LINGKUNGAN DAN PERTUMBUHAN VEGETATIF Jamur PDF

Title LINGKUNGAN DAN PERTUMBUHAN VEGETATIF Jamur
Author Dibay Prakoso
Pages 13
File Size 1005.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 435
Total Views 632

Summary

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN ACARA I LINGKUNGAN DAN PERTUMBUHAN VEGETATIF Disusun oleh: Nama : Ady Bayu Prakoso NIM : 13/348875/PN/13286 Golongan : C2-2 Asisten : Dede Yati Rizal Dwi P. M. Gilang Rahadian LABORATORIUM MIKOLOGI PERTANIAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKU...


Description

Accelerat ing t he world's research.

LINGKUNGAN DAN PERTUMBUHAN VEGETATIF Jamur Dibay Prakoso

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Laporan Fundament al Mariana Mariana

LAPORAN IPA KEGIATAN 1 Ulsana Puji Lest ari SEMUT Dolichoderus t horacicus Smit h (HYMENOPT ERA : FORMICIDAE) PADA EKOSIST EM PERTANAM… Shahabuddin Saleh

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN ACARA I LINGKUNGAN DAN PERTUMBUHAN VEGETATIF

Disusun oleh: Nama

: Ady Bayu Prakoso

NIM

: 13/348875/PN/13286

Golongan

: C2-2

Asisten

: Dede Yati Rizal Dwi P. M. Gilang Rahadian

LABORATORIUM MIKOLOGI PERTANIAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2015

ACARA I LINGKUNGAN DAN PERTUMBUHAN VEGETATIF

I.

TUJUAN

Adapun tujuan dilakukannya praktikum acara 1 dengan judul Lingkungan dan Pertumbuhan Vegetatif adalah : 1. Mengetahui pengaruh variasi cahaya, suhu dan kelembaban terhadap pertumbuhan vegetatif jamur. 2. Menganalisis variasi cahaya, suhu dan kelembaban terhadap pertumbuhan jamur.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian ekologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali digunakan oleh Haeckel, seorang ahli Biologi, dalam pertengahan tahun 1960-an. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani yaitu: "oikos" yang berarti rumah, dan "logos" berarti ilmu. Karena itu secara harfiah, pengertian ekologi adalah ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup (Anonim, 2014). Dari pengertian tersebut diketahui bahwa lingkungan menjadi faktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup suatu organisme bahkan patogen sekalipun. Lingkungan sendiri merupakan keadaan disekitar makhluk hidup yang terdiri atas komponen biotik seperti makhluk hidup lain, hewan, tumbuhan dan komponen abiotik seperti suhu, cahaya, kelembaban dan lain-lain. Di Indonesia yang merupakan negara tropis memiliki keanekaragaman flora yang cukup banyak, tak terkecuali keragaman jamur (Fungi). Salah satu jamur yang merupakan jamur edible dan sudah banyak dibudidayakan adalah Jamur Tiram (Pleurotus spp.). Sebelum dibudidayakan, jamur tiram ini merupakan salah satu jamur pelapuk kayu yang hidup pada hutan-hutan hujan tropis yang kelembabannya cukup tinggi. Perez et al. (2009) mengemukakan bahwa P. Ostreatus merupakan salah satu fungi pendegradasi lignin aktif yang hidup secara saprofit pada kayu lapuk di hutan. Jamur ini diproduksi secara komersial pada skala industri sebagai bahan pangan karena kelezatannya, kandungan nutrisinya, dan mampu menstimulasi kesehatan. Jamur ini juga menghasilkan beberapa metabolit sekunder yang

bermanfaat untuk pengobatan. Aktivitas lignolitik jamur ini telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti biokonversi limbah pertanian, biodegradasi polutan organik, dan kontaminan industri, serta bleaching pada industri kertas. Pleurotus spp. disebut oyster mushroom karena mempunyai tudung seperti tiram, dengan bagian atas lebih lebar, bagian bawah agak runcing, dan bentuknya seperti lidah. Secara umum oyster mushroom memiliki tudung berdiameter 5-30 cm, pada bagian bawah tudung terbentuk lapisan seperti insang, disebut gills, berwarna keputihputihan atau abu-abu. Penempelan tangkai pada tudung biasanya tidak tepat di tengah melainkan menyamping (Chang dan Miles 1989). Selain jamur edible keragaman jamur juga meliputi jamur penyebab penyakitpenyakit pada tumbuhan diantaranya adalah Fusarium oxysporum yang merupakan penyebab penyakit layu jamur pada Solanaceae. Genus Fusarium adalah salah satu genus jamur yang sangat penting secara ekonomi dan merupakan spesies patogenik yang menyebabkan penyakit layu pada berbagai tanaman. Banyak spesies fusarium yang berada dalam tanah bertahan sebagai klamidospora atau sebagai hipa pada sisa tanaman dan bahan organik lain (Saragih, 2009). Menurut Agrios (2005) klasifikasi jamur ini adalah sebagai berikut : Divisio : Mycota , Sub Divisi : Deuteromycotina, Class : Hyphomycetes, Ordo : Hyphales, Famili : Tuberculariaceae, Genus : Fusarium, Species : Fusarium oxysporum.

