Kepailitan dan Likuidasi Perusahaan serta Penundaan Pembayaran PDF

Title Kepailitan dan Likuidasi Perusahaan serta Penundaan Pembayaran
Author Shellvy Lukito
Pages 55
File Size 645.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 430
Total Views 745

Summary

S TUGAS MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM BISNIS Kepailitan dan Likuidasi Perusahaan serta Penundaan Pembayaran Sub : 1. Kepailitan perusahaan 2. UU kepailitan 3. Hukum Penundaan kewajiban pembayaran hutang likuidasi perusahan Kelas AS 2013 A Kelompok 10 : Riski Saputra (41301060) Shellvy Lukito (41301066) ...


Description

S

TUGAS MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM BISNIS

Kepailitan dan Likuidasi Perusahaan serta Penundaan Pembayaran Sub : 1. Kepailitan perusahaan 2. UU kepailitan 3. Hukum Penundaan kewajiban pembayaran hutang likuidasi perusahan

Kelas AS 2013 A Kelompok 10 : Riski Saputra (41301060) Shellvy Lukito (41301066) Thio Aflanda (41301075)

Daftar Isi Kata Pengantar………..………….…………………………..…………………………..2 BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 4 1.1

Latar belakang ............................................................................................................... 4

1.2

Rumusan Masalah ......................................................................................................... 5

1.3

Tujuan ........................................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 6 2.1

Kepailitan Perusahaan ................................................................................................... 6

2.2

Pengertian dan Syarat-syarat Kepailitan ....................................................................... 6

2.3

Prosedur Kepailitan ....................................................................................................... 7

2.4

Konsekuensi Yuridis dari Kepailitan ............................................................................ 8

2.5

Tentang Kurator ............................................................................................................ 9

BAB III UNDANG-UNDANG KEPAILITAN ............................................................. 11 Undang-Undang nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan Bagian 1,2 &3. ............................... 11

BAB IV HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN HUTANG LIKUIDASI PERUSAHAAN ........................................................................................ 45 4.1

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.................................................................. 45

4.2

Pengertian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang................................................ 46

4.3

Prosedur Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)..................................... 46

4.4

Perbedaan antara Pailit dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).. 48

BAB V LIKUIDASI PERUSAHAAN ......................................................................... 50 5.1

Definisi ........................................................................................................................ 50

5.2

Tahap-Tahap Likuidasi ............................................................................................... 50

BAB VI KESIMPULAN ............................................................................................... 54

2|Aspek Hukum Dalam Bisnis

KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah S.W.T., Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang merupakan tugas mata kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi akhir zaman, Muhammad S.A.W. juga untuk seluruh keluarga dan sahabat beliau, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan sampai hari kiamat. Pada kesempatan ini, tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Ruli margianto,S.H selaku Dosen mata kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis yang telah mengamanahkan tugas ini kepada kami. Kami ucapkan pula terima kasih kepada pihakpihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Kami mengharapkan agar makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca mengenai kepailitan dan likuidasi perusahaan serta penundaan pembayaran. Dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan sehingga penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Depok, 20 Nopember 2014

Penyusun

3|Aspek Hukum Dalam Bisnis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pailit dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai keadaan yang merugi, bangkrut. Sedangkan dalam kamus hukum ekonomi menyebutkan bahwa, liquidation, likuidasi: pembubaran perusahaan diikuti dengan proses penjualan harta perusahaan, penagihan piutang, pelunasan utang, serta penyelesaian sisa harta atau utang antara pemegang saham. Beberapa definisi tentang kepailitan telah di terangkan didalam jurnal Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah yang ditulis oleh Ari Purwadi antara lain: Freed B.G Tumbunan dalam tulisannya yang berjudul Pokok-Pokok Undang-Undang Tentang Kepailitan sebagaimana diubah oleh Perpu No. 1 Tahun 1998 disebutkan bahwa “Kepailitan adalah sita umum yang mencakup seluruh kekayaan debitur untuk kepentingan semua krediturnya. Tujuan kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur oleh kurator kepada semua kreditur dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing”. Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Yang dapat dinyatakan mengalami kepailitan adalah debitur yang sudah dinyatakan tidak mampu membayar utang-utangnya lagi. Pailit dapat dinyatakan atas: a. permohonan debitur sendiri (pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan); b. permohonan satu atau lebih krediturnya (pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan Tahun); c. pailit harus dengan putusan pengadilan (pasal 3 UU Kepailitan); d Pailit bisa atas permintaan kejaksaan untuk kepentingan umum (pasal 2 ayat (2) UU Kepailitan); e. bila debiturnya bank, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia (pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan); f. Bila debiturnya Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjamin, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) (Pasal 2 ayat (4) UU Kepailitan); g. dalam hal debiturnya Perusahaan Asuransi, perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan

4|Aspek Hukum Dalam Bisnis

Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan (Pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan). Sedangkan tujuan pernyataan pailit adalah untuk mendapatkan suatu penyitaan umum atas kekayaan debitur (segala harta benda disita atau dibekukan) untuk kepentingan semua orang yang menghutangkannya (kreditur). Proses terjadinya kepailitan sangatlah perlu diketahui, karena hal ini dapat menentukan keberlanjutan tindakan yang dapat dilakukan pada perseroan yang telah dinyatakan pailit. Salah satu tahap penting dalam proses kepailitan adalah tahap insolvensi. Yaitu suatu perusahaan yang sudah tidak mampu membayar hutang-hutangnya lagi. Pada tahap insolvensi penting artinya karena pada tahap inilah nasib debitur pailit ditentukan. Apakah harta debitur akan habis dibagi-bagi sampai menutup utangnya, ataupun debitur masih dapat bernafas lega dengan diterimanya suatu rencana perdamaian atau rekonstruksi utang. Apabila debitur sudah dinyatakan insolvensi, maka debitur sudah benar-benar pailit, dan hartanya segera akan dibagi-bagi, meskipun hal-hal ini tidak berarti bahwa bisnis dari perusahaan pailit tersebut tidak bisa dilanjutkan. Mengenai hal tersebut diatas maka proses terjadinya kepailitan sangatlah perlu diketahui. Kemudian tindakan selanjutnya adalah mengenai bentuk tanggung jawab yang harus dilakukan oleh Pengurus terhadap perseoroan yang mengalami kepailitan. 1.2

Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses terjadinya kepailitan perusahaan ? 2. Apa saja Undang-Undang yang mengatur tentang kepailitan ? 3. Bagaiman hukum penundaan kewajiban pembayaran hutang likuidasi perusahaan 4. Contoh kasus pailit batavia air dan bagaimana penyelesaiannya? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses terjadinya kepailitan perusahaan. 2. Untuk mengetahui Undang-Undang yang mengatur tentang kepailitan. 3. Untuk mengetahui hukum penundaan kewajiban pembayaran hutang likuidasi perusahaan 4. Untuk memaparkan dan menganalisis kasus pailit yang terjadi pada PT Batavia Air dan penyelesaiannya.

5|Aspek Hukum Dalam Bisnis

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kepailitan Perusahaan Kepailitan perusahaan merupakan suatu fenomena yang sering terjadi disekitar lingkungan kita dan hukum perseroan yang sangat ditakuti, baik oleh pemilik perusahaan atau oleh manajemennya. Karena dengan kepilitan perusahaan, berarti perusahaan tersebut telah gagal dalam berbisnis atau setidaknya telah gagal dalam membayar hutanghutangnya. 2.2 Pengertian dan Syarat-syarat Kepailitan Suatu perusahaan dikatakan pailit atau istilah populernya adalah “bangkrut” manakala perusahaan tersebut tidak sanggup atau tidak mau membayar hutang-hutangnya. Oleh karena itu, daripada pihak kreditur ramai-ramai mengeroyok debitur dan saling berebutan harta debitur tersebut, hukum memandang perlu mengaturnya, sehingga hutang-hutang debitur dapat dibayar secara tertib dan adil. Dengan demikian, yang dimaksud dengan kepailitan adalah suatu sitaan umum yang dijatuhkan oleh pengadilan khusus, dengan permohonan khusus, atas seluruh aset debitur yang mempunyai lebih dari 1 (satu) hutang/kreditur dimana debitur dalam keadaan berhenti membayar hutang-hutangnya, sehingga debitur segera membayar hutanghutangnya tersebut. Agar seorang debitur dapat dinyatakan oleh pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga, maka berbagai persyaratan yuridis harus dipenuhi. Persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut: 1.

Debitur tersebut haruslah mempunyai lebih dari 1 hutang.

