Title | JURNAL DIPLOMASI PUBLIK RUSIA TERHADAP PEMBANGUNAN CITRA MELALUI OLIMPIADE MUSIM DINGIN SOCHI 2014 |
---|---|
Author | Mellino Yoga |
Pages | 25 |
File Size | 2.1 MB |
File Type | |
Total Downloads | 418 |
Total Views | 949 |
JURNAL DIPLOMASI PUBLIK RUSIA TERHADAP PEMBANGUNAN CITRA MELALUI OLIMPIADE MUSIM DINGIN SOCHI 2014 Oleh: Mellino Yoga Saputra (113105045) Nanda Putra Harahap (113105090) Universitas Paramadina Hubungan Internasional Abstract The Olympics is an international sporting event. Through the Olympics, cou...
Accelerat ing t he world's research.
JURNAL DIPLOMASI PUBLIK RUSIA TERHADAP PEMBANGUNAN CITRA MELALUI OLIMPIADE MUSIM DINGIN SOCHI 2014 mellino yoga
Related papers
Download a PDF Pack of t he best relat ed papers
Mot if di Balik Campur Tangan Amerika Serikat dalam Skandal FIFA 2015.pdf pebriyana arifin
ANALISIS KEPENT INGAN INDONESIA DALAM PENYELENGGARAAN ASIAN GAMES 2018 Lona Rest i Fany BAB IV Anindya 170210120110.docx anindya kirana
JURNAL
DIPLOMASI PUBLIK RUSIA TERHADAP PEMBANGUNAN CITRA MELALUI OLIMPIADE MUSIM DINGIN SOCHI 2014 Oleh: Mellino Yoga Saputra (113105045) Nanda Putra Harahap (113105090) Universitas Paramadina Hubungan Internasional
Abstract The Olympics is an international sporting event. Through the Olympics, countries, especially the host country, seek to attract public attention to achieve their interests. In the international system of order, diplomacy is now generally as the image of a country. This is what Russia then did through the Sochi Winter Olympics 2014. Through the Sochi Winter Olympics 2014, Russia launched its public diplomacy to show its more open presence in international events, post-Soviet and globalization era as well as changes in negative perceptions of the country. This study uses a nation-state analysis level with a Russian public diplomacy analysis unit and its explanatory unit the Sochi Winter Olympics 2014 because public diplomacy through Russian nation branding is a phenomenon required by the author. The concept used is public diplomacy to form a national branding used by Russia to build a positive perception of its country in the international system. Keywords: Sochi Winter Olympics 2014, Russia, Public Diplomacy, national branding Pendahuluan Berkembangnya era globalisasi, mendorong negara-negara di dunia internasional untuk menunjukkan eksistensi dan kapabilitasnya. Dalam dunia yang cenderung lebih terbuka, dengan adanya dorongan teknologi, negara-negara mau tak mau terdorong untuk meningkatkan bentuk komunikasi atau diplomasi non-tradisional mereka, sehingga meningkatkan eksistensinya didunia internasional. Hal ini mulai dilakukan oleh negara-negara yang meskipun tidak memiliki posisi signifikan dalam segi politik, sumber
daya dan lainya di dunia internasional untuk mendorong eksistensinya. Hal ini dilakukan untuk berkompetisi secara global, seperti menonjolkan daya tarik dari negara tersebut, Seperti Korean Wave, Bollywood, dan kemahiran sepak bola di Brazil.
Berbagai upaya terus dilakukan negara-negara melalui pendekatan soft power, salah
satunya olahraga yang kini menjadi salah satu instrumen yang digunakan. Selain fakta bahwa olahraga mampu menyumbang devisa lebih bagi negara, terdapat fenomena menarik dimana sinkronisasi antara media dan sektor pariwisata, kompetisi yang hadir
baik untuk
mempertahankan citra para aktor olahraga dan popularitas sebuah tuan rumah dalam event
berskala internasional yang diasumsikan sebagai prestis global, power secara simbolis, dan economics power potensial.
