LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASI APSORPSI OBAT PER ORAL SECARA IN VITRO PDF

Title LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASI APSORPSI OBAT PER ORAL SECARA IN VITRO
Author Emil Nur Arifah
Pages 18
File Size 1.1 MB
File Type PDF
Total Downloads 93
Total Views 187

Summary

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASI APSORPSI OBAT PER ORAL SECARA IN VITRO Ditujukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah BIOFARMASI Disusun Oleh : Nama : Emil Nur Arifah NPM : 19FF04005 Kelas : Matrikulasi FA-1 UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA FAKULTAS FARMASI BANDUNG 2020 Modul 3 ABSORPSI OBAT PER ORAL SECARA IN V...


Description

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASI APSORPSI OBAT PER ORAL SECARA IN VITRO Ditujukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah BIOFARMASI

Disusun Oleh : Nama NPM Kelas

: : :

Emil Nur Arifah 19FF04005 Matrikulasi FA-1

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA FAKULTAS FARMASI BANDUNG 2020

Modul 3 ABSORPSI OBAT PER ORAL SECARA IN VITRO A. TUJUAN Memahami pengaruh pH terhadap absorpsi obat melalui saluran pencernaan secara in vitro. B. PRINSIP PERCOBAAN Absorpsi paracetamol peroral secara in vitro menggunakan tabung Crane and Wilson terhadap kondisi pH cairal mucosal berupa cairan lambung buatan (CLB) yang mempunyaih pH 1,2 dan cairan usus buatan (CUB) yang mempunyai pH7,4 menggunakan spektrofotometri Visible pada panjang gelombang 435nm. C. DASAR TEORI Absorpsi adalah proses pergerakan obat yang sudah terlarut dari tempat pemberian ke dalam sirkulasi darah melalui membrane pada tempat pemberian obat. Obat dapat diabsorpsi melalui sublingual, bukal, gastrointestinal, subkutan, rektal, muscular, peritoneal, ocular, nasal dan pulmonal. Membrane sel merupakan lapisan tipis biomoekuler lemak dengan tebal ± 5nm yang dipisahkan oleh cairan intraseluler dan ektraseluler. Struktur bilayer membrane memperlihatkan permiabitlitas tinggi untuk molekul yang bersifat hidrofobik dan permibilitas rendah untuk molekul hidrofilik. Membrane sel terasosisasi dengan protein intrinsic dan protein ekstrinsik. Protein dapat berbentuk saluran, pembawa, atau pompa yang dapat memungkinkan senyawa polar dapat melewati membrane. Mekanisme absorpsi terdiri dari tiga macam yaitu 1. Difusi pasif Mekanisme menyangkut senyawa yang dapat larut dalam komposisi penyusun membrane. Penembusan karena adanya perbedaan konsentrasi atau elektrokimia dan tidak memerlukan energy. Sebagian besar obat melalui mekanisme kerja dufusi pasif. Difusi pasif sangat tergantung kelarutan dalam lemak dan gradient konsentrasi. Molekul hidrofobik memiliki koefesien partisi besar dan molekul hidrofilik memiliki koefesien partisi kecil. 2. Transport protein Mekanisme molekul polar kelarutan rendah dalam minyak, permiabilitas rendah. Beberapa dapat menembus melawan gradient konsentrasi.

a. Channels Spekulasi awal terhadap keberadaan small aqueous pores dalam membrane berdasarkan kenyataan membrane sangat permiabel terhadap molekul polar yang kecil. Contohnya air dan ion. Ada dua channel yaitu water channels dan ion channels. b. Difusi terfasilitasi (Carrier) Mekanisme

untuk

menjelaskan

absorpsi

senyawa

larut

air,

tidak

membutuhkan energy, dapat jenuh, dapat terjadi kompetisi dan masih tergantung pada gradient konsentrasi. Contoh untuk gula dan asam amino. c. Transport aktif (Pumps) Merupakan p rotein yang dapat mentrasnport senyawa melawan gradient konsentrasi menggunakan Adenosin-5triphosphate (ATP) sebagai energy. 3. Pinositosis Merupakan mekanisme absorpsi untuk makromolekul. Pinositosis mirip seperti fagositosis dimana molekul seperti “dimakan” oleh struktur yang ada dimembrane absorpsi.

