LAPORAN PENDAHULUAN KETUBAN PECAH DINI PDF

Title LAPORAN PENDAHULUAN KETUBAN PECAH DINI
Author Irma Lailatul Fajar
Pages 19
File Size 506 KB
File Type PDF
Total Downloads 47
Total Views 74

Summary

LAPORAN PENDAHULUAN KETUBAN PECAH DINI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Stau Tugas Dalam Praktik Patologis Stase 3 Program Studi Profesi Kebidanan Oleh : IRMA LAILATUL FAJAR NIM : P20624819011 KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA JURUSAN KEBIDANAN 2020 BAB 1 PENDAHUL...


Description

LAPORAN PENDAHULUAN

KETUBAN PECAH DINI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Stau Tugas Dalam Praktik Patologis Stase 3 Program Studi Profesi Kebidanan

Oleh :

IRMA LAILATUL FAJAR NIM : P20624819011

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA JURUSAN KEBIDANAN 2020

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator dalam derajat kesehatan masyarakat. Angka Kematian Ibu (AKI) menggambarkan jumlah wanita yang meninggal, salah satunya pada saat proses persalinan (Depkes RI, 2012). Di Indonesia Angka Kematian Ibu (AKI) masih tinggi dan merupakan masalah yang menjadi prioritas di bidang kesehatan, hal ini menunjukkan derajat kesehatan masyarakat dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Menurut hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) sepanjang tahun 20072012 kasus kematian ibu melonjak cukup tajam, pada tahun 2012, AKI mencapai 359/100.000 kelahiran hidup atau meningkat 57% bila dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2007, yang hanya 228/100.000 kelahiran hidup, yang dimana AKI pada tahun 2007 menurun dari tahun 2002 yang mencapai 307/100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2015 AKI kembali menunjukkan penurunan menjadi 305/100.000 kelahiran hidup. Penyebab angka kematian ibu (AKI) di Indonesia adalah komplikasi pada masa kehamilan, persalinan dan nifas. Dimana penyebab langsung kematian ibu di Indonesia yaitu perdarahan (28%), eklamsea (24%), partus lama (5%), aborsi (5%), infeksi (11%) dan lain – lain (27%) (Depkes RI, 2011). Infeksi yang banyak dialami oleh ibu sebagian besar merupakan akibat dari adanya komplikasi atau penyulit kehamilan dan persalinan seperti febris (24%), infeksi saluran kemih (31%) dan Ketuban pecah dini (45%) (BKKBN, 2013). Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) sering disebut dengan premature repture of the membrane (PROM) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya melahirkan. Pecahnya ketuban sebelum persalinan atau pembukaan pada primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm maupun pada kehamilan preterm. Pada keadaan ini dimana risiko infeksi ibu dan anak meningkat. Ketuban pecah dini merupakan masalah

penting dalam masalah obstetri yang juga dapat menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi serta dapat meningkatkan kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi (Purwaningtyas, dkk. 2017). Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) atau insiden PROM (prelobour rupture of membrane) berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran. KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan dan 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan aterm. Pada 30% kasus KPD merupakan penyebab kelahiran prematur (WHO, 2014). Meskipun faktor penyebab terjadinya KPD masih sulit diketahui, namun beberapa faktor predisposisi yang dapat diidentifikasi penyebab KPD ialah infeksi, golongan darah ibu dan anak tidak sesuai, multigrafida, merokok, defisiensi gizi khususnya vitamin C, servik yang tidak inkopeten, polihidramnion, riwayat KPD sebelumnya, kelainan selaput ketuban, tekanan intra uterin yang meninggi atau overdistesi, trauma, kelainan letak (Nugroho, 2010). Dampak yang paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan (RDS atau Respiratory Disterss Syndrome), yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi akan meningkat prematuritas, asfiksia, dan hipoksia, prolapse (keluarnya tali pusat), resiko kecacatan, dan hypoplasia paru janin pada aterm. Hampir semua KPD pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. Sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal ini disebabkan oleh prematuritas akibat dari ketuban pecah dini. Oleh karena itu, tatalaksana ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang dapat menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam rahim. Memberikan profilaksis dalam merupakan tindakan yang perlu diperhatikan untuk memperkecil resiko infeksi (Manuaba, 2010).

