Konsumsi Energi Listrik, Pertumbuhan Ekonomi dan Penduduk terhadap Emisi Gas Rumah Kaca Pembangkit Listrik di Indonesia PDF

Title Konsumsi Energi Listrik, Pertumbuhan Ekonomi dan Penduduk terhadap Emisi Gas Rumah Kaca Pembangkit Listrik di Indonesia
Author Teuku Bahran Basyiran
Pages 55
File Size 7.1 MB
File Type PDF
Total Downloads 133
Total Views 240

Summary

KONSUMSI ENERGI LISTRIK, PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENDUDUK TERHADAP EMISI GAS RUMAH KACA PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA1 Teuku Bahran Basyiran2 ([email protected]) Penelitian ini meneliti tentang hubungan pengaruh antara emisi gas rumah kaca pembangkit listrik, konsumsi energi listrik, pertumbuh...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Konsumsi Energi Listrik, Pertumbuhan Ekonomi dan Penduduk terhadap Emisi Gas Rumah Kaca Pembangkit Listrik di In... Teuku Bahran Basyiran

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

MODEL KECEPATAN 1-D GELOMBANG P DAN GELOMBANG S DARI DATA HASIL RELOKASI HIPO… Hendri Subakt i, Abraham Arimuko

prosidinghmdsenbafinal.pdf Rat ih Fabrast an Complet e JEKT Feb Wiwin Set yari

KONSUMSI ENERGI LISTRIK, PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENDUDUK TERHADAP EMISI GAS RUMAH KACA PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA1 Teuku Bahran Basyiran2 ([email protected])

Penelitian ini meneliti tentang hubungan pengaruh antara emisi gas rumah kaca pembangkit listrik, konsumsi energi listrik, pertumbuhan ekonomi dan penduduk di Indonesia dengan menggunakan data time series tahun 1971-2011. Model analisis yang digunakan adalah model restricted VAR dan analisis structural VAR. Hasil uji menunjukkan bahwa konsumsi listrik, pertumbuhan ekonomi dan penduduk dapat mempengaruhi perubahan intensitas emisi gas rumah kaca. Dampak pengaruh dari penduduk terhadap emisi gas rumah kaca merupakan yang paling besar. Selain itu juga ditemukan bahwa pertumbuhan ekonomi dan penduduk dapat mempengaruhi besarnya konsumsi listrik, serta penduduk merupakan variabel yang dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Shock konsumsi listrik cenderung tidak berpengaruh terhadap perubahan intensitas emisi gas rumah kaca di beberapa waktu yang akan datang, sedangkan shock pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan pengaruhnya oleh emisi gas rumah kaca dan penduduk dalam jangka pendek dan panjang respectively. Penduduk merupakan kontributor utama dalam mempengaruhi fluktuasi perubahan intensitas emisi gas rumah kaca di masa mendatang. Peneliti menyarankan pihak Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan penggunaan energi listrik utama yang berasal dari sumber terbarukan dan mulai mengurangi penggunaan energi bahan bakar fosil. Lalu tugas besar pemerintah untuk mengurangi jumlah penduduk dan menekan pertumbuhan penduduk serta berupaya meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas tinggi. Kata Kunci: VAR, Structural VAR, Emisi CO₂, Energi Listrik, Pertumbuhan Ekonomi, Penduduk, Renewable Sources, Indonesia

1. Latar Belakang Penelitian Semua bahan bakar fosil akan menghasilkan karbon. Ketika bahan bakar tersebut mengalami pembakaran, karbon lepas ke atmosfir sebagai karbon dioksida (CO₂). Karbon dioksida adalah salah satu jenis emisi gas rumah kaca, yang merupakan kontributor terhadap sesuatu yang dikenal dengan pemanasan global atau lebih tepatnya perubahan iklim (Tietenberg dan Lewis, 2011:151). Emisi gas rumah kaca, khususnya emisi karbon (CO2), dapat mengancam terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Kedua bentuk ancaman ini akan memperburuk lingkungan kehidupan manusia dan membahayakan kesehatan serta memperpendek keberlangsungan kehidupan manusia di dunia. Pemanasan global akan menyebabkan penipisan lapisan atmosfir dan meningkatkan suhu bumi, berdampak pada meningkatnya ketinggian 1

Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi, Universitas Syiah Kuala (published on http://etd.unsyiah.ac.id/index.php?p=show_detail&id=4500, Skripsi, tahun 2014). 2 Alumnus Fakutas Ekonomi, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia dan mahasiswa Master of Economics, University of Tuebingen, Germany (2016).



