HUKUM SUMBER DAYA ALAM PDF

Title HUKUM SUMBER DAYA ALAM
Author Tomy Michael
Pages 78
File Size 763.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 124
Total Views 366

Summary

HUKUM SUMBER DAYA ALAM Diterbitkan Oleh R.A.De.Rozarie (Anggota Ikatan Penerbit Indonesia) Jl. Ikan Lumba-Lumba Nomor 40 Surabaya, 60177 Jawa Timur – Negara Kesatuan Republik Indonesia www.derozarie.co.id – 081333330187/0819671079 Hukum Sumber Daya Alam © Juli 2014 Eklektikus: Dr. Kadarsyah, Drs., M...


Description

HUKUM SUMBER DAYA ALAM

Diterbitkan Oleh R.A.De.Rozarie (Anggota Ikatan Penerbit Indonesia) Jl. Ikan Lumba-Lumba Nomor 40 Surabaya, 60177 Jawa Timur – Negara Kesatuan Republik Indonesia www.derozarie.co.id – 081333330187/0819671079

Hukum Sumber Daya Alam © Juli 2014 Eklektikus: Dr. Kadarsyah, Drs., M.H. Editor: Dr. Fajar Sugianto, S.H., M.H. Master Desain Tata Letak: Krisna Budi Restanto

Angka Buku Standar Internasional: 9786021176122 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Katalog Dalam Terbitan

Sebagian atau seluruh isi buku ini dilarang digunakan atau direproduksi dengan tujuan komersial dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari R.A.De.Rozarie kecuali dalam hal penukilan untuk keperluan artikel atau karangan ilmiah dengan menyebutkan judul dan penerbit buku ini secara lengkap sebagai sumber referensi. Terima kasih

PENERBIT PERTAMA DENGAN KODE BATANG UNIK

PRAKATA Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber daya alam melimpah tentu saja wajib menjaganya dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Berawal dari kegalauan tersebut, saya ingin menunjukkan eksistensi diri dalam karya ilmiah berjudul “Hukum Sumber Daya Alam”. Di dalam karya ilmiah ini, menyajikan konstelasi pemikiran yang dapat digunakan dalam menyelesaikan pelbagai permasalahan terkait sumber daya alam. Saya berharap karya ilmiah ini bagai ex caelis oblatus. Surabaya, Juni 2014

Penulis

i

SENARAI ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II KAJIAN HUKUM TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM BAB III PENGUASAAN NEGARA TERHADAP SUMBER DAYA ALAM BAB IV PENYELESAIAN KONFLIK PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM BAB V PERAN KELEMBAGAAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM BAB VI KAJIAN HUKUM DAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI DAFTAR PUSTAKA

ii

1

12

31

47 56 60 71

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengantar Sumber daya alam merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia sebagai kekayaan yang tak ternilai harganya. Oleh karena itu sumber daya alam wajib dikelolah secara bijaksana agar dapat dimanfaatkan secara berdaya guna, berhasil guna dan berkelanjutan bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat, baik generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Ketersediaan sumber daya alam baik hayati maupun non-hayati sangat terbatas, oleh karena itu pemanfaatannya baik sebagai modal alam maupun komoditas harus dilakukan secara bijaksana sesuai dengan karakteristiknya. Sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, maka pengelolaan sumber daya alam harus berorientasi kepada konservasi sumber daya alam (natural resource oriented) untuk menjamin kelestarian dan keberlanjutan fungsi sumber daya alam, dengan menggunakan pendekatan yang bercorak komprehensif dan terpadu. Namun kenyataannya apa yang diidealkan dan diharapkan sebagaimana uraian di atas adalah jauh dari harapan. Telah terjadi banyak kerusakan atas sumber daya alam kita, yang ternyata persoalan pokok dari sumber daya alam (dan lingkungan hidup) yang terjadi selama ini justru dipicu oleh persoalan Hukum dan Kebijakan atas sumber daya alam tersebut. Oleh karenanya dengan melihat kondisi di atas, Hukum Sumber Daya Alam sebagai bagian dari Hukum Tata Ruang dan Sumber Daya Alam di mana hal ini sebagai mata kuliah baru di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Widya Gama. Pada dasarnya merupakan materi kuliah yang mempelajari persoalan-persoalan hukum yang berkaitan dengan atau tentang sumber daya alam adalah menjadi hal yang penting untuk dipahami dan dipelajari guna memahami persoalan-persoalan 1