Seiring dengan olahraga yang semakin mengglobal, hal itu berimplikasi pada keadaan
politik sebuah negara. Dalam berbagai event olahraga dunia, terdapat beberapa peristiwa
yang memicu persoalan politik. Salah satunya, diplomasi pingpong atau pingpong diplomacy
antara AS-Tiongkok tahun 1972. Diplomasi ini yang mengarah pada restorasi hubungan
normal antar dua negara tersebut membuktikan bagaimana olahraga dapat menimbulkan peran krusial dalam diplomasi. Acara olahraga berskala internasional sendiri, memiliki kapasitas untuk membangun sebuah pengalaman emosional bersama yang dapat dilihat sebagai sebuah kekuatan politik baru. Contohnya, Indonesia menggunakan event olahraga
untuk menunjukkan dirinya pada dunia, dengan prospek kemajuan bangsa dan mempertegas sikap politiknya, saat penyelenggaraan Asian Games ke-4 pada tahun 1962, saat itu memboikot Israel sebagai peserta Asian Games. Dikarenakan ketidaksukaan Soekarno dan Indonesia terhadap Israel yang berstatus sebagai negara. Sementara itu, Rusia mengalami dekonstruksi politik luar negeri dan ekonomi yang disebabkan oleh pasca runtuhnya ideologi komunis Uni Soviet dari Amerika Serikat selama Perang Dingin. Bentuk konkret yang terjadi runtuhnya Uni Soviet adalah kegagalan kebijakan glastnost dan perestroiska pada tahun 1991. Oleh sebab itu, pasca Uni Soviet menjadi Rusia, pemerintah Rusia membentuk Konstitusi Federasi Rusia di tahun 1993. Konstitusi Federasi Rusia mengalami pilihan dilematis bagi masyarakat Rusia, yakni di satu sisi, sistem baru itu ternyata belum siap menampung aspirasi masyarakat yang ada. Sedangkan, di sisi lain, sebagian masyarakatnya sendiri juga belum siap menerima perubahan yang terjadi. Kondisi ini menyebabkan terjadinya konflik internal seperti Perang Chechnya I (1994-1996) dan Perang Chechnya II (1999-2000) yang secara langsung menghambat proses
transisi demokratisasi di Rusia sehingga terjadi kekacauan dan instabilitas. Sehingga, kondisi tersebut menyulitkan pemerintah Rusia dalam membangun citranya sebagai negara berdaulat yang demokratis karena masih melekatnya budaya asli Uni Soviet yang dikenal komunis, baik dalam kehidupan masyarakat maupun pemerintahannya. Rusia hingga saat ini masih memiliki citra agresif dimana sering menggunakan kekuatan militernya, seperti ingin menaklukkan wilayah-wilayah disekitarnya terutama di sekitar wilayah Kaukasus. Seperti keterlibatannya dalam perang antara Georgia dengan Abkhazia dan Ossetia Selatan tahun 2008 ataupun peran dominan dalam krisis Suriah tahun 2013 dan isu nuklir di Iran. Oleh karena itu, Rusia berupaya membangun citra lebih baik di regional dan internasional melalui instrumen-instrumen liberal seperti kerjasama bilateral dan multilateral. Salah satunya adalah dengan berpartisipasi dan menyelenggarakan Olimpiade Musim Dingin di Sochi pada tahun 2014. Motivasi pemerintah Rusia dalam penyelenggaraan Olimpiade Musim Dingin Sochi adalah karena arena ini dianggap efektif sebagai bentuk perubahan yang dilakukan Rusia untuk lebih terbuka dalam berinteraksi dan bekerjasama dengan sejumlah pihak aktor negara dan non-negara di dunia. Bentuk instrumen yang digunakan oleh pemerintah Rusia adalah diplomasi publik berupa nation branding. Nation branding yang
dimaksudkan adalah bagian dari diplomasi publik Rusia melalui pemasaran Olimpiade Musim Dingin Sochi 2014 kepada aktor negara dan non-negara seperti investor luar negeri. Kerangka Pemikiran Pada hakekatnya kerangka pemikiran bertujuan bagi penulis untuk menentukan arah penulisan serta pemilihan konsep untuk menyusun penulisan ilmiah. Sehingga, bagi kajian ini penulis mampu mengkaji permasalahan yang akan menggunakan konsep Diplomasi Publik dan Nation Branding sebagai kerangka dasar pemikiran. Penulis mengidentifikasi Olimpiade
Musim Dingin 2014 sebagai media diplomasi publik yang digunakan oleh Rusia yang mampu dianalisa secara komprehensif terhadap pemanfaatan Olimpiade sebagai media diplomasi publik. Terlebih dahulu pengkajian ini akan mencari informasi mengenai konsep operasional diplomasi publik dan pencapaian nation branding.
