Jurnal Macam Formasi Batuan PDF

Title Jurnal Macam Formasi Batuan
Author S. Nur Afan
Pages 20
File Size 624.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 157
Total Views 444

Summary

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Geologi Regional Daerah Penelitian Penelitian gaya berat ini dilakukan di daerah Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Secara geografis daerah penelitian terbatas pada koordinat 77°22’32”LS - 7°39’32”LS dan 112°34’10”BT - 112°46’41”BT. Berdasarka...


Description

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

Geologi Regional Daerah Penelitian Penelitian gaya berat ini dilakukan di daerah Kecamatan Porong, Kabupaten

Sidoarjo, Jawa Timur. Secara geografis daerah penelitian terbatas pada koordinat 77°22’32”LS - 7°39’32”LS dan 112°34’10”BT - 112°46’41”BT. Berdasarkan peta geologi lembar Malang, Jawa Timur (gambar 4.1) yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi tahun 2007, kondisi geologi daerah penelitian dan sekitarnya adalah sebagai berikut: Aluvium Endapan aluvium terdiri dari kerakal-kerikil, pasir, lempung dan lumpur yang merupakan endapan sungai dan endapan pantai. Endapan sungai di sepanjang daerah aliran sungai Porong, Alo dan Rejasa. Endapan pantai di sepanjang pantai Serlat Madura, sebagian besar berupa pasir kasar – halus dan lepas, setempat banyak tercampur pecahan cangkang moluska atau kerang-kerangan dan coral. Batuan Gunungapi Kuarter Atas Batuan gunungapi Kuarter Atas terdiri dari breksi gunungapi, lava, tuf, breksi tufan, aglomerat dan lahar. Batuan gunungapi ini diperkirakan berumur Plistosen Akhir-Holosen. Sebarannya terdapat di sekitar Gunungapi Pananggungan dan gunungapi Panderman.

57

58

Tuf Rabano Tuf rabano terdiri atas tuf pasiran, tuf batuapung, breksi tuf dan tuf halus. Tuf rabano ini merupakan endapan epiklastika yang bahannya berasal dari batuan gunungapi Tengger, batuan gunungapi Arjuna Welirang dan batuan gunungapi Ringgit. Tuf ini diperkirakan berumur Plistosen Akhir-Holosen, dan menindih batuan gunungapi berumur lebih tua, Formasi Kabuh atau Formasi Jombang dan ditutupi aluvium. Batuan Gunungapi Arjuna-Welirang Batuan jenis ini terdiri atas breksi gunungapi, lava, breksi tufan dan tuf. Breksi gunungapi, coklat-kuning keruh; bersifat menengah-basa, berbutir pasir kasar-bom, menyudut-membundar tanggung: berkomponen sebagian besar andesit, basal, batu apung, obsidian, mineral terang. Selain itu lava, kelabu, hitam, coklat kemerahan dan kehijauan; bersusun andesit-basal; umumnya berkomposisi feldspar, piroksen, mineral terang, bervesikuler pada permukaannya membentuk corak seperti kerak roti, terkekarkan, berstruktur aliran. Breksi tufan, kuning keruh, coklat kelabu dan kemerahan; bersifat menengah, kurang mampat, mudah terlepas, berbutir pasir kasar-bom, menyudut tanggung, komponen yang berukuran bom tersebar tak merata; berkomponen andesit, basal obsidian, batuapung, porfiri, kaca gunungapi dan mineral hitam, berstruktur perlapisan bersusun, aliran dan setempat silang-siur; tebal lapisan antara puluhan centimeter an puluhan meter. Sedangkan tuf, putih keruh-coklat-kelabu muda; berbutir pasir kasar hingga halus, sedikit mampat, setempat terdapat pecahan batuan

