Contoh masakan Padang antara lain rendang, ayam pop, paru goreng, gulai banding, teri balado, sate Padang, gulai cincang kambing/ sapi, dan masih banyak lagi. Komposisi zat gizi yang terkandung di dalam masakan Padang sebenarnya lengkap, dari segi kalori, protein namun banyak mengandung tinggi lemak jenuh, karena masakan Padang banyak menggunakan santan dan lemak. Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Tiap gram lemak menghasilkan 9 kalori, 1 gram karbohidrat dan protein menghasilkan 4 kalori. Pencernaan lemak dalam tubuh dibantu dengan bantuan empedu. Yaitu lemak yang belum teremulsi, dalam lambung dengan bantuan empedu diubah menjadi lemak yang sudah teremulsi dan selanjutnya bersama-sama dengan lemak yang memang teremulsi akan masuk kedalam usus halus. Di dalam usus halus lemak-lemak yang teremulsi tadi dengan bantuan enzim intestinal lipase dan pencreatik lipase akan diubah kedalam 3 struktur yang lebih sederhana. Fungsi lemak yaitu antara lain sebagai penghasil energi, pembentuk susunan tubuh, menghemat protein, penghasil asam lemak esensial, pelarut vitamin, sebagai pelumas diantara persediaan dan masih banyak lagi. Pada masakan Padang, lemak berfungsi untuk memperbaiki tekstur dan citarasa bahan makanan juga sebagai penghantar panas. Selain itu merupakan ciri khas masakan Padang. Namun jika mengkonsumsi lemak secara berlebihan maka akan menyebabkan penyakit bahkan dapat menimbulkan kematian. Antara lain

penyakit

kanker

empedu,

sindrom

malabsorpsi,

hiperlipidemia,

hiperkolesteremia, hipertrigliserida, obesitas, penyakit hati akut dan kronis, hiperkolesteremia sekunder, hiperlipidemia sekunder, dan masih banyak lagi. Ragam masakan Masyarakat Minang yang banyak berbahan santan dan daging membuat asupan lemak jenuh mereka lebih tinggi dibanding suku-suku lain di Indonesia. Hal itu terungkap lewat penelitian tahun 2007 yang dilakukan dr. Ratna Djuwita dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Ia melakukan riset mengenai asupan nutrien pada empat suku, yakni Minang, Sunda, Jawa, dan Bugis. Dari hasil penelitiannya terungkap bahwa di dalam santan terdapat SAFA. Rasio asupan lemak yang sehat adalah satu banding satu antara asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SAFA), asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated

fatty

acid/PUFA),

asam

lemak

tak

jenuh

tunggal

(monounsaturated fatty acid/MUFA). Dalam kombinasi yang tepat yakni 1:1:1, asupan makanan relatif akan lebih menyehatkan. (Ratna Djuwita,2011) Kelebihan SAFA akan meningkatkan berbagai risiko kesehatan yang dipicu oleh dislipidemia. Dislipidemia adalah gangguan kesehatan akibat kelainan lemak dalam darah. Pada dislipidemia, kadar lemak-lemak jahat seperti kolesterol LDL dan trigliserida mengalami peningkatan. Sebaliknya kadar lemak yang baik, yaitu kolesterol HDL, justru mengalami penurunan. Asupan SAFA orang Minang berasal dari santan, minyak goreng, daging, telur, dan daging unggas. Menurutnya Orang Jawa dan Sunda suka makan santan juga, tetapi tidak sekental masakan Minang. Selain itu, pola makanan Jawa dan Sunda banyak sayuran, tahu, dan tempe. Sehingga orang Minang tingkat dislipidemianya lebih tinggi dibanding 3 suku lainnya. Selain itu, penyakit jantung koroner juga menjadi momok bagi masyarakat suku minang. Minyak kelapa sawit dan santan merupakan sumber asam lemak utama yang dikonsumsi etnik ini. Proses pengolahan makanan dapat mempengaruhi komposisi asam lemak yang terdapat dalam makanan. Proses penggorengan dan membuat gulai merupakan cara pengolahan yang paling sering dilakukan oleh Suku Minang. Kedua proses tersebut biasanya menggabungkan bahan makanan sumber asam lemak jenuh dengan bahan makanan sumber kolesterol, (misal gulai

otak – proses adalah menumis bumbu dengan minyak goreng, kemudian dicampur dengan otak dan santan). Untuk dapat mencegah hal tersebut maka kita harus mengetahui berapa besar lemak yang dibutuhkan oleh tubuh kita. Selain itu dengan berolah raga, banyak mengkonsumsi serat dan buah-buahan, dan menghindari mengkonsumsi lemak berlebih dengan diet sehat tanpa harus meninggalkan kebudayaan yang terdapat pada suku minang. Kesehatan tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan, tetapi budaya juga dapat mempengaruhi kesehatan. Contohnya adalah budaya Minang, yang biasa mengkonsumsi makanan pedas dan berminyak, misalnya gulai. Pada setiap acara yang dilakukan, gulai selalu dijadikan sebagai menu utama. Karena itulah banyak orang Minang yang terkena Penyakit Jantung Koroner (PJK). Untuk penanggulangan masalah Penyakit Jantung Koroner pada etnik Minang, dapat dianjurkan untuk mengonsumsi lebih banyak buah dan sayur, mengubah cara pengolahan bahan makanan, dan mengurangi atau mengganti bahan makanan hewani sumber kolesterol yang digabungkan atau diolah menggunakan sumber asam lemak jenuh seperti santan. Selain itu dalam memasak kita juga harus memperhatikan bahan yang di gunakan. Jangan menggunakan bahan yang memiliki kandungan yang sama, seperti yang dilakukan pada etnik Minang. Jika mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan maka akan merusak sistem tubuh kita....


Similar Free PDFs