DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP EKOSISTEM LAUT PDF

Title DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP EKOSISTEM LAUT
Author Muhammad Ridhoi
Pages 9
File Size 120.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 639
Total Views 877

Summary

DAMPAK PEMANASAN GLOBAL Muhammad Ridhoi1 Abstrak : Pemanasan global sangatlah berpengaruh terhadap kelangsungan hidup makluk hidup di bumi yang sampai sekarang pemanasan global tak henti- hentinya mengancam bumi dan salah satu dampak dari pemanasan global adalah naiknya suhu permukaan air laut membe...


Description

DAMPAK PEMANASAN GLOBAL Muhammad Ridhoi1

Abstrak : Pemanasan global sangatlah berpengaruh terhadap kelangsungan hidup makluk hidup di bumi yang sampai sekarang pemanasan global tak hentihentinya mengancam bumi dan salah satu dampak dari pemanasan global adalah naiknya suhu permukaan air laut memberikan dampak serius pada teknologi perairan.Salah satu penyebab global warming adalah gas rumah kaca. Rumah Kaca di atmosfer terus bertambah jumlahnya tanpa kendali, panas dari sang surya akan semakin banyak menambah panasnya Bumi.Pemanasan global sangatlah berpengaruh terhadap kelangsungan hidup makluk hidup di bumi yang sampai sekarang pemanasan global tak henti-hentinya mengancam bumi dan salah satu dampak dari pemanasan global adalah naiknya suhu permukaan air laut memberikan dampak serius pada teknologi perairan.Salah satu penyebab global warming adalah gas rumah kaca. Rumah Kaca di atmosfer terus bertambah jumlahnya tanpa kendali, panas dari sang surya akan semakin banyak menambah panasnya Bumi.

Kata Kunci : Pemanasan Global, Ekosisten Laut, dan Peningkatan Suhu

Latar Belakang Pemanasan global merupakan isu terhangat pada saat ini.pemanasan dan kenaikan permukaan air laut juga di perkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seri tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Hal ini mencerminkan besarnya kapasitas kalor lautan (sejati, 2011). Pemanasan global sangatlah berpengaruh terhadap kelangsungan hidup makluk hidup di bumi yang sampai sekarang pemanasan global tak henti-hentinya mengancam bumi dan salah satu dampak daru pemanasan global adalah naiknya suhu permukaan air laut memberikan dampak serius pada

1

Mahasiswa Prodi Informatika

teknologi perairan (Rusbiantoro, 2008). Salah satu indikator yang digunakan untuk menganalisa isu pemanasan global adalah bertambahnya gas rumah kaca, terutama karbon dioksida yang terjadi secara cepat akibat kegiatan manusia. Sejauh ini berbagai upaya telah mulai dilakukan oleh manusia untuk mengurangi dampak pemanasan global, seperti program penanaman kembali (reboisasi), penghematan energi, penggunaan energi baru dan terbarukan serta pemanfaatan berbagai penambatan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage (CCS) . Namun, semua kegiatan tersebut belum sepenuhnya dapat mengurangi emisi karbon dioksida di atmosfer, hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya kadar karbon dioksida di atmosfer dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari BMKG Koto Tabang selama lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2010-2015, karbon dioksida di atmosfer rata-rata berkisar antara 383,6-396,6 µatm. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), (2013) ambang batas kadar karbon dioksida di atmosfer adalah 350 µatm, jika sudah mencapai 400 µatm maka suhu dipermukaan bumi akan naik sekitar 2,4 oC. Wilayah pesisir memiliki kemampuan untuk menyerap karbon dioksida, kerena keterlibatannya dalam siklus biogeokimia yaitu melalui solubiliy pump (pompa daya larut) dan Biologycal pump (pompa biologi) (Borges, Delille and Frankignoulle, 2005). Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Pada kurun waktu 1997-1998, Indonesia mengalami kebakaran hutan dan kerusakan terumbu karang yang cukup parah karena berubahnya karakteristik El Nino akibat pemanasan global. Perairan Indonesia seluas 17% dari total wilayah laut dunia juga berpotensi menyerap karbon dioksida karena mempunyai produktivitas primer tinggi (Behrenfeld et.al., 2005). Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang di sebut zooxaanthellae. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan lautan, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui. Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitive terdapat perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (aidia, 2011). Dengan demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis ditahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang yabg

diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%. Selama peristiwa pemutihan tersebut rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 C di atas suhu normal (Rusbiantoro, 2008). Fitoplankton sebagai tumbuhan mikroskopis yang hidup dalam perairan, tumbuh dan berkembang dengan memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energi dan nutrient anorganik seperti karbon dioksida, komponen nitrogen terlarut dan fosfat. Kemampuan fitoplankton (mikroalga) untuk berfotosintesis seperti tumbuhan darat lainnya dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk menyerap karbon dioksida. Perairan laut pesisir Sumatera Barat, memiliki kondisi fisik yang sama yaitu adanya teluk, dan laut lepas yang menghadap ke Selat Mentawai dan Samudera Hindia. Pemanfaatan kawasan disekitar pesisir yang belum padat tentunya belum memberikan dampak yang sangat buruk terhadap ekosistem perairan. Namun, dalam jangka waktu yang singkat mungkin akan terjadi eksplorasi darerah pesisir ini seperti dijadikan kawasan wisata alam, pemukiman, dan juga budidaya ikan dalam bentuk keramba jaring apung (KJA) yang akan memberikan dampak terhadap ekosistem perairan terutama komunitas mikroalga (fitoplankton). Di dalam perairan laut fitoplankton dapat dijadikan sebagai penghasil produktivitas primer tertinggi yaitu lebih dari 90% (Kyewalyanga, 2012). Oleh sebab itu perubahan iklim dan terjadinya pemanasan yang sangat cepat ini perlu di atasi secara berkala. apa yang terjadi bila kenaikan suhu pada air laut terus meningkat? dampak bagi komunitas terumbu karang? dan bagaimana teknik pengendalian pemanasan global? Pembahasan Temperatur bumi dari tahun-ke tahun mengalami peningkatan. Peningkatan ratarata 0,6

C, bahkan bisa lebih tinggi hingga 1,4 – 5,8

permukaan bumi rata – rata sekitar 15

C. Saat ini, temperature

C. Adanya kenaikan temperatur bumi ini akan

mengakibatkan mencairnya es di kutub utara dan meningkatkan kenaikan temperature air laut. Lautan menyerap lebih dari 90 persen panas akibat emisi gas rumah kaca hasil aktivitas manusia sejak 1970-an. Pemanasan itu menyebabkan kehidupan di bawah laut, terdiri atas plankton, ubur-ubur, ikan, dan penyu bergerak mendekati wilayah kutub. Pola kehidupan hewan migrasi turut terganggu. Misalnya, paus kerap berada di lokasi

pembiakkan pada waktu yang salah. Bahkan, sejumlah burung laut yang bertelur di Atlantik Utara kini terlihat menangkap ikan di tempat tak biasa. Panas di lautan dapat menembus kedalaman hingga 700 meter. Dua negara penyumbang emisi terbesar, Cina dan Amerika Serikat, pada Sabtu menyatakan mengesahkan isi perjanjian dunia terkait penanggulangan perubahan iklim. Kesepakatan tersebut bertujuan menghilangkan emisi hingga paruh kedua abad ini. Secara keseluruhan, pemanasan global dapat berakibat buruk pada lautan, meskipun tetap ada dampak positifnya. Laut menyimpan potensi penyerapan karbon besar tetapi dampaknya mengakibatkan kadar laut menjadi asam yang bisa menyebabkan kerusakan biota laut. Kerusakan biota laut seperti karang karena asidifikasi antara lain pemutihan karang , osteoporosis terumbu karang dan sedimentasi. Kerusakan terumbu karang telah berlansung lama seperti di karibia telah menghilang selama 30 tahun sejak 1977. Terumbu karang di Indonesia timur dan Papua Nugini tinggal 68 persen, sedang kawasan Indonesia Barat tinggal 29 persen. Kerusakana pada terumbu karang bisa merusak simbiosis antara terumbu karang dan alga simbiotik yang terjadi karena suhu air laut meningkat dan kadar mineral tinggi. Kematian massal biota laut juga bisa terjadi apabila suhu air laut meningkat secara mendadak atau meningkat sampai diatas suhu yang bisa di toleransi oleh biota laut. peningkatan suhu laut juga mengikuti peningkatan kadar karbondioksida yaitu bila suhu meningkat satu derajat maka kadar CO2

