Laporan Pendahuluan Cuka Apel PDF

Title Laporan Pendahuluan Cuka Apel
Author Yessy Dwi Yulianti
Course Praktikum Bioproses
Institution Universitas Sriwijaya
Pages 18
File Size 182.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 105
Total Views 656

Summary

Download Laporan Pendahuluan Cuka Apel PDF


Description

Nama

: Yessy Dwi Yulianti

NIM

: 03031381722091

Shift / Kelompok : Rabu Siang (13.00-16.00)WIB/III BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Pada era globalisasi, apel menjadi salah satu buah yang banyak

dikonsumsi oleh masyarakat luas. Produk pangan fungsional yang dikembangkan oleh beberapa industri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk kesehatan contohnya yaitu cuka buah. Asam cuka yang terbuat dari buah-buahan dapat dimanfaatkan sebagai pengawet, dikarenakan dalam cuka buah terdapat kandungan asam asetat yang bersifat sebagai anti mikroorganisme. Cuka dapat terbuat dari jenis-jenis buah seperti anggur, pisang, apel, dan buah lainnya yang mengandung gula atau alkohol. Apel sebagai salah satu produk hasil pertanian tersedia sepanjang tahun dan dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan asam asetat dengan fermentasi. Upaya pemanfaatan buah apel menjadi cuka apel yaitu karena buah apel mempunyai masa simpan singkat dan cocok untuk dikonsumsi dalam kondisi yang segar. Hal ini memberi peluang apel untuk diolah menjadi cuka apel dengan tujuan untuk diversifikasi produk olahan dari buah apel yang dapat mempertahankan kandungan fenolik yang bermanfaat sebagai zat antioksidan. Pentingnya dalam menjaga kesehatan tubuh dari obat-obat kimia menjadikan masyarakat kini beralih mengkonsumsi obat herbal, hal ini menjadikan produk cuka apel layak dikonsumsi. Proses pembuatan cuka apel memberikan suatu peranan penting terhadap kualitas cuka apel yang dihasilkan. Hal tersebut termasuk durabilitas, reliabilitas, kemudahan pengoperasian dalam proses fermentasi, preparasi produk, dan atribut produk lainnya. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat kita ketahui bahwa kualitas produk cuka apel sangat penting, karena terdapat fungsi dan kemudahan dalam mempertahankan produk. Upaya untuk mengatasi hasil produk cuka apel yang memenuhi kriteria mutu yaitu dengan melakukan fermentasi menggunakan starter berupa mikroba. Penggunaan mikroorganisme tersebut berperan untuk

1

mengubah glukosa menjadi alkohol, yang kemudian akan diubah menjadi asam asetat. Maka dari itu, diperlukan percobaan pembuatan cuka apel untuk mengetahui pengaruh fermentasi dan mikroorganisme terhadap kualitas cuka apel yang akan dihasilkan. 1.2.

Rumusan Masalah

1.

Bagaimana pengaruh proses perebusan pada pembuatan cuka apel?

2.

Bagaimana pengaruh pemberian ragi pada proses pembuatan cuka apel?

3.

Bagaimana pengaruh waktu fermentasi terhadap proses pembuatan cuka apel?

1.3. 1.

Tujuan Untuk mengetahui pengaruh proses perebusan pada pembuatan cuka apel.

2.

Untuk mengetahui pengaruh pemberian ragi pada proses pembuatan cuka apel.

3.

Untuk mengetahui pengaruh waktu fermentasi terhadap proses

pembuatan cuka apel. 1.4. 1.

Manfaat Dapat mengetahui pengaruh proses perebusan pada pembuatan cuka apel.

2.

Dapat mengetahui pengaruh pemberian ragi pada proses pembuatan cuka apel.

3.

