Laporan Praktikum Kimia Pemisahan - Penentuan Besi (III) Secara Ekstraksi Pelarut PDF

Title Laporan Praktikum Kimia Pemisahan - Penentuan Besi (III) Secara Ekstraksi Pelarut
Author G. Wiscnu Murti
Pages 20
File Size 301.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 536
Total Views 685

Summary

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN PENENTUAN BESI (III) SECARA EKSTRAKSI PELARUT DISUSUN OLEH: NAMA : GIBRAN SYAILLENDRA WISCNU MURTI NIM : K1A021068 SHIFT :B HARI/TANGGAL : SENIN, 1 MARET 2022 ASISTEN : NUR KHANIFAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRM...


Description

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN

PENENTUAN BESI (III) SECARA EKSTRAKSI PELARUT

DISUSUN OLEH: NAMA

: GIBRAN SYAILLENDRA WISCNU MURTI

NIM

: K1A021068

SHIFT

:B

HARI/TANGGAL : SENIN, 1 MARET 2022 ASISTEN

: NUR KHANIFAH

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM LABORATORIUM KIMIA ANALITIK PURWOKERTO 2022

DAFTAR ISI DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii PENENTUAN BESI (III) SECARA EKSTRAKSI PELARUT ........................... 1 I.

TUJUAN ........................................................................................................ 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 1 III. PROSEDUR PERCOBAAN ......................................................................... 3 3.1 Alat ........................................................................................................... 3 3.2 Bahan ....................................................................................................... 3 3.3 Skema Kerja ............................................................................................. 3 IV. DATA DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 4 4.1 Data Pengamatan ..................................................................................... 4 4.2 Data Perhitungan ...................................................................................... 5 4.3 Pembahasan .............................................................................................. 6 V. KESIMPULAN .............................................................................................. 15 5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 15 5.2 Saran ........................................................................................................ 15 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16 LAMPIRAN .......................................................................................................... 18

ii

PENENTUAN BESI (III) SECARA EKSTRAKSI PELARUT I.

TUJUAN 1. 2.

Mahasiswa dapat melakukan pemisahan besi (III) secara ekstraksi pelarut. Mahasiswa dapat menentukan kadar besi (III) hasil ekstrasi dengan metode spektrofotometri dengan standar tunggal.

II. TINJAUAN PUSTAKA Besi merupakan salah satu logam yang banyak digunakan dalam industri. Besi merupakan unsur terbanyak keempat dalam litosfer bumi setelah oksigen, silikon, dan aluminium. Kegunaan besi yang paling penting adalah dalam pembuatan baja (alloy). Baja biasanya digunakan sebagai rangka dalam pembuatan jembatan maupun gedung-gedung yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Kandungan besi dalam air sangat sedikit (kelumit), sehingga untuk mengetahui kandungan besi yang terdapat dalam air telah dilakukan suatu analisis besi dengan menggunakan metode spektrofotometri baik menggunakan spektrofotometer serapan atom maupun spektrometer UV-Vis. Tetapi metode yang dapat diandalkan dalam hal kepekaan, ketelitian maupun ketepatannya adalah metode analisis spektrofotometri serapan atom melalui ekstraksi pelarut karena spektrofotometri serapan atom ketelitian dan kepekaannya dapat digunakan untuk analisis unsur sampai tingkat kelumit, sementara itu dengan ekstraksi pelarut zat lain yang tidak diharapkan dapat dipisahkan (Stary dan Irving, 1964). Secara mendasar, proses pemisahan dapat diterangkan sebagai proses perpindahan massa. Proses pemisahan sendiri dapat diklarifikasikan menjadi proses pemisahan secara mekanis atau kimiawi. Pemilihan jenis proses pemisahan yang digunakan bergantung pada kondisi yang dihadapi. Pemisahan secara mekanis dilakukan kapanpun memungkinkan karena biaya operasionalnya lebih murah daripada pemisahan secara kimiawi. Untuk campuran yang tidak dapat dipisahkan melalui proses pemisahan mekanis (seperti pemisahan minyak bumi), proses pemisahan kimiawi harus dilakukan (Rafalesia, 2017). Proses pemisahan suatu campuran dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode pemisahan yang dipilih bergantung pada fasa komponen penyusun campuran. Suatu campuran dapat berupa campuran homogenya (satu fasa) atau campuran heterogen (lebih dari satu fasa). Suatu campuran heterogen dapat mengandung dua atau lebih fasa: fasa padat-padat, padatcair, padat-gas, cair-cair, cair-gas, gas-gas, campuran padat-cair-gas, dan sebagainya. Pada berbagai kasus, dua atau lebih proses pemisahan harus