mencapai 375 ppm (part pe milion),

bila meningkat dua derajat maka kadar CO2 bisa menjadi 450-500 ppm, dan bila meningkat tiga derajat maka kadar CO2 meningkat menjadi di atas 500 ppm.

Pemanasan global telah menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati laut. Salah satunya terjadi pada komunitas terumbu karang dari jenis hermatifik (hermatypic coral), yaitu hewan karang pembentuk bangunan/kerangka karang dari tumpukan kapur (CaCO3) sebagai hasil fotosintesis jutaan alga zooxanthellae yang hidup bersimbiosis dalam jaringan tubuh hewan karang tersebut. Terumbu karang merupakan komunitas biologis di perairan laut dangkal yang umumnya berkembang secara optimal pada temperatur perairan 25-29°C dan sangat rentan terhadap perubahan temperatur perairan

yang merupakan salah satu faktor pengontrol pertumbuhan dan perkembangan karang. Sehingga kenaikan temperatur 1oC saja polip karang mengalami stress berat dan jika berlangsung dalam waktu lama (3-6 bulan), akan menyebabkan lepasnya alga zooxanthellae

dalam

tubuh

hewan

karang,

dimana

peristiwa

ini

disebut

pencucian/pemutihan karang (coral bleaching). Belum banyak yang dimengerti dari mekanisme coral bleaching, namun (Glynn, 1996) dalam Westmacott et al, (2000) diperkirakan

kenaikan

suhu

menganggu

kemampuan

zooxanthellae

untuk

berfotosintesis, dan dapat memacu produksi kimiawi berbahaya yang merusak sel-sel mereka.

(Pratchett et al. 2006) Hewan karang akan mengalami kehilangan 60-90% dari jumlah alga zooxanthellae-nya dan alga zooxanthellae yang masih tersisa dapat kehilangan 50-80% dari pigmen fotosintesisnya selama peristiwa coral bleaching (Glynn, 1996) dalam Westmacott et al. (2000). Meningkatnya temperatur perairan laut diluar batas normal, tingginya intensitas sinar ultraviolet, meningkatnya kekeruhan dan sedimentasi, serta kondisi salinitas yang tidak normal merupakan beberapa faktor penyebab terjadinya coral bleaching. Namun mayoritas penyebabnya secara besar-besaran dalam dua dekade terakhir lebih disebabkan oleh peningkatan temperatur perairan laut. Menurut Westmacott et al, (2000) dampak gabungan dari tingginya temperatur permukaan laut dan intensitas sinar matahari pada gelombang panjang ultraviolet dapat mempercepat coral bleaching dengan mengalahkan mekanisme alami karang untuk melindungi diri dari sinar matahari yang berlebihan.

Salah satu penyebab global warming adalah gas rumah kaca. Rumah Kaca di atmosfer terus bertambah jumlahnya tanpa kendali, panas dari sang surya akan semakin banyak menambah panasnya Bumi. Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbonnya di tempat lain. Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca. Cara yang paling tepat untuk menghilangkan karbon dioksida di udara adalah memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis dan menyimpan karbon dalam kayunya (Utina, 2008). Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batu bara menjadi sumber energy dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19 (Utina, 2008) .Pada abad ke-20 energi gas mulai bisa digunakan dunia sebagai sumber energy. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil sebenarnya secara tidak lansung telah mengurangi jumlah karbon yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbondioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak, apalagi bila dibandingkan dengan batu bara. Walaupun demikian, penggunaan energy terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbondioksida ke udara. Energy nuklir, walaupun kontroversial karena alas an keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, tetapi tidak melepas karbondioksida sama sekali serta tidak melakukan kegiatan yang memperparah dampak global warming. Hal tersebut merupakan upaya dalam menjaga spesies terumbu karang karena karang sangat bermanfaat bagi kita semua.