2.

Minimal 1 hutang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih.

3.

Permohonan pailit dimintakan oleh pihak yang diberikan kewenangan untuk itu,yaitu pihak-pihak sebagai berikut:

6|Aspek Hukum Dalam Bisnis

4.

Pihak debitur. 5. Pihak kreditur. 6. Pihak jaksa (untuk kepentingan umum). 7. Bank Indonesia, jika debiturnya adalah bank. 8. Bapepam, jika debiturnya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek Lembaga Kliring dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. 9. Menteri Keuangan, jika debiturnya adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang kepentingan publik.

Setelah permohonan pailit dikabulkan oleh hakim, maka segera diangkat pihak-pihak sebagai berikut: 1. Panitia kreditur jika diperlukan. 2. Seorang atau lebih kurator. 3. Seorang hakim pengawas. Kepailitan atas debitur tersebut baru akan berakhir manakala: 1. Setelah adanya perdamaian yang telah dihomologasikan. 2. Setelah insolvensi dan pembagian. 3. Atas saran kurator karena harta debitur tidak ada atau tidak cukup. 4. Dicabutnya kepailitan atas anjuran hakim pengawas. 5. Jika putusa pailit dibatalkan di tingkat kasasi atau peninjauan kembali. 6. Jika seluruh hutang di bayar lunas oleh debitur. 2.3 Prosedur Kepailitan Prosedur untuk kepailitan adalah di pengadilan khusus, yaitu di Pengadilan Niaga dengan tata cara dan prosedur yang khusus pula. Tata cara berperkara dengan prosedur khusus tersebut pada prinsipnya menyimpang dari prosedur hukum acara yang umum. Akan tetapi jika tidak diatur secara khusus dalam hukum acara kepailitan tersebut, maka yang berlaku adalah hukum acara perdata yang umum.

7|Aspek Hukum Dalam Bisnis

Adapun yang merupakan kekhususan dari hukum acara kepailitan dibandingkan dengan hukum acara perdata yang umum adalah sebagai berikut: 1. Di tingkat pertama hanya pengadilan khusus yang berwenang, yaitu Pengadilan Niaga. 2. Adanya hakim-hakim khusus di Pengadilan Niaga. 3. Jangka waktu berperkara yang singkat dan tegas. 4. Prosedur perkara dan pembuktiannya simpel. 5. Tidak mengenal upaya banding, tetapi langsung kasasi dan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. 6. Adanya badan-badan khusus yang berhak mengajukan permohonan pailit untuk perusahaan tertentu. 7. Adanya lembaga hakim pengawas, panitia kreditur dan kurator. 8. Penangguhan hak eksekusi dari pemegang hak jaminan. 2.4

Konsekuensi Yuridis dari Kepailitan

Kepailitan membawa konsekuensi yuridis tertentu, baik terhadap kreditur maupun debitur. Di antara konsekuensi-konsekuensi yuridis tersebut yang terpenting adalah sebagai berikut: 1. Berlaku penangguhan eksekusi selama maksimum 90 hari. 2. Boleh dilakukan kompensasi antara hutang debitur dengan piutang debitur. 3. Kotrak timbal balik boleh dilanjutkan. 4. Demi hukum berlaku sitaan umum atas seluruh harta debitur. 5. Kepailitan berlaku juga terhadap suami/istri. 6. Debitur atau direksi dari debitur kehilangan hak mengurus. 7. Perikatan setelah debitur pailit tidak dapat dibayar. 8. Gugatan hukum haruslah oleh atau terhadap kurator. 9. Semua perkara pengadilan ditangguhkan dan diambil alih oleh kurator. 10. Pelaksanaan putusan hakim dihentikan. 11. Semua penyitaan dibatalkan.