Gambar 1. Struktur membrane sel (Wellong, 2007) Penyusanan membrane sel adalah lapisan fosfolipid yang terintregasi dengan protein fungsional yang bertanggung jawab dalam mekanisme obat transport protein. Oleh karena itu penyusun membrane sel adalah lipid sehingga secara umum obat yang lebih larut lemak atau lipid lebih mudah menembus membrane jika terjadi absopsi melalui difusi pasif.

Sebagian besar obat merupakan asam atau basa organic lemah. Absoporpsi obat dipengaruhi oleh derajat ionisasinya pada waktu zat berhadapan dengan membrane. Membrane sel lebih permiabel terhadap bentuk obat yang tidak terionkan daripada bentuk terionkan. Hal tersebut karena obat bentuk tak terion lebih larut lemak dibanding bentuk terion. Derajat ionisasi tergantung pada pH larutan dan pKa obat. Obat yang ditranspor secara difusi pasif, peranan dinding usus hanya sebagai membrane difusi. Studi absorpsi in vitro dimaksut untuk memperoleh informasi tentang mekanisme absorpsi suatu bahan obat, tempat terjadi absorpsi yang optimal, permeabilitas membrane saluran pencernaan terhadap obat, serta berbagai factor terhadap absorpsi obat. Menurut Tumer dkk, permeabilitas membran biologi terhadap suaru obat dapat digambarkan oleh koefesien partisinya dan mempunyai hubungan linier dengan kecepatan transport atau kecepatan absorpsi. Untuk obat yang strukturnya tertentu dan tempat absorbsinya sudah ditentukan, maka absorpsinya hanya ditentukan oleh gradient kadar obat antara kedua permukaan membrane, yang memisahkan lumen saluran pencernaan dengan plasma darah. Kurva hubungan jumlah obat yang ditranspor sehinggan fungsi waktu memberikan garis linier dengan angka kea rah K=Pm.Cg dan lag time yaitu harga perpotongan garis dengan sumbu t. bahan obat memiliki lag time kurang dari 15 biasanya tidak menimbulkan masalah pada proses transport melalui membrane biologis. D. ALAT DAN BAHAN Alat :

Bahan :

1. Tabung Crane and Wilson

1. Hewan : tikus putih jantan

2. Water bath

2. Paracetamol

3. Tabung oksigen

3. Kertas lensa

4. Selang silicon

4. KH2PO4

5. Spektrofotometri UV-Vis

5. NaOH

6. Kuvet

6. HCl

7. Timbangan analitik

7. NaCl

8. Peralatan bedah

8. Asam sulfamat

9. Beaker glass

9. NaNO2

10. Labu ukur 11. Pipet tetes

E. PROSEDUR KERJA 1. Prosedur umum Pembuatan cairan mukosal

Pembuatan cairan serosal

Pembuatan larutan paracetamol dalam CUB dan CLB

Pembuatan pereaksi warna

Pembuatan kurva kalibrasi paracetamol dalam CUB dan CLB

Penyiapan usus halus tikus bagian illeum yang dibalik

Percobaan absorpsi obat

2. Prosedur khusus a. Pembuatan CUB Menimbang bahan

Melarutkan 6,8 gram kalium fosfat monobasa dalam 250ml air

Tambahkan 100ml NaOH 0,2 N dan 400ml air

Tambahkan 10 gram pankeratin Atur nilai pH 7,5 ± 0,1 dengan NaOH 0,2 N

Add kan dengan air hingga 1000ml b. Pembuatan CLB Menimbang bahan

Melarutkan 6,8 dan 3,2 gram pepsin dalam 7,0ml asam klorida dan air Add 1000ml

Atur pH kurang lebih 1,2

c. Pembuatan kurva kalibrasi paracetamol dalamCUB dan CLB Membuat larutan induk paracetamol 1000 bpj dalam CUB dan CLB Membuat 6 seri konsentrasi yaitu 20, 40, 60, 80, 100, dan 120 bpj dari larutan induk Ambil masing-masing 1ml, masukan tabung reaksi