1

2

permukaan laut karena akan terjadi ekspansi air laut, mencairnya gletser, dan kemungkinan mempercepat mencairnya es abadi di kutub utara maupun di kutub selatan. Kalau dampak tersebut terjadi, maka diprediksi luas daratan di bumi akan berkurang secara perlahan, tenggelamnya pulau dengan daratan yang rendah dan terjadinya banjir besar di seluruh dunia. Selain itu, suhu yang terus meningkat akan menyebabkan panas matahari yang sudah tidak normal bagi kehidupan manusia, sehingga nantinya manusia sulit untuk melakukan aktivitas di luar suatu bangunan. Dampak lain adalah meluasnya kebakaran hutan, terjadi krisis pangan karena kegagalan panen, penyakit tropis semakin berjangkit, spesies hewan dan tumbuhan semakin berkurang karena akan sulit beradaptasi. Oleh karena itu, berbagai dampak tersebut akan mengancam kelangsungan hidup manusia yang layak di masa depan. Secara ekonomi mengancam anggaran pemerintah suatu negara atau daerah akan terus terkuras, yang dapat menyebabkan berbagai rencana pembangunan berkelanjutan akan sulit untuk terlaksana. Terdapat misi nasional dan pihak internasional yang berkerja keras menciptakan green strategy di bidang energi, termasuk bidang energi listrik, yang terangkum dalam Kyoto Protocol. Persetujuan diplomatik ini berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca, khususnya emisi karbon (CO2), yang berpotensi besar mengakibatkan bertambah buruknya pemanasan global atau perubahan iklim. Emisi karbon yang dimaksud merupakan emisi karbon hasil pembakaran energi yang bersumber dari bahan bakar fosil, sehingga didapatkan kesepakatan yang menargetkan negara-negara industri besar untuk dapat mengurangi pemakaian bahan bakar fosil tersebut. Tabel 1. Dominasi Produksi Energi Listrik oleh Input Bahan Bakar Fosil Produksi Listrik (gWh) Tahun Minyak

Batu

Gas

Bara

Alam

Bauran dari Total Produksi Listrik (%)

Jumlah

Minyak

Batu Bara

Gas

Total

Alam Bauran

Total Produksi Listrik

2007

34,597

41,880 18,915

95,392

31.10

37.65 17.00

85.75

111,241

2008

38,024

41,311 21,184 100,519

32.21

35.00 17.95

85.15

118,048

2009

34,941

43,138 28,738 106,817

28.97

35.76 23.82

88.55

120,628

2010

33,781

46,685 32,018 112,484

25.65

35.45 24.31

85.40

131,710

2011

41,846

54,950 32,138 128,934

29.32

38.50 22.52

90.33

142,739

Sumber: Laporan Tahunan dan Statistik PLN 2008-2012 (diolah).

Indonesia termasuk salah satu negara yang menandatangani Kyoto Protocol. Ironisnya, kondisi daur hidup kelistrikan Indonesia sangat bertentangan dengan misi nasional dan

3

internasional tersebut. Ini dibuktikan dengan masih dominannya penggunaan bahan bakar fosil sebagai input energi listrik utama di Indonesia. Tercatat produksi listrik Indonesia tahun 2011 didominasi oleh tiga input berbahan bakar fosil yang prosesnya melalui pembakaran yaitu gas alam, batubara, dan minyak sebesar 90,33 persen (Tabel 1). Sehingga kondisi ini menyebabkan intensitas emisi gas rumah kaca, berwujud emisi karbon (CO2), yang dihasilkan oleh pembangkit listrik di Indonesia cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Cenderung meningkatnya emisi gas rumah kaca ini dibuktikan melalui data serial tahunan yang dipublikasikan oleh Bank Dunia, mulai dari tahun 1971 sampai 2011 (Gambar 1). Seperti yang diketahui bahwa proses produksi energi listrik melalui pembakaran dengan input bahan bakar fosil berimplikasi pada timbulnya emisi gas rumah kaca. Sehingga secara logika sederhana, pertambahan intensitas emisi gas rumah kaca tersebut dikarenakan adanya konsumsi listrik yang didominasi bahan bakar fosil. 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00

CO₂ Emissions (metric tons per capita)

Electricity Consumption (mWh per capita)

Gambar 1. Emisi Karbon (CO2) dan Konsumsi Energi Listrik di Indonesia, 1971-2011 Sumber: Databank World Bank, 2013 (diolah).