Berdasarkan uraian di atas tentang ketuban pecah dini penting diketahui oleh seorang bidan, untuk meningkatkan pelayanan kebidanan dalam mendeteksi resiko tinggi persalinan dan dapat melakukan penanganan segera sehingga dapat menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of the Membranes (PROM) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya proses persalinan pada kehamilan aterm. Sedangkan Preterm Premature Rupture of the Membranes (PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu (Mamede dkk, 2012). Pendapat lain menyatakan dalam ukuran pembukaan servik pada kala I, yaitu bila ketuban pecah sebelum pembukaan pada primigravida kurang dari 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm. Dalam keadaan normal selaput ketuban pecah dalam proses persalinan (Cunningham, 2010). Ketuban pecah dini dapat berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten atau dengan sebutan Lag Period. Ada beberapa perhitungan yang mengukur Lag Period, diantaranya 1 jam atau 6 jam sebelum intrapartum, dan diatas 6 jam setelah ketuban pecah. Bila periode laten terlalu panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi pada ibu dan juga bayi (Fujiyarti, 2016).

B. Epidemiologi Kejadian ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada 10 - 12% dari semua kehamilan. Pada kehamilan aterm insidensinya 6 -1 9%, sedangkan pada kehamilan preterm 2 - 5%. Laporan lain mendapatkan ketuban pecah dini terjadi pada sekitar 6 - 8% wanita sebelum usia kehamilan 37 minggu dan secara langsung mendahului 20 - 50% dari semua kelahiran prematur. Insiden KPD di seluruh dunia bervariasi antara 5 - 10% dan hampir 80% terjadi pada usia kehamilan aterm (Endale dkk, 2016). Ketuban pecah dini preterm dikaitkan dengan 30 - 40% kelahiran prematur dan merupakan penyebab utama kelahiran prematur. Ketuban pecah dini preterm yang terjadi sebelum usia kehamilan 24 minggu, disebut sebagai KPD

preterm previable, kejadiannya kurang dari 1% kehamilan dan berhubungan dengan komplikasi yang berat pada ibu ataupun janin. Kasus dengan ketuban pecah dini akan mengalami persalinan hampir 95% dalam waktu 24 jam (Lorthe dkk, 2016). Morbiditas maternal tertentu telah dilaporkan terkait dengan KPD. Komplikasi kehamilan yang disebabkan oleh KPD yang diterapi secara konservatif tampaknya berada pada risiko signifikan untuk terjadinya solusio plasenta. KPD pada beberapa kasus ditandai dengan perdarahan. Insiden infeksi intrauterin meningkat dengan mudanya usia kehamilan pada saat pecahnya selaput ketuban. KPD pada saat usia kehamilan lebih awal dikaitkan dengan infeksi pada korioamnion. Korioamnionitis telah dilaporkan pada 0,5 - 71% dari kehamilan dengan KPD. Insiden tertinggi korioamnionitis dikaitkan dengan kecilnya usia kehamilan dan perode laten yang memanjang (Thombre, 2014). Periode laten yang memanjang juga meningkatkan risiko untuk naiknya infeksi pada janin yang prematur dan pada ibunya. Frekuensi dan tingkat keparahan komplikasi pada ibu dan janin setelah terjadinya ketuban pecah dini bervariasi tergantung dari usia kehamilan. Terdapat bukti konsisten bahwa usia kehamilan saat terjadinya ketuban pecah dini dan lamanya periode laten merupakan penentu kematian perinatal yang penting. Bagaimanapun juga, terdapat penelitian-penelitian yang bertentangan mengenai keluaran neonatal yang spesifik jika dikaitkan dengan periode laten (Thombre, 2014).