59

berukuran lapil yang tersebar tak merata ; berkomponen banya mineral terang, sedikit batuapung, dan kaca atau abu gunungapi; tebal lapisan puluhan centimeter. Batuan Gunungapi Kuater Bawah Batuan jenis ini terdiri dari breksi gunungapi, tuf breksi, lava, tuf, dan aglomerat. Batuan gunungapi ini terdiri dari batuan gunungapi Gendis dan batuan gunungapi Jembangan/Jombang, dan batuan gunungapi Anjasmara muda. Batuan gunungapi ini diperkirakan berumur Plistosen tengah, berdasarkan kedudukan stratigrafinya yang tertindih oleh batuan gunungapi kuarter tengah. Batuan ini tertindih batuan gunungapi kuarter yang lebih muda antara lain batuan gunungapi Pananggungan, batuan gunungapi Arjuna-Welirang, batuan gunungapi Tengger dan tuf Malang. Formasi Jombang Terdiri atas breksi batu pasir tufan, batu lempung tufan, lempung, batu gampinng dan tuf. Berdasarkan kedudukan stratigrafinya yang menindih formasi Kabuh dan tertindih batuan gunungapi kuarter, maka formasi ini diperkirakan berumur Plistosen Tengah. Formasi ini terendapkan pada lingkungan darat sampai litoral, dan tebalnya diperkirakan antara 100 m dan 250 m. Formasi Jombang termasuk ke dalam Lajur Kendeng bagian barat. Sebarannya terdapat di sekitar Raci, di sebelah selatan Bangil, dan di sekitar Gondangwetan. Lokasi tipenya terletak pada bukit rendah di sebelah barat Jombang, sekitar Desa Pojok, atau dekat Desa segunung di sebelah timur Mojokerto, Jawa timur (Lembar Mojokerto, Noya, 1985).

60

Formasi Kabuh Terdiri atas batupasir tufan, batu lempung tufan, batu pasir gampingan, konglomerat, lempung dan tuf. Formasi Kabuh termasuk runtutan batuan pada lajur Kendeng bagian timur, dan berfasies laut yang berangsur ke arah fasies darat. Fasies daratnya terdiri dari batuan sedimen gunungapi epiklastika. Fasies lautnya terdiri dari lempung berfosil dan batu pasir gampingan, yang terletak pada bagian bawah formasi. Tebal formasi ini diperkirakan antara 150 m dan 300 m. formasi Kabuh setempat diduga tertindih selaras oleh foramsi Jombang dan tak selaras oleh batuan gunungapi kuarter. Sebarannya tidak luas terdapat di sekitar Desa Raci dan di sebelah baratdaya Kota Bangil. Lokasi tipenya terletak di sebelah utara Desa Ploso, Jombang.

BJP-1

Gambar 4.1 Peta geologi daerah penelitian (S.Santosa dan T.Suwarti, 1992)

61

Tabel 4.1 Keterangan gambar 4.1 Tataan Stratigrafi Qa

Alluvium: kerakal-kerikil, pasir, lempung dan lumpur.

Qv

Batuan Gunungapi Kuarter Atas: breksi gunung api, lava, tuf, breksi tufan, aglomerat dan lahar

Qvtr

Tuf Rabano: tuf pasiran, tuf batu apung, breksi tuf dan tuf halus.

Qvaw Batuan Gunung Api Arjuna Welirang: breksi gunungapi, lava, breksi tufan dan tuf. Qpva

Batuan Gunungapi Kuarter Bawah: breksi gunung api, tuf breksi, lava, tuf dan aglomerat.

Qpj

Formasi Jombang: breksi, batu pasir tufan, batu lempung tufan, lempung, batu gamping dan tuf

Qpk

Formasi Kabuh: batu pasir tufan, batu lempung tufan, batu pasir gampingan, konglomerat,lempung, dan tuf .

Kabupaten Sidoarjo mempunyai morfologi berupa dataran rendah dengan topografi yang seragam dan tanahnya merupakan endapan aluvium dan batuan sedimen yang merupakan batuan induk. Sedangkan geologi struktur yang terdapat pada kabupaten Sidoarjo adalah pemunculan batuan Kuarter bawah yang cenderung berumur tersier. Dengan adanya pemunculan batuan tersier di permukaan menunjukkan bahwa daerah kabupaten Sidoarjo pernah terganggu oleh tektonik yang berupa pengangkatan di bagian utara Mojokerto, lebih jelas dapat dilihat pelipatan yang bergelombang dari lapisan batuan sedimen tersier yang penyebarannya menerus hingga daerah Surabaya, lipatan-lipatan tersebut membentuk struktur antiklin dan sinklin. Sedangkan di bagian selatan ke arah