Diplomasi Publik
Istilah diplomasi publik pertama kali diperkenalkan oleh Dean Edmun Gullion tahun 1965 yang mendefinisikan “melalui diplomasi publik, kita memahami maksud yang dilakukan suatu negara, kelompok kepentingan, dan individu dalam bersikap dan beropini dengan seseorang maupun negara lain sehingga dapat mempengaruhi keputusan kebijakan luar 1
negeri negara lain”.
Selain itu, menurut terminologi hubungan internasional, “diplomasi publik merujuk
pada program-program yang disponsori oleh pemerintah dengan maksud untuk menginformasikan atau mempengaruhi opini publik dinegara lain melalui publikasi, film, 2
pertukaran budaya, radio, dan televise sebagai instrumen utama”.
Mark Leonard mengklasifikasikan tiga dimensi yang merefleksikan karakteristik
berdasarkan aktivitas diplomasi publik. Diplomasi publik itu sendiri dipahami dengan memiliki berbagai tujuan, antara lain untuk membangun image suatu negara atas isu-isu yang berkembang di negara tersebut dengan tujuan membentuk opini publik di masyarakat dan
mengubah persepsi publik pada negara tersebut. Agar pemerintah bisa mencapai tujuan dari upaya diplomasi publik yang dilakukannya, maka pemerintah tidak bisa hanya menjalankan satu dimensi saja dalam menyebarkan pesan yang ingin disampaikan. Ketiga dimensi ini memiliki karakter yang berbeda dalam aktivitas diplomasi publik, antara lain karakter utama merupakan karakter dari dimensi news management, karakter kedua merupakan
dimensi strategic communications,
dan
karakter
yang
terakhir merupakan dimensi
3
relationship building. Nation Branding
Nation branding merupakan strategi mempresentasikan suatu negara dengan tujuan pencapaian nilai atau asumsi reputasi melalui pariwisata, sosial-ekonomi, kultur dan investasi. Dalam perencanaan nation branding, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah negara untuk menemukan identitas nasional sebagai dasar kerangka nation branding.
Gudjonson menyatakan pada dasarnya nation branding tercipta ketika pemerintah atau
MNCs melalui power untuk membujuk aktor atau pihak lain yang memiliki kapabilitas untuk
1
Edward R. Murrow Center for The Study and Advancement of Public Diplomacy, Difinitions of Public Diplomacy, The Fletcher School, Tufts University, Massachusetts. 2 Public.Diplomacy.Alumni.Association,What.is.Public.Diplomacy?.(http://www.publicdiplomacy.org/1.htm) diakses 15 Juni 2015 3 Mark Leonard . Diplomacy by Other Means. (London: The Foreign Policy Centre, 2002). Hal, 12.
4
merubah image negara.
Hal yang menarik pada konsep nation branding adalah kurangnya referensi teori
untuk menjelaskan dan relevansi nation branding dimasa kontemporer ini, namun lebih
banyak dalam bentuk praktiknya. Sehingga, asumsi nation branding lebih difokuskan pada teknik branding dan marketing communication untuk mengangkat citra suatu negara. “Alive
with possibility” merupakan bentuk positioning untuk membentuk citra dari negara Afrika
Selatan, kemudian “Amazing Thailand” (Thailand) dan “Truly Asia” (Malaysia), menurut
Szondy, mengasumsikan brand suatu negara menciptakan positioning. diantara negara-negara lainnya, melalui brand yang dibangun berdasarkan identitas negara, pesan-pesan mengenai 5
keadaan sebuah negara akan tersampaikan dengan tepat dan ideal.
Mardyah & Magdalena (2013) berasumsi bahwa tidak hanya barang dan jasa yang mampu memiliki citra, namun suatu negara juga perlu menciptakan citra karena “negara” juga merupakan suatu brand yang perlu ditawarkan sehingga memberikan keuntungan jangka
panjang. Negara memiliki label unik dan image berbeda dari negara lainnya, maka negara
tersebut memiliki brand tersendiri, baik dalam maupun di luar negeri. Seperti halnya sebuah
produk, jasa, atau corporate, negara juga memerlukan pencitraan. Hal ini didukung melalui
citra atau reputasi negara dapat mempengaruhi setiap hubungan suatu negara dengan dunia luar. Tujuan dilakukannya nation branding adalah merangsang pertumbuhan ekspor,
meningkatkan pemasukan melalui pariwisata, menarik investor asing, meningkatkan
pengaruh politik internasional, dan mengelola stereotype negatif. Keller (2008:25)
menyatakan bahwa kota, negara bagian, wilayah maupun negara saat ini mulai aktif melakukan promosi melalui iklan, direct mail ataupun melalui alat komunikasi lainnya,
aktivitas ini dilakukan untuk menciptakan awareness dan image yang menyenangkan dari
sebuah lokasi sehingga dapat mengundang orang untuk berkunjung. Berbagai tujuan ini 6
berperan untuk membangun identitas dan citra merek negara.