Tambahkan pereaksi warna Ukur nilai absorbansi pada panjang gelombang maksimum 435 nm Tentukan persamaan kurva kalibrasi yang diperoleh

d. Penyiapan usus halus tikus bagian illieum yang dibalik Hewan yang digunakan : tikus putih jantan Puasakan tidus selam 20-24 jam Bunuh tikus dengan eter Bedah tikus disepanjang linea mediana dan keluarkan ususnya Buang usus tikus epanjang 15 cm dari bawah lambung Gunakan usus tikus sepanjang 20 cm dibbawahnya Balik usus hingga bagian dalam berada dibagian luar Renda usus tikus dalam larutan NaCl 0,9%

e. Percobaan absorpsi obat Isi water bath dengan air dan atur suhu 37℃

Gunakan 2 Crane and Wilson

Pasangkan dua usus tikus pada kanula bagian tengah masing-masing tabung

Ikat ujung usus tikus denga hati-hati

Masukan cairan serosal dalam kanula tengah dan pastikan masuk dalam usus Letakkan kanula pada tabung Crine and Wilson yang telah diisi cairan mukosal yang mengandung paracteamol sebanyak 100ml

Alirkan kanula pinggir dengan oksigen

Ambil sampel, ganti cairan serosal dalam jumlah volume yang sama

Pipet 1ml sampel, masukan dalam tabung reaksi

Tambahkan pereaksi warna dan ukur absorbansi pada λ 435nm

Buat grafik hubungan Qb terhadap waktu

Buat persamaan regresi linier dan hitung persaman yang diperoleh

F. HASIL PRAKTIKUM 1. Data Pengamatan 

Nama bahan Obat

: Parasetamol



Cairan serosal

: 3,4 mL



Medium cairan mukosal

: Cairan Usus buatan pH 7,5 sebanyak 100 mL



Panjang usus

: 7 mL



Pengambilan sampel sebanyak

: 1,5 mL pada menit 5, 10, 20 dan 30



ƛmax

: 435 nm



persamaan kurva baku

: Y = 0,089x – 0,0834



Data parasetamol pada pH 7,5(CUB)

Waktu (Menit) 5 10 20 30

Absorban 0,543 0,980 0,992 1,002



Nama bahan Obat

: Parasetamol



Cairan serosal

: 3,4 mL



Medium cairan mukosal

: CLB pH 1,2 sebanyak 100mL



Panjang usus

: 7 mL



Pengambilan sampel sebanyak

: 1,5 mL pada menit 5, 10, 20 dan 30



ƛmax

: 435 nm



persamaan kurva baku

: Y = 0,085x + 0,0834



Data parasetamol pada pH 1,2 (CLB)

Waktu (Menit) 5 10 20 30

Absorban 0,445 0,502 0,314 0,853

2. Hasil Pengamatan Tabel 1. Hasil percobaan absorpsi paracetamol peroral secara in vitro pada CUB Menit ke 5 10 20 30

Abs/Y 0,543 0,980 0,992 1,002

Qb’ 23,9292 40,6232 41,0882 41,4630

C/X 7.038 11,948 12,083 12,195

Fk 10,557 17,992 18,1245 18,2925

Fk kum 0 10,557 28,447 46,6035

Qb 23,9292 51,1802 69,5292 88,0665

Table 2. Hasil percobaan absorpsi paracetamol peroral secara invitro pada CLB Menit ke 5 10 20 30

Abs/Y 0,445 0,502 0,314 0,853

Qb’ 14,4636 16,7416 9,2208 30,7836

C/X 4,254 4,924 2,712 9,054

Fk 6,381 7,386 4,068 13,581

Fk kum 0 6,381 13,767 17,835

Qb 14,4636 23,1226 22,9878 48,6186

Hubungan nilai Qb terhadap waktu pada kondisi CLB dan CUB 100 y = 2.3944x + 19.292 R² = 0.9411

90 80 70

Qb

60 50

y = 1.2135x + 7.5788 R² = 0.8286

40

CLB CUB

30

Linear (CLB)

20

Linear (CUB)

10 0 0

5

10

15

20

25

30

35

waktu (menit)

Gambar 2. Hubungan antara nilai jumlah obat yang diapsorbsi (Qb) terhadap waktu yang diperlukan pada CLB dan CUB 

Persamaan regresi linier antara Qb dan waktu untuk kondisi pada CLB y = 1,2135x + 7,5788



Persamaan regresi linier antara Qb dan waktu untuk kondisi pada CUB y = 2,3944x + 19,292

Table 3. Rekap hasil perhitungan parameter absorpsi dari percobaan Parameter absorbsi K Pm Lag time *ket : K = tetapan absorpsi

Pada kondisi percobaan CLB CUB 1,2135 2,3944 2,427 x 10-4 4,7888 x 10-4 -6,2454 -8,0571