Dapat mengetahui pengaruh waktu fermentasi terhadap pembuatan cuka apel.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Mikroorganisme yang Berperan dalam Fermentasi Cuka Menurut Nurhayati dkk. (2018) yang menyatakan bahwa pembuatan cuka

apel cukup sederhana, yakni gula dari ekstrak apel diubah oleh ragi menjadi alkohol

dan

diteruskan

dengan

penggunaan

Acetobacter

aceti

hingga

menghasilkan cuka apel. Pembentukan asam asetat dihasilkan dari oksidasi alkohol oleh bakteri asam cuka dengan adanya oksigen dari udara. Jumlah bakteri asetat yang terdapat dalam sari buah yang difermentasikan biasanya kecil dan dari jenis bakteri yang tidak lagi aktif. Starter yang cocok harus ditambahkan untuk menyediakan jenis bakteri yang diperlukan dan pengaturan kondisi lingkungan yang memadai untuk pertumbuhan. Cara yang dapat digunakan untuk mencegah pertumbuhan organisme yang tidak dikehendaki adalah dengan menambahkan cuka dengan konsentrasi tinggi yang belum dipasteurisasikan kedalam sari buah yang diperoleh. Menurut Desrosier (1988) yang menyatakan bahwa cara lain yang dapat dilakukan yaitu dengan cara menginokulasikan cuka yang penuh dengan bakteri asam cuka pada sari buah yang beralkohol. Kecepatan perubahan alkohol menjadi asam asetat tergantung pada aktivitas organisme, jumlah alkohol yang ada, suhu dan luas area permukaan per satuan volume. Cuka apel yang memiliki sifat keras mengandung alkohol sekitar 6-8% dapat menyebabkan fermentasi asam asetat terjadi sangat cepat. Menurut Januaresti (2015), yang menyatakan bahwa pada interaksi lama fermentasi dan konsentrasi inokulum Acetobacter aceti berpengaruh terhadap kadar asam asetat vinegar murbei. Penambahan suatu inokulum Acetobacter aceti dengan konsentrasi yang semakin tinggi, maka akan semakin banyak pula asam

asetat yang dihasilkan. Fermentasi asam asetat berlangsung secara aerob yaitu dengan bantuan bakteri asam asetat yaitu Acetobacter aceti dan menghasilkan asam asetat. Substrat alkohol dalam proses fermentasi akan dirombak menjadi asam asetat pada kondisi lingkungan diberi cukup oksigen. Proses oksidasi alkohol tersebut dapat terhambat jika kandungan sekitar 14-15%. Kandungan alkohol yang tinggi dapat menghambat metabolisme bakteri asam asetat Acetobacter aceti (Frazier dan Westhoff, 1988). Menurut Dinata (2011) yang menyatakan bahwa bakteri Acetobacter aceti berbentuk batang yaitu 0,5-1,5 µm, berbentuk sel tunggal, berpasangan atau berantai. Sel ini juga bersifat obligat aerob, katalase positif, mengoksidasi etanol menjadi asam asetat dan asam laktat serta CO2 dan H2O. tumbuh dengan optimum pada suhu antara 25-30oC. Acetobacter aceti secara alami terdapat pada buah, sake, palm wine, cider, beer, batang tebu, tanah, dan jamur pada teh. Acetobacter aceti merupakan bakteri gram negatif yang bergerak dengan Peritrichous flagella. Menurut Maceda dan Palo (1987), yang menyatakan bahwa peningkatan nilai total asam terjadi akibat adanya produksi asam organik selama fermentasi. Selama

