LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH ACARA 5 KLASIFIKASI CITRA PDF

Title LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH ACARA 5 KLASIFIKASI CITRA
Author R. Rachmadian
Pages 17
File Size 1.9 MB
File Type PDF
Total Downloads 30
Total Views 195

Summary

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH (PGEOG6016) ACARA 5 KLASIFIKASI CITRA UNSUPERVISED & SUPERVISED Disusun oleh: Nama : 1. Robby Hilmi Rachmadian (190721637636) 2. Siti Nur Farihah (190721637664) 3. Widya Ayu Rarassita Dewi (190721637764) Hari, Waktu : Rabu, 09.35-12.10 Dosen Pengampu : Ike Sar...


Description

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH (PGEOG6016)

ACARA 5 KLASIFIKASI CITRA UNSUPERVISED & SUPERVISED

Disusun oleh:

Nama

: 1. Robby Hilmi Rachmadian (190721637636) 2. Siti Nur Farihah

(190721637664)

3. Widya Ayu Rarassita Dewi (190721637764) Hari, Waktu

: Rabu, 09.35-12.10

Dosen Pengampu

: Ike Sari Astuti, S.P., M.Nat.Res.St., Ph.D.

Asisten

: Imam Abdul Gani Alfarizi, S.Si.

JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MALANG 2020

I.

TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mahasiswa mampu menggunakan software SAGA GIS 2.3.2 2. Melatih ketelitian mahasiswa dalam melakukan identifikasi dan klasifikasi kenampakan pada permukaan bumi. 3. Mahasiswa dapat mengetahui teknik mengklasifikasi citra menggunakan software SAGA GIS 2.3.2 4. Mahasiswa mampu melakukan klasifikasi unsupervised dan supervised data citra 5. Mahasiswa mampu memahami dan membandingkan antara klasifikasi unsupervised dan supervised data citra.

II.

DASAR TEORI Penginderaan jauh adalah ilmu atau seni yang dalam penggunaannya untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau gejala (fenomena) dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gejala (fenomena) yang dikaji tersebut (Sutanto, 1986 : 2). Klasifikasi adalah pengelompokan objek-objek ke dalam kelas-kelas berdasarkan persamaan sifatnya, atau kaitan antara objek-objek tersebut. Klasifikasi ini dapat dikontrol oleh sistem atau pengguna yang perberan dominan. Sedangkan terdapat istilah penutup lahan yang mana hal ini adalah objek yang dikaji. Penutup Lahan adalah perwujudan secara fisik (kenampakan), benda alami dan unsur-unsur budaya yang ada dipermukaan bumi tanpa mempermasalahkan kegiatan manusia terhadap objek tersebut. Struktur klasifikasi suatu sistematika hirarkis/berjenjang yang dapat memberikan informasi tentang kemampuan penyajian informasi penutupan lahan untuk sumber data dan skala yang berbeda. (Lapan, 2015 : 2). Dalam klasifikasi objek penutup lahan, diperlukan suatu metode yang tepat untuk menentukan objek yang di maksud. Pemilihan metode klasifikasi pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan tingkat akurasi dari hasil klasifikasi objek. Terdapat beberapa metode klasifikasi yang umum digunakan pengguna antara lain metode Maximum Likelihood, Mahalanobis Distance, dll. Klasifikasi citra merupakan teknik yang digunakan untuk menghilangkan informasi rinci dari data input dan menampilkan pola-pola penting atau distribusi spasial, agar mempermudah interpretasi serta analisis citra sesuai dengan keperluan klasifikasi citra merupakan tahap terakhir dalam pengolahan citra. Klasifikasi citra bertujuan untuk membagi daerah cakupan berdasarkan jenis objeknya dengan cara