1

2

dikombinasikan untuk mendapatkan hasil pemisahan yang diinginkan (Rafalesia, 2017). Ektsraksi pelarut adalah suatu metode pemisahan berdasarkan transfer suatu zat terlarut dari suatu pelarut kedalam pelarut lain yang tidak saling bercampur. Menurut Nerst, zat terlarut akan terdistribusi pada kedua solvent sehingga perbandingan konsentrasi pada kedua solvent tersebut tetap untuk tekanan dan suhu yang tetap. Ekstraksi pelarut terutama digunakan bila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan aseotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna mungkin (Khopkar, 1990). Ekstraksi dikatakan juga sebagai proses pemisahan suatu zat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Secara garis besar, proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar yaitu (Wilson, 2000): 1. Penambahan sejumlah massa pelarut untuk dikontakkan dengan sampel, biasanya melalui proses difusi. 2. Zat terlarut akan terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut membentuk fase ekstrak. 3. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel. Spektrofotometri didefinisikan suatu metoda analisis kimia berdasarkan pengukuran seberapa banyak energi radiasi diabsorpsi oleh suatu zat sebagai fungsi panjang gelombang. Agar lebih mudah memahami proses absorpsi tersebut dapat ditunjukkan dari suatu larutan berwarna. Misalnya larutan tembaga sulfat yang nampak berwarna biru. Sebenarnya larutan ini mengabsorpsi radiasi warna kuning dari cahaya putih dan meneruskan radiasi biru yang tampak oleh mata kita (Arsyad, 1997). Proses absorpsi ini kemudian dapat dijelaskan bahwa suatu molekul/atom yang mengabsorpsi radiasi akan memanfaatkan energi radiasi tersebut untuk mengadakan eksitasi elektron. Eksitasi ini hanya akan terjadi bila energi radiasi yang diperlukan sesuai dengan perbedaan tingkat energi dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi dan sifatnya karakteristik (Khopkar, 1990).

III. PROSEDUR PERCOBAAN 3.1 Alat Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah labu ukur 250 mL, labu ukur 50 mL, corong pisah 250 mL, labu Erlemeyer 250 mL, dan pengaduk.

3.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah amonium besi (III) sulfat, dietil eter, KSCN, HCl 6 M, HNO3 4M, dan aquadest.

3.3 Skema Kerja 16,486 gr amonium besi (III) sulfat terhidrasi pro analisis -

ditimbang dan dilarutkan dengan 250 mL asam klorida 6 M di dalam labu berskala

25 mL larutan besi (III) (yang mengandung 200 mg Fe) -

-

diekstraksi dengan tiga porsi @25 mL dietil eter murni, dikocok selama 3 menit untuk tiap ekstraksi ketiga ekstrak eter digabungkan dididihkan untuk diuapkan setiap eter yang tertinggal dalam ekstrak air ditetapkan kadar besi secara spektrofotometri menggunakan tiosianat sebagai pengomplek dibuat larutan standar besi (III) 10 ppm dengan dipipet 1 mL larutan induk besi (III) 1000 ppm ke dalam labu 100 mL ditambahkan 1 mL larutan SCN- 0,1 M dan 1 mL HNO3 4 M diencerkan dengan aquadest hingga tanda batas diperlakukan hasil ekstraski fase air sama seperti larutan standar diukur absorban larutan standar dan larutan fase air dengan spektrofotometer dihitung konsentrasi besi (III) fase air dengan persamaan