Jamur Fusarium sp mempunyai 3 alat reproduksi, yaitu mikrokonidia (terdiri dari 1-2 sel), makrokonidia (3-5 septa), dan klamidospora (pembengkakan pada hifa). Makrokonidia berbentuk melengkung, panjang dengan ujung yang mengecil dan mempunyai satu atau tiga buah sekat. Mikrokonidia merupakan konidia bersel 1 atau 2, dan paling banyak dihasilkan di setiap lingkungan bahkan pada saat patogen berada dalam pembuluh inangnya. Makrokonidia mempunyai bentuk yang khas, melengkung seperti bulan sabit, terdiri dari 3-5 septa, dan biasanya dihasilkan pada permukaan tanaman yang terserang lanjut. Klamidospora memiliki dinding tebal, dihasilkan pada ujung miselium yang sudah tua atau di dalam makrokonidia, terdiri dari 1-2 septa dan merupakan fase atau spora bertahan pada lingkungan yang kurang baik. Menurut Agrios (1997) dalam Susetyo (2010), miselium yang dihasilkan oleh jamur patogen penyebab penyakit layu ini mulanya berwarna putih keruh, kemudian menjadi kuning pucat, merah muda pucat sampai keunguan. Jamur lainnya yang memiliki 2 peran sekaligus yaitu sebagai obat dan sebagai penyakit tanaman perkebunan adalah Ganoderma sp. Berdasarkan klasifikasi ilmiah,

Ganoderma sp. masuk ke dalam Kingdom Fungi, Filum Basidiomycota, Kelas Agaricomycetes, Ordo Polyporales, Famili Ganodermataceae dan Genus Ganoderma. Di dunia, telah dilaporkan terdapat 250 spesies jamur Ganoderma, 15 spesies bersifat patogen terhadap tumbuhan dan 6 spesies yang telah lama dibudiyakan karena dipercaya memiliki manfaat bagi kesehatan. Ganoderma adalah organisme eukariotik yang digolongkan ke dalam kelompok jamur sejati. Dinding sel terdiri atas kitin, namun sel nya tidak memiliki klorofil. Ganoderma mendapatkan makanan secara heterotrof yaitu dengan mengambil makanan dari bahan organik disekitar tempat tumbuhnya. Bahan organik itulah yang nantinya akan diubah menjadi molekul-molekul sederhana dan diserap langsung oleh hifa (Anonim, 2013). Ganoderma sp. merupakan jamur terbawa tanah, bersifat sebagai parasit tumbuhan maupun saprofit. Sifat Ganoderma sp. menjadi menarik karena dua peran yang saling bertentangan dimiliki oleh jamur ini, yakni merugikan sekaligus menguntungkan. Sebagai parasit tumbuhan, Ganoderma sp. dapat menyebabkan busuk akar dan batang pada tumbuhan tahunan tropika di perkebunan maupun kehutanan, sehingga menyebabkan kerugian. Sebagai saprofit, jamur ini telah lama digunakan sebagai bahan obat bagi kesehatan manusia (Ratnaningtyas, 2013).

III.

