Kajian Dark Tourism PDF

Title Kajian Dark Tourism
Author A. Dirgantara
Pages 20
File Size 2.7 MB
File Type PDF
Total Downloads 25
Total Views 211

Summary

PK5204 Pariwisata dan Mitigasi Bencana Program Magister Perencanaan Kepariwisataan, Institut Teknologi Bandung, 2013 Kajian Dark Tourism Gempa Bumi Sichuan Ahmad Rimba Dirgantara NIM 95712002 ABSTRAK Studi ini bermaksud untuk mengkaji konsep mengenai dark tourism di daerah pasca bencana, dengan cont...


Description

PK5204 Pariwisata dan Mitigasi Bencana Program Magister Perencanaan Kepariwisataan, Institut Teknologi Bandung, 2013

Kajian Dark Tourism Gempa Bumi Sichuan Ahmad Rimba Dirgantara NIM 95712002 ABSTRAK Studi ini bermaksud untuk mengkaji konsep mengenai dark tourism di daerah pasca bencana, dengan contoh kasus gempa bumi yang melanda provinsi Sichuan di Cina pada tahun 2008. Data-data yang disajikan bersumber dari jurnal-jurnal ilmiah dan penelitian sejenis. Konsep dark tourism yang erat kaitannya dengan tempat kematian dan bencana merupakan salah satu dari alternative tourism dan masih relatif jarang untuk dikaji karena dibeberapa kasus host communuties (penduduk setempat) tidak mengharapkan tempat terjadinya bencana dijadikan sebuah destinasi wisata. Namun demikian, konsep tersebut merupakan cara yang tepat untuk merekonstruksi kembali aspek-aspek yang lumpuh pasca bencana melanda suatu tempat. kata kunci : dark tourism, gempa bumi, sinchuan.

I PENDAHULUAN Gempa bumi adalah bencana alam yang sulit untuk ditebak, dan sebagai sejarah menunjukkan catatan dunia, potensi di salah satu daerah rawan gempa di dunia menyebabkan kerugian bencana (Dewan Seismic Sistem Nasional, 2002). Menurut Djauhari (2011) gempa bumi adalah getaran dalam bumi yang terjadi sebagai akibat dari terlepasnya energi yang terkumpul secara tiba-tiba dalam batuan yang mengalami deformasi. Gempa tunggal dapat membunuh ratusan ribu orang, menyebabkan ratusan miliar dolar dalam kerusakan properti dalam sepersekian menit, mengganggu puluhan ribu bisnis, dan meninggalkan ratusan ribu tunawisma dan tanpa pekerjaan. Bencana terkadang membawa dampak buruk bagi negara dan masyarakat. Namun, bencana yang disikapi dengan konsep pariwisata justru memberikan dampak positif bagi tempat sekitar bencana. Salah satunya bencana gempa bumi yang kiranya dapat memberikan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan. Fenomena tersebut biasa disebut dengan dark tourism atau Thana tourism, dimana kejadian yang terjadi pasca bencana dapat dijadikan daya tarik wisata bagi wisatawan minat khusus. Foley dan Lennon (1996) pertama kali mendefinisikan fenomena mengenai aktivitas pariwisata ini di mana wisatawan berkunjung ke tempat peperangan, pembantaian, pembunuhan atau peristiwa tragis lain disebut dengan “dark tourism”. Sebagian besar berpendapat pariwisata ini menyajikan simbolisme mengenai kematian dan bencana. Konsep dark tourism diambil oleh beberapa ahli disamping karena adanya pasar tersendiri juga karena konsep ini dapat dijadikan alat untuk merekonstruksi kejadian pasca bencana yang terjadi di suatu kawasan. Provinsi Sichuan adalah wilayah bagian dari Cina yang memiliki keanekaragaman daya tarik wisata. Mulai dari bentang alam yang indah hingga konservasi giant panda. Kuil-kuil peninggalan dahulu menjadi daya tarik wisata heritage yang menarik bagi wisatawan untuk berkunjung. Terdapat 11 destinasi daya tarik wisata yang sering dikunjungi wisatawan, yaitu 1) Mountain Qingchang, 2) Giant Buddha, 3) The Dujiangyan irrigation system, 4) The Zigong Dinosaur Museum, 5) Huanglong Scenic and Historic Interest Area, 6) Panda Breeding and Research Center, 7) Jinli Old Street, 8) Wu Hou Temple, 9) Emei Mountain, 10) jiuzhaigou valley scenic and historic interest area, 11) biefeng valley panda centre. Dari 11 destinasi wisata yang ditawarkan pariwisata Sichuan, terdapat satu destinasi wisata baru yang tidak sengaja dibuat pasca bencana gempa bumi yang melanda daerah tersebut. Peristiwa gempa bumi yang terjadi di Provinsi Sichuan pada tahun 2008 bulan Oktober merupakan kejadian gempa bumi yang terbesar yang tercatat selama Negara