C. Etiologi Adapun penyebab terjadinya ketuban pecah dini merurut (Manuaba, 2010) yaitu sebagai berikut: 1. Multipara dan Grandemultipara 2. Hidramnion 3. Kelainan letak: sungsang atau lintang 4. Cephalo Pelvic Disproportion (CPD) 5. Kehamilan ganda 6. Pendular abdomen (perut gantung)

Adapun hasil penelitian yang dilakukan (Rahayu and Sari 2017) mengenai penyebab kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin bahwa kejadian KPD mayoritas pada ibu multipara, usia ibu 20-35 tahun, umur kehamilan ≥37 minggu, pembesaran uterus normal dan letak janin preskep.

D. Faktor Predisposisi Menurut Norma (2013), terdapat beberapa faktor predisposisi yang mengakibatkan terjadinya KPD yaitu sebagai berikut: 1. Infeksi : Infeksi yang terjadi langsung pada selaput ketuban dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban yang mengakibatkan KPD. 2. Servik yang inkompetensia, dimana terdapat kanalis servikalis yang selalu terbuka, yang terjadi akibat trauma persalinan atau curetage. 3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan misalnya trauma hidramnion, gamelli. 4. Trauma dari hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya diserta infeksi. 5. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehigga tidak terdapat bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah. 6. Keadaan sosial ekonomi. 7. Faktor lain : a. Faktor golongan darah yang diakbatkan oleh golongan darah ibu dan janin yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban. b. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu. c. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum. d. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askobarat (Vit C). e. Riwayat kelahiran premature. f. Merokok. g. Perdarahan antepartum. h. Inkompetensi servik (leher rahim)

i. Polihidramnion (caran ketuban berlebih) j. Riwayat KPD sebelunya k. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban l. Kehamilan kembar. Pada kehamilan gemelli terjadinya distensi uterus yang berlehihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlehihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah (Novihandari, 2016). m. Servik yang pendek ( 37 minggu induksi dengan oksitosin, apabila gagal lakukan seksio sesarea. Dapat diberikan misoprostol 25µg – 50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali (Khafidoh, 2014).

I. Penatalaksanaan KPD di Rumah Sakit KPD termasuk dalam kehamilan berisiko tinggi. Kesalahan dalam mengelolah KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya. Penatalaksanaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan. Kasus KPD yang cukup bulan, jika kehamilan segera diakhiri, maka akan akan meningkatkan insidensi secsio sesarea, dan apabila menunggu persalinan spontan, maka akan meningkatkan insiden chorioamnionitis (Taufan, 2011).

Kasus KPD yang kurang bulan jika menempuh cara-cara aktif harus di pastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan jika menempuh cara koservatif dengan maksud memberikan waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memeperjelek prognosis janin. Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan tidak di ketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh Karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan matang, choriamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama meningkatnya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya periode laten (Taufan, 2011). 1. Konservatif Penanganan secara konservatif yaitu: a. Rawat di rumah sakit. b. Beri antibiotik: bila ketuban pecah > 6 jam berupa: Ampisilin 4x500 mg atau gentamycin 1x 80 mg. c. Umur kehamilan < 32-34 minggu: dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. d. Bila usia kehamilan 32-34 minggu, masih keluar air ketuban, maka usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan (hal ini sangat tergantung pada kemampuan keperawatan bayi prematur). e. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterine). f. Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu kematangan paru-paru janin. 2. Aktif Penanganan secara aktif yaitu:

a. Kehamilan > 35 minggu: induksi oksitosin, bila gagal dilakukan seksio sesarea. Cara induksi: 1 ampul syntocinon dalam dektrosa 5 %, dimulai 4 tetes sampai maksimum 40 tetes/ menit. b. Pada keadaan CPD, letak lintang dilakukan secsio sesarea. c. Bila ada tanda infeksi: beri antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri (Taufan, 2011).

