Industri Penerbitan Buku Indonesia dalam Data dan Fakta PDF

Title Industri Penerbitan Buku Indonesia dalam Data dan Fakta
Author Bambang Trimansyah
Pages 62
File Size 634.4 KB
File Type PDF
Total Downloads 115
Total Views 228

Summary

Industri Penerbitan Buku Indonesia: Dalam Data dan Fakta ©2015 oleh Ikatan Penerbit Indonesia Penyiap Data : Bambang Trim, Junaidi Gafar, Izzudin Irsam Mujib Desain : Deden Sopandi Diterbitkan oleh Ikatan Penerbit Indonesia Gedung IKAPI, Jalan Kalipasir, No. 32, Cikini-Jakarta Pusat 10330 Phone: +6...


Description

Industri Penerbitan Buku Indonesia: Dalam Data dan Fakta ©2015 oleh Ikatan Penerbit Indonesia

Penyiap Data : Bambang Trim, Junaidi Gafar, Izzudin Irsam Mujib Desain

: Deden Sopandi

Diterbitkan oleh Ikatan Penerbit Indonesia Gedung IKAPI, Jalan Kalipasir, No. 32, Cikini-Jakarta Pusat 10330 Phone: +6221 3241907 Fax: +6221 3146050 www.ikapi.org Email: [email protected]

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vii

PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ix IKATAN PENERBIT INDONESIA . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 Sejarah Singkat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 Fase Awal Penerbitan di Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4 Fase Penerbitan Modern . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6

Visi dan Misi Ikapi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 Visi IKAPI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

Misi IKAPI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

Keanggotaan Ikapi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9 PENERBITAN BUKU DALAM ANGKA . . . . . . . . . . . . . 11 Jumlah Penerbit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .11 Penerbit Kecil (Small Publishers) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13 Penerbit Menengah dan Penerbit Besar (Medium and Big Publisher) . . 14

Penerbit Yayasan, Lembaga Pendidikan, dan Lembaga Pemerintah . . . 15 Penerbit Non-Ikapi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16 Keaktifan Penerbit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17 Ukuran Penerbit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18

Jumlah Judul Buku Terbit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .18

Produksi Judul Baru Penerbit Ikapi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19 Produksi Judul Baru Nasional . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19 Tiras Buku Terbit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20

Penerbitan Buku Digital . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22

iii

PEMASARAN BUKU DALAM ANGKA . . . . . . . . . . . . . 25 Jalur Pemasaran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .25

Pangsa Pasar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .26 Jumlah Buku Terjual . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27

Peringkat Penjualan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .28 Buku Pendidikan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29

Indonesia International Book Fair . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31

MINAT BACA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33 Jumlah Perpustakaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34

BIBLIOGRAFI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35 Sumber lain: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .35

LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 37

iv

KATA PENGANTAR A

dalah suatu kebanggaan dan prestasi bagi para insan perbukuan di Indonesia bahwa Indonesia telah ditetapkan sebagai tamu kehormatan pada ajang bergengsi Frankfurt Book Fair 2015. Momentum tersebut tentu dapat menjadi motivasi bagi kalangan industri perbukuan Indonesia untuk tetap berkiprah dalam industri berciri intelektual ini demi menghasilkan karya-karya baru sepanjang masa.

Membentuk masyarakat membaca dan masyarakat menulis di tengah bangsa yang kental berbudaya lisan adalah sebuah perjuangan. Namun, tidaklah dimungkiri bahwa Indonesia memiliki kekayaan konten seni-budaya yang luar biasa sehingga tidak akan cukup dituliskan dalam ratusan ribu judul buku. Sejarah perbukuan di Indonesia sendiri adalah sebuah sejarah panjang yang dilatari sejarah penjajahan dan perjuangan mendapatkan kemerdekaan. Kini di Indonesia terbit lebih dari 30.000 judul dalam setahun dari ribuan penulis yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Pulau Jawa masih menjadi basis penerbitan buku di Indonesia meskipun para penulis berbakat muncul dari berbagai daerah di Indonesia. Indonesia juga telah memiliki satu event bergengsi skala international yang diselenggarakan setiap tahun yaitu Indonesia International Book Fair (IIBF). Pada tahun 2014, IIBF mulai mengundang negara lain sebagai guest of honour dan focus country untuk memeriahkan ajang perbukuan terbesar di Indonesia.