1

Cina terbentuk. Gempa berkekuatan 8,0 SR terdeteksi sebagai gempa tektonik yang mengakibatkan beberapa infrastruktur hancur dan membunuh hampir 68.712 orang dan lebih dari 17.921 orang masih hilang dan 374.649 luka-luka di Provinsi Sichuan. Lebih dari 5.335 siswa tewas atau hilang (Baidu Ensiklopedia, 2010). Becana tersebut bukan hal yang pertama kali dialami oleh Sichuan, sejarah mencatat pada bulan Agustus tahun 1933, terjadi gempa bumi yang menyebabkan lebih dari 6.800 kematian, dengan 2.500 orang binasa. Interval pengulangan rata-rata gempa bumi Wenchuan di Provinsi Sichuan diperkirakan berada di kisaran umum dari 2.000 sampai 10.000 tahun oleh Burchfiel et al. (2008). Dampak tersebut juga mempengaruhi dunia pariwisata Sichuan, banyak dari daya tarik unggulan rusak karena hantaman dari gempa bumi. Melumpuhkan sektor yang merupakan sumber pemasukan bagi Provinsi Sichuan. Untuk itu, studi pada paper ini mencoba menjelaskan mengenai dampak dari bencana gempa bumi di Sichuan dengan melihat strategi rekonstruksi pasca bencana dengan konsep dark tourism. II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Alternative tourism Perkembangan pariwisata yang pesat membutuhkan inovasi dalam aktivitasnya. Karena beberapa wisatawan memiliki ketertarikan yang berbeda. Fenomena Dark tourism dalam beberapa tahun terakhir mungkin, sampai batas tertentu merupakan tren di kalangan akademis untuk menyusun bentuk-bentuk khusus pariwisata, atau pembagian jenis pariwisata (Novelli, 2005) sering disebut sebagai Wisata Minat Khusus (McKercher & Chan, 2005). Wisata minat khusus menggunakan konsep niche sebagai counterpoint untuk produk pariwisata massal yang homogen dan berdiferensiasi ' (Stone, 2005:191). 2.2 Dark tourism Foley dan Lennon (1996) pertama kali mendefinisikan fenomena mengenai aktivitas pariwisata ini bahwa berkunjung ke tempat peperangan, pembantaian, pembunuhan atau peristiwa tragis lain disebut dengan “dark tourism”. Sebagian besar berpendapat pariwisata ini menyajikan simbolisme mengenai kematian dan bencana. Di sisi lain, Seaton (1996) membuat satu terminologi baru bernama “Thana tourism”. Yaitu keseluruhan atau sebagian, baik itu nyata atau pun simbolik tentang kematian sebagai pendorong motif untuk berkunjung. Menurut Zhou dan Fan (2008) dark tourism adalah fenomena berkunjung wisatawan ke tempat kematian, bencana, penderitaan, terorisme, atau tragedi serius yang aktual pada suatu tempat dan berbeda dari motif tradisional. Dark tourism memiliki banyak nilai. Melalui pengembangan pariwisata, dark tourism bisa menjadi jendela untuk memberikan pemahaman dan kesadaran akan bencana alam, yang bisa membuat wisatawan 'terkejut'. Sehingga, orang dapat mengenali bencana alam yang menakjubkan dan kekejaman yang merupakan bencana buatan tangan manusia, dan juga untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan untuk mencegah dan menangani bencana. Stone (2006) menulis dalam artikelnya tentang tipologi situs dark tourism dari sudut pandangan supply oriented. Dia menyajikan "Tujuh dark suppliers" dalam rangka membangun kerangka kerja konseptual di mana sedian produk dark tourism beragam dan tersebar di beberapa lokasi. Urutan pemasok yang berbeda bervariasi dari yang paling ringan ke yang paling gelap berdasarkan paradigma pariwisata menurut Miles dalam sepktrum dark tourism. Berikut ini adalah tujuh produk dari dark tourism; 1) Dark Fun Factories adalah produk dari dark tourism yang memfokuskan pertunjukkanya pada tempat dimana peristiwa mengerikan baik fiksi maupun non fiksi dengan daya tarik etnis komersial. Seperti contohnya “Drakula” di Romania. Suasana di benteng abad pertengahan menjadi suguhan pertunjukkan dari tempat tersebut

