BUSINESS MODEL CREATION PDF

Title BUSINESS MODEL CREATION
Pages 21
File Size 521.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 43
Total Views 116

Summary

ISSN : 2303-0968 JURNAL EKUILIBRIUM Diterbitkan Oleh STIE TRIGUNA Jakarta Vol. 3.No. 3. Juni 2019 Susunan Pengurus : Dr.H. Anwar Sanusi,SH.S.Pel. MM. Penganggung Jawab : Drs. Suharjono,MM. Dewan Redaksi : Drs. Suharjono,MM Moch. Zain,SE.MM. Abdul Rosid,SE. Pemasaran : Haryadi, SE.MM Fian, SE. Mitra ...


Description

ISSN : 2303-0968

JURNAL EKUILIBRIUM

Diterbitkan Oleh STIE TRIGUNA Jakarta Vol. 3.No. 3. Juni 2019 Susunan Pengurus

: Dr.H. Anwar Sanusi,SH.S.Pel. MM.

Penganggung Jawab

: Drs. Suharjono,MM.

Dewan Redaksi

: Drs. Suharjono,MM Moch. Zain,SE.MM. Abdul Rosid,SE.

Pemasaran

: Haryadi, SE.MM Fian, SE.

Mitra Bestari

: Dr. Ni.Nyoman Sawitri, MBA Suyono, P,Hd. MBA Dr. H. Mulyadi Niti susastro,MM

Tulisan yang muncul dalam jurnal ini merupakan tanggung jawab pribadi penulis bukan mencerminkan pendapat dewan redaksi.

Alamat Penerbit Jl. Hang Lekiu III/17,12120 Telp.7250161 Fax .7205207

BUSINESS MODEL CREATION E-MARKETPLACE MAKE UP ARTIST “INSTANAYU” Oleh Sangaji Cokro Gumelar, S.E., M.M. Dosen Politeknik Tunas Pemuda Jurusan D4 Akuntansi Perpajakan ABSTRAK Potensi pasar pada industri kecantikan di Indonesia masih terbuka luas, mengingat terdapat pertumbuhan industri yang mencapai 12% per tahunnyadan pertumbuhan ini mencapai empat kali lipat dari rata-rata pertumbuhan industri nasional. Disisi lain perkembangan industri kecantikandalam sektor industri kreatif juga terus mengalami peningkatan. Sebagai bagian dari industry kecantikan, tata rias atau makeupmerupakan salah satu bidang yang dapat dikembangkan karena banyaknya potensi make-up artist (MUA) yang tersebar di Indonesia. Melihat peluang dalam industri kecantikan, khususnya dalam bidang tata rias, InstanAyu membuat suatu model bisnis yaitu sebuah e-marketplaceuntuk mempertemukan konsumen dan para MUA dalam satu wadah dengan menggunakan platform mobile application. Dalam InstanAyu, pelanggan dapat memilih berbagai layanan MUA yang dibagi berdasarkan berbagai jenis layanan dan kategori dengan dukungan sistem rekomendasi berbasis augmented realitu serta metode pemesanan dan pembayaran yang mudah. Selain itu dari sisi MUA, mereka dapat memperoleh pelanggan lebih banyak dan mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam dunia tata rias. Target pasar dari bisnis ini adalah pelanggan wanita generasi millennialdengan rentang usia 18-38 tahun. Sedangkan untuk MUA, bisnis ini menyasar para MUA generasi younger milennial yang masih pemula. Dengan investasi awal sebesar Rp750.000.000,00payback period diproyeksikan dalam waktu dua tahun tujuh bulan, dengan NPV Rp905.821.282,00 dan IRR 43.46% pada kondisi pesimist. Kata kunci : e-marketplace, make-up artist, service, B2B & B2C model, mobile apps. Pendahuluan 1.1 Market Overview 1.1.1 Industri Kreatif di Indonesia Industri Kreatif, menurut Departemen Perdagangan Republik Indonesia didefinisikan sebagai sebuah industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. (Kelompok Kerja Indonesia Design Power, 2007). Berdasarkan buku yang ditulis oleh Mudrajat Kuncoro (2008), Industri Kreatif pada dasarnya mengembangan tiga pilar utama yaitu kreatifitas

