LKSR D1 Kelompok 12 Lembaga Pengelola Zakat PDF

Title LKSR D1 Kelompok 12 Lembaga Pengelola Zakat
Author muhammad satrio
Course Bank Dan Lembaga Keu Lainnya
Institution Universitas Airlangga
Pages 14
File Size 234.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 8
Total Views 47

Summary

PAPERLEMBAGA KEUANGAN SYARIAH dan REGULATOR “ LEMBAGA PENGELOLAAN ZAKAT”Disusun Oleh kelompok 12:Vino Anugrah Firdaus (042011433200) Nadhefa Naufalillah R (042011433204) Ivan Arif Budiman (042011433207) Muhammad Satrio Putra P (042011433209) Aprialdi (042011433212)Program Studi S1 Ekonomi IslamFAKUL...


Description

PAPER LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH dan REGULATOR “ LEMBAGA PENGELOLAAN ZAKAT”

Disusun Oleh kelompok 12: Vino Anugrah Firdaus

(042011433200)

Nadhefa Naufalillah R.D

(042011433204)

Ivan Arif Budiman

(042011433207)

Muhammad Satrio Putra P

(042011433209)

Aprialdi

(042011433212)

Program Studi S1 Ekonomi Islam FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA 2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang dalam penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nyalah makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Dalam makalah ini, penulis membahasa mengenai “Lembaga Pengelolaan Zakat”. Hanya kepada Tuhan Maha Kuasa jualah penulis memohon doa sehingga bantuan dari berbagai pihak bernilai ibadah. Penulis menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan kekurangan sehingga hanya yang demikian sajalah yang dapat penulis berikan. Penulis juga sangat mengaharapkan kritikan dan saran dari para pembaca sehingga penulis dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam penyusunan makalah selanjutnya. Demikian makalah ini, semoga bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Surabaya, 28 April 2021

Tim Penyusun

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................................................... ii BAB I .............................................................................................................................................. 1 1.1

Latar belakang .................................................................................................................. 1

1.2

Rumusan masalah .............................................................................................................. 1

BAB II ............................................................................................................................................. 2 2.1

Konsep Lembaga Pengelola Zakat ................................................................................... 2

2.2

Operasional Lembaga Pengelola Zakat ............................................................................ 3

2.4.1 Strategi Pengembangan Lembaga Pengelola Zakat di Indonesia..................................... 6 2.4.2 Studi Kasus “Pengawasan dari Kementrian Agama untuk Lembaga Pengelola Zakat yang Terkait Terorisme” ............................................................................................................. 8 BAB III ......................................................................................................................................... 10 3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 10 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 11

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Zakat adalah salah satu rukun islam yang bercorak social-ekonomi dari lima rukun islam (Yusuf Qardawi, 2010:3). Menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi umat yang mampu sesuai dengan syariat islam. Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan. Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil usaha, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat (UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat). Bentuk organisasi pengelola zakat masa lampau pada umumnya hanya berbentuk kepanitiaan yang keberadaannya sangat temporer, yaitu pada saat bulan puasa saja setelah itu panitia dibubarkan atau secara otomatis dianggap bubar, setelah selesainya pembagian zakat, dan sampai saat ini masih ada keberadaannya. Pada tahun 2000 setelah keluar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, dibeberapa daerah bahkan hampir seluruh daerah di Indonesia telah dibentuk Badan Amil Zakat. Akan tetapi dalam realisasinya baru menyentuh instansi-instansi pemerintah dengan membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ), itupun belum