Pm = tetapan permeabilitas Lag time = nilai Y = 0 ; (Qb = 0) G. PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian pengaruh pH terhadap absorpsi paracteamol melalui saluran cerna secara in vitro. In vitro merupakan prosedur perlakuan yang diberikan dalam lingkungan terkendali di luar organisme hidup. Peralatan dan lingkunan dibuat sedemikian hingga menyerupai keadaan didalam tubuh makhluk hidup. Dalam praktikum ini sampel yang digunakan adalah tikus putih jantan dan organ tubuh yang digunakan adalah bagian ileum sebagai organisme hidup dalam pengujian. Kondisi lingkungan yang dimaksudkan adalah suasana didalam saluran pencernaan sehingga menggunakan Cairan Lambung Buatan (CLB) untuk mengumpamakan dalam suasana lambung manusia dan Cairan Usus Buatan (CUB) untuk mengumpamakan dalam suasana usus manusia. Pemberian obat dilakukan secara peroral. Peroral merupakan pemberian obat melalui saluran penceraan mulai dari mulut, lambung, usus halus, dan usus besar. Pencernaan dimulut dibantu oleh enzim ptyalin kemudian dengan gerakan peristaltic terjadi dorongan untuk masuk daalam lambung. Dilambung obat dicerna dengan bantuian enzim dan cairan lambung bersifat asam. Selanjutnya obat masuk dalam usus halus. Usus halus terdiri dari duodenum, jejenum, ileum. Dalam usus halus terjadi proses absorbs yang dibantu oleh jonjot usus. Cairan usus memiliki sifat basa dengan nilai pH kurang lebih 7-8. Proses terakhir adalah penyerapan kembali oleh usus besar sebelum terjadi proses eksresi. Sampel obat yang digunakan adalah paracetamol. Paracetamol merupakan senyawa yang bersifat semi polar karena mudah larut dalam etanol dan dapat larut dalam air medidih. Sifat paracetamol yang semi polar ini menyebabkanparacetamol mudah melewati membrane difusi yang merupakan lapisan ganda lipid. Paracetamol dapat larut dalam komponen membrane hidrofilik tetapi juga dapat larut dalam komponen membrane lipofilik, sehingga tidak terperangkap dalam membrane.

Gambar 3. Struktur kimia paracetamol Absorpsi merupakan proses pergerakan obat dari tempat pemberian obat menuju sirkulasi sistemik. Proses absorpsi sebagian besar obat dengan difusi yaitu perpindahan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah dalam sati fase. Factor yang mempengaruhi proses absorpsi antara lain sifat fisika kimia seperti nilai pH, pKa, ukuran partikel, kelarutan, stabilitas, dan sifat anatomo saluran penceraan seperti ketebalan membrane, luas permukaan membrane motilitas saluran cerna. Pada praktikum kali ini, proses pertama yang dilakukan adalah pembuatan CLB dan CUB sebagai cairan mucosal yaitu cairan yang menggambarkan cairan saluran pencernaan dan membuat cairan serosal yang menggambarkan cairan darah. Cairan serosal dipresentasikan oleh larutan NaCl 0,9% yang isotonis dengan cairan darah. Selanjutnya dilakukan pembuatan larutan paracetamol dalam CUB dan CLB bertujuan sebagai gambaran obat dalam usus dan lambung. Pembuatan pereaksi warna juga dilakukan untuk memberika warna pada sampel yang ada dilakukan pengukuran pada panjang gelombang visible. Pembuatan kurva kalibrasi dengan 6 seri konsesntrasi diperoleh persamaan linier untuk CUB y = 0,089x – 0,0834. Persamaan linier untuk CLB y = 0,085x + -0,0834. Evaluasi absorpsi obat dilakukan pada usus halus tikus putih jantan yang telah dipuasakan selama 20-24 jam kemudian diambil sepanjang 20 cm dibawah bagian lambung yang telah dibuang sepanang 15cm. Usus tersebut digambarkan pada bagian ileum usus halus yang berfungsi sebagai tempat absorpsi obat yang tidak terserah oleh bagian duodenum dan jejenum salam saluran pencernaan. Usus bagian dalam dibalik menjadi bagian luar bertujuan untuk mempermudah pengamatan bagian dalam usus. Kemudian usus direndam pada larutan NaCl 0,9%. Usus tikus dipasangkan pada tabung Crane and Wilson pada kanula bagian tengah, kemudian dimasukkan cairan serosal didalam usus. Tabung Crane and Wilson memiliki 3 kaluna. Bagian tengah untuk cairan serosal dan bagian ujung untuk usus yang telah dibalik, bagian kanan untuk masuknya gas O2 dan kanula bagian kiri sebagai tempat keluarnya gas. Pemasukan gas dalam tabung

bertujuan untuk membuat proses absorpsi yang terjadi sama dengan proses absorpsi didalam tubuh. Kemudian tabung diisikan masing masing oleh CUB dan CLB.