62

wilayah Kabupaten Pasuruan secara tiba-tiba berubah menjadi daerah perbukitan yang terdiri dari batuan vulkanik muda dan batuan sedimen bersifat lempungan berumur kuarter. Dalam tatanan geologi Jawa Timur, lumpur Porong terdapat di "Cekungan pengendapan Porong" (Porong Sub-Basin) yang terletak diantara sesar-sesar (patahan) yang sebagian masih aktif, merupakan bagian dari Cekungan Sentral (Central Deep) yang mempunyai tatanan geologi dan struktur yang kompleks. Menurut van Bemmelen (1949) data geologi menunjukkan bahwa baik stratigrafi maupun tektonika Zona Kendeng bagian timur yang berada diutara sub-cekungan Porong, masih berada dalam keadaan berevolusi (proses tektonik masih berlangsung) dibandingkan dengan di bagian tengah dan barat. Menurut Duyfjes (1938), juga memperlihatkan bahwa antiklin Gujangan dekat Surabaya dan Pulungan di sebelah selatannya, dipotong oleh sesar transversi, dengan bagian timurnya yang turun. Sesar tersebut merupakan tanda peralihan antara bagian ujung dari zona Kendeng (yang telah terlipat lemah) yang menunjam di Delta Porong dengan Selat Madura yang masih menurun dan diisi oleh sedimen yang belum terlipat. Keadaan tersebut menunjang bahwa proses gerak-gerak tektonik di wilayah cekungan Porong masih berlangsung (S.Santosa dan T.Suwarti, 1992).

B. Interpretasi Kualitatif 1. Anomali Bouger lengkap

Penelitian di lapangan dilakukan sebanyak 161 titik pengukuran yang tersebar di daerah sekitar semburan lumpur Porong, Kabupaten Sidoarjo Jawa

63

Timur. Data hasil penelitian tersebut kemudian diolah hingga diperoleh data anomali Bouger lengkap Porong-Sidoarjo. Data anomali Bouger menunjukan anomali di daerah penelitian, dari data tersebut dapat dibuat model peta kontur anomali Bouger lengkap dengan menggunakan program surfer versi 8. Peta kontur anomali Bouger tersebut dibuat dengan asumsi nilai rapatmassa bawah permukaan sebesar 2.67 g/cm3, menghasilkan variasi nilai anomali berkisar antara -36 sampai 16 mGal. Anomali-anomali yang tersebar pada peta anomali (gambar 4.2) berdasarkan hasil interpretasi dibagi ke dalam dua kelompok anomali, yaitu anomali tinggi dan anomali rendah. Anomali tinggi dengan nilai sekitar 15 mGal sampai (-10) mGal dijumpai di bagian barat daya pada peta anomali. Sedangkan anomali rendah dengan nilai mulai sekitar -11 mGal sampai sekitar -34 mGal di jumpai di bagian baratlaut-tenggara dan timurlaut pada peta anomali. Anomali gayaberat yang tersebar pada peta kontur anomali Bouger lengkap PorongSidoarjo, terlihat didominasi oleh anomali rendah di bagian baratlaut-tenggara dan timurlaut pada peta anomali. Tinggi rendahnya anomali-anomali tersebut menunjukan besar kecilnya rapatmassa batuan penyusun bawah permukaan di daerah tersebut.