8|Aspek Hukum Dalam Bisnis

12. Putusan pailit dan hakim bersifat serta-merta. 13. Berlaku juga ketentuan pidana bagi debitur. 2.5 Tentang Kurator Korator adalah pihak yang memiliki peran sentral dalam suatu proses kepailitan. Setelah ditunjuk oleh pengadilan maka kuratorlah yang mengurus dan membereskan proses kepailitan sampai akhir. Jadi kurator hanya ada dalam proses kepailitan, sedangkan dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang semacam peran kurator dilaksanakan oleh pihak yang disebut dengan “pengurus” Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Kurator dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Balai Harta Peninggalan. 2. Kurator swasta, yang dapat berupa: 3. Akuntan Publik Apabila para pihak tidak menunjuk kurator, maka Balai Harta Peninggalan bertindak menjadi kurator. Akan tetapi, jika kurator swasta yang dipilih, maka dia tidak boleh mempunyai konflik kepentingan dengan kreditur maupun debitur. Disamping kurator (kurator tetap), terdapat juga apa yang disebut dengan kurator sementara (interim receiver). Kurator sementara ini dapat diangkat (tetapi tidak wajib) dan penunjukkannya dilakukan sebelum putusan pailit dijatuhkan, dengan tujuan agar harta perusahaan yang akan pailit tersebut ada yang mengurusnya dan tidak disalahgunakan oleh pihak debitur. Setelah pailit, tidak diperlukan lagi kurator sementara dan posisinya digantikan oleh kurator tetap. Kurator mempunyai tugas utama untuk membereskan harta pailit sampai tuntas, mulai dari menghitung kewajiban debitur pailit, membuat pengumuman dan pemberitahuanpemberitahuan, menjual aset, dan membagi-bagikannya kepada kreditur yang berhak. Kurator dapat melakukan hampir segala hal yang menyangkut dengan pemberesan perusahaan debitur, dengan atau tanpa persetujuan pihak tertentu. Memang dalam

9|Aspek Hukum Dalam Bisnis

menjalankan tugasnya, pihak kurator adakalanya wajib memperoleh izin dari pihak tertentu, bergantung jenis tugas yang dilakukan oleh kurator, izin atau persetujuan tersebut adalah berupa izin atau persetujuan dari hakim pengawas atau dari majelis hakim ataupun kadang-kadang diperlukan persetujuan dari panitia kreditur. Di antara kewenangan yang penting dari kurator dalam membereskan harta pailit adalah sebagai berikut: 1. mengalihkan harta pailit sebelum pemberesan. 2. menjual barang-barang yang tidak diperlukan dalam melanjutkan usaha. 3. menjual harta pailit dalam pemberesan. 4. meminjam uang dari pihak ketiga. 5. membebankan hak jaminan atas harta pailit. 6. menghadap di muka pengadilan. 7. melanjutkan usaha debitur sebelum insolvensi. 8. melanjutkan usaha debitur setelah insolvensi. Dalam melakukan pemberesan, salah satu pedoman yang harus selalu dipenuhi oleh kurator adalah prinsip menguangkan sedapat mungkin seluruh harta pailit atau yang dikenal dengan sebutan Cash is the King. Karena itu, menagih piutang dan menjual aset debitur adalah di antara tugas-tugas kurator yang sangat penting. Kurator berwenang menjual aset debitur dalam hal-hal sebagai berikut: 1. menjual aset debitur yang hasilnya akan diserahkan kepada pihak yang berwenang. 2. menjual aset untuk menutupi ongkos kepailitan. 3. menjual aset, karena menahan aset tersebut dapat mengakibatkan kerugian. 4. menjual barang jaminan hutang dalam masa penangguhan eksekusi jaminan hutang atau setelah masa penangguhan eksekusi jaminan hutang. 5. menjual aset yang tidak diperlukan untuk kelangsungan usaha.

10 | A s p e k H u k u m D a l a m B i s n i s

BAB III UNDANG UNDANG KEPAILITAN Undang-Undang nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan Bagian 1,2 &3. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1.

Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

2. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. 3. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. 4. Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan. 5. Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang ini. 6. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor. 7. Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum. 8. Hakim Pengawas adalah Hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang. 9. Hari adalah hari kalender dan apabila hari terakhir dari suatu tenggang waktu jatuh pada hari Minggu atau hari libur, berlaku hari berikutnya.

11 | A s p e k H u k u m D a l a m B i s n i s

10. Tenggang waktu adalah jangka waktu yang harus dihitung dengan tidak memasukkan hari mulai berlakunya tenggang waktu tersebut. 11. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi termasuk korporasi yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum dalam likuidasi.

BAB II KEPAILITAN Bagian Kesatu Syarat dan Putusan Pailit Pasal 2 1.

Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum. 3. Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. 4. Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. 5. Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Pasal 3 1.

Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dan/atau diatur dalam Undang-Undang ini, diputuskan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya melipu...


Similar Free PDFs