Energi juga diketahui merupakan salah satu sumber daya yang paling kritis, tanpa itu kehidupan akan terhenti. Melalui fotosintesis, tumbuh-tumbuhan yang dimakan bergantung pada energi yang dihasilkan oleh matahari. Bahan-bahan material yang digunakan untuk memproduksi barang yang dikonsumsi berasal dari penggalian kerak bumi, setelah itu ditransformasikan menjadi suatu produk melalui pemakaian energi (Tietenberg dan Lewis, 2011:140). Oleh karena itu, energi adalah sesuatu yang sangat fundamental di dalam kehidupan manusia dewasa ini, terutama energi listrik yang menjadi jantung bagi aktivitas rumah tangga, industri, pemerintahan, bisnis, komersial dan berbagai sektor perekonomian lainnya. Menurut data Bank Dunia (2013), konsumsi energi listrik di Indonesia terus meningkat dari tahun 1971 sampai 2011 (Gambar 1). Peningkatan ini tentu menyebabkan eksternalitas

4

negatif terhadap kualitas lingkungan. Seperti diketahui sebelumnya energi listrik yang dikonsumsi tersebut dominan berasal dari bahan bakar fosil, sehingga akan meningkatkan intensitas emisi gas rumah kaca dan memperburuk kualitas lingkungan. Selain itu, ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil ini juga berakibat buruk pada terjadinya defisit anggaran nasional dalam APBN Indonesia, melalui poin subsidi energi. Ini dibuktikan dengan catatan Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Lampiran 1) yang menunjukkan bahwa subsidi energi merupakan akun belanja pemerintah pusat yang paling besar pengeluarannya dalam APBN tahun 2013 yang berjumlah 275 triliun rupiah atau 23,8 persen dari total belanja negara dan persentase subsidi energi ini jika diukur dari total subsidi Indonesia 2013 adalah sebesar 86,8 persen. Lalu juga didapatkan sebanyak 81 triliun rupiah merupakan subsidi sektor listrik atau 25,6 persen dari total subsidi nasional. Peningkatan konsumsi energi listrik ini tidak terlepas dari terus membaiknya pertumbuhan ekonomi dan terus bertambahnya banyaknya jumlah penduduk. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1971 sampai 2011 cenderung mengalami peningkatan (Gambar 2). Ini menandakan bahwa aktivitas ekonomi Indonesia terus bergerak maju. Salah satu yang memperlihatkan hal tersebut adalah bertambahnya perkantoran, pertokoan, perusahaan, industri, pabrik dan lainnya, yang otomatis akan menambah jumlah permintaan terhadap kebutuhan energi listrik nasional. Ataupun hal lain yang memperlihatkan aktivitas ekonomi bergerak maju adalah meningkatnya intensitas atau produktivitas di perkantoran, pertokoan, perusahaan, industri dan pabrik yang terus berkembang, yang selanjutnya berakibat sama yaitu meningkatnya kebutuhan terhadap energi listrik. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi perlu untuk diteliti hubungan pengaruhnya terhadap konsumsi energi listrik nasional, yang mana akan menambah emisi gas rumah kaca. 15,00 10,00 5,00 0,00 -5,00 -10,00 -15,00 GDP Growth (annual %)

Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi (PDB Riil) Indonesia, 1971-2011 Sumber: Databank World Bank, 2013.

5

Faktor lain yang berpengaruh terhadap konsumsi energi listrik dan emisi gas rumah kaca adalah jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk di Indonesia terus menurun jika dilihat dalam Gambar 3. Akan tetapi dibalik penurunan pertumbuhan ini, tren penduduk jika dilihat secara jumlah total (dalam ratusan juta), terus meningkat dari tahun ke tahun (Gambar 3). Sehingga hal ini akan menyebabkan bertambahnya konsumsi energi listrik di Indonesia, ditandai dengan munculnya keluarga baru, berdirinya rumah-rumah baru, otomatis kebutuhan terhadap energi listrik pun terus meningkat. Tugas besar pemerintah Indonesia sebagai penyedia tunggal jasa listrik untuk meningkatkan produksi listrik sehingga dapat mengimbangi permintaan konsumsi listrik nasional. Sehingga, jumlah penduduk adalah salah satu variabel yang mempengaruhi besarnya konsumsi energi listrik dan emisi gas rumah kaca. 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00

Population Growth (%)

Total Population (in hundred millions)

Gambar 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk di Indonesia, 1971-2011 Sumber: Databank World Bank, 2013.