hukum yang muncul dan melingkupi sumber daya alam di Indonesia. 1.2. Istilah Dan Pengertian Istilah Sumber Daya Alam sendiri secara yuridis dapat ditemukan di Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR RI/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004, khususnya Bab IV Arah Kebijakan Huruf H Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup angka 4, yang menyatakan “Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan undangundang”. Demikian juga pada ketentuan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, khususnya Pasal 6 yang menyatakan “Menugaskan kepada Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden Republik Indonesia untuk segera mengatur lebih lanjut pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam serta mencabut, mengubah dan/atau mengganti semua undang-undang dan peraturan pelaksanaannya yang tidak sejalan dengan dengan Ketetapan ini”. Pengertian sumber daya alam sendiri secara yuridis cukup sulit ditemukan, namun kita dapat meminjam pengertian sumber daya alam ini dari Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Alam yang memberikan batasan/pengertian sebagai berikut “Sumber daya alam adalah semua benda, daya, keadaan, fungsi alam, dan makhluk hidup, yang merupakan hasil proses alamiah, baik hayati maupun non hayati, terbarukan maupun tidak terbarukan”. Demikian juga halnya dengan istilah dan pengertian Hukum Sumber Daya Alam sendiri ternyata cukup sulit untuk mencari hal tersebut. Secara yuridis kita dapat menemukan istilah Hukum Sumber Daya Alam (yang dapat kita interpretasikan secara bebas) adalah di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2000 2

tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2001 (UU No. 35-2000), khususnya Lampiran Bab VIII Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Butir VIII.2.4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup, yang menyatakan “Kegiatan pokok program ini dalam tahun 2001 diantaranya adalah Penyusunan undang-undang sumber daya alam berikut perangkat peraturannya”. Namun demikian penjelasan dan pengertian atas istilah Hukum Sumber Daya Alam pada UU No. 352000 tersebut juga belum memberikan pemahaman yang tuntas. Penjelasan yang agak cukup gamblang dapat kita pahami dari pendapat Siti Sundari Rangkuti, yang menyatakan “Pada pengelolaan lingkungan kita berhadapan dengan hukum sebagai sarana pemenuhan kepentingan”. Berdasarkan kepentingankepentingan lingkungan yang bermacam-macam dapat dibedakan bagian-bagian hukum lingkungan: Hukum Bencana (Ramperenrecht); Hukum Kesehatan Lingkungan (Milieuhygienerecht); Hukum tentang Sumber Daya Alam (Recht betreffende natuurlijke rijkdommen) atau Hukum Konservasi (Natural Resources Law); Hukum tentang Pembagian Pemakaian Ruang (Recht betreffende de verdeling van het ruimtegebruik) atau Hukum Tata Ruang; Hukum Perlindungan Lingkungan (Milieu beschermingsrecht)”. Dari penjelasan itu tampak bahwa sebetulnya Hukum Sumber Daya Alam merupakan bagian dari Hukum Lingkungan. Menurut Rangkuti, Hukum Lingkungan menyangkut penetapan nilai-nilai (waardenbeoordelen), yaitu nilai-nilai yang sedang berlaku dan nilainilai yang diharapkan diberlakukan di masa mendatang serta dapat disebut “hukum yang mengatur tatanan lingkungan hidup”. Dengan demikian Hukum Lingkungan adalah hukum yang mengatur hubungan timbal balik antara manusia dengan mahluk hidup lainnya yang apabila dilanggar dapat dikenakan sanksi. Apabila hal tersebut kemudian kita kaitkan dengan persoalan sumber daya alam maka Hukum Sumber Daya Alam adalah hukum yang merupakan bagian dari Hukum Lingkungan yang mengatur hubungan timbal balik antara manusia dengan mahluk hidup lainnya