METODOLOGI

Praktikum Ekologi Hama dan Penyakit Tumbuhan acara satu dengan judul Lingkungan dan Pertumbuhan Vegetatif dilaksanakan pada hari Selasa, 22 September 2015 di Laboratorium Klinik Tanaman Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan petri, bor gabus, ruang isolasi, lampu spiritus, scalpel, sprayer dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah medium agar kentang (PDA), isolat jamur Fusarium sp., baglog jamur tiram (Pleurotus spp.), air, dan alkohol 70%. Praktikum ini dibagi menjadi 2 subbab acara yaitu yang pertama adalah variasi cahaya terhadap pertumbuhan vegetatif jamur. Untuk subbab ini pertama medium dibuat dengan menuangkan PDA cair ke dalam cawan petri steril dan dibiarkan memadat dan mendingin, kemudian pusat cawan petri diberi tanda dengan membuat tanda silang atau titik di bagian luar alas cawan petri dengan marker. Inokulum diambil dari biakan murni menggunakan bor gabus dan diletakkan pada bagian pusat cawan petri dengan cara aseptik sebanyak 15 cawan petri. Cawan tersebut selanjutnya diinkubasikan pada 3 perlakuan yaitu P1 : keadaan gelap, P2 : keadaan gelap 12 jam dan terang 12 jam, dan P3 : keadaan terang masing-masing 5 cawan petri. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan mengukur diameter koloni yang tumbuh. Pengukuran dilakukan dengan mengukur diameter terpanjang dan diameter terpendek kemudian dirata-rata yang dilakukan selama satu minggu dan kemudian dibandingkan hasilnya dengan perlakuan yang lain. Subbab kedua yaitu variasi kelembaban dan suhu diawali dengan persiapan baglog jamur tiram. Baglog yang disiapkan sebanyak 15 baglog untuk 3 perlakuan dan 5 ulangan. Ruang inkubasi dipersiapkan dengan membersihkannya. 5 baglog diambil dan diletakkan dalam posisi horizontal pada ruang P1, begitupun 5 baglog untuk P2 dan P3. Perlakuan yang dilakukan adalah P1 : Kelembaban kamar dan suhu tinggi (disemprot setiap hari pukul 07.00 WIB), P2 : Kelembaban sedang dan suhu sedang (disemprot setiap hari pukul 07.00 WIB dan 16.00 WIB) dan P3 : Kelembaban tinggi dan suhu rendah (disemprot setiap hari pukul 07.00 WIB, 12.00 WIB dan 16.00 WIB). Pengamatan dilakukan setiap 3 hari dengan mengukur pertumbuhan hifa dalam baglog yaitu pertumbuhan hifa terpanjang dan terpendeknya. Pengamatan diakhiri pada hari ke 15 (5x pengamatan) kemudian hasilnya dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan Tabel 1. Hasil Pengukuran Diameter Koloni (cm) Hari keP1 P2 P3

1 0 0 0,052

2 2,1 1,93 1,69

3 2,91 2,85 2,23

4 4,27 4,19 2,8

5 5,2 5,27 3,37

6 6,16 6,16 3,65

7 6,84 7,05 4,1

Tabel 2. Hasil Pengukuran Panjang Hifa dalam Baglog (cm) Hari keP1 P2 P3

3 13,3 13,6 12,86

6 15,4 15,5 15,1

9 17,6 17,6 17,4

12 18,9 19,4 19,7

15 20,5 21,1 20,9

B. Pembahasan Jamur Fusarium sp. merupakan salah satu jamur penyebab layu jamur pada tanaman famili Solanaceae dan merupakan jamur tular tanah (Soil bourne) yang sering merugikan para petani hortikultura khususnya tomat, cabai dan solanaceae lainnya. Patogen ini hidup sebagai parasit pada tanaman inang yang masuk melalui luka pada akar dan berkembang dalam jaringan tanaman yang disebut sebagai fase patogenesa sedangkan pada fase saprogenesa merupakan fase bertahan yang diakibatkan tidak adanya inang, hidup sebagai saprofit dalam tanah dan sisa-sisa tanaman dan menjadi sumber inokulum untuk menimbulkan penyakit pada tanaman yang lain. Agrios (2005) dalam Susetyo (2010), mengemukakan bahwa patogen ini dapat menimbulkan gejala penyakit karena mampu menghasilkan enzim, toksin, polisakarida dan antibiotik dalam jaringan tanaman. Suhu optimum untuk pertumbuhan jamur ini adalah antara 25-30° C, dengan suhu maksimum pada atau di bawah 37° C dan minimum di atas 5° C. Suhu titik kematian jamur F. oxysporum antara 57,5-60° C selama 30 menit dalam tanah. Pada medium agar, pH berkisar antara 2,2-9,0 dengan pH optimum7,7. Potensi air minimum antara 125 dan -155 bar. Sumber C yang bagus untuk pensporaannya termasuk pati dan manitol. Pensporaan optimum jamur disarankan terjadi pada suhu 20-25° C selama 12:12 jam pergantian antara terang dan gelap. Pembentukan makrokonidium dipacu oleh lampu merkuri dan medium mengandung sukrosa. Laju respirasi dan pertumbuhan jamur yang meningkat terjadi pada glukosa dan galaktosa sedangkan

peningkatan pengambilan oksigen pada L-prolin dan asam L-sisteat (Soesanto, 2008). Patogen penyebab layu fusarium ini cepat berkembang pada tanah yang terlalu basah atau becek, kelembaban udara yang tinggi, dan pH tanah yang rendah (Tjahjadi, 1989). Jamur lain yang diamati adalah jamur tiram yang diasumsikan sebagai jamur Ganoderma sp. Pengguaan jamur tiram sebagai sampel pegamatan adalah untuk memudahkan pengamatan karena hifa dari jamur tiram yang berwarna putih dan memiliki pertumbuhan yang relatif lebih cepat sehingga memudahkan dalam melakukan pegamatan dibandingkan dengan penggunaan jamur Ganoderma sp. Jamur