64

Gambar 4.2 Peta kontur anomali Bouger lengkap dengan titik ukur gayaberat di Porong dan sekitarnya

Anomali tinggi menunjukkan rapatmassa bawah permukaan daerah tersebut lebih tinggi dibandingkan daerah sekitarnya, sedangkan anomali rendah menunjukan bahwa rapatmassa bawah permukaan daerah tersebut lebih kecil dibandingkan daerah sekitarnya. Adanya perubahan anomali yang mencolok kemungkinan karena adanya patahan sehingga rapatmassa batuan disekitarnya meningkat, seperti perubahan anomali dari -5 mGal sampai -15 mGal, -15 mGal sampai -20 mGal, dan sebagainya. Dari peta kontur anomali Bouger lengkap diatas terlihat adanya struktur keselurusan pola dan arah anomali yang dapat mengidentifikasi adanya formasi patahan/sesar di bawah permukaan daerah penelitian. Salah satunya struktur keselurusan pola dan arah anomali sepanjang arah baratdaya-timurlaut, tepatnya arah baratdaya-timur laut sumur eksplorasi BJP-1 Porong-Sidoarjo. Diduga disitulah terdapat adanya patahan, diperkirakan patahan tersebut berkaitan dengan

65

patahan yang dikenal dengan nama patahan Watukosek. Reaktifasi dari patahan ini kemungkinan disebabkan oleh aktifitas tektonik, seperti gempa bumi dahsyat di Yogyakarta tahun 2006 yang lalu. Pada peta anomali Bouguer lengkap, anomali yang tampak belum terlalu jelas teramati, sehingga baiknya dibantu dengan peta anomali residual. Peta anomali residual merupakan tampilan data hasil pengurangan data anomali Bouguer lengkap dengan data anomali regional.

Gambar 4.3 Peta anomali residual beserta titik ukur dengan lebar jendela 39x39 Peta kontur anomali residual dapat langsung diperoleh dengan menggunakan program gradien dengan lebar jendela mulai dari 3x3 sampai 43x43. Peta anomali residual yang dipilih adalah peta anomali residual dengan lebar jendela 39x39 (gambar 4.3). Lebar jendela yang dipilih

66

tersebut karena memberikan gambaran anomali gayaberat daerah penelitian yang lebih jelas dibandingkan dengan lebar jendela lainnya dan memperlihatkan kenampakan anomali yang menjadi target.

Anomali

residual dibutuhkan dalam interpretasi kualitatif kenampakan struktur yang menggambarkan kondisi geologi di dekat permukaan.daerah PorongSidoarjo. Anomali-anomali yang tersebar pada peta anomali residual ini, berdasarkan hasil interpretasi dibagi kedalam dua kelompok anomali yaitu kelompok anomali tinggi dan rendah. Nilai anomali tinggi berkisar antara 2 mGal sampai 26 mGal, dijumpai di bagian utara pada peta anomali residual (gambar 4.3). Anomali tinggi tersebut menunjukan bahwa di daerah tersebut memiliki nilai rapatmassa bawah permukaan yang lebih tinggi dibandingkan daerah sekitarnya dan bisa jadi menunjukkan adanya sesar naik (tonjolan) di daerah tersebut, sedangkan nilai anomali rendah berkisar antara 0 sampai 22 mGal, dijumpai di bagian baratdaya pada peta anomali residual (gambar 4.3). Anomali rendah menunjukan bahwa rapatmassa bawah permukaan daerah tersebut lebih kecil dibandingkan daerah sekitarnya. Bisa jadi anomali rendah menunjukkan suatu kondisi geologi bawah permukaan yang lemah (zona lemah) di daerah tersebut, jika kondisi geologi bawah permukaan yang lemah ini terganggu maka material yang ada di daerah tersebut seperti lumpur, fluida dan gas akan berpotensi keluar ke atas permukaan melalui suatu patahan. Anomali rendah juga bisa jadi menunjukkan adanya sesar turun (graben) yang berada di daerah tersebut. .

67

Anomali gayaberat yang tersebar pada peta kontur anomali residual (gambar 4.3), terlihat didominasi oleh anomali rendah di bagian baratlaut-tenggara dan timurlaut pada peta anomali. Serupa dengan peta kontur anomali Bouger lengkap (gambar 4.2), dari peta kontur anomali residual ini pun jika dilihat secara keseluruhan terlihat pula adanya struktur keselurusan pola dan arah anomali, salah satunya struktur keselurusan pola dan arah anomali sepanjang arah baratdaya-timurlaut

dari

sumur

eksplorasi

BJP-1

Porong-Sidoarjo.