2

seperti pada kisah dongeng bloodsucking aristocrat “Dracula” (Stone 2006, 153-154.) 2) Dark Exhibitions yaitu menawarkan produk dark tourism yang berhubungan dengan kematian melalui peringatan, pendidikan dan merefleksikan pesan. Meskipun, konservasi ethnis pada tempatnya meliputi beberapa infrastruktur pariwisata dan komersial fokus. Dark exhibitions selalu berlokasi jauh dari tempat kematian atau menakutkan yang sebenarnya. Pada jenis ini dark tourism cenderung bersifat merasakan apa yang terjadi daripada menceritakan apa yang ada disana. Sebagai contoh, “Body Worlds” exhibition di seluruh dunia mempamerkan mayat yang diawetkan melalui teknik plastinasi dengan dalih pendidikan kesehatan, anatomi dan psikologi (Stone 2006, 153.) 3) Dark Dungeons, menyajikan hukum pidana sejarah masa lampau kembali melalui wisata dan tindakan. Dapat menempati pusat-dasar spektrum, memiliki kedua elemen gelap dan terang. Misalnya, Galeri Keadilan di Nottingham, Inggris, dipromosikan sebagai "daya tarik keluarga" pada tahun itu, diciptakan dari bangunan yang awalnya digunakan sebagai penjara dan pengadilan. Hiburan dan pendidikan sebagai produk inti, Galeri Keadilan mengajak pengunjung untuk ikut serta dalam jenis tertentu dari heritage dengan memasarkan jargon "Merasa Takut". (Stone 2006, 154.) 4) Dark Resting Places, pada umumnya tentang situs pemakaman dan berkisar seputar etika sejarah-sentris, conservational dan commemorative ethic. Contohnya adalah pemakaman Père-Lachaise di Paris yang merupakan situs dark resting places paling terkenal, dengan kunjungan hampir dua juta pengunjung setahun. Berdasarkan pada Association of Significant Cemeteries in Europe (ASCE) bahwa kuburan merupakan komponen integral dari warisan budaya. Orang-orang mengunjungi kuburan terutama untuk menghormati dan memperingati orang-orang dicintai tetapi juga untuk berolahraga, bersantai dan mempelajari alam dan sejarah lokal. Sebagai contoh selebriti tur kematian di Hollywood, dan dengan cara ini spektrum menuju Dark Fun Factory. (Stone 2006, 154-155.) 5) Dark Shrines pada umumnya sangat dekat dengan lokasi kematian dan dalam jangka waktu yang singkat kematian terjadi. Kebanyakan dari Dark Shrines tanpa memiliki arti bagi pariwisata dan memiliki infrastruktur pariwisata yang sangat sedikit. Situs ini memiliki sifat temporal dan sebagai mengingat atau menghormati orang yang baru saja meninggal. Media memiliki peran besar dalam menyajikan situs ini. Sebagai contoh gerbang Kensington Palace yang menjadi titik fokus bagi jutaan orang pada saat Diana, Princess of Wales dibunuh pada tahun 1997. Dalam waktu relatif singkat, situs ini dibongkar dan dibangun kembali - dengan infrastruktur pariwisata - di Althorp House. (Stone 2006, 155.) 6) Dark Conflict Sites merupakan sejarah-sentris, yang berhubungan dengan perang dan pada awalnya tidak memiliki tujuan dalam konteks dark tourism. Situs-situs tersebut pada dasarnya berfokus pada pendidikan dan peringatan, meskipun, Dark Conflict Sites sering berideologi politik kuat di latar belakangnya. Dikarenakan perjalanannya dilakukan dengan operator tur, medan perang dan atraksi terkait perang lainnya menjadi lebih komersial. Ada perbedaan dalam cara-cara menampilkan sejarah antara situs pertempuran berdasarkan jarak kronologis: pertempuran yang berada di luar ingatan sering mengambil orientasi yang lebih romantis dan "fun-led" dan, karena itu diklasifikasikan sebagai spektrum dark tourism ringan. (Stone 2006, 155-156.) 7) Dark Camps of Genocide, menempati tepi paling gelap dari spektrum dark tourism. Situs ini merupakan tempat yang memiliki genosida, kekejaman dan bencana sebagai thanatological tema utama. Dark camps of genocide terletak di lokasi sebenarnya dari peristiwa kematian dan memiliki tingkat ideologi politik yang tinggi. Situs seperti Auschwitz-Birkenau, simbol universal yang jahat, menceritakan kisah mengerikan dari penderitaan manusia. (Stone 2006, 157.) Konsep mengenai dark tourism ialah menawarkan sisi pendidikan dan emosional