Secara teori dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara positif terhadap besarnya konsumsi energi listrik. Selanjutnya, besarnya konsumsi energi listrik ini juga berpengaruh terhadap perubahan intensitas emisi gas rumah kaca. Jadi, jumlah penduduk dan/atau pertumbuhan ekonomi yang meningkat akan menyebabkan konsumsi energi listrik bertambah, dampak selanjutnya akan mengakibatkan intensitas emisi gas rumah kaca meningkat pula. Hal ini juga telah dipaparkan dalam beberapa penelitian sebelumnya, di antaranya oleh Lean dan Smyth (2009) yang menjelaskan bahwa satu persen kenaikan pada konsumsi listrik per kapita dapat mempengaruhi peningkatan emisi karbon (CO₂) per kapita. Selanjutnya Idris (2012) yang menyimpulkan tentang adanya pengaruh secara negatif antara pertumbuhan

6

ekonomi dengan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup di Indonesia, yang terbukti mengikuti hipotesis kurva U (environmental Kuznets curve). Zhu dan Peng (2012) dalam penelitiannya juga mendapatkan hasil bahwa perubahan pada tingkat konsumsi dan struktur populasi penduduk merupakan faktor pengaruh utama terhadap jumlah intensitas emisi karbon. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat terjadi atau tidaknya fenomenafenomena tersebut di Indonesia, dengan menganalisis pengaruh dari konsumsi energi listrik, pertumbuhan ekonomi dan penduduk terhadap perubahan intensitas emisi gas rumah kaca.

2. Kerangka Pemikiran Gambar 4 memperlihatkan bahwa emisi gas rumah kaca, konsumsi energi listrik, pertumbuhan ekonomi dan penduduk memiliki hubungan pengaruh tertentu (restriksi). Konsumsi listrik dapat mempengaruhi perubahan intensitas gas rumah kaca, dengan hubungan pengaruh yang positif. Demikian pula pertumbuhan ekonomi yang juga dapat mempengaruhi emisi gas rumah kaca secara positif. Hal yang sama juga terjadi antara penduduk dengan emisi gas rumah kaca, di mana perubahan pada penduduk dapat mempengaruhi perubahan pada intensitas gas rumah kaca secara positif. Hubungan pengaruh lainnya yang juga terdapat dalam Gambar 4 adalah hubungan pengaruh konsumsi energi listrik terhadap pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya secara positif. Ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan pengaruh dua arah (bi-directional) antara konsumsi listrik dengan pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya juga ditemukan bahwa pertumbuhan ekonomi dan penduduk juga memiliki hubungan pengaruh bi-directional, walaupun pengaruh dari pertumbuhan ekonomi terhadap penduduk terjadi secara tidak langsung. Jadi, perubahan intensitas emisi gas rumah kaca di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi dari konsumsi energi listrik. Selanjutnya, besar konsumsi energi listrik ini juga dipengaruhi oleh perubahan pada pertumbuhan ekonomi dan penduduk. Sehingga dapat disimpulkan pertumbuhan ekonomi, penduduk dan konsumsi energi listrik memiliki pengaruh terhadap emisi gas rumah kaca. Pada akhirnya secara umum, emisi gas rumah kaca merupakan subjektif yang mempengaruhi tingkat kualitas lingkungan dan kondisi perekonomian nasional. Pengaruhnya terhadap kualitas lingkungan diperlihatkan oleh berbagai dampak dari pemanasan global dan perubahan iklim. Sedangkan pengaruh emisi gas rumah kaca terhadap kondisi perekonomian nasional terlihat dari terkurasnya alokasi anggaran belanja pemerintah untuk pembelian input bahan bakar fosil, serta biaya penanganan problema kerusakan lingkungan,

7

krisis pangan karena kegagalan panen, bencana alam dan kerugian ekonomi lainnya yang diakibatkan dari pemanasan global.