Hasil

3

IV. DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Pengamatan No.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Perlakuan 16,486 gr amonium besi (III) sulfat terhidrasi pro analisis ditimbang dan dilarutkan 250 ml asam klorida 6 M di dalam labu berskala Dilakukan ekstraksi dengan 25 ml dietil eter murni, lalu dikocok perlahan selama 3 menit (lakukan 3x ekstraksi) Digabungkan ketiga ekstrak eter, larutkan besi dari eter dengan mengocokkan dengan 25 ml air Didihkan untuk menguapkan setiap eter yang tertinggal dalam ekstrak air di atas penangas air Ditetapkan kadar besi secara spektrofotometri menggunakan tiosinat sebagai pengomplek. Lalu ditambahkan 1 ml larutan SCN 0,1 M dan 1 ml HNO3 4 M lalu diencerkan dengan akuades hingga tanda batas Dibuat larutan standar besi (III) 10 ppm dengan memipet 1 ml larutan induk besi (III) 1000 ppm ke dalam labu 100 ml Ditambahkan 1 ml larutan SCN 0,1 M dan 1 ml HNO3 4 M lalu diencerkan dengan akuades hingga tanda batas

4

Pengamatan - amonium besi (III) sulfat berwarna putih - asam klorida berwarna kuning jernih Larutan 1: Hijau Larutan 2: Kuning kehijauan Larutan 3: Kuning kehijauan Terbentuk 2 lapisan

Larutan berwarna kuning kehijauan

Larutan berwarna merah

Larutan bening tak berwarna

Larutan berwarna merah

5

8.

9.

Didapatkan larutan standar dan larutan sampel hasil ekstraksi fase air Diukur absorbansi larutan standar dan larutan ekstraksi fase air dengan spektrofotometer lalu dihitung konsentrasi besi (III) fase air

4.2 Data Perhitungan Konsentrasi Fe (III) fase air: 

 

Diketahui : A standar = 0,0118 A sampel = 2,1866 C standar = 10 Ditanya : C sampel……? Dijawab : Kadar

= =

C sampel =

C sampel

C standar C sampel

10 ppm 21,866

0,0118

= =

Å sampel

Å standar 2,1866

0,0118

= 1853,051 ppm

- Larutan standar: merah - Larutan sampel hasil ekstraksi fase air: bening - Larutan standar: 0,0118 Å - Larutan sampel: 2,1866 Å

4.3 Pembahasan Ekstraksi cair – cair atau pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat pelarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, seperti benzen, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasan nya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbada dalam kedua fase pelarut. Ekstraksi pelarut umumnya digunakan untuk memisahkan sejumlah gugus yang diinginkan dan mungkin merupakan gugs pengganggu dalam analisis secara keseluruhan. Kadang-kadang gugus-gugs pengganggu ini diekstraksi secara selektif. Teknik pengerjaan meliputi penambahan pelarut organik pada larutan air yang mengandung gugus yang bersangkutan. Dalam pemilihan pelarut organik agar kedua jenis pelarut (dalam hal ini pelarut organik dan air) tidak saling tercamupr satu sama lain. Selanjutnya proses pemisahan dilakukan dalam corong pisah dengan jalan pengocokan beberapa kali (Svehla, G, 1985). Ekstraksi merupakan metode pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tak saling bercampur (Khopkar, 2002). Ekstraksi pelarut adalah metode pemisahan berdasarkan transfer suatu zat terlarut dari suatu pelarut ke pelarut lain yang tidak saling bercampur. Ekstraksi pelarut merupakan pemisahan suatu komponen dari campuran dengan melarutkannya dalam pelarut, tetapi komponen lainnya tidak dapat dilarutkan dalam pelarut tersebut (Daintith, 1994). Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksinbertahap, ekstraksi kontinyu, dan ekstraksi counter current. Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi yang akan diekstraksi pada kedua lapisan, setelah ini tercapai lapisan didiamkan dan dipisahkan. Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit (Basset, J. dkk, 1994). Menurut proses pelaksanaannya, esktraksi dibedakan menjadi (Yazid, 2005):