3

sebagai pengalaman berwisata, juga menyampaikan pesan yang berhubungan dengan kejadian masa lampau (Henderson, 2000; Lennon & Foley, 2000). Beberapa atraksi dan tempat menimbulkan emosi yang negatif seperti rasa takut, horor, sedih, depresi, empati, simpati, dan perasaan untuk balas dendam (Krakover, 2005; Miles, 2002). Menurut Marcel (2004 dalam Stone 2006) Apakah dark tourism “rahasia tersembunyi dari industri pariwisata” atau saluran penting untuk memperingati korban masa lalu dan merenungkan kematian dalam masyarakat kontemporer?. Dark tourism adalah campuran dari berbagai macam layer sejarah dan warisan, pariwisata dan tragedi. Dan juga disebut dengan beberapa nama, dark tourism memiliki sejarah panjang dan masih memprovokasi percakapan tentang masa lalu, etika dan kematian. Dann (1998) membagi dark tourism ke dalam 5 kategori (Lokasi): 1. Tempat-tempat berbahaya (perilous places). 2. Tempat/rumah yang mengerikan (houses of horror). 3. Fields of fatality. 4. Tur tempat-tempat penyiksaan (tours of torments). 5. Hal-hal yang berhubungan dengan kematian yang dikreasikan (themed thanatos). Untuk mempermudah membaca kriteria tentang dark tourism, berikut ini tabel yang menjelaskan mengenai kategorisasi dark tourism-related Divisions of ‘Dark Tourism’

Sub-Divisions

Perilous places: destinasi berbahaya dari masa lalu dan sekarang

• •

towns of horror dangerous destinations

Houses of horror: bangunan menghubungkan dengan kematian dan horor, keduanya direpresentasikan dan aktual

• •

dungeons of death heinous hotels

Fields of fatality: area atau wilayah yang memperingati tentang kematian, ketakutan, ketenaran atau keburukan

• • •

bloody battlegrounds the hell of the Holocaust cemeteries for celebrities

Tours of torment: tur atau kunjungan ke daya tarik yang berhubungan dengan kematian, pembunuhan dan penganiayaan

• •

mayhem and murder the now notorious

Themed thanatos: museum dengan tema kematian dan penderitaan

• •

morbid museums monuments to morality

A categorisation of dark tourism (di adaptasi dari Dann, 1998)

Sedangkan Seaton (1996) membagi Dark Tourism berdasarkan aktivitas, sebagai berikut: •

Perjalanan menyaksikan hukuman mati di depan publik.