menginterpretasi kenampakannya di atas citra dan menyatakannya dengan symbol tertentu. Hasil interpretasi citra berupa suatu peta tematik yang sangat diperlukan dalam perencaan selanjutnya. Proses pengklasifikasian citra satelit biasa dilakukan secara terbimbing (supervised classification) dan tak terbimbing (unsupervised classification). Contoh algoritma atau sub-teknik dari klasifikasi terbimbing, yaitu: nearest neighboor, minimum distance, mahalanobis distance, sedangkan klasifikasi tak terbimbing yaitu clustering, slicing atau density slicing dan isodata. Citra multispektral merupakan citra yang terdiri dari sejumlah spectrum. Citra ini dihasilkan dari pemetaaan satelit. Sedangkan Pemetaan diperoleh dari hasil klasifikasi multispektral citra digital. Klasifikasi multispektral merupakan suatu algoritma yang dirancang untuk menyajikan informasi tematik dengan cara mengelompokkan fenomena berdasarkan satu kriteria yaitu nilai spektral pada beberapa saluran sekaligus. Tiap objek cenderung memberikan pola respon spektral yang spesifik. Semakin sempit dan banyak saluran yang digunakan, semakin teliti hasil klasifikasi multispektral tersebut. Klasifikasi multispektral diawali dengan menentukan nilai pixel representatif tiap obyek secara sampling. Nilai pixel dari tiap sampel tersebut digunakan sebagai masukan dalam proses klasifikasi. Ektraksi informasi citra multispektral dikerjakan berdasarkan warna pada citra komposit, analisis statistik dan analisis grafis. Analisis statistik digunakan dengan memperhatikan nilai ratarata, standar deviasi, varians, dan kovarians, dari setiap kelas sampel yang diambil guna menentukan keterpisahan sampel. Analisis grafis digunakan untuk melihat sebaran piksel-piksel suatu kelas yang diasumsikan sebagai kelas yang homogen apabila pikselpiksel yang diambil sebagai sampel, berkumpul dalam satu gugus, dengan memperhatikan posisi gugus sampel dalam diagram pencar. Karakteristik spektral terkait dengan panjang gelombang yang digunakan untuk mendeteksi obyek-obyek yang ada di permukaan bumi. Semakin sempit jarak (range) panjang gelombang yang digunakan maka, semakin tinggi kemampuan sensor itu dalam membedakan obyek. (Parulian, 2007). Asumsi awal yang harus diperhatikan sebelum melakukan klasifikasi multispektral adalah bahwa tiap –tiap obyek dapat dikenali dan dibedakan berdasarkan nilai spektralnya. Sebagai alah satu contoh hasil klasifikasi multispektral adalah peta penutup lahan yang memberikan informasi mengenai jenis penutup lahan (vegetasi kerapatan tinggi yang berasosiasi dengan hutan, semak belukar, tubuh air, vegetasi kerapatan rendah, lahan terbangun, vegetasi kerapatan sedang dan lainnya).

1. Klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification) Merupakan metode yang memberikan mandate sepenuhnya kepada sistem/komputer untuk mengelompokkan data raster berdasarkan nilai digitalnya masing-masing, intervensi pengguna dalam hal ini diminimalisasi. Jenis metode ini digunakan bila kualitas citra sangat tinggi dengan distorsi atmosferik dan tutupan awan yang rendah. Tutupan awan sangat mempengaruhi kerja sistem/komputer menjadi kurang akurat, hal ini karena tutupan awan yang menghalangi kenampakan muka bumi sampai pada sensor. Namun, dalam banyak kasus, terlepas dari kondisi citra yang bersangkutan, metode ini banyak digunakan untuk memberikan gambaran kasar/ informasi awal. 2. Klasifikasi terbimbing (supervised classification) Merupakan metode yang dipandu dan dikendalikan sebagian besar atau sepenuhnya oleh pengguna dalam proses pengklasifikasiannya. Intervensi pengguna dimulai sejak penentuan training area hingga tahap pengklasterannya. Klasifikasi terbimbing dalam hal ini mensyaratkan kemampuan pengguna dalam penguasaan informasi lahan terhadap areal kajian. Ketika proses klasifikasi kurang akurat karena identifikasi yang kurang maksimal oleh pengguna maka hasil peta pun menjadi kurang akurat.

Teknologi penginderaan jauh dapat dimanfaatkan untuk memperoleh informasi penutup lahan dengan cakupan yang luas, cepat, efektif dan efisien. Dalam hal ini terdapat standart data dan teknologi pengolahan, yang mana tujuannya agar memiliki tingkat perbedaan informasi spasial penutup lahan yang rendah dan dapat ditetapkan sebagai acuan nasional.

III.

ALAT DAN BAHAN 1. Alat -

Laptop atau Notebook

2. Bahan -

Citra kombinasi wilayah Ngantang

-

Software SAGA GIS 2.3.2

IV.

LANGKAH KERJA A. KLASIFIKASI CITRA DENGAN METODE UNSUPERVISED 1. Buka aplikasi SAGA GIS 2.3.2 dan akan muncul tampilan seperti ini.

2. Lalu klik File > Open untuk menginput citra yang akan diklasifikasikan.

3. Akan muncul tampilan file, kemudian pilih All Files > klik citra yang akan diklasifikasikan yang memiliki format .tif

4. Lalu akan muncul perintah Load All Bands berikan centang > Okay. Kemudian akan muncul data band yang akan diklasifikasikan pada menu data.

5. Kemudian untuk memudahkan dalam melakukan klasifikasi, diperlukan langkah untuk memvisualisasi citra agar mudah dipahami. Caranya yaitu klik Tools > klik Visualitation > klik Grid > klik RGB Composite.