6

7

a. Ekstraksi kontinyu (Continues Extraction) Pada ekstraksi kontinu, pelarut yang digunakan secara berulang- ulang sampai proses ekstraksi selesai. Tersedia berbagai alat dari jenis ekstraksi ini seperti alat sokhlet atau Craig Countercurrent. b. Ekstraksi bertahap (Batch Extraction) Pada ekstraksi bertahap, setiap kali ekstraksi selalu digunakan pelarut yang baru sampai proses ekstraksi selesai. Alat yang biasa digunakan adalah berupa corong pisah. Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses penentuan konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya (larutan standar). Berdasarkan kemurniannya larutan standar dibedakan menjadi larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa - volum larutan). Larutan standar sekunder adalah larutan standar yang dipersiapkan denganmenimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian relatif rendah sehingga konsentrasi diketahui dari hasil standardisasi (Underwood, 1992). Saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan. Indikator berubah warna pada saat titik ekuivalen. Pada titrasi asam basa, dikenal istilah titik ekuivalen dan titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah titik pada proses titrasi ketika asam dan basa tepat habis bereaksi. Untuk mengetahui titik ekuivalen digunakan digunakan indikator. Saat perubahan warna terjadi, saat itu disebut titik akhir titrasi (Sukmariah, 2007). Titik didih zat cair adalah suhu tetap pada saat zat cair mendidih. Pada suhu ini, tekanan uap zat cair sama dengan tekanan udara di sekitarnya. Hal ini menyebabkan terjadinya penguapan di seluruh bagian zat cair. Titik didih zat cair diukur pada tekanan 1 atm. Dari hasil penelitian, ternyata titik didih larutan selalu lebih tinggi dari titik didih pelarut murninya (Khoiriyah dkk, 2014). Dietil eter adalah senyawa dengan rumus molekul C4H10O. Dietil eter memilki berat molekulnya 74,12 g/mol, titik beku -117,4°C dan titik didih 34,5°C (pada 760 mmHg) (Kirk et al, 1998). Dietil eter banyak digunakan sebagai bahan pelarut untuk melakukan reaksi-reaksi organik dan memisahkan senyawa organik dari sumber alamnya. Penggunaan dietil eter sebagai pelarut diantaranya untuk pelarut minyak, lemak, getah, resin, mikroselolosa, parfum, alkaloid, dan

8

sebagian kecil dipakai dalam industri butadiena. Dietil eter dalam dunia kedokteran dimanfaatkan sebagai bahan anestesi (Ullman, 1987).