Gambar 4. Skema tabung Crane and Wilson (pipa A= udara keluar, pipa B= tempat cairan serosal, pipa C=masuknya gas O2) Tabung dimasukkan dalam water bath yang berisi air dengan suhu 37℃ ± 0,1℃. Alirkan kanula dengan oksigen, kemudian ambil sampel di kanula tengah pada menit ke 5, 10, 20 dan 30 sebanyak 1,5ml. Tiap pengambilan sampel cairan serosal diganti dengan jumlah volume yang sama. Sampel ditambahkan pereaksi warna kemudian diukur pada spektrofotometri Visible pada panjang gelombang 435nm. Penambahan pereaaski warna diperlukan karena analisis menggunakan sinar tampak yang mimiliki syarat sampel yang di analysis harus berwarna dan memiliki gugus kromofor. Hasil pengukuran dan perhitungan dapat dilihat pada gambar 2. Dari hasil praktikum dapat dilihat bahwa jumlah obat yang diabsorpsi dinyatakan dalan nilai Qb lebih sempurna pada CUB dibandingkan dengan CLB. Parameter absorpsi paracetamol peroral secara iv vitro adalah nilai tetapan absorpsi (K), tetapan permeabilitas (Pm) dan nilai lag time. Tetapan absorpsi menggambarkan kecepatan absorpsi, yaitu masukknya obat ke dalam sirkulasi darah. Factor yang mempengaruhi tetapan absorpsi dan tetapan permeabilitas adalah kecepatann difusi, luas permukaan membrane, ketebalan membrane. Dari table 3 menunjukkan tetapan absorpsi (K) dan tetapan permeabilitas (Pm) pada CUB lebih besar dibandingkan dengan CLB, artinya penyerapan pada obat terbesar terjadi pada kondisi pH basa pada cairan usus. Namun hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa suatu obat yang bersifat asam akan terabsorpsi optimum pada pH

asam (lambung) dan obat yang bersifat basa terabsorpsi optimum di pH basa (usus). Tabet paracetamol merupakan tablet yang bersifat asam lemah sehingga memiliki penyerapan optimum

pada

lambung.

Hal

tersebut

dapat

terjadi

kemungkinan

karena

terkontaminasinya zat aktif yang digunakan dan ketidak telitian praktikan dapat proses penyiapan usus saat akan digunakan untuk praktikum. Lag time merupakan penundaan waktu absorpsi sebelum permukaan absorpsi obat orde pertama atau merupakan waktu yang dibutuhkan obat untuk menembus membrane. Lag time untuk mengetahio pada menit ke berapa obat mulai diabsorpsi oleh tubuh. Semakin besar nilai lag time semakin lama obat untuk diabsorpsi. Nilai lag time yang dihasilkan pada CLB adalah -6,2454 dan pada CUB adalah -8,057, artinya nila lag time pada lambung lebih besar dibandingkan pada usus, sehingga proses penembusan membrane pada lambung lebih lama dibandingkan didalam usus. Bahan obat yang memiliki lag time kurang dari 15 menit, tidak menimbulkan masalah pada transport melalui membrane. H. KESIMPULAN Dari hasil praktikum absorpsi paracetamol tablet peroral secara in vitro menggunakan ileum tikus putih jantan, tetapan absorpsi dan tetapan permeabilitas dari tablet paracetamol lebih besar pada usus, namun hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa obat yang bersifat asam memiliki absorpsi optimal pada lambung pada obat yang bersifat basa memiliki absorpsi oprimal pada usus. Lag time pada lambung lebih bedar dibandingkan pada usus sehingga proses penembusan membrane pada lambung lebih lama. I. DAFTAR PUSTAKA Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Drijen POM. Jakarta. Gozali, D., 2000. Penuntun Praktikum Biofarmasi. STFB. Bandung. Syukrin. 2002. Biofarmasetika. UI Press. Yogyakarta. Wellong P. G., 2007. Absorption of Drugs Encyclopedia of Pharmaceutical Technology. SwarbirckJ. (Ed). Pharmaceutech Inc. North California.

J. LAMPIRAN...


Similar Free PDFs