Buku ini menjadi satu bentuk tanggung jawab Ikapi guna menghimpun beberapa data yang diperlukan oleh kalangan industri perbukuan dan juga pemangku kepentingan di Indonesia. Semoga kehadiran buku ini dapat membantu para pembaca melihat potensi pengembangan perbukuan di Indonesia serta utamanya bagi pemerintah v

Indonesia dapat mendukung pembangunan perbukuan nasional demi mencerdaskan kehidupan bangsa. Oktober 2015

Ketua Umum Ikapi

Lucya Andam Dewi

vi

PENDAHULUAN I

ndustri penerbitan buku merupakan salah satu industri yang berkontribusi besar pada peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dimulai sejak masa penjajahan, buku memberi kontribusi bagi kemajuan intelektual bangsa Indonesia yang terus berlanjut sampai hari ini. Karena itu, perjuangan Ikapi sebagai satu-satunya asosiasi penerbit di Indonesia juga turut mewarnai dinamika industri buku di Indonesia.

Tantangan industri buku Indonesia ke depan tidaklah mudah. Kalangan industri buku dihadapkan pada upaya keras menanamkan minat membaca di kalangan generasi muda di tengah masyarakat yang kental berbudaya lisan. Belum lagi budaya baca mengakar kuat, penetrasi teknologi digital sudah mulai mengalihkan perhatian orang dari membaca buku menjadi membaca gadget.

Memang kehadiran media baru seperti e-book tidak serta-merta mampu menggantikan buku konvensional atau buku cetak. Kalangan industri buku di Indonesia masih tetap optimistis menghadapi berbagai tantangan meskipun dalam beberapa tahun terakhir terjadi kelesuan pasar. Faktanya masih banyak penerbit yang bertahan dan juga masih terjadi produksi karya tulis yang terbilang besar di Indonesia.

Ikatan Penerbit Indonesia dalam upayanya menguatkan peran serta penerbit serta memetakan industri penerbitan buku di Indonesia secara rutin melaksanakan survei untuk mengumpulkan data sebanyak mungkin tentang kondisi terkini industri perbukuan Indonesia. Datadata dari hasil survei ini akan menjadi informasi yang penting terkait kondisi aktual penerbit buku, jumlah produksi per tahun, hasil penjualan, dan ekspektasi pelaku industri penerbitan kepada pemerintah.

vii

Survei terakhir dilakukan pada rentang Juli–September 2015 melalui pengiriman kuesioner secara daring (onlne) serta melalui sambungan telepon ke penerbit-penerbit yang bukunya terbit dan beredar di Indonesia. Ada 1.246 penerbit anggota IKAPI yang disurvei ditambah dengan 100 penerbit non-anggota yang bukunya beredar di pasar atau dijual di toko-toko buku. Terbitnya buku ini adalah gambaran dari survei yang telah dilakukan sebagai bahan informasi bagi para pemangku kepentingan industri buku di Indonesia. Selain itu, buku ini juga diterbitkan dalam kaitan ditetapkannya Indonesia sebagai tamu kehormatan dalam ajang Frankfurt Book Fair 2015 yang mengangkat tema “17.000 Islands of Imagination”.

viii

IKATAN PENERBIT INDONESIA I

katan Penerbit Indonesia (Ikapi) adalah asosiasi profesi penerbit pertama yang ada di Indonesia. Sampai tahun 2010, Ikapi eksis sebagai satu-satunya asosiasi yang menaungi para penerbit di Indonesia. Setelah itu berdiri juga Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia (APPTI) yang menaungi university press di Indonesia. Walaupun demikian, anggota APPTI sebagian besar juga adalah anggota Ikapi.

Tahun 2015, Ikapi telah memasuki usia ke-65 tahun dan telah ikut bersama-sama pemerintah setelah Indonesia merdeka, membangun masyarakat membaca dan masyarakat menulis. Ikapi juga memperjuangkan tumbuhnya semangat profesionalisme di kalangan penerbit buku dengan berbagai program yang dirancang oleh para ketua Ikapi selama lima tahun kepemimpinan dalam setiap periode.