Keselurusan pola dan arah anomali tersebut dapat mengidentifikasi adanya formasi patahan/sesar di bawah permukaan daerah penelitian. Diperkirakan disitulah letak patahan, yang dalam hal ini adalah patahan Watukosek. Hasil interpretasi kualitatif ini didukung oleh hasil interpretasi kuantitatif dengan membuat penampang model 2D bawah permukaan Porong-Sidoarjo dengan menggunakan bantuan program Gmsys OasisMontaj.

C. 1.

Interpretasi Kuantitatif Pemodelan 2D bawah permukaan Untuk melakukan penafsiran struktur geologi bawah permukaan,

secara kuantitatif telah dibuat model 2D struktur bawah permukaan berupa penampang dilakukan dengan membuat garis lintasan AB (arah baratlauttenggara) dan garis lintasan CD pada peta kontur anomali Bouger lengkap yang memotong zona lemah (arah baratdaya-timurlaut). Garis lintasan tersebut dipilih berdasarkan penelitian terdahulu yakni penelitian yang

68

dilakukan dengan metode geolistrik, penelitian dengan metode gayaberat dan VLF, serta metode GPR di daerah Porong-Sidoarjo, keseluruhannya menunjukkan bahwa terdapat patahan di daerah penelitian, diduga patahan tersebut berkaitan dengan patahan Watukosek, terletak di sepanjang arah baratdaya-timurlaut (N 50°E dan N 45°E) di sumur eksplorasi BJP-1 Porong-Sidoarjo.

Gambar 4.4 Anomali Bouger lengkap Porong-Sidoarjo beserta titik ukur gayaberat dan pengambilan lintasan arah baratlaut-tenggara Dari lintasan yang dibuat menghasilkan penampang yang diharapkan memberikan gambaran struktur bawah permukaan daerah Porong-Sidoarjo. Pemodelan 2D dilakukan menggunakan program Gmsys dengan asumsi rapatmassa bawah permukaan sebesar 2,67 g/cm3. Dibawah ini tampilan dari

69

hasil pemodelan 2D dengan lintasan AB arah baratlaut-tenggara menggunakan program Gmsys:

Keterangan : Lapisan 1, ρ = 1,98 g/cm3 Lapisan 2, ρ = 2,00 g/cm3 Lapisan 3, ρ = 2,10 g/cm3 Lapisan 4, ρ = 2,5 g/cm3 Lapisan 5, ρ = 2,60 g/cm3 Lapisan 6, ρ = 2,64 g/cm3

Gambar 4.5 Penampang model 2D bawah permukaan pada lintasan AB

Hasil pemodelan dari penampang 2D struktur bawah permukaan pada gambar 4.5 dibuat dengan 6 lapisan yang setiap lapisannya memiliki nilai rapatmassa yang berbeda-beda, semakin dalam semakin besar nilai rapatmasaa batuannya karena batuan penyusun bawah permukaan semakin dalam semakin kompak. Struktur bawah permukaan tersebut besar

70

kedalaman 8 km dan panjang lintasan 78 km. Hasil penampang 2D bawah permukaan pada lintasan AB ini hampir menyerupai bentukan struktur geologi lapisan bawah permukaan daerah penelitian pada peta geologi lembar Malang, Jawa (gambar E.2 pada lampiran E) yakni berbentuk seperti cekungan. Selain itu gambar 4.5 di atas menunjukkan struktur bawah permukaan yang mengalami penurunan dan memperlihatkan bentukan berupa patahan atau lipatan. Hal itu dikarenakan adanya penurunan anomali yang tajam, mulai dari -3 mGal sampai -30 mGal sehingga disitulah diduga terdapat adanya patahan dengan arah baratdayatimurlaut mengikuti arah landai struktur bawah permukaan tersebut. Patahan tersebut berkaitan dengan patahan Watukosek.