1

sumber daya manusia, inovasi dan kewirausahaan. Oleh karena itu dalam industri ini selain bermodalkan sumber daya manusia yang kreatif, juga dibutuhkan motivasi yang kuat untuk berwirausaha. Di Indonesia, Departemen Perdagangan telah mengelompokan industri kreatif dalam 15 sektor utama yang meliputi Periklanan, Arsitektur, Barang Seni, Kerajinan, Desain, Fashion, Video/Film dan Fotografi, Permainan Interaktif, Musik, Seni Pertunjukan, Penerbitan/Percetakan, Layanan Komputer/Piranti Lunak, Televisi/Radio, Riset dan Pengembangan serta Kuliner. Menurut Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Euis Saedah, Industri Kreatif memiliki potensi yang besar di Indonesia seiring dengan perkembangan internet, mendominasinya usia produktif serta luasnya budaya dan tradisi di Indonesia (Kementerian Perindustrian, 2012). Dari tahun 2010 hingga tahun 2016, sektor industri kreatif terus meningkatkan kontribusinya terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) Republik Indonesia hingga mencapai 7.44% dan mampu menyerap 54.6% tenaga kerja di Indonesia. Walaupun tidak termasuk dalam salah satu sektor dalam industri kreatif yang diterbitkan oleh Departemen Perdagangan, industri kecantikan secara tidak langsung juga merupakan bagian dari industri kreatif. Hal ini dikarenakan dalam industri kecantikan juga terdapat pemanfaatan keterampilan dan bakat yang dimiliki individu.Para penata rias atau Make-up Artist (MUA) merupakan contoh pelaku industri kecantikan yang memanfaatkan bakat merekauntuk memperoleh penghasilan.Make-up Artist (MUA) dapat didefinisikan sebagai seorangseniman yang menggunakan tubuh manusia sebagai sarana dan menerapkan make-up untuk berbagai macam kebutuhan. (Ogotan, 2015). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semua orang yang memiliki keahlian dan kompetensi dalam melakukan make-up kepada orang lain pantas disebut sebagai seorang MUA. Jika dihubungkan dengan sektor ekonomi kreatif di Indonesia, Tritanti (2018) menjelaskan bahwa sebenarnya ada beberapa sektor yang dapat dijadikan basis untuk industri kreatif dalam bidang kecantikan. Sektor tersebut meliputi sektor Periklanan, Film/Video dan Fotografi, Musik, Seni Pertunjukan serta Televisi/Radio. Kelima sektor tersebut dapat dijadikan basis industri kreatif dalam bidang kecantikan karena mereka membutuhkancreative talent yang bekerja di belakang layar untuk menunjang terselenggaranya acara mereka dan salah satu creative talentyang mereka butuhkan adalah para pelaku industri kecantikan seperti para penata rias (MUA) dan penata rambut (Hair Stylist). 1.1.2 Industri Kecantikan di Indonesia Industri Kecantikan di Indonesia terus mengalami peningkatan yang signifikan dalam 10 tahun terakhir. Menurut Umesh Phadke, Presiden Direktur L’Oreal Indonesia, industri kecantikan dan perawatan pribadi di

2

Indonesia bertumbuh rata-rata sebesar 12% per tahunnya. Bahkan diprediksi pada tahun 2020, industri kecantikan di Indonesia akan mengalami pertumbuhan paling besar dibandingkan dengan negara lainnya di Asia Tenggara (Pramita, 2017). Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto, pertumbuhan industri kecantikan di Indonesia telah mencapai empat kali lipat dari pertumbuhan nasional sehingga ke depannya industri ini dipilih sebagai sektor andalan dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) untuk periode 2015 hingga 2035(Bella, 2018). Walaupun tren kecantikan terus mengalami perubahan setiap tahunnya, minat konsumen terhadap industri ini tidak pernah meredup.Menurut Umesh Phadke, terdapat tiga unsur penting yang menjadi fokus utama dalam industri kecantikan yaitu perawatan kulit (skin care), perawatan rambut (hair care), dan tata rias (make-up). Berdasarkan infografis yang diterbitkan oleh L’Oreal, porsi terbesar dalam industri kecantikan dikuasai oleh skin care sebesar 36%, disusul dengan hair care sebesar 23% dan make-up sebesar 18% (Tondang, 2018). Semakin pesatnya pertumbuhan industri kecantikan Indonesia juga tidak terlepas oleh peningkatan kesadaran masyarakat akan tren kecantikan dan perawatan diri melalui internet dan sosial media. Selain itu fenomena online shopping juga turut memiliki andil dalam pertumbuhan industri ini. Dalam infografis yang diterbitkan L’Oreal, diperkirakan masyarakat Indonesia telah menghabikan 33 triliun rupiah untuk berbelanja online dalam kategori Beauty dan Fashion. Chief Marketing Officer Lazada Indonesia pun juga mengakui bahwa ada fenomena dalam industri beauty e-commerce di Indonesia. Dari data yang mereka peroleh, kategori kecantikan menjadi salah satu pemasok keuntungan terbesar bagi Lazada di Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa pasar industri kecantikan hampir tak pernah melemah, khususnya dalam ecommerce (Tondang, 2018). 1.1.3 Perkembangan Internet Semenjak munculnya internet, terciptalah konsep digital business, ecommercedan e-marketplace yang membawa pengaruh yang besar terhadap kegiatan ekonomi saat ini. Munculnya e-commerceatau emarketplacetersebut membuat konsumen kian beralih untuk membeli produk ataupun layanan jasa yang mereka inginkan secara online. Pesatnya pembangunan infrastruktur jaringan di Indonesia yang juga ditambah dengan perkembangan teknologi yang ke arah mobile mempengaruhi eksistensi model bisnis digital di Indonesia. Hal itu terlihat dari beberapa survei yang menunjukkan peningkatan jumlah pengguna Internet dan pengguna layanan e-commerce dari tahun ke tahun.Penetrasi internet di Indonesia telah meningkat sejak 2010, seperti yang dikatakan oleh