Kesimpulan Pemanasan global telah menjadi isu utama dunia internasional karena berkaitan dengan keberlanjutan dan perkembangan bumi sebagai tempat hidup manusia dan makhluk hidup lainnya pada masa kini dan di masa yang akan datang. perubahan suhu cenderung naik dengan pertambahan gas rumah kaca. Dampak pemanasan global terhadap ekosistem laut yang salah satunya adalah naiknya suhu dan permukaan laut yang berdampak pada pasokan nutrisi dan warna karang serta dapat memicu produksi kimiawi berbahaya yang merusak sel-sel mereka, dan akhirnya corak atau karang akan mati meninggalkan bongkahan kalsium kapur. Emisi gas rumah kaca secara di atmosfer dengan melalui pengembangan teknologi pembangkit listrik berbasis energi terbaharukan dengan memanfaatkan potensi alam pesisir laut seperti : energi pasang surut, energi gelombang laut, energi angin laut dan Ocean Thermal Energi Conversion (OTEC) sebagai pengganti penggunaan energy fosil penghasil emisi gas rumah kaca. Cara seperti ini diharapkan dapat menanggulangi krisis energy di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA Ani

Nursalikah.

2016.

Pemanasan

Global

Ganggu

Kehidupan

Laut.

https://www.republika.co.id/berita/internasional/global/16/09/06/od2xzk366pemanasan-global-ganggu-kehidupan-laut. (di akses 3 mei). Borges, A. V., B. Delille and M. Frankignoulle. 2005. Budgeting Sinks and Sources Of CO2 In The Coastal Ocean: Diversity Of Ecosystemscounts. Geophysical Research Letters, 32: L14601,doi:10.1029/2005GL 023053 Cahyo, W. E. (2010). Pengaruh Pemanasan Global Terhadap Lingkungan Bumi. Berita Dirgantara, 8(2). Glynn, P.W. 1996. Coral reef bleaching: facts, hypothesis and implications. Global Change Biology. Iwan Permadi. 2018. Ancaman Pemanasan Global terhadap Ekosistem Laut. https://www.kompasiana.com/ipe/5ac98c43ab12ae0b982f1e82/ancamanpemanasan-global-terhadap-ekosistem-laut. (diakses 3 mei). Kompas.com.

2009.

Polusi

dan

Pemanasan

Global

Matikan

Biota

Laut.

https://properti.kompas.com/read/2009/05/07/23280012/polusi.dan.pemanasan.glob al.matikan.biota.laut. (di akses 3 mei). Kyewalyanga,M. 2012. Phytoplankton Primary Production. Assessment of major ecosystem services from the marine environment. Western Indian Ocean. Latuconsina, H. (2010). Dampak pemanasan global terhadap ekosistem pesisir dan lautan. Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan, 3(1), 30-37.Rusbiantoro, Dadang. 2008. Global warming for Beginner. Yogyakarta: O2 Pratchett MS, Wilson SK, Baird AH. 2006. Declines in the abundance of Chaetodon butterflyfishes (chaetodontidae) following extensive coral depletion. Journal of Fish Biology. 69:1269-1280.

Retia Kartika Dewi. 2019. Ilmuwan Ungkap Laut Semakin Hangat, Lebih Cepat dari Prediksi. https://sains.kompas.com/read/2019/01/12/11617723/ ilmuwan-ungkaplaut-semakin-hangat-lebih-cepat-dari-prediksi?page=all. (diakses 3 mei). Rusbiantoro, Dadang. 2008. Generasi MTv .Yogyakarta:Jalasutra Sejati, Kuncoro. 2011. Global Warming, food, and water : problems, Solutions, and the Changes of World Geopolitical Constellation. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Utina, Ramli. 2008. Pemanasan Global: Dampak, dan Upaya Meminimalisinya. Gorontalo: Universital Negeri Gorontalo. Umam, Muzid Syauqil . 2016. Dampak Global Warming terhadap Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Kabupaten Lamongan. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana....


Similar Free PDFs