proses

fermentasi,

Saccharomyces

cerevisiae

akan

melakukan

metabolisme terhadap sukrosa dan menghasilkan sejumlah asam-asam organik yaitu seperti asam asetat, asam glukonat dan juga asam glukoronat. Prinsip pembuatan vinegar yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat. Proses pertama melibatkan aktivitas Saccharomyces cereviceae yang mengubah gulagula sederhana menjadi alkohol dalam kondisi anaerob fakultatif pada pH 3,5-6,0 dan suhu efisien pada 25-30°C. Proses kedua yaitu melibatkan suatu aktivitas bakteri Acetobacter aceti yang dapat mengubah kandungan alkohol dengan kadar tertentu menjadi sejumlah asam asetat dalam kondisi aerob, pada suhu 15-34°C dan pada pH 3-4 (Zubaidah, 2010). Menurut Januaresti (2015), yang menyatakan bahwa temperatur optimal untuk yeast adalah 25-30°C dan temperatur maksimalnya 35-47°C. Pengkondisian pada suhu dilakukan dengan menggunakan inkubator, hal tersebut dilakukan agar suhu dapat terkontrol dengan baik. Produk akhir dari proses fermentasi tergantung pada konsentrasi inokulum. Inokulum yang ditambahkan kedalam sari buah yang

akan difermentasi yaitu berkisar antara 3-10%. Jumlah konsentrasi inokulum yang digunakan dalam medium cair pada proses pembuatan cuka adalah 5-15%. Menurut Andriani dkk. (2015) yang menyatakan fermentasi melibatkan pemecahan karbohidrat terlebih dahulu menjadi glukosa lalu kemudian glukosa tersebut dipecah lagi menjadi alkohol. Proses fermentasi yang akan terus berlanjut menyebabkan terbentuknya asam asetat karena adanya bakteri Acetobacter aceti yang sering terdapat pada jenis ragi tape. Menurut Unika (2015), yang menyatakan bahwa ragi untuk tape merupakan populasi campuran yang terdiri dari Aspergillus sp, Saccharomyces sp, candida, dan hasnula. Bakteri-bakteri yang dapat digunakan untuk pembuatan asam cuka seperti Acetobacter aceti, Acetobactor pasteurianus dan Gluconobacter oxydans. Menurut Buckle dkk. (1987) yang menyatakan bahwa dalam fermentasi pada tahapan awal mikroorganisme yang digunakan yaitu khamir. Khamir dapat merombak komponen gula menjadi alkohol dan karbondioksida. Lama proses fermentasi tergantung pada jenis khamir, kadar gula awal dan kadar alkohol akhir yang diinginkan. Kadar alkohol dapat mempengaruhi jalannya proses selanjutnya yaitu fermentasi asam asetat. Menurut Pelczar dkk. (1993) yang menyatakan bahwa mikroba yang umumnya dapat digunakan dalam suatu industri fermentasi tergolong dalam jenis bakteri dan fungi tingkat rendah yaitu kapang dan khamir. Bakteri asam asetat pada proses pembuatan cuka apel akan mendominasi serta akan tumbuh dan bereproduksi mengubah alkohol menjadi asam asetat. 2.2.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Cuka Apel Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi pada pembuatan cuka apel

yakni nutrisi untuk mempercepat pertumbuhan dan perkembangan khamir. Sari buah yang diekstrak dari buah-buahan perlu dipekatkan terlebih dahulu atau diberi penambahan gula berupa sukrosa sampai kandungan gulanya mencapai 10-25%. Konsentrasi alkohol awal yang digunakan sekitar 10-13% (Nurismanto dkk, 2014).