6. Setelah klik RGB Composite kemudian input data sebagai berikut:

7. Kemudian hasil RGB Composite akan muncul di menu data dengan nama “composite”, untuk menampilkan hasilnya, caranya dengan klik kanan pada mouse/keypad lalu klik Add to Map dan kenampakan citra akan muncul di layar.

8. Untuk mengolah citra agar dapat diklasifikasikan menggunakan metode unsupervised yakni dengan klik Geoprocessing > klik Imagery > klik Classification > Klik Unsupervised > lalu kita pilih dengan menggunakan KMeans Clustering agar mudah diolah dan diklasifikasikan.

9. Kemudian akan muncul tampilan seperti dibawah ini lalu set Grid system, menambahkan grids yang akan dianalisis, yakni Band 3, 2, dan 1, menambahkan method. Metode yang digunakan adalah Combined Minimum

Distance/Hillclimbing, lalu set cluster menjadi 4, dan Maximum Iterations menjadi 5.

10. Kemudian hasil clustering akan muncul pada menu data, dan dapat kita add to map. Hal ini dilakukan untuk membandingkan dengan citra composite dan mendapatkan hasil yang maksimal.

11. Setelah itu, buat composite ketiga dengan komposisi band 3, 2, dan 1 > Okay, untuk mempermudah klasifikasi dan menghasilkan citra reguler.

12. Kemudian klik data cluster > klik Show Object Properties Window > dan akan muncul tampilan seperti berikut ini.

13. Pada bagian Type, pilih Lookup Table > Set Table > Muncul tampilan berikut ini.

14. Lalu ubah warna pada setiap objek yang dikaji agar mudah diklasifikasikan. Pilihlah warna secara bebas namun sesuai dengan objek yang dikaji.

15. Setelah itu, beri keterangan/name pada setiap warna pada kolom yang sudah ada > klik Okay > klik Apply.

16. Untuk menyimpan hasil citra, dapat menggunakan cara klik kanan pada mouse/keypad lalu klik Save as Image.

17. Kemudian pilih format penyimpanan .tif dan checklist semua > Okay > Hasil klasifikasi citra Unsupervised akan tersimpan pada file.

B. KLASIFIKASI CITRA DENGAN METODE SUPERVISED 1. Add Map hasil composite pada dasbor.

2. Klik Tools > Klik Create New Shapes Layer > Set Name menjadi “Sample_1” > Set Shape Type “Polygon”.

3. Lalu akan muncul keterangan Shape-Polygon-Sample_1 pada menu data. Kemudian untuk melakukan digitasi pada objek yang akan dianalisis, klik edit > Add Shape.

4. Mulai lakukan digitasi dengan cara mengklik pada objek yang akan dianalisis misalnya danau, maka anda harus menandai danau tersebut menggunakan titik-titik digitasi. Setelah selesai mendigitasi, klik kanan untuk melepaskan titik.

5. Minimal buatlah 3 part pada setiap objek yang dikaji agar mudah dianalisis. Lalu klik Sample_1 > Klik Edit > Klik Edit Selections > Klik Yes.

6. Kemudian akan muncul tampilan seperti ini, langkah selanjutnya beri ID dengan angka 1 dan Name sesuai nama objek yang didigitasi, contoh Air.

7. Lakukan digitasi pada objek lainnya, pada praktikum ini ada 4 objek yang didigitasi yakni air, lahan terbangun, kebun campuran, dan hutan. Hasil digitasi sebagai berikut.

8. Langkah selanjutnya klik Geoprocessing > klik Imagery > klik Classification > klik Supervised Classification for Grids.

9. Pilih Band yang dianalisis (Band 1, 2, 3, dan 4) > klik Okay.

10. Kemudian set Supervised Classification for Grids dengan isian berikut ini. Dengan menggunakan metode Maximum Likelihood dan Probability Reference “Absolute” > klik Okay.

V.

HASIL 1. Citra Composite

2. Unsupervised K-Means + Legend

3. Supervised Maximum Likelihood +Legend

VI.