Emisi CO₂

Kondisi Perekonomian Nasional

Kualitas Lingkungan

Pengaruh Langsung Pengaruh Tidak Langsung

Konsumsi Energi Listrik Pertumbuhan Ekonomi

Penduduk

Gambar 4. Kerangka Pemikiran

3. Penelitian Sebelumnya Penelitian seperti ini pernah dilakukan sebelumnya oleh Lean dan Smyth (2009) yang berjudul “CO2 Emissions, Electricity Consumption and Output in Asean”. Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan metode panel of dynamic ordinary least squares (DOLS) long-run estimates. Hasil penelitian mendapatkan kesimpulan bahwa satu persen kenaikan pada konsumsi listrik per kapita dapat mempengaruhi meningkatnya emisi karbon (CO₂) per kapita dan elastisitas emisi karbon (CO₂) per kapita yang berhubungan dengan PDB riil per kapita dalam jangka panjang. Hasil ini memperlihatkan kesinambungannya dengan hipotesis kurva lingkungan Kuznets (environmental Kuznets curve), yang menjelaskan kenaikan emisi karbon yang disebabkan oleh kenaikan pendapatan. Selain itu, penelitian ini terinspirasi dari penelitian yang dilakukan oleh Mallia dan Lewis (2012) dalam artikelnya yang menjelaskan tentang besarnya pengaruh energi listrik yang dihasilkan oleh pembangkit berbahan bakar fosil seperti batubara dan natural gas terhadap daur hidup emisi gas rumah kaca. Sumbangan emisi dari kedua sumber tersebut sebesar 86

8

persen dari total daur hidup emisi gas rumah kaca di Provinsi Ontario, Kanada. Penelitian dilakukan melalui analisis data dengan literatur life cycle assessment. Pao dan Tsai (2011) melalui artikelnya yang mengambil studi kasus di Brazil, membuktikan bahwa konsumsi energi dan pertumbuhan ekonomi (PDB riil) mempengaruhi perubahan emisi gas rumah kaca. Selanjutnya didapatkan bahwa pengaruh dari konsumsi energi terhadap emisi karbon lebih besar dibandingkan pengaruh dari pertumbuhan ekonomi. Metode yang digunakan mereka adalah unit root test, Johansen’s co-integration test dan VAR causality test. Selain menggunakan studi kasus di Brazil, mereka juga telah membuat jurnal di tahun sebelumnya dengan studi kasus panel yaitu BRIC (Brazil-Russia-India-China) Countries. Artikel yang menggunakan model analisis structural VAR dan berstudi kasus di China, yakni penelitian Xiangyang dan Guiqui (2011) mendapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh dari pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi China (salah satu bentuk pertambahan penduduk di China) dapat mempengaruhi emisi gas rumah kaca. Pengaruh urbanisasi terhadap emisi gas rumah kaca lebih besar dampaknya dibandingkan pengaruh dari pertumbuhan ekonomi, di mana kontribusi pengaruh urbanisasi adalah sebesar 18 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi hanya berdampak 1,53 persen terhadap perubahan emisi gas rumah kaca. Dalam artikel yang disusun oleh Idris (2012) telah menyimpulkan tentang analisis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan indeks kualitas lingkungan hidup, yang dilakukan pada semua indeks meliputi hubungan pertumbuhan ekonomi dengan indeks kualitas air, indeks kualitas udara, indeks tutupan hutan dan indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) di Indonesia. Salah satu hasil penelitian, yang sesuai dengan penulisan ini, adalah terdapat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan indeks kualitas lingkungan hidup di Indonesia, yang terbukti mengikuti hipotesis kurva U (bukan U terbalik). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi akan diikuti oleh penurunan indeks kualitas lingkungan hidup sampai batas tertentu. Sedangkan dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Yao (2013) mendapatkan hasil bahwa PDB per kapita dan intensitas karbon, jumlah populasi, tingkat urbanisasi dan struktur ekonomi merupakan faktor-faktor penting dalam meningkatkan emisi karbon, dengan besar persentase perubahan yang sama yaitu sekitar 1,0181 dan 1,0019 persen. Jumlah populasi dan tingkat urbanisasi yang meningkat masing-masing sebesar 1 persen, berturut-turut akan menghasilkan perubahan emisi karbon sebesar 0,5285 dan 0,3449 persen. Dalam penelitian lain, yang terlampir dalam artikel Tang dan Tan (2012) yang berstudi kasus di Malaysia, mendapatkan hasil penelitian yang mengindikasikan bahwa terdapat

9

kointegrasi antara konsumsi listrik dan determinannya, salah satunya pertumbuhan ekonomi. Berbagai hasil empiris juga menunjukkan bahwa pendapatan dapat mempengaruhi konsumsi listrik secara postiitif. Penelitian ini berujung pada kesimpulan bahwa terdapat hubungan kausalitas bi-directional antara konsumsi listrik dengan pertumbuhan ekonomi di dalam jangka pendek dan jangka panjang. Serta peneliti menyarankan ...


Similar Free PDFs