Tabel 4.2 Jenis lapisan batuan penyusun dan rapatmassa bawah permukaan untuk penampang model 2D pada lintasan AB

Jenis lapisan berdasarkan Berdasarkan litologi peta lembar Rapatmassa satuan batuan (lampiran F) Malang (Lampiran F) bawah dan struktur lapisan permukaan (gambar E.2 pada lampiran E) peta lembar Malang Kerakal, kerikil, pasir, lempung dan 1,98 g/cm3 lumpur. Jenis batuan gunung api Breksi gunungapi, lava, tuf, breksi 2,00 g/cm3 kuarter atas tufan, aglomerat dan lahar. Tuf pasiran, tuf batu apung, breksi tuf 2,10 g/cm3 Tuf Rabano dan tuf halus. Aluvium

Jenis batuan gunungapi Arjuna-Welirang

Breksi gunungapi, lava, breksi tuf, tuf, aglomerat dan lahar.

2,50 g/cm3

71

Jenis lapisan berdasarkan satuan batuan (lampiran F) dan struktur lapisan (gambar E.2 pada lampiran E) peta lembar Malang Jenis batuan gunungapi kuarter bawah Jenis batuan gunungapi Formasi Jombang.



Berdasarkan litologi peta lembar Rapatmassa Malang (Lampiran F) bawah permukaan

Breksi gunung api, tuf breksi, lava, tuf dan aglomerat. Breksi, batu pasir tuf, batu lempung tufan, lempung, batu gamping dan tuf .

2,60 g/cm3 2,64 g/cm3

Range rapatmassa untuk aluvium berdasarkan lampiran C (gambar C.2) adalah sekitar 1,65 g/cm3 sampai 2,2 g/cm3. Sedangkan lapisan batuan penyusun dari lapisan 2 sampai lapisan 6 pada penampang model 2D bawah permukaan pada lintasan AB, sebagian besar tersusun atas jenis batuan/endapan sedimen, merujuk pada lampiran Telford (lampiran C pada tabel C.1) range rapatmassa batuan sedimen adalah sekitar 1,2 g/cm3 sampai 2,9 g/cm3.

72

Keterangan: Lapisan 1, ρ = 1,90 g/cm3 Lapisan 2, ρ = 2,10 g/cm3 Lapisan 3, ρ = 2,30 g/cm3 Lapisan 4, ρ = 2,45 g/cm3 Lapisan 5, ρ = 2,60 g/cm3 Lapisan 6, ρ = 2,64 g/cm3

Gambar 4.6 Penampang model 2D bawah permukaan pada lintasan CD

Hasil pemodelan dari penampang 2D struktur bawah permukaan pada gambar 4.6 dibagi manjadi 6 lapisan yang setiap lapisannya memiliki nilai rapatmassa yang berbeda-beda, semakin dalam semakin besar nilai rapatmasaa batuannya karena batuan penyusun bawah permukaan semakin dalam semakin kompak. Struktur bawah permukaan tersebut besar kedalaman 8 km dan panjang lintasan 50 km. Serupa dengan hasil penampang model 2D bawah permukaan pada lintasan AB, lintasan CD ini pun memperlihatkan bentukan hampir serupa dengan struktur geologi bawah permukaan di daerah penelitian pada peta geologi lembar Malang, Jawa Timur (gambar E.2 pada lampiran E) berbentuk seperti cekungan. Dari gambar 4.6 di atas terlihat adanya struktur bawah permukaan yang mengalami penurunan dan memperlihatkan bentukan berupa patahan atau lipatan. Hal itu dikarenakan adanya penurunan anomali yang tajam dari sekitar -5 mGal sampai sekitar -27 mGal, sehingga disitulah diduga terdapat adanya patahan, sedangkan arah patahan mengikuti arah landai dari struktur bawah permukaan tersebut. Diduga patahan tersebut masih berkaitan dengan patahan Watukosek.

73

Tabel 4.3 Jenis lapisan batuan penyusun dan rapatmassa bawah permukaan untuk penampang model 2D pada lintasan CD

Jenis lapisan berdasarkan Berdasarkan litologi peta lembar Rapatmassa satuan batuan (lampiran F) Malang (lampiran F) bawah dan struktur lapisan permukaan (gambar E.2 pada lampiran E) peta lembar Malang Kerakal, kerikil, pasir, lempung dan 1,90 g/cm3 lumpur.

Aluvium Jenis batuan kuarter atas Tuf Rabano Jenis batuan Arjuna...


Similar Free PDFs