Papadopoulos & Heslop (2002) menyatakan nation branding mempelajari dampak
dari citra negara pada produk atau karya yang dipasarkan dan sudah berlangsung beberapa dekade. Nation branding menjadi atensi internasional karena negara-negara mulai mengelola Gudjonsson, H. 2005. Nation Branding:Place Branding. Icelandic. Szondi, G. (2007). The role and challenges of country branding in transition countries: The Central European and Eastern European experience. Place Branding and Public Diplomacy. 6 Keller, K.L. 2008. Strategic Brand Management : Building, Measuring, and Managing brand Equity. Third Edition. Pearson Education International. Upper Saddle River: New Jersey. 4
5
sumber daya yang dimiliki dalam mengembangkan nation brand. Semakin banyak negara
mulai memprioritaskan nation branding untuk membedakan dirinya dalam sistem 7
internasional dan untuk menguatkan perekonomian negara.
Tomlinson dan Young melihat bahwa efek semacam itu didominasi pada penyelenggaraan Olimpiade dan Piala Dunia FIFA. Selain itu, pada bukunya menunjukkan bahwa studi kasus dengan isu-isu yang ada terkait penyelenggaraan multievent olahraga modern, yakni acara olahraga multievent dengan profil tinggi telah lama digunakan untuk menampilkan suatu ideologi negara, merancang acara sedemikian yang telah lama dilihat sebagai kesempatan untuk membalikan stereotype internasional yang ada sebelumnya,
menampilkan unsur-unsur liberal dalam rangka mendukung pengembalian stereotype bersifat 8
nasional, kultural, dan rasisme. Pembahasan
Olimpiade Musim Dingin Sochi 2014 Isu internasional dimasa kontemporer ini, tidak hanya terfokus pada isu tradisional, namun juga isu-isu non-tradisional yang lebih melibatkan variabel dependen diruangnya yakni pendekatan analisa unit. Isu-isu non-tradisional telah mampu memberikan dampak pada sebuah persepsi dalam pembentukan posisi strategis sebuah negara dilingkungan internasional. Dalam kajian ini, salah satu kasusnya
ialah kontestasi didalam sebuah
penyelenggaraan Olimpiade, yang masih dinilai non-tradisional relevansinya bagi isu hubungan internasional. Olimpiade sama seperti sebuah acara olahraga lainnya berskala internasional seperti FIFA World Cup mungkin lebih signifikan pengaruhnya dalam proses pemilihan, keberlangsungan pelaksanaan dan kesuksesan pelaksanaan oleh host, atau tuan
rumah yakni negara. Dari berbagai Olimpiade yang telah berumur selama 116 tahun telah membentuk dua jenis pelaksanaan Olimpiade yakni, Olimpiade Musim Panas, dan Olimpiade 9
Musim Dingin. Olimpiade Musim Panas sendiri memiliki signfikansi juga terhadap isu global masa kini dan relevan untuk dikaji dalam latar belakang penyelenggaraan melalui perspektif Hubungan Internasional, salah satu kasusnya pada pelaksanaan Olimpiade Beijing Papadopoulos, N. & Heslop L. 2002. Country equity and country branding: problems and prospects. Journal of Brand Management. 8 Tomlinson, Ian & Eric Young. 2006. National Identity and Global Sports Event: Culture, Politics, and Spectacle in the Olympics and the Football World Cup. New Yorl: State University of New York Press 9 http://www.olympic.org/olympic-games 7
2008, Tiongkok yang mampu menyelenggarakan multievent namun, pelaksanaannya juga dimanfaatkan sebagai ekspresi geopolitik Tiongkok melalui instrumen diplomasi. Tak mau
berbeda, dengan terjadi enam tahun kemudian kapabilitas Olimpiade Musim Dingin juga mampu ditandingi sebagai ekspresi geopolitik sebuah negara dan pembentukan labeling
sebuah negara yang “baru”, yakni Rusia. Olimpiade Musim Dingin Sochi 2014, telah berlangsung pada 7 - 23 Februari 2014 ini, memiliki kecenderungan berbeda dari pelaksanaan olimpiade-olimpiade lainnya, karena dari masa proses bidding, hingga pelaksanaan yang
menimbulkan dinamika kondisi sosial-politik domestik dan politik luar negeri Rusia.