Ganoderma sp. Jamur Ganoderma tergolong ke dalam kelas

basidiomycetes. Famili ganodermataceae telah dikenal luas sebagai patogen di banyak tanaman termasuk kelapa sawit. Jamur lignolitik umumnya termasuk dalam jamur busuk putih yang digolongkan ke dalam basidiomycetes. Karena itulah, jamur ini lebih aktif menghancurkan lignin dibandingkan golongan lainnya. Komponen pembentuk dinding sel tanaman adalah lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Dengan demikian, untuk menyerang tanaman, jamur harus menghancurkan ketiga komponen tersebut dengan enzim ligninase peroxidase, selulose dan hemiselulose. Jamur ini sangat cocok hidup di daerah yang teduh, sejuk, dan lembab seperti yang terdapat pada hutan. Ganoderma sp. dapat tumbuh pada pH 3-8.5 dengan temperature optimal 30oC, kelembapan 70%, kecerahan 520x10, dan ketinggian 1800 mdpl. dan terganggu pertumbuhannya pada suhu 15oC dan 35oC, dan tidak dapat tumbuh pada suhu 40oC (Hasanudin, 2014). Perlakuan yang dilakukan adalah pengujian pengaruh cahaya, suhu dan kelembaban untuk mengamati apakah pertumbuhan jamur akan dipengaruhinya atau tidak. penyinaran penuh 24 jam diasumsikan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan jamur apabila diberi penyinaran terus menerus, penyinaran 12 jam dimaksudkan untuk menguji apakah jamur yang tanpa naungan akan berkembang baik adu tidak, 12 jam terang dianggap ketika hari siang dan 12 jam gelap dianggap ketika malam. Sedangkan kondisi gelap dimaksudkan untuk menguji apabila jamur tidak mendapat cahaya akan terpengaruh atau tidak. Kondisi gelap diasumsikan jamur mendapat naungan yang penuh ketika siang hari. Kondisi lainnya seperti suhu dan kelembaban saling berpengaruh. Biasanya ketika kelembaban udara tinggi maka akan banyak uap air di udara maka suhu akan menurun begitu pula sebaliknya. perlakuan suhu dan kelembaban udara ini

ditujukan untuk melihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan jamu yang diketahui adanya naungan dan sinar matahari juga akan mempengaruhi kelembaban dan suhu juga. Setelah dilakukan pengamatan dan dibandingkan diperoleh hasil sebagai berikut :

Rata-Rata Diameter (cm)

Variasi Cahaya Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Jamur 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1

2

3

4

5

6

7

Hari KeP1

P2

P3

Grafik 1. Pengaruh Variasi Cahaya Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa variasi cahaya memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif dari jamur Fusarium oxysporum. Dapat dilihat bahwa jamur yang diberikan penerangan (cahaya) secara terus menerus pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan dengan diberikan kondisi gelap. Perbedaan mulai muncul setelah pengamatan hari ke 3 perbedaan pertumbuhan yang diukur dari diameter koloni dalam cawan petri. Dan yang memberikan hasil pertumbuhan tertinggi adalah perlakuan P2 yaitu perlakuan 12 jam terang 12 jam gelap. Hal ini berarti pertumbuhan vegetatif Fusarium oxysporum akan lebih cepat apabila diletakkan pada tempat yang terang-gelap (12 : 12 jam) dan sesuai dengan penelitian Soesanto (2008). Faktor lain yang mungkin mempengaruhi pertumbuhan jamur pada media buatan ini dan tidak teramati adalah adanya kontaminasi akibat kurang sterilnya lingkungan kerja sehingga menimbulkan kontaminasi pada beberapa sampel. Selain itu, penyinaran yang dilakukan menggunakan lampu neon TL akan membuat suhu lingkungan meningkat dan itu juga memungkinkan terjadi penghambatan pertumbuhan dari jamur Fusarium oxysporum.