66

Anil Antony, Executive Director dari Consumer Insights Nielsen Indonesia (Lubis, 2014).

Gambar1.1 Penetrasi Pengguna Internet di Indonesia (APJII, 2017) Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), pada Gambar 1.1 terlihat bahwa penetrasi pengguna internet di Indonesia meningkat hingga mencapai 54.68% pada 2017. Jika dibandingkan dari hasil survei tahun sebelumnya, terjadi peningkatan hampir 10 juta jiwa dalam kurun waktu 1 tahun.Tentu saja hal ini menjadi peluang pasar bagi para pelaku bisnis yang menjalankan bisnis digital seperti ecommerce atau e-marketplace.

Gambar1.2 Pemanfaatan Internet Bidang Ekonomi (APJII, 2017)

67

Gambar 1.2 diatas menunjukan hasil penelitian yang dilakukan oleh APJII yang menemukan bahwa 32.19% pengguna internet di Indonesia memanfaatkan internet untuk berbelanja secara online. Dari data tersebut juga ditemukan bahwa internet juga sering dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mencari tahu harga suatu produk atau layanan Dari hal ini dapat terlihat bahwa budaya berbelanja masyarakat indonesia mulai mengalami perubahan menuju era transaksi digital. 1.1.4 E-commerce& E-marketplace di Indonesia Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, berdasarkan survei dari APJII dapat terlihat tren masyarakat saat ini yang mulai memanfaatkan internet untuk bertransaksi secara online. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nielsen. Dalam penelitiannya, Nielsen mengatakan bahwaecommerce merupakan sebuah bisnis besar yang terus berkembang setiap tahunnya (Gunawan, 2017). Di Indonesia sendiri, pada pada tahun 2016, nilai transaksi dari pengguna e-commercetelah mencapai 4.89 miliar dollar AS atau hampir mencapai 70 triliun rupiah. Angka ini mengalami peningkatan drastis jika dibandingkan dengan tahun 2014 yang hanya mencapai 25 triliun rupiah. Dengan tren belanja online yang terus meningkat, pada tahun 2018 Bank Indonesia memprediksi sekitar 24.7 juta orang di Indonesia akan melakukan belanja online dan angka transaksi e-commerce di Indonesia bisa mencapai 144 triliun rupiah (Abdurrahman, 2017). 1.2

Perubahan Perilaku Konsumen Menurut Shiffman dan Kanuk (2000), perilaku konsumen didefinisikan sebuah proses yang dilewati oleh seseorang dalam mencari, membeli, memakai, mengevaluasi, dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa ataupun ide yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhannya.Pada saat ini, perkembangan teknologi dan internet mendorong pergeseran dalam perilaku konsumen dalam melakukan transaksi. Pada awalnya, sebelum maraknya transaksi online, konsumen cenderung lebih suka mendatangi toko fisik untuk mencari produk yang mereka inginkan. Namun semenjak adanya tranformasi digital, konsumen saat ini lebih tertarik untuk berbelanja secara online karena lebih mudah dan tidak merepotkan. Konsumen dapat mencari produk apapun yang mereka inginkan dengan mudah dan barang yang mereka pesan dapat langsung sampai di depan rumah mereka tanpa perlu mendatangi lokasi penjual. Hal yang sama juga berlaku untuk jasa. Jika sebelumnya konsumen diharuskan untuk mendatangi lokasi penyedia jasa, saat ini justru para penyedia jasa yang berbalik untuk datang ke lokasi konsumen.Hal ini sesuai dengan pendapat Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Rhenald Kasali yang menyatakan bahwa saat ini jarak bukan menjadi halangan untuk berbelanjakarena adanya digitalisasi (Ariyanti, 2017).