2 Indonesia Book Publishing Industry

Pertama dalam Sejarah IKAPI Ketua IKAPI I Kongres IKAPI I Majalah IKAPI I Cabang IKAPI I Pameran Buku I Pameran Buku Nasional I

Achmad Notosoetardjo (1950-1954 dan 1954-1959) Jakarta, 16-18 Maret 1954 Suara Penerbit Nasional, terbit perdana April 1954 Cabang Sumatera Utara Pameran Buku IKAPI Cabang Sumatera Utara, April 1954 Pameran Buku Nasional yang diselenggarakan PT Gunung Agung di Decca Park (kini Lapangan Monas), September 1954. Pameran ini menjadi pameran bersejarah karena dihadiri oleh Soekarno-Hatta serta Menteri PP dan K, Mr. Mohammad Yamin. Pameran IKAPI Pusat I Pameran IKAPI di Hotel Duta Indonesia (Des Indes), 17 Agustus 1955. Pameran ini menjadi pameran pertama dan terakhir yang diselenggarakan IKAPI hingga vakum selama 22 tahun. Pameran Buku I di Singapura, 16-21 September 1956 Luar Negeri

Ketua Ikapi Pusat dari Masa ke Masa Ketua Ikapi

Periode

Acmad Notosoetardjo

1950-1954 1954-1959

Drs. Hazil Tanzil M. Hoetaoeroek, S.H.

1959-1963

H. Machmoed Ajip Rosidi

1968-1973

Ismid Hadad MPA

1979-1981 1982-1983

Rahmat M.A.S. Drs. Azmi Syahbuddin

1981-1982

1963-1965 1965-1968 1973-1976 1976-1979

1985-1988

IKATAN PENERBIT INDONESIA 3

Ketua Ikapi

Periode

H. Rozali Usman, S.H.

1983-1985 1988-1993 1993-1998

Dra. Arselan Harahap Ir. Makhfudin Wirya Atmaja, M.M. Setia Dharma Madjid Drs. Lucya Andam Dewi, M.Si.

1998-2002 2002-2006 2006-2010 2010-2015

Sejarah Singkat Ikapi didirikan pada tanggal 17 Mei 1950 di Jakarta. Para pelopor dan inisiator pendirian Ikapi adalah Sutan Takdir Alisjahbana, M. Jusuf Ahmad, dan Nyonya A. Notosoetardjo. Pendirian IKAPI didorong oleh semangat nasionalisme setelah Indonesia merdeka tahun 1945.

Ikapi kemudian dibentuk sebagai organisasi profesi penerbit buku berasaskan Pancasila, gotong royong, dan kekeluargaan.Atas dasar kesepakatan para pendiri Ikapi diangkatlah Achmad Notosoetardjo sebagai ketua umum Ikapi pertama, Ny. Sutan Takdir Alisjahbana sebagai wakil ketua, Machmoed sebagai sekretaris, M. Jusuf Ahmad sebagai bendahara, dan John Sirie sebagai komisaris. Pada masa awal tersebut bergabung tiga belas penerbit, sesuai dengan buku yang disusun oleh Mahbub Djunaidi dan versi lain dari Zubaidah Isa menyebutkan jumlah empat belas penerbit bergabung pada masa awal Ikapi tersebut. Namun, baik Mahbub maupun Zubaidah tidak menyebutkan siapa saja penerbit yang bergabung tersebut. Lima tahun setelah berdiri, Ikapi mampu menghimpun 46 anggota penerbit yang sebagian besar berdomisili di Jakarta dan sisanya di Pulau Jawa dan Sumatera. Kantor Ikapi dipusatkan di Jakarta sebagai ibu kota negara. Dalam sejarah perkembangannya, Medan sebagai salah satu kota basis penerbitan di Indonesia telah lebih dulu memiliki organisasi yang

4 Indonesia Book Publishing Industry

menghimpun penerbit dan pedagang buku lokal sejak 1952. Organisasi itu bernama Gabungan Penerbit Medan (Gapim) dengan 40 anggota dan 24 di antaranya adalah pedagang buku. Ikapi kemudian merangkul Gapim melalui kunjungan ketua Ikapi ke Medan pada September 1953. Gapim bersedia melebur ke dalam wadah Ikapi sehingga terbentuklah Ikapi Cabang Sumatera Utara pada Oktober 1953 dengan 16 anggota sebagai cabang Ikapi pertama. Kongres Ikapi I diadakan pada tanggal 16-18 Maret 1954 di Jakarta. Kongres I ini mengesahkan terbentuknya cabang-cabang Ikapi untuk wilayah Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Sebagai organisasi penerbit, Ikapi juga meluncurkan majalah di bidang perbukuan bernama  Suara Penerbit Nasional  yang diluncurkan pada bulan Maret 1954. Namun, majalah ini hanya bertahan enam nomor dan selanjutnya tidak terbit lagi.