Variasi Kelembaban Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Jamur Panjang Koloni (cm)

22 20 18 16 14 12 1

2

3

4

5

Hari keP1

P2

P3

Grafik 1. Pengaruh Variasi Kelembaban Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan jamur pada variasi kelembaban yang berbeda tidak terlalu berbeda jauh, namun tetap perlakuan P2 yang menghasilkan pertumbuhan vegetatif tercepat. Hal ini berarti pertumbuhan jamur pada kondisi kelembaban sedang akan memacu pertumbuhan vegetatif yang cepat, kemudian pada kelembaban tinggi dan terakhir pada kelembaban kamar. Variasi suhu juga terjadi seiring perlakuan kelembaban ini, ketika kelembaban tinggi maka jumlah uap air yang ada diudara menjadi semakin banyak dan hasilnya suhu udara akan turun, begitu pula sebaliknya, ketika jumlah uap air diudara berkurang maka suhu udara akan meningkat. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa pada kelembaban sedang dan suhu sedang akan memicu pertumbuhan vegetatif jamur semakin cepat dan sesuai dengan penelitian Hasanudin (2014) yaitu pertumbuhan optimal terjadi pada kelembaban sekitar 70% (sedang) dan suhu 300C (suhu sedang). Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah kepadatan dari baglog itu sendiri. Baglog yang merupakan media buatan untuk pertumbuhan jamur dibuat dari serbuk gergaji yang dikemas dalam plastik sehingga kepadatan antara baglog yang satu dengan yang lain dapat berbeda. Jumlah nutrisi dan kadar air tiap baglog juga dapat dimungkinkan berbeda ditambah lagi baglog yang merupakan media tertutup akan sedikit pengaruhnya apabila diperlakukan dengan penyemprotan untuk pengaturan kelembaban sehingga selain kelembaban yang mempengaruhi pertumbuhan jamur adalah kualitas dari baglog itu sendiri.

V.

KESIMPULAN

Dari praktikum Pengujian Pengaruh Variasi Cahaya, Kelembban dan Suhu yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Perlakuan lingkungan dengan variasi cahaya, kelembaban dan suhu memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif jamur yang berarti cahaya dan uap air yang cukup dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetatif jamur. 2. Dari variasi cahaya yang dilakukan diperoleh hasil bahwa yang pertumbuhannya tercepat adalah pada perlakuan P2 (12 jam terang, 12 jam gelap), kemudian perlakuan P1 (24 jam gelap) kemudian yang terakhir P3 (24 jam terang). Sedangkan pada variasi kelembaban pertumbuhan tercepat terjadi pada perlakuan P2 (kelembaban sedang) kemudian P3 (Kelembaban Tinggi) dan yang terakhir adalah P1 (Kelembaban Rendah).

DAFTAR PUSTAKA Agrios, G. N. 2005. Plant Pathology 5th Edition. Elsevier Academic Press, Barlington. Anonim.

2013.

Peran

Ganda

Ganoderma.

. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2015. Anonim.

2014.

Pengertian

Ekologi.

. Diakses pada tanggal 9 Oktober 2015. Chang, S.T. and P.G. Miles. 1989. Edible Mushroom and Their Cultivation. CRC Ress. Boca-Raton, Florida. Hasanudin. 2014. Jenis jamur kayu makroskopis sebagai media pembelajaran biologi. Jurnal Biotik 2 (1) : 1-76. Perez, G., J. Pangilinan, A.G. Pisabarro, and L. Ramirez. 2009. Telomere organization in the ligninolytic basidiomycetes Pleurotus ostreatus. Appl. Env. Microb. 75(5):1427-1436. Ratnaningtyas, N. I. 2013. Karakterisasi Ganoderma sp. di kabupaten Banyumas serta uji peran basidiospora dalam siklus penyakit busuk batang. Laporan Penelitian Universitas Indonesia, Depok. Saragih, Saud Daniel. 2009. Jenis-jenis Fungi pada Beberapa Tingkat Kematangan Gambut. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara. Soesanto, L. 2000. Ecology and Biological Control of Verticillium dahliae. Ph.D Thesis. Wageningen University, Wageningen, The Netherlands. Susetyo, Aryo Pratomo. 2010. Hubungan Keanekaragaman Jamur Rizosfer Tanaman Pisang (Musa spp.) dan Penyakit Layu Fusarium. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Tjahjadi, N. 1989. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.

LAMPIRAN Foto Dokumentasi Pribadi

Pengamatan Koloni Fusarium oxysporum P1 (kiri) ; P2 (tengah) ; P3 (kanan)

Baglog Jamur Tiram...


Similar Free PDFs