PEMBAHASAN Klasifikasi unsupervised K-Means. Number of classes pada K-Means hanya ditetapkan 1 tidak memiliki nilai minimum dan maksismum. Ketika penentuan number of classes menggunakan angka 4 dan pada maksimum literasinya 5, namun ketika menggunakan number of classes dengan angka tetap yaitu 5 dan untuk maksimum literasinya 3 menghasilkan peta yang berbeda. Dalam K-Means ini menunjukkan resolusi yang rendah yaitu menunjukan kenampakan kebun campuran yang diwakili warna hijau muda, warna hijau tua untuk hutan, merah untuk kawasan terbangun, dan biru tua untuk air (perairan). Namun terdapat kurangnya akurasi pada warna merah yaitu yang seharusnya cyan mewakili beberapa kenampakan seperti pemukiman, awan, lahan kosong/terbuka. Dan pada warna hijau muda tidak ada klasifikasi yang akurat, tidak ada pembeda antara kenampakan lahan campuran yang masih berupa hutan maupun area persawahan dan tidak ada pembeda dengan lahan terbangun. Metode berikutnya yaitu Maximum Likehood masuk pada klasifikasi multispektral supervised. Warna dalam metode ini sama dengan metode minimum distance. Metode ini memiliki tingkat akurasi yang kurang untuk mengidentifikasi vegetasi rapat (coklat) dimana warna ini hanya ada di lokasi gunung dan tersebar tidak merata dengan baik, yellow (pemukiman), dan hijau tua (perairan). Dimana warna hijau tua dan yellow ini terdapat di daerah perairan. Akurasi yang cukup tinggi yaitu warna hijau muda untuk mewakili kebun campuran. Dalam identifikasi dan klasifikasi multispektral supervised ini memiliki tingkat akurasi yang berbeda-beda di tiap metodenya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh banyak sampel dan tingginya pixel yang diambil. Semakin tinggi sampel dan pixel yang diambil maka tingkat akurasi idendifikasi dalam klasifikasi ini akan semakin tinggi dan baik. Sehingga peta akan mencerminkan keadaan sebenarnya. Akurasi yang tinggi ini juga ditentukan juga dalam penentuan tanggal pengambilan citra. Dimana kondisi permukaan bumi yang dinamis akan tidak sesuai dengan klasifikasi multispektral citra pada foto citra yang diambil dari tahun-tahun sebelumnya.

VII.

KESIMPULAN 1. Klasifikasi Multispektral merupakan sebuah algoritma yang digunakan untuk memperoleh informasi thematic dengan mengelompokkan suatu fenomena atau objek berdasarkan kriteria tertentu. 2. Metode Unsupervised (tidak terbimbing) adalah metode yang memberikan mandat sepenuhnya kepada sistem atau computer untuk mengelompokkan data raster berdasarkan nilai digitalnya, intervensi penggunaan dalam hal ini diminimalisasi. Proses ini, merupakan suatu proses interaksi sampai dengan menghasilkan pengelompokkan akhir gugus-gugus spectral. 3. Klasifikasi Supervised (terbimbing) merupakan metode yang dipandu dan dikendalikan sebagian besar atau sepenuhnya oleh pengguna dalam proses pengklasifikasiannya. Intervensi pengguna dimulai sejak penentuan training area hingga tahap pengklasterannya. 4. Pada K-Means hasil dari citra memiliki kesamaan dengan metode IsoData, perbedaanya terdapat pada citra yang diklasifikasikan memiliki resolusi lebih tinggi dan lebih mendetail. 5. Pada Maximum Likehood, masing-masing kelas terdistribusi secara normal dan menghitung probabilitas, dimana setiap pixel yang diberikan memiliki kelas tertentu.

VIII. DAFTAR RUJUKAN Lapan. 2015. Pedoman Pengolahan Data Satelit Multispektral Secara Digital Supervised Untuk Klasifikasi. Jakarta: Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan Dan Antariksa Nasional. Sari, Vivi Diannita Sari, dkk. 2015.Perbandingan Pengaruh Koreksi Radiometrik Citra Landsat 8 Terhadap Indeks Vegetasi Pada Tanaman Padi. Surabaya: Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW). Soenarmo, S. H., 2009. Penginderaan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi Geografis untuk Bidang Ilmu Kebumian. Bandung: Penerbit ITB Bandung. Soetanto. 1986. Penginderaan Jauh. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Parulian, Miduk, dkk. 2007. Perbandingan Identifikasi Objek Pada Citra Multispektral Berbasis Clustering Dan Berbasis Reduksi Spektral (Studi Kasus: Penginderaan Jauh - Lapan) Comparison of Multispectral Image Object Identification Based

On Clustering And Spectral Reduction (Case S). Tugas akhir Program studi S1 Teknik Informatika, Fakultas Teknik Informatika. Purwadhi, S.H, dan Sanjoto, T.B,. 2008. Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. Jakarta: Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional dan Jurusan Geogrfai Universitas Negeri Semarang. Indarto. 2014. Penginderaan Jauh: Teori dan Praktek. Yogyakarta: Penerbit Andi. Conita, dkk. 2016. Laporan Praktikum Penginderaan Jauh Menggunakan Envi 4.5. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Phinn, Stuart R. 2007. Advanced Remote Sensing of Environment (Course Profil and Tutorial. Brisbane: School of Geography, Planning & Architecture The University of Queensland. Dulbahri. 1993. Sistem Informasi Geografis, Bahan Ajar. Yogyakarta: PUSPICS Fakultas Geografi UGM. Richards, JA. 1993. Remote Sensing Digital Image Analysis: An Introduction. Berlin: Sringer-Verlag....


Similar Free PDFs