Pada proses bidding, Rusia harus mengikuti seleksi bidding dengan kandidat host
negara lainnya, seperti Pyeong Chang (Korea Selatan) dan Salzburg (Austria). Seleksi
bidding sendiri dilaksanakan oleh International Olympic Committee (IOC) melalui dua fase, yakni di fase pertama ditahun 2004 terdapat 7 kota rekomendasi. Kemudian di fase kedua,
diseleksi menjadi 3 kota, salah satunya Sochi, Rusia. Proses final di fase pertama tersebut didasari oleh seleksi kapabilitas sebuah negara dalam melakukan marketing dan branding sebuah host, yang dipresentasikan oleh ketujuh negara oleh National Olympic Committee
(NOC). Sedangkan, pada sesi akhir diminimalisir menjadi 3 kandidat terkuat host yang
dipilih oleh komite IOC diselenggarakan di Guatemala City, 2007 telah meyakinkan kesuksesan bidding Sochi sebagai tuan rumah Olimpiade Musim Dingin selanjutnya yang
direpresentasikan oleh Presiden Vladimir Putin dengan presentasi akhir dengan delegasi-delegasi IOC. Dan untuk pertama kali Vladimir Putin mempresentasikan negaranya secara publik dengan bahasa Inggris. Identitas sebuah kandidat host Sochi tersebut, berada diwilayah
strategis dan mampu memperoleh devisa lebih hingga pasca pelaksanaan Olimpiade yang
berkelanjutan, menurut laporan Moody’s Olimpiade Musim Dingin Sochi memungkinkan 10
terjadinya peningkatan ekonomi signifikan yang berdampak hingga akhir penyelenggaraan.
Pada akhirnya, sesuai dengan regulasi voting yang telah dilakukan dan IOC
Evaluation Commission untuk Olimpiade Musim Dingin 2014, mengumumkan bahwa Sochi,
Rusia terpilih menjadi host Olimpiade Musim Dingin 2014 dengan mengungguli suara dari
Pyeong Chang 47 suara, sedangkan suara yang direbut oleh Sochi sebanyak 51 suara. Sehingga, kesepakatan antara Vladimir Putin dan Presiden IOC terjalin melalui the Host City
Contract, menjelaskan kewajiban host untuk meningkatkan biaya fasilitas-fasilitas 10
http://www.olympic.org/content/the-ioc/bidding-for-the-games/past-bid-processes/2014-host-city-election/
mendukung pelaksanaan melalui investasi-investasi masif. Selain itu Olimpiade Musim Dingin Sochi 2014, merupakan juga Olimpiade yang mengeluarkan biaya yang tertinggi sebesar hampir $50 miliar, namun pasalnya biaya yang pada awalnya dirilis pemerintah Rusia sebesar $12 miliar tersebut kemudian meningkat signifikan $50 miliar yang diduga berpeluang atas dugaan korupsi yang terbukti pada realitanya bahwa ketimpangan antara pembangunan fasilitas yang tidak merata dengan biaya 11
yang melebihi kapasitas untuk mendukung penyelenggaraan olimpiade tersebut.
Tetapi,
pendanaan non-anggaran juga diterima pemerintah Rusia oleh investor-investor domestik meliputi pembangunan infrastruktur venue-venue olahraga, promosi pariwisata, infrastruktur
tenaga listrik dan transportasi. Keempat anggaran tersebut berbeda oleh pendanaan yang disediakan pemerintah Rusia yang semestinya mampu mendukung pembangunan mandiri keseluruhan penyelenggaraan Olimpiade Musim Dingin Sochi 2014. Peran Diplomasi Publik Rusia Pada Olimpiade Musim Dingin Sochi 2014
Dinamika Olimpiade Musim Dingin Sochi 2014 mampu dianalogikan sebagai
sepasang sisi koin yang memiliki perbedaan antara satu sama lain, namun saling melengkapi. Motivasi Rusia untuk mengangkat suatu perhelatan acara multievent olahraga seperti Olimpiade adalah sebagai alat diplomasinya. Menurut Tomlinson dan Young pada bukunya,
menunjukkan bahwa studi kasus dengan isu-isu yang ada terkait penyelenggaraan multievent olahraga modern, telah lama digunakan untuk menampilkan suatu ideologi negara, merancang acara sedemikian yang telah lama dilihat sebagai kesempatan untuk membalikkan stereot...