J. Penatalaksaan KPD dengaan Asuhan Komplementer 1. Pengaruh Kombinasi Teknik Kneading Dan Relaksasi Nafas Dalam. Merupakan asuhan komplementer yang dapat dilakukan oleh bidan untuk mengurangi nyeri saat persalinan dengan resiko yaitu KPD (Ketuban Pecah Dini). Menurut penelitian Brown, Douglas & Flood (2001) dalam Rizqiana, (2015), pada sampel 45 orang dengan menggunakan 10 metode nonfarmakologi didapatkan bahwa relaksasi teknik pernafasan, akupresur, dan massage merupakan teknik yang paling efektif menurunkan nyeri pada saat persalinan. Salah satu teknik massage yang dapat dilakukan oleh Bidan adalah teknik kneading. Kneading adalah memijat menggunakan tekanan yang sedang dengan sapuan yang panjang, meremas menggunakan jari-jari tangan diatas lapisan superficial dari jaringan otot berguna membantu mengontrol rasa sakit lokal dan meningkatkan sirkulasi (Inkeles, 2007). Berdasarkan penelitian Faujiah, dkk (2018), mengenai Pengaruh Kombinasi Teknik Kneading Dan Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri Kala I Fase Aktif Persalinan Primigravida Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Rajapolah Tahun 2018, menunjukan bahwa Terdapat pengaruh kombinasi teknik kneading dan relaksasi nafas dalam terhadap intensitas nyeri persalinan primigravida kala I Fase Aktif. 2. Rangsangan Puting Susu Merupakan asuhan komplementer yang dapat dilakukan oleh bidan untuk meningkatkan intensitas kontraksi ibu melahirkan. Rangsangan puting susu dapat menstimulasi saraf sensorik yang ada pada daerah nipple dan areola. Rangsangan ini akan meningkatkan produksi hormone oksitosin dari neurhohipofise dalam hipotalamus. Kemudian oksitosin masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan kontraksi sel miometrium pada alveoli sehingga kontraksi menjadi kuat, dengan kontraksi uterus yang kuat maka ibu akan mempunyai tenaga yang kuat untuk mengejan dan persalinan akan menjadi cepat (Fitriyani et al. 2010).

Berdasarkan penelitian Lestari & Aprilia (2017), mengenai Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Dengan Rangsangan Puting Susu di BPM Lilik Kustono Diwek Jombang, menunjukan bahwa setelah dilakukan asuhan kebidanan pada ibu inpartu kala I fase aktif yang diberikan rangsangan puting susu selama 2 menit didapat bahwa kedua pasien mengalami penambahan intensitas kontraksi uterus. Dari 2 kali dalam 10 menit 30 detik menjadi 2 kali dalam 10 menit 50 detik. Ibu dapat bersalin dengan normal tanpa ada komplikasi. Keadaan ibu dan bayi baik. Penelitian juga dilakukan oleh Takahata, dkk (2018), mengenai Pengaruh stimulasi payudara untuk meningkatkan kadar oksitosin sehingga melancarkan persalinan normal. Penelitian ini menggunakan desain uji coba lengan tunggal. Enam belas wanita hamil risiko rendah antara usia kehamilan 38 dan 40 minggu dengan ibu hamil yang memiliki kehamilan dengan letak kepala. Mereka melakukan stimulasi payudara selama 3 hari dengan bidan di satu rumah sakit bersalin. Setiap payudara dirangsang selama 15 menit dengan total 1 jam per hari. Rangsangan puting dilakukan 10 menit dan 15, 30, 60, 75, dan 90 menit setelah intervensi, menghasilkan 18 sampel per wanita. Hasil menunjukan bahwa Pendekatan intervensi stimulasi payudara yang digunakan menunjukkan kelayakan sebagain induksi persalinan yang baik dalam hal kepraktisan dan penerimaan di antara wanita hamil.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Ketuban pecah dini (KPD) sering disebut dengan premature repture of the membrane (PROM) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya melahirkan. Penyebabnya yaitu; mayoritas pada ibu multipara, usia ibu 20-35 tahun, umur kehamilan ≥37 minggu, pembesaran uterus normal dan letak janin preskep. Adapun asuhan komplementer yang dapat dilakukan oleh bidan ketika usia kehamilan aterm yaitu menggunakan asuhan rangsangan putting susu sebagai induksi alami untuk meningkatkan intensitas kontraksi uterus, dan untuk mengurangi nyeri yaitu dilakukan asuhan komplementer berupa Kombinasi Teknik Kneading Dan Relaksasi Nafas Dalam.