3

dalam hal soal sumber daya alam, yang apabila dilanggar dapat dikenakan sanksi. 1.3. Bidang Sumber Daya Alam Dan Kelembagaan Pengelolaannya Bidang-bidang yang terkait dan melingkupi persoalan sumber daya alam di Indonesia antara lain adalah: Q Bidang Agraria yang telah diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria (UU No. 5-1960); Q Bidang Pertambangan yang telah diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan (UU No. 11-1967); Q Bidang Pengairan yang telah diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU No. 7-2004); Q Bidang Perikanan yang telah diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (UU No. 31-2004); Q Bidang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya yang telah diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya (UU No. 5-1990); Q Bidang Kehutanan yang telah diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU No. 41-1999). Masing-masing bidang itu secara kelembagaan dikelolah oleh lembaga-lembaga sektoral yang berada di lingkup departemen yang menanganinya diantaranya adalah Departemen Dalam Negeri melalui Badan Pertanahan; Departemen Pertambangan dan Energi; Departemen Pekerjaan Umum; Departemen Perikanan dan Kelautan; dan Departemen Kehutanan. Padahal idealnya kelembagaan yang mengatur soal sumber daya alam tidak diatur dan dikelolah secara sektoral namun dikelolah secara terpadu di bawah koordinasi lembaga yang memang berwenang untuk itu. Adapun lembaga yang dimaksudkan adalah Kementerian Lingkungan Hidup (Menteri Lingkungan Hidup). 4

Hal ini sebagaimana amanat yang diatur di dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. 23-1997) Pasal 8 hingga Pasal 11. (Kenyataannya sampai hari ini persoalan sumber daya alam masih secara sektoral, oleh karena itu kemudian sekarang sedang diupayakan bahwa sumber daya alam dikelolah secara terpadu dan diatur tidak lagi secara sektoral. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sedang menggodok undang-undang pengelolaan sumber daya alam yang mengatur sumber daya alam secara terpadu). 1.4. Kondisi Faktual Sumber Daya Alam Di Indonesia Sumber daya alam selain dapat dikategorikan dalam bentuk modal alam (natural resources stock) seperti daerah aliran sungai, danau, kawasan lindung, pesisir dan lain-lain. Juga dalam bentuk faktor produksi atau komoditas seperti kayu, rotan, air, mineral, ikan, dan lain-lain. Upaya pelestarian kedua kategori sumber daya alam tersebut sangat ditentukan oleh daya dukungnya, karena memiliki keterbatasan untuk menghasilkan komoditas secara berkelanjutan. Selain itu, sumber daya alam dapat dikategorisasi menjadi sumber daya alam yang terbarukan dan tidak terbarukan, sehingga pemanfaatan sumber daya alam perlu ada perlakuan yang berbeda sesuai dengan karakteristiknya. Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Di sektor kelautan dan perikanan, total garis pantai mencapai 81 ribu km. Total perairan darat seluas 5.500.000 km persegi, sedangkan total perairan laut seluas 5.800.000 km persegi. Potensi maksimum perikanan laut sebesar 6.700.000 sampai 7.700.000 metrik ton sedangkan untuk perikanan darat sebesar 3.600.000 metrik ton dan baru dapat dimanfaatkan sebesar 30%. Terumbu karang di Indonesia mengandung lebih dari 70 (tujuh puluh) genus dan merupakan salah satu negara yang mempunyai keragaman karang (coral) paling tinggi di dunia. Di sektor pertambangan, Indonesia memiliki sumber daya mineral yang cukup besar seperti emas, tembaga, perak, nikel, batubara, bauksit dan sebagainya. Saat ini Indonesia merupakan salah satu produsen emas, tembaga dan batubara terpenting di dunia. Produksi batubara Indonesia yang pada awal tahun 1970-an 5