Fase Awal Penerbitan di Indonesia Sejarah penerbitan buku di Indonesia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa fase sebagai berikut. Fase Hindia Belanda adalah fase berkembangnya penerbitan awal di Indonesia yang dipelopori pemerintahan kolonial Belanda, terutama untuk menjalankan misi penyebaran agama. Mesin cetak pun didatangkan pada 1624 meski kemudian tidak berfungsi karena tidak ada tenaga ahlinya. Kegiatan penerbitan dan pencetakan baru dimulai pada 1659. Adalah Cornelis Pijl yang memprakarsai penerbitan dan pencetakan Tijtboek—meski kini tiada yang tahu apa sebenarnya konten Tijtboek itu. Belanda terus menggiatkan penerbitan dengan mencetak pengumuman, kontrak dan dokumen perjanjian dagang, buku agama Kristen, kamus, hingga buku sejarah. Pemerintah Hindia Belanda mengatur semua izin dan prosedur penerbitan maupun pencetakan berbagai dokumen dan buku-buku sampai akhir abad ke-18.

IKATAN PENERBIT INDONESIA 5

Fase Cina Peranakan yang berkembang disebabkan meluasnya pemakaian bahasa Melayu di kalangan masyarakat Indonesia. Fase ini ditandai berkembangnya juga penerbitan surat kabar berbahasa Melayu, di samping surat kabar berbahasa Jawa kala itu. Surat kabar sebagai media informasi juga digunakan sebagai media iklan bagi para pedagang yang kebanyakan adalah kaum perantau dari Cina. Mereka pun akhirnya merasa berkepentingan dengan penguasaan bahasa, terutama bahasa Melayu dan bahasa Belanda. Akhirnya, anak-anak mereka pun disekolahkan untuk dapat menguasai bahasa Melayu plus bahasa Belanda. Generasi peranakan Cina inilah yang kemudian memelopori penerbitan buku-buku selanjutnya dengan mengalihbahasakan kisahkisah dari negeri mereka ke dalam bahasa Melayu. Tercatat pada dasawarsa 1880-an, sedikitnya ada 40 karya terjemahan dari ceritacerita asli Cina. Pada 1903–1928, bahkan penerbitan peranakan Cina ini mampu menghasilkan seratusan novel asli karya 12 pengarang peranakan Cina—jauh dibandingkan Balai Poestaka yang pada 1928 hanya menerbitkan 20-an novel. Fase Balai Poestaka adalah fase ketika pemerintahan kolonial Belanda membentuk Commissie voor de Inlandsche School en Volkslectuur (Komisi Bacaan Rakyat) berdasarkan keputusan Departement van Onderwijs en Eeredienst No. 12 pada 14 September 1908. Komisi ini bertugas memilih bacaan yang sesuai untuk rakyat Hindia Belanda, di samping memberikan saran dan pertimbangan kepada Direktur Pendidikan. Program peningkatan minat baca pun dimulai dengan penerbitan bacaan-bacaan ringan yang tentu tetap berada dalam kontrol pemerintahan Hindia Belanda. Pada tahun 1910, Komisi Bacaan Rakyat meningkatkan aktivitasnya ketika D.A. Rinkes yang menjabat sekretaris komisi diberi wewenang mengendalikan komisi. Ia merekrut ahli bahasa Jawa dan bahasa Sunda untuk mulai menerjemahkan berbagai karya asing. Dalam enam tahun, komisi ini telah menerbitkan 153 judul buku dengan penerbitan terbanyak berbahasa Jawa (95 judul) serta berbahasa Sunda (54 judul). Komisi yang sukses ini kemudian berdasarkan Keputusan No. 63 tanggal 22 September 1917

6 Indonesia Book Publishing Industry

menjadi Kantoor voor de Volkslectuur. Lembaga ini kemudian diberi nama menjadi Balai Poestaka dan dipimpin lagi oleh D.A. Rinkes. Pada tahun 1921, Balai Poestaka pun sudah memiliki percetakan sendiri. Balai Poestaka kemudian dikenal sebagai ukuran gengsi intelektual karena pembacanya adalah kaum elite serta menggunakan bahasa tinggi.