Menurut Arbianto (1974) yang menyatakan bahwa sejumlah populasi pada mikroflora akan berkurang dalam suatu fermentasi apabila sumber nutrisinya juga berkurang pada substrat fermentasi. Menurut Ayres dkk. (1980) yang menyatakan bahwa proses fermentasi tetap berlangsung selama unsur-unsur nutrisi masih ada serta faktor lingkungan yang baik. Fermentasi akan terhenti apabila gula sebagai sumber nutrisi sudah tidak tersedia dan faktor lingkungan yang tidak sesuai lagi. Menurut Januaresti (2015) yang menyatakan bahwa senyawa asam asetat mencapai puncaknya setelah 5-6 hari kemudian akan mengalami suatu penurunan. Menurut Hardoyo dkk. (2007), yang menyatakan bahwa waktu optimum pada proses asetifikasi yaitu sebelas hari, yaitu mengalami peningkatan kadar asam asetat pada hari pertama sampai hari ke sebelas dengan kadar asam asetat 6%. Kadar asam asetat akan mengalami penurunan dihari ke dua belas. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor seperti konsentrasi inokulum yang ditambahkan, bahan baku yang digunakan, dan juga suhu fermentasi. Konsentrasi inokulum Acetobacter aceti juga penting terhadap berlangsungnya proses asetifikasi. Menurut Hardoko dkk. (2019) yang menyatakan bahwa pH merupakan derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan suatu tingkat keasaman atau kebasaan yang terdapat pada suatu larutan. Derajat keasaman merupakan faktor penting pada fermentasi karena dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan pembentukan produk pada saat fermentasi. Menurut Nurismanto dkk. (2014) yang menyatakan bahwa semakin lama waktu fermentasi maka nilai pH semakin rendah atau derajat keasaman yang makin meningkat. Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses fermentasi maka semakin banyak pula asam asetat yang terbentuk sehingga menurunkan nilai pH. Kondisi

suhu

penyimpanan

apel

sebelum

difermentasi

sangat

berpengaruh dalam pembuatan cuka apel. Apel dengan penyimpanan pada suhu yang sesuai akan memberikan hasil optimal. Pada tahap fermentasi faktor waktu proses fermentasi sering diabaikan sehingga tidak menghasilkan cuka dengan kualitas maksimum. Menurut Ma’sum (2006) yang menyatakan bahwa

penyimpanan dalam lemari es pendingin lebih baik daripada tempat terbuka pada suhu kamar. Hal ini disebabkan karena pada suhu kamar mikroba dapat dengan mudah merusak buah yang akan difermentasi sehingga kondisi apel menjadi kurang baik. Apel yang disimpan dalam lemari pendingin akan terjaga kondisinya karena mikroba sulit merusak buah pada suhu yang rendah, sehingga kondisi buah akan tetap terjaga dengan baik. Menurut Rachmawati dkk. (2019) yang menyatakan bahwa peningkatan kadar asam cuka pada penambahan inokulum Acetobacter aceti disebabkan karena jumlah Acetobacter aceti yang merombak etanol menjadi asam asetat yang lebih banyak. Kadar alkohol sebelum proses fermentasi dengan Acetobacter aceti juga mempengaruhi kadar asam cuka. Pengaruh penurunan kadar asam cuka pada variasi waktu fermentasi dapat disebabkan oleh faktor aktivitas bakteri merombak alkohol menjadi asam cuka dan jumlah substrat yang yang dibutuhkan. Penurunan kadar alkohol fermentasi disebabkan inokulum Acetobacter aceti menggunakan alkohol sebagai suatu sumber energi untuk menghasilkan asam asetat serta CO 2. Hal ini mengakibatkan kadar alkohol pada proses fermentasi akan semakin sedikit seiring dengan bertambahnya konsentrasi inokulum dan juga waktu pada fermentasi. Menurut Gorie (2009) yang menyatakan bahwa konsentrasi alkohol dalam substrat sangat mempengaruhi fermentasi asam cuka. Konsentrasi alkohol yang paling baik yaitu berkisar antara 11-13%, konsentrasi alkohol yang mencapai 14% atau lebih, maka produksi asam asetat tidak berlangsung secara sempurna. Kadar konsentrasi alkohol yang terlalu rendah akan menghasilkan cuka yang bermutu kurang baik. Konsentrasi alkohol sebesar 1-2% akan menyebabkan teroksidasinya ester dan asam asetat sehingga akan menghilangkan aroma yang khas dari cuka.