68

Dengan adanya fenomena ini, terjadi perubahan dalam pola pikir konsumen. Pada saat ini konsumen lebih kritis dalam menentukan pilihan produk atau jasa yang mereka inginkan. Selain itu berdasarkan survei yang dilakukan oleh Accenture, 73% konsumen digital di Indonesia menyatakan siap berpindah ke penyedia jasa lainnya untuk memperoleh layanan jasa yang lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa nama besar sebuah brand atau popularitas penyedia jasa tidak lagi diperhatikan oleh konsumen dan mereka lebih mengutamakan kualitas layanan yang diberikan (Fajriningtyas, 2016). Dalam industri kecantikan, salah satu bidang yang terpengaruh dengan adanya tren digitalisasi adalah bidang tata rias atau make-up. Dengan adanya perubahan perilaku konsumen, para penata rias atau MUA saat inilebih banyak memanfaatkan internetuntuk menawarkan jasa mereka. Media sosial menjadi salah satu media yang paling sering mereka gunakan. Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, selain memanfaatkan media sosial sebagai media promosi, mereka juga lebih memilih untuk mendatangi lokasi konsumen dalam memberikan pelayanannya karena tren bisnis saat ini yang mengarah ke customer-oriented. Dari sisi konsumen, dari survei yang penulis lakukan, konsumen saat ini lebih banyak mencari informasi mengenai layanan jasa MUA melalui media sosial. Selain itu, karena perubahan perilaku konsumen digital yang semakin kritis, sensitifitas konsumen terhadap tarif suatu layanan juga semakin meningkat. Adanya selisih harga sedikit saja dapat mempengaruhi keputusan konsumen dalam memutuskan suatu pembelian. Selain tren digitalisasi, dalam industri kecantikan juga terdapat perubahan tren dari sisi penggunaan make-up sehari-hari. Pada awalnya penggunaan make-up hanya digunakan untuk kegiatan di luar rumah seperti untuk bekerja atau mendatangi acara resmi. Namun semakin kemari, penggunaan make-up mulai bergeser menjadi lebih sering dilakukan untuk kegiatan sehari-hari di dalam rumah sekalipun. Dalam artikel yang ditulis oleh Riani (2017) dijelaskan terdapat tren make-up terbaru yang dinamakan sebagai half selfie make-up. Tren ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang influencer make-up dimana ia menampilkan foto dirinya dengan make-up yang diaplikasikan pada setengah wajahnya. Dan tren ini menjadi viral akibat semakin meningkatnya popularitas media sosial berbasis foto seperti Instagram. Dalam perkembangannya Lydia Sellers, seorang MUA selebritis hollywood mengemukakan bahwa tren selfie make-up menjadi tren yang terus mengalami pertumbuhan (Yuni, 2018).

Value Proposition 2.1

Analisis Industri

69

Perencanaan model bisnis yang dilakukan oleh InstanAyudimulai dengan melakukananalisaterhadap industri marketplace MUA di Indonesiamenggunakan analisis Porter’s Five Forcesuntuk melihat peluang dari industri marketplaceMUA apakah menarik atau tidak.Porter’s Five Forcesmerupakansalah satu model dari analisis strategi bisnis yang sering digunakan untuk menganalisa sebuah industri.Menurut Kotler dan Keller (2011), model ini berfungsi untuk menganalisis potensi suatu pasar dalam 5 kekuatan kompetitif yang meliputithreat of new entrants, threat of substitutes product, bargaining power from buyers, bargaining power from suppliers dan industry competitive rivalry. Five Forces Model yang dikembangkan oleh Porter adalah sebuah framework yang sangat penting untuk menentukan strategi bisnis (Grundy, 2006). Jika dikaitkan ke perkembangan teknologi padasaat ini, Haag, Cumming, dan McCubbrey (2005) berpendapat bahwa Five Forces Model dapat diimplementasikan dalam bisnis berbasis digital sepertie-commerce dan e-marketplace dalam upaya mencapai competitive advantage. 2.2