Fase Penerbitan Modern Dunia penerbitan buku Indonesia mengalami berbagai masa dan fase yang menunjukkan bagaimana perjalanan bangsa ini juga terbangun dari perjalanan intelektual lewat industri perbukuannya. Pasang surut terjadi dalam konteks industri perbukuan. Terkadang ada gerak dinamis yang memberikan secercah harapan. Namun, tidak jarang juga berbagai fenomena ikut membuat para penerbit terpuruk. Kalau didaftar, sedikit sekali penerbit-penerbit yang muncul pada era 1950-an dan 1960-an masih bertahan hingga kini, seperti Tiga Serangkai, Erlangga, Rosdakarya, Bumi Aksara, Dian Rakyat, dan tentunya penerbit tertua Balai Pustaka yang kini telah menjadi BUMN. Tidak dimungkiri peranan pemerintah sangat berpengaruh pada pasang surut industri perbukuan di Indonesia. Kebijakan pemerintah seperti yang terjadi pada tahun 1969 hingga akhir 1970-an dengan mengadakan proyek pengadaan buku yang populer disebut Proyek Inpres sangatlah menggairahkan dunia penulisan dan penerbitan buku di Indonesia meskipun tidak dimungkiri pula terdapat ekses kurang baik, seperti munculnya penerbit musiman sehingga menghasilkan penerbitan yang tidak berkualitas. Konsentrasi banyak penerbit ke proyek pemerintah dalam pengadaan buku ajar dan buku bacaan anak menjadikan pasar buku umum agak “lowong” pada masa itu. Pada masa-masa ini, pasar buku umum banyak diisi oleh komik-komik pewayangan dan persilatan—di antaranya yang melambungkan karya R.A. Kosasih. Selain itu, muncul pula apa yang disebut roman picisan, berupa novel-novel populer yang berisi tema percintaan maupun tema horor. Pada masa-masa tersebut

IKATAN PENERBIT INDONESIA 7

publik pembaca Indonesia sangat mengenal penulis bernama Freddy S. ataupun Abdullah Harahap. Era selanjutnya, dikenal beberapa novelis laris yang melahirkan novel bertemakan percintaan, seperti Motinggo Boesje dan Marga T.

Walaupun demikian, buku-buku sastra yang lebih serius juga berkembang. Beberapa sastrawan papan atas Indonesia tetap menghasilkan karya-karya terbaik, seperti Umar Kayam, Kuntowijoyo, Ahmad Tohari, Rendra, dan N.H. Dini. Masa-masa selanjutnya adalah masa-masa kreatif dunia perbukuan Indonesia dengan munculnya beberapa penerbit buku umum dan buku religi (Islam) yang tampil lebih modern. Pemicunya adalah peningkatan semangat keberagamaan yang muncul di perkotaan dan kampus-kampus. Penerbit yang memulai debutnya dalam buku religi dan dengan cepat berkembang, di antaranya Mizan dan Gema Insani Press pada tahun 1980-an. Masa tersebut juga merupakan masa berseminya karya-karya tokoh pemikir Islam Indonesia modern, yaitu Amien Rais, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Nurcholish Madjid, dan Jalaluddin Rakhmat. Tokoh Islam lain yang patut disebutkan dan karyanya berpengaruh adalah Emha Ainun Nadjib. Itulah fase baru yang kemudian menjadikan buku-buku Islam menyumbang omzet tinggi dalam transaksi buku secara nasional—seperti yang disampaikan beberapa toko buku.

Fenomena politik, sosial, dan budaya sangat berpengaruh pada dunia penerbitan buku selanjutnya, terutama menjelang terjadinya krisis moneter yang berujung pada reformasi tahun 1998 di Indonesia. Buku-buku politik pun mengalir deras saat itu. Pasca-reformasi maka tren perbukuan pun memasuki babak baru dengan munculnya kembali kebangkitan sastra, terutama sastra religi yang dipelopori komunitas Forum Lingkar Pena (FLP) dengan tokohnya Helvy Tiana Rosa dan Asma Nadia. Fenomena ini menunjukkan munculnya peran masyarakat menulis yang mampu membentuk komunitas-komunitas. Dunia buku Indonesia pun diramaikan dengan buku novel serta kumpulan cerpen religi, lalu digebrak lagi dengan

8 Indonesia Book Publishing Industry

novel, seperti Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy dan Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang mengusung tema pendidikan. Kedua novel itu menjadi fenomenal karena meraih predikat best seller. Kini industri buku di Indonesia makin menampilkan tema dan genre yang beragam hasil karya para penulis Indonesia. Beberapa buku motivasi dan pengembangan diri terus mencetak hit. Demikian pula dengan buku anak dan buku religi yang masih menempati penjualan buku tertinggi, khususnya di toko-toko buku modern.

Gairah penerbitan dan pemasaran buku juga tampak dari agenda rutin yang dilakukan Ikapi yaitu pameran buku di ibu kota negara dan juga kota-kota lain di Indonesia. Beberapa Ikapi Daerah memelopori agenda pameran buku rutin di kota-kota.

Visi dan Misi Ikapi Visi IKAPI Menjadikan industri penerbitan buku...


Similar Free PDFs