Perjalanan melihat situs tempat kematian orang secara individu ataupun secara massal.



Perjalanan ke tempat penawanan/pengasingan (pemakaman, cenotaphs, ruang bawah tanah dan monumen peringatan perang)



Perjalanan untuk melihat bukti-bukti atau simbol – simbol yang mewakili

4

kematian meskipun tidak berhubungan langsung dengan situsnya. •

Perjalanan untuk menyaksikan simulasi-simulasi yang berhubungan dengan kematian.

2.3 Spektrum Dark Tourism Menurut Stone (2006) spektrum dari dark tourism merujuk pada Miles (2002) dimana paradigma tentang “darker lighter tourism” untuk merefleksikan perbedaan paradigma dark tourism ke lebih light dari setiap nuansa yang ada. Sebagai contoh Miles mencoba membandingkan Auschwitz-Birkenau dengan US Holocaust Memorial Museum untuk menunjukkan perbedaan antara dua daya tarik dark tourism. Dalam analisisnya ia menggarisbawahi bahwa perbedaan yang signifikan antara kedua daya tarik tersebut. Situs "The Darkest" biasanya berlokasi ditempat aslinya dan tujuan utamanya tidak untuk menarik pengunjung tetapi dan tidak sengaja diciptakan, situs tentang kematian dan penderitaan direpresentasikan dengan situs (Auschwitz -Birkenau). Interpretasi produk lebih otentik dan sering kali merupakan situs sejarah dengan presentasi yang dibuat mempunyai unsur pendidikan atau conservational. Situs "The Darkest " biasanya memiliki pengaruh politik dan ideologi yang lebih tinggi daripada situs dengan spektrum lighter. Situs “The Darkest” biasanya memiliki infrastruktur pariwisata yang minim. Pembagian spektrum ini dimaksudkan untuk melihat seberapa “dark” konsep dark tourism yang dibuat. Semakin “dark” spektrum yang dimiliki maka daya tarik dark tourism semakin sulit untuk dijangkau oleh wisatawan, biasanya hanya daya tarik dengan spektrum “dark” memiliki perizinan yang sulit karena menyangkut keselamatan nyawa si turis. Berikut ini adalah gambaran tentang spektrum dari dark tourism

5

sumber: (revised from Stone, 2006)

2.4 Motivasi Wisatawan Dark Tourism Motivasi untuk mengunjungi situs dark tourism khususnya 'the darkest' dan paling mengganggu emosional ke situs yang terkait dengan perang dan genosidamencerminkan kombinasi kompleks antara faktor sosiologis dan psikologis (Coles & Timotius, 2004; Sharpley & Stone, 2009). Demikian pula, faktor sosiologis yang mempengaruhi cara di mana peristiwa tersebut disajikan dan diinterpretasikan berbeda di setiap situs dark tourism. "Motivasi (dalam pariwisata) -. Faktor-faktor yang membuat wisatawan ingin membeli produk atau jasa tertentu" (Swarbrooke & Horner 2007, 413). Wisatawan mencari rangsangan emosional, dan mereka ingin membeli "feeling" daripada produk. Sekarang ini, mempersonalisasi pengalaman kualitas yang tidak berwujud, mencari suasana, estetika dan suasana menjadi keinginan wisatawan. Philiph (2012) berpendapat bahwa motivasi untuk mengkonsumsi dark tourism tidak selalu berisi pengalaman tentang kematian. Melainkan, konsekuensi potensial dari pengalaman dark tourism berisikan narasi kematian dan pendidikan, hiburan, peringatan, upacara dan instruksi moral, serta memento mori. Lebih lanjut diidentifikasi 'obligation' sebagai motivasi utama untuk perjalanan ke Taman