Fermentasi cuka yang berlangsung dengan baik, yaitu

konsentrasi pada etanol yang dioksidasi menjadi asam asetat adalah sekitar 9598% dan sisanya hilang dalam bentuk gas. Konsentrasi gula dibutuhkan 16-18% untuk menghasilkan konsentrasi alkohol yang baik bagi produksi asam cuka. Konsentrasi tersebut adalah konsentrasi yang baik untuk mendapatkan alkohol yang optimum bagi pembuatan asam cuka.

Bakteri yang digunakan dalam fermentasi dapat mempengaruhi produksi asam cuka, oleh karena itu perlu dilakukan seleksi untuk mendapatkan bakteri asam asetat yang berkualitas baik. Bakteri yang digunakan harus memiliki kemampuan cukup tinggi dalam memproduksi asam asetat, toleran terhadap konsentrasi asam asetat, toleran terhadap substansi etanol dan stabil dalam kondisi fermentasi. Proses oksidasi etanol menjadi asam asetat sangat tergantung pada oksigen, yang dapat berfungsi sebagai akseptor hidrogen dalam proses fermentasi cuka apel. Menurut Daulay dan Rahman (1982) yang menyatakan bahwa perbedaan substrat fermentasi yang digunakan dapat mempengaruhi komposisi cuka sehingga menghasilkan cuka yang berbeda dan spesifik. Kualitas cuka sangat tergantung pula pada kualitas substratnya. Substansi yang digunakan harus mengandung paling sedikit 8% gula atau lebih, air serta nutrien untuk pertumbuhan bakteri asam asetat. Menurut Presscott dan Dunn (1959) yang menyatakan bahwa temperatur lingkungan dapat mempengaruhi produksi asam asetat. Pertumbuhan bakteri asam asetat yang sangat sedikit berlangsung pada suhu inkubasi 12-15°C. Pertumbuhan bakteri yang cepat dan produksi asam asetat yang optimum berlangsung pada suhu 15-34°C. Menurut Maceda dan Palo (1987) yang menyatakan bahwa produksi asam asetat akan menurun pada suhu sekitar 35°C dan pada suhu 40°C pertumbuhan bakteri asam asetat terhambat dan hanya sejumlah kecil asam asetat yang terbentuk. 2.3.

Karakteristik Kualitas Cuka Apel yang Baik Menurut Adnyani (2019) yang menyatakan bahwa kriteria yang perlu

dipenuhi dalam sebuah cuka apel ialah harus berwarna keruh kecoklatan, hal ini menunjukkan cuka apel terbuat dari apel yang matang dari pohon. Kematangan apel ini sangat berpengaruh terhadap manfaat dan kekhasiatan dari cuka apel itu sendiri. Cuka apel yang berwarna bening, hal ini menunjukkan kandungan apel sebagai bahan bakunya hanya sedikit dan manfaatnya pun bisa dibilang hampir tidak ada. Kriteria lainnya ialah cuka apel harus memiliki aroma khas apel dan berbau seperti tape. Proses fermentasi berjalan secara alami, yaitu kurang lebih