2.3

Analisis TOWS Berdasarkan analisa industri menggunakananalisis Porter’s Five Forces, terlihat bahwa industri marketplace MUA merupakan industri yang menarik. Oleh karena itu, InstanAyu mencoba memetakan kelebihan dan kekurangan dari sisi internal dan eksternal serta menentukan strategi yang dapat digunakan untuk masuk ke dalam industri ini menggunakan analisa Threat, Opportunity,Weakness, danStrength atau yang lebih dikenal dengan analisa TOWS. Riset Penulis Mengenai MUA Selain melakukan survei mengenai perilaku konsumen, penulis juga melakukan survei terhadap para make-upartist (MUA) sebagai service provider dari layanan marketplace InstanAyu. Survei ini dilakukan secara kualitatif terhadap 8 orang MUA yang berusia antara 17 hingga 22 tahun1, Tujuan dilakukannya survei ini adalah untuk memperoleh informasi mendalam mengenai layanan jasa MUA sebagai dasar bagi InstanAyu dalam menentukan strategi bisnis yang akan diterapkan. Berikut adalah beberapa insight yang diperoleh dari hasil wawancara dengan MUA:  Para MUA sebagian besar tidak memiliki pelanggan tetap, namun mereka mengganggap konsumen yang puas dengan pelayanan mereka memiliki potensi melakukan re-purchase atau meminta jasa mereka kembali. Namun mereka juga melakukan hal untuk dapat mendorong konsumen untuk kembali menggunakan jasa mereka kembali dengan memberikan kupon atau voucher diskon.  Dalam menentukan harga, MUA tidak menetapkan harga yang tetap atau fixed. Mereka cenderung menentukan harga berdasarkan jenis acara,

1

Hasil survei terlampir

70

















waktu make-up, banyaknya jumlah konsumen yang di-make-up serta beberapa faktor lainnya. Pengalaman MUA mempengaruhi harga yang ditetapkan oleh mereka. Apabila MUA masih tergolong baru, mereka akan menetapkan harga yang rendah dan hampir seragam serta memiliki price list yang jelas. Sedangkan jika MUA sudah memiliki jam terbang yang tinggi, mereka akan menetapkan harga yang lebih tinggi dan lebih bervariasi. Harga yang ditetapkan MUA biasanya sudah termasuk dengan biaya transport, namun apabila lokasinya diluar jangkauan MUA akan dibebankan biaya tambahan ke konsumen. Jauh dekatnya lokasi ditentukan secara subjektif oleh MUA itu sendiri. Dalam melakukan booking, sebagian besar MUA menerima booking melalui chat via Whatsapp atau Line. Mereka menerapkan sistem yang mengharuskan konsumen memberikan uang muka atau DP terlebih dahulu. Dengan begitu, mereka tidak perlu khawatir apabila konsumen melakukan pembatalan secara mendadak. Selain untuk mendorong konsumen untuk kembali lagi, diskon atau potongan harga yang diberikan MUA juga digunakan untuk memberikan kepuasan bagi konsumen, khususnya untuk kerabat atau keluarga dari MUA tersebut. Namun apabila keluarga atau kerabat MUA membawa orang lain untuk menggunakan jasanya, mereka tidak segan untuk memberikan diskon lebih besar atau menggratiskan layanan mereka khusus kepada keluarga mereka itu saja. Bentuk promosi yang paling sering diberikan MUA adalah voucher diskon yang berkisar antara Rp.50.000,00 hingga Rp.100.000,00. Selain voucher, MUA juga terkadang memberikan giveaway seperti kosmetik atau produk perawatan wajah kepada konsumennya. Beberapa MUA ada pula yang memberikan promosi dalam bentukextra service kepada konsumen misalnya melakukan penambahan make-up atau melakukan sedikit penataan rambut. Dalam seminggu, konsumen lebih sering memesan layanan MUA untuk hari Jumat, Sabtu dan Minggu karena sebagian besar acara seringkali diadakan pada hari tersebut. Selain weekend, konsumen yang melakukan order tetap ada, namun tidak begitu banyak dan biasanya jasa mereka digunakan untuk kepentingan lain seperti photoshoot dan pre-wedding. Dalam sehari MUA dapat menangani 4-5 konsumen. Jika terjadi kesalahan atau service failure, beberapa MUA ada yang langsung menggratiskan layanannya sebagai bentuk permintaan maaf. Namun ada pula MUA yang hanya memberikan potongan harga apabila mengalami kesalahan. Para MUA lebih cenderung menunjukan portfolio mereka di media sosial milik mereka. Rata-rata dalam seminggu MUA mengupload setidaknya 2 sampai 3 foto hasil make-up mereka. Biasanya foto yang mereka tampilkan hanya foto hasil make-up konsumen mereka setelah proses 71

2.4

make-up selesai. Apabila dalam seminggu mereka tidak memperoleh konsumen, mereka tetap meng-update media sosial mereka dengan foto hasil make-up pada waj...


Similar Free PDFs