6

Perdamaian, sedangkan kewajiban biasanya tidak dianggap sebagai motivasi untuk kenyamanan perjalanan, meskipun kewajiban sosial kadang-kadang dikutip sebagai alasan untuk 'mengunjungi teman dan kerabat' (Larsen, Urry & Axhausen, 2007). Dalam konteks dark tourism walau bagaimana pun, obligation internal yang termasuk tugas pribadi dan rasa obligation muncul salah satu alasan utama untuk bepergian ke lokasi dark tourism, dengan manfaat lebih lanjut pada kedua pengalaman serta manfaat yang diperoleh di dalamnya. Wisatawan dark tourism sering dimotivasi oleh pencarian untuk pengalaman baru atau petualangan untuk mendapatkan pengetahuan dan memahami sesuatu yang tidak diketahui mereka sebelum (Sharpley & Stone, 2009). Moscardo dan Ballantyne ( 2008) mencatat bahwa interpretasi adalah komponen kunci dari pengalaman wisata di tempat-tempat wisata. Sharpley dan Stone (2009) menyatakan bahwa interpretasi bertanggung jawab atas navigasi wisatawan di antara tempat, barang-barang dan sejarah atau heritage kolektif, dan terkait makna yang tertulis. Sharpley dan Stone (2009) dan Frew (2012) mencatat, interpretasi sangat penting untuk sebuah pengalaman wisata, karena tanpa itu, sebuah destinasi seperti ruang kosong tanpa konteks. Sebagai akibat dari kurangnya konteks yang tepat dan menjauhi proses sense making. Interpretasi yang efektif dapat membawa suatu situs destinasi wisata dapat hidup (Sharpley & Stone, 2009) dan beresonansi lebih khusus dengan turis mencari makna yang lebih dalam. Sejalan dengan itu, Sharpley (2009) membahas mengenai dark tourism sebagai sesuatu yang terintegrasi. Yaitu di mana wisatawan berusaha untuk mengintegrasikan diri dengan situs dari dark tourism, baik melalui menyaksikan kekerasan dalam perjalanan untuk mencari bencana atau pembunuhan, atau bepergian untuk melihat kematian. Blackpacking, bagi sebagian orang, erat kaitannya dengan praktik dark tourism yang terintegrasi. Penghentian ini terkait khusus dengan motivasi wisatawan. Dalam sebuah studi tentang motivasi wisatawan dark tourism menyebutkan bahwa, sering tidak terkait secara langsung dengan tempat terjadinya dark touriism, tetapi alasan lain, yaitu keinginan untuk menyaksikan peristiwa kematian (Dann, 1998) atau ingin merasakan mengalami kehidupan "yang lain"(Henderson, 2000). 2.5 Gempa Bumi Djauhari (2011) gempa bumi adalah getaran dalam bumi yang terjadi sebagai akibat dari terlepasnya energi yang terkumpul secara tiba-tiba dalam batuan yang mengalami deformasi. Dan juga dapat didefinisikan sebagai rambatan gelombang pada masa batuan/tanah yang berasal dari hasil pelepasan energi kinetik yang berasal dari dalam bumi. Sumber energi yang dilepaskan dapat berasal dari tumbukan lempeng, letusan gunung berapi, atau longsoran masa batuan/tanah. Hampir seluruh kejadian gempa berkaitan dengan suatu patahan, yaitu satu tahapan deformasi batuan atau aktivitas tektonik, lebih dikenal dengan gempa tektonik. III METODELOGI 3.1 Pendekatan studi Metodelogi dalam paper ini menggunakan metode deskriptif. Dengan sumber data adalah jurnal ilmiah dan penelitian mengenai objek yang sama. Data-data yang telah diperoleh kemudian di analisis dengan tinjauan literatur yang ada. 3.2 Gambaran umum pariwisata sichuan Sichuan telah tumbuh menjadi sumber pari...


Similar Free PDFs