35 hari. Cuka apel yang memiliki aroma busuk atau aroma apelnya kurang terasa, hal itu menandakan bahwa proses fermentasi pada cuka apel yang berlangsung kurang sempurna. Kriteria lainnya adalah bersifat pekat dan tidak bisa diminum langsung. Cara meminum cuka apel dengan cara harus diencerkan dulu dengan air matang. Cuka apel yang siap saji boleh dikonsumsi, namun akan terdapat perbedaan pada manfaatnya dengan cuka apel memiliki kemurnian yang tinggi. Kriteria lainnya dari cuka apel ialah cuka apel harus memiliki suatu endapan mother di bagian bawah dari botol. Endapan ini harus ada di cuka apel, karena endapan ini merupakan biang cuka apel. Endapan ini banyak mengandung unsur yang sangat bermanfaat untuk berbagai penyakit, jika endapan ini tidak ada, maka cuka apel ini belum termasuk cuka apel yang berkualitas baik. Mother atau inang cuka bisa juga disebut bakteri probiotik adalah gumpalan yang dihasilkan dari suatu proses fermentasi cuka apel. Mother mengandung suatu enzim dan protein yang sangat bagus untuk kesehatan. Mother ini bewarna putih dan akan membentuk suatu lapisan-lapisan, hal ini yang menandakan adanya konversi alkohol menjadi suatu vinegar (Gorie, 2009). Menurut Ma’sum (2006) yang menyatakan bahwa kualitas cuka apel yang direkomendasikan untuk kesehatan ialah cuka apel yang terbuat dari seluruh bagian apel yang terdiri dari kulit dan daging buah, memiliki bau yang tajam seperti khas cuka apel yang berfungsi untuk merangsang enzim pencernaan. Pemilihan cuka apel sangat penting karena tidak semua cuka apel dapat dikonsumsi dengan rekomendasi kesehatan. Cuka apel ada yang diproduksi dari kulitnya saja atau dari limbah pabrik cocktail yang kemudian diolah menjadi produk dari cuka apel. 2.4.

Kandungan Kimia Buah Apel Buah apel mengandung karbohidrat dalam jumlah yang cukup. Buah apel

banyak mengandung mineral yang berguna bagi kesehatan manusia. Kandungan protein dan lemak relatif sedikit dan komponen terbesar dalam buah apel adalah air. Menurut Susanto dan Saneto (1994) yang menyatakan bahwa dari segi komposisi kimianya, buah apel mempunyai nilai kandungan gizi yang tinggi.

Buah apel juga mengandung karoten yang memiliki aktivitas sebagai vitamin A dan antioksidan yang berguna menangkal serangan radikal bebas penyebab penyakit degeneratif. Apel mengandung banyak vitamin C dan B, selain itu apel juga sering menjadi pilihan bagi orang yang melakukan diet sebagai makanan substitusi karena kandungan gizinya. Buah apel yang biasanya dikonsumsi secara langsung ataupun dijadikan jus minuman ini mengandung suatu serat makanan (fiber), vitamin C dan berbagai jenis antioksidan yang tinggi. Kandungan antioksidan yang sangat tinggi juga menjadi alasan tingginya konsumsi buah apel oleh masyarakat sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit dan disfungsi kesehatan tubuh (Sudarminto, 2015). Jenis apel dari Malang antara lain apel manalagi, Rome Beauty dan Princes Noble. Apel Malang juga banyak mengandung vitamin, contohnya seperti vitamin A, B, dan C serta mineral lain seperti kalsium, fosfor, zat besi, klor, magnesium, natrium, kalium serta silikon. Buah apel manalagi merupakan jenis apel yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia, karena rasanya yang manis, enak, mudah didapat dan harganya cukup terjangkau. Salah satu manfaat dari buah apel manalagi adalah mampu menghambat aktivitas bakteri. Buah apel mengandung suatu

zat yang

diketahui mempunyai kemampuan

untuk

menghambat pertumbuhan bakteri dan efek antifungi yaitu seperti polifenol, flavonoid dan saponin (Moersidi, 2015). Kulit apel mengandung beberapa fitokimia turunan polifenol antara lain katekin, kuersetin, phloridzin, dan asam klorogenik. Zat katekin adalah golongan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tumbuhan dan juga termasuk golongan ke dalam golongan flavonoid. Kuersetin juga salah satu zat aktif golongan flavonoid. Phloridzin termasuk dalam kelompok dihidrohalkon, sejenis flavonoid. Polifenol merupakan karakteristik metabolit tumbuhan yang terdapat dalam buah apel dan terdiri dari beberapa grup fenol yaitu cincin aromatik dengan hidroksil, yang berasal dari L-fenilalanin. Menurut Charde dkk. (2011) yang menyatakan bahwa buah apel yang mengandung tannin aka...


Similar Free PDFs