Gambar 4.3.1 Struktur dietil eter Besi (Fe) adalah logam-logam yang berwarna putih keperakan, liat dan dapat di bentuk. Fe di dalam susunan unsur berkala termasuk logam golongan VIII B, dengan berat atom 55,85 g/mol, nomor atom 26, berat jenis 7,86 g/cm3 dan umumnya mempunyai valensi 2 dan 3 (selain 1, 4, 6). Besi (Fe) adalah logam yang dihasilkan dari bijih besi, jarang dijumpai dalam keadaan bebas, untuk mendapatkan unsur besi campuran lain harus dipisahkan melalui kimia (Eaton et al, 2005). Sumber besi di alam adalah pyrite (FeS2), hematite (Fe2O3), magnetite (Fe3O4), limonite [FeO(OH)], goethite (HfeO2), dan ochre [Fe(OH)3]. Senyawa besi pada umumnya bersifat sukar larut dan cukup banyak terdapat di dalam tanah. Kadang-kadang besi juga terdapat sebagai senyawa siderite (FeCO3) yang bersifat mudah larut dalam air (Cole, 1988). Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu objek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet. Spektrofotometer dibagi menjadi dua jenis yaitu spektrofotometer single-beam dan spektrofotometer double-beam. Perbedaan kedua jenis spektrofotometer tersebut hanya pada pemberian cahaya, di mana pada single-beam, cahaya hanya melewati satu arah sehingga nilai yang diperoleh hanya nilai absorbansi dari larutan yang dimasukan. Berbeda dengan single-beam, pada spektrofotometer double-beam, nilai blanko dapat langsung diukur bersamaan dengan larutan yang diinginkan dalam satu kali proses yang sama. Prinsipnya adalah dengan adanya chopper yang akan membagi sinar menjadi dua, di mana salah satu melewati blanko (disebut juga reference beam) dan yang lainnya

9

melewati larutan (disebut juga sample beam). Dari kedua jenis spektrofotometer tersebut, spektrofotometer double-beam memiliki keunggulan lebih dibanding single-beam, karena nilai absorbansi larutannya telah mengalami pengurangan terhadap nilai absorbansi blanko. Selain itu, pada single-beam, ditemukan juga beberapa kelemahan seperti perubahan intensitas cahaya akibat fluktuasi voltase (Csuros, 1997). Salah satu contoh instrumentasi analisis yang lebih kompleks adalah spektrofotometer UV-Vis. Alat ini banyak bermanfaat untuk penentuan konsentrasi senyawa-senyawa yang dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet (200 – 400 nm) atau daerah sinar tampak (400 – 800 nm) (Sastrohamidjojo, 1991). Analisis ini dapat digunakan yakni dengan penentuan absorbansi dari larutan sampel yang diukur. Prinsip penentuan spektrofotometer UV-Vis adalah aplikasi dari Hukum Lambert-Beer, yaitu: A = - log T = - log It / Io = ε.b .C Dimana: A = Absorbansi dari sampel yang akan diukur T = Transmitansi I0 = Intensitas sinar masuk It = Intensitas sinar yang diteruskan ε = Koefisien ekstingsi b = Tebal kuvet yang digunakan C = Konsentrasi dari sampel Penyebab kesalahan sistematik yang sering terjadi dalam analisis menggunakan spektrofotometer adalah (Tahir, 2008): a) Serapan oleh pelarut Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi matrik selain komponen yang akan dianalisis. b) Serapan oleh kuvet Kuvet yang biasa digunakan adalah dari bahan gelas atau kuarsa. Dibandingkan dengan kuvet dari bahan gelas, kuvet kuarsa memberikan kualitas yang lebih baik, namun tentu saja harganya jauh lebih mahal. Serapan oleh kuvet ini diatasi dengan penggunaan jenis, ukuran, dan bahan kuvet yang sama untuk tempat blangko dan sampel. c) Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).

10

Pertama-tama percobaan dilakukan dengan menimbang Amonium besi (III) sulfat terhidrasi pro analisis sebanyak 16,486 g dan dilarutkan dalam 25 mL asam klorida 6 M dalam sebuah labu berskala. Langkah selanjutnya diekstraksi dengan 25 mL dietil eter murni. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali. Selama proses ekstraksi, dilakukan pengocokan secara perlahan-lahan dengan waktu 3 menit. Pengocokkan dilakukan agar larutan bercampur dan besi (III) terdistribusi dengan sempurna atau terjadi kesetimbangan konsentrasi zat-zat yang diekstraksi (Day & Underwood, 1994).

Gambar 4.3.2 Ekstraksi dengan dietil eter Hasil ekstraksi pertama berwar...


Similar Free PDFs