B. Saran Semoga lapoan pendahuluan mengenai Ketuban pecah dini (KPD) dapat bermanfaat khususnya untuk penulis dan umumnya untuk pembaca serta semoga dapat mendambah ilmu pengetahuan / sebagai referensi bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

BKKBN, Kemenkes, dan ICF International. 2013. Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: BPS, BKKBN, Kemenkes, dan ICF International. Cunningham, dkk. 2010. Obstetri William. Jakarta. Buku Kedokteran EGC. Depkes, R.I. 2012. Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir. http://www.gizikia.depkes.go.id/artikel/upayapercepatanpenurunan-angka-kematian-ibu-dan-bayi-baru-lahir-di-indonesia/. Diakses tanggal 20 April 2020. Fujiyarti. 2016. Hubungan Antara Usia Dan Paritas Ibu Bersalin Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di Puskesmas PONED Cingambul Kabupaten Majalengka Tahun 2016-2017.Vol 4: 1–9. Terdapat pada : http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/2373/9/DAFTAR%20PUSTAKA%20pdf.pdf. Diakses pada tanggal 22 April 2020 Pukul 19.00 WIB. Inkeles, G. 2007. Massage for a Peaceful Pregnancy: A Daily Book for New Mother. Archata arts. Khafidoh, Anisatun. 2014. Hubungan Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian Gawat Janin dalam persalinan di Rumah akit Umum Prof. Dr. Margono. Terdapat pada: http://repository.ump.ac.id/5373/8/Anisatun%20Khafidoh%20COVER.pdf. Diakses pada tanggal 22 April 2020 Pukul 18.00 WIB. Mamede, dkk. 2012. Ingestion of causatic substance and its complications. Sao Paulo: Med J. Manuaba, dkk. 2008. Gawat Darurat Obstetri Ginekologo dan Obstetri Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC. Manuaba, IGB. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC. Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC. Marmi, dkk. 2016. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta : pustaka belajar. Norma N, Dwi. 2013. Asuhan Kebidanan : Patologi Teori dan Tinjauan Kasus. Yogyakarta: Nuha Medika. Novihandari, Anggie. 2016. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Dengan Kala I Memanjang Di Ruang VK RSUD Ciamis Kabupaten Ciamis.

Nugroho, T. 2010. Buku Ajar Obstetri. Yogyakarta: Nuha Medika. Prawirohardjo S. 2009. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: YBP-SP. Purwaningtyas, dkk. 2017. Faktor Kejadian Anemia pada Ibu Hamil. Higea. Semarang: Universitas Negeri Semarang Rangaswamy et al, 2014. Weakening and Rupture of Human Fetal MembranBiochemistry and Biomechanics. Intechopen Journal. Sukarni. 2013. Kehamilan, Persalinan, Dan Nifas. Edisi 1. Yogyakarta : Nuha Medika. Sunarti. 2017. Manajemen Askeb Intranatal Pada Ny ‘R’ Gestasi 37-38 Minggu Dengan KPD.” Ketuban Pecah Dini. Takahata, dkk. 2018. Effects of breast stimulation for spontaneous onset of labor on salivary oxytocin levels in low-risk pregnant women: A feasibility study. Plose one. Tersedia di https://doi.org/10.1371/journal.pone.0192757. Diakses pada tanggal 12 November 2019 Pukul 12.10 WIB. Taufan, Nugroho. 2011. Buku ajar Obstetri. Yogyakarta : Nuha Medika. Weiss,dkk 2007. The matrix metalloproteinases (MMPs) in the decidua and fetal membranes. Front Biosci. WHO. 2014. Maternal Mortality: World Health Organization....


Similar Free PDFs