kurang dari 1.000.000 ton per tahun, pada akhir tahun 1990-an telah mencapai kurang lebih 80.000.000 ton per tahun. Produksi pertambangan yang lain seperti emas, tembaga, dan nikel juga meningkat dengan tajam. Dengan demikian, pertumbuhan produksi di bidang pertambangan merupakan sektor yang tertinggi dari seluruh industri primer dalam lima tahun terakhir. Kegiatan pertambangan yang dilakukan secara besar-besaran telah mengubah bentang alam yang selain merusak tanah juga menghilangkan vegetasi yang berada diatasnya. Lahan-lahan bekas pertambangan membentuk kubangan-kubangan raksasa, sehingga hamparan tanah menjadi gersang dan bersifat asam akibat limbah tailing dan batuan limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertambangan. Dalam kurun waktu tiga dekade sejarah pertambangan banyak diwarnai konflik dengan masyarakat lokal karena ketidakpuasan unsur-unsur masyarakat di daerah. Salah satu penyebabnya adalah sistem perijinan pertambangan yang dikelolah secara tersentralisasi, sehingga menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat adat/lokal. Manajemen pertambangan yang sentralistis juga menimbulkan benturan kepentingan antara pertambangan dengan sektor lain. Wilayah pertambangan yang diberikan kepada para investor melalui sistem kontrak karya sebagian besar terletak dalam kawasan hutan lindung atau bahkan dalam kawasan taman nasional, sehingga menimbulkan kerusakan kawasan hutan dan taman nasional. Dalam kondisi krisis, pemerintah mengharapkan ekspor pertambangan di pasar global akan menambah pendapatan negara dan menstabilkan nilai tukar asing serta mengontrol defisit. Namun dari pengelolaan pertambangan di Indonesia saat ini, akan sukar untuk mengandalkan industri pertambangan yang eksis saat ini. Peningkatan pendapatan negara hanya akan terjadi jika industri yang ada saat ini meningkatkan produksi atau profit. Artinya, akan terjadi berbagai implikasi yang terkait dengan lingkungan. Peningkatan aktivitas pertambangan tentunya akan menambah kerusakan lingkungan yang sudah terjadi sebelumnya akibat eksploitasi pertambangan yang berlebihan. Pertambangan skala kecil hanya akan memberi masukan pencemaran lingkungan dibandingkan hasilnya. Kesulitan pengawasan dan lemahnya 6

pengaturan untuk pertambangan skala kecil ini akan mempercepat kerusakan lingkungan. Selain itu juga dengan adanya pemotongan biaya di setiap departemen akan berimplikasi pada pengawasan aktivitas pertambangan serta penegakan hukum yang mengabaikan aspek lingkungan. Untuk sumber daya hutan, hutan tropis Indonesia sejak tahun 1967 telah dieksploitasi untuk meningkatkan pendapatan dan menghasilkan devisa negara, sehingga laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1.800.000 ha per tahunnya. Kawasan hutan yang sudah ditebang oleh para pemegang HPH mengalami kerusakan mencapai 55% atau hampir mencapai 23.000.000 ha. Selain itu, kerusakan hutan juga terjadi di kawasan hutan konservasi, sehingga Indonesia yang dikenal sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya di dunia, yaitu 10.000 jenis tumbuh-tumbuhan, 1.500 jenis burung, 500 jenis mamalia, 21 jenis reptil, 65 jenis ikan air tawar, pada satu dekade terakhir ini terancam semakin punah. Kebakaran hutan tahun 1997-1998 akibat pembukaan lahan (konversi hutan) untuk perkebunan besar kelapa sawit dengan cara bakar, mencapai hampir 5 ha luas hutan dengan kerugian ekonomi sebesar US$ 8 milyar. Di Sumatera, total penurunan luas kawasan hutan dari 23.000.000 ha menjadi 16.000.000 ha di mana Sumatera Selatan dan Jambi tercatat sebagai wilayah yang tercepat penurunan luas hutannya. Di Kalimantan, total penurunan luas kawasan hutan dari 40.000.000 ha menjadi 30.000.000 ha, di mana Kalimantan Timur memiliki tingkat konversi hutan tertinggi. Sedangkan di Sulawesi laju penurunan luas hutan tergolong rendah, namun lebih karena konversi hutan sudah dilakukan pada pertengahan tahun 1980-an. Dari tiga pulau, yaitu Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, dari kurang lebih 69.000.000 ha luas hutan, saat ini hanya sekitar 57.000.000 ha. Artinya terjadi pengurangan kawasan hutan lebih dari 12.000.000 ha. Menurut World Bank (2000), jika pengelolaan sumber daya hutan tidak berubah, maka Sumatera akan kehilangan hutannya pada tahun 2005 dan Kalimantan 2010. Kondisi kehutanan semakin memprihatinkan, ketika ditemukan bahwa dari US$ 51.5 milyar utang swasta, ternyata US$ 4.1 milyar adalah utang industri

7

kehutanan, dimana US$ 2.7 milyar masuk ke dalam kelas non performing. Di sektor perikanan, hampir 70% terumbu karang mengalami rusak berat akibat endapan erosi, pengambilan batu karang, penangkapan ikan dengan menggunakan bom atau racun, dan pencemaran laut oleh limbah industri. Dari total hutan bakau seluas 3.000.000 ha, hanya terdapat 36% yang hidup dalam kondisi baik. Sedangkan sisanya telah mengalami kerusakan yang serius akibat penebangan untuk kayu bakar dan telah dikonversi menjadi tambak. Di bawah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 22-1999), sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 23-2014), Menteri Kehutanan dilanjutkan kewenangannya untuk mengelolah seluruh kawasan lindung seperti taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa dan kawasan buru. Pemerintah daerah dilibatkan dalam alokasi dan pengelolaan kawasan hutan lainnya, seperti daerah resapan air dan perlindungan hutan, hutan produksi dan kawasan lindung terbatas untuk konservasi, seperi taman hutan raya dan taman wisata. Banyak kawasan lindung mencakup wilayah yang sangat luas, seperti dikemukakan oleh T N Lorentz luasnya 2.500.000 ha, hampir 60% mencakup wilayah administrasi satu kabupaten. Dengan adanya desentralisasi, maka tanggung jawab pemeliharaan kawasan lindung tersebut ada pada pemerintah daerah. Persoalan di pemerintah daerah adalah menambah anggaran bagi biaya operasional kawasan tersebut. Kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang dilaksanakan sejauh ini belum didasarkan pada prinsip keadilan, keberlanjutan dan demokrasi, karena lebih diorientasikan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi sehingga kurang memperhatikan kaidah-kaidah keadilan, pelestarian, konservasi, dan keberlanjutan fungsi sumber daya alam. Persoalan lainnya adalah limbah industri dan limbah domestik (rumah tangga) serta penggunaan pestisida yang tidak terkendali telah menimbulkan pencemaran hampir seluruh sungai di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Menurut hasil penelitian yang 8

dilakukan JICA, ternyata 73% sumur penduduk telah terkontaminasi oleh zat kimia amoniak yang bersumber dari limbah industri. Tingkat konsentrasi pencemaran kimia juga terhitung tinggi di sebagian besar sumur penduduk, karena sekitar 13% dari sumursumur penduduk yang diperiksa di wilayah Jakarta Selatan mengandung zat kimia jenis merkuri, yang berasal dari bakteri coli dan amoniak dari limbah tinja, organo chloride dan organo phospor yang berasal dari pupuk kimia, detergen, pestisida, limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) dari industri. Kondisi lingkungan seperti ini juga menyebabkan sebagian besar air sungai di Pulau Jawa menjadi tidak layak lagi diproses dan diproduksi menjadi air minum. Hasil pemantauan BAPEDAL terhadap kualitas air sungai memperlihatkan sebanyak 25-50% dari polutan yang mencemari air sungai ternyata berasal dari industriindustri yang membuang limbahnya ke sungai. Setiap tahun diperkirakan lebih dari 2.200.000 ton limbah B3 telah dibuang ke sungai-sungai di wilayah Jakarta dan Jawa Barat. Sampai satu dekade ke depan, perekonomian Indonesia masih akan tergantung pada sektor sumber daya alam, seperti hutan, tambang, perikanan, yang tentunya akan menjadi peluang maupun risiko. Dalam situasi krisis ekonomi dan ketidakpastian politik serta banyaknya pelanggaran hukum, risiko yang mungkin terjadi dengan adanya desentralisasi di bidang sumber daya alam akan mempercepat penurunan kualitas lingkungan. Dengan adanya kewenangan baru yang diberikan kepada pemerintah daerah maka kecenderungannya pemerintah daerah mengabaikan atau akan lebih intensif meningkatkan pendapatan asli daerah tanpa melihat keseimbangan dan keamanan lingkungan. Kurangnya kapasitas teknis pengelolaan serta ketidakberpihakan pada kebutuhan masyarakat lokal akan akses sumber daya alam, kemungkinan besar akan mengakibatkan hilangnya sumber daya alam dan kerusakan dalam jangka panjang dan mungkin juga tidak dapat dipulihkan bagi kebutuhan dasar akan sumber daya alam daerah tersebut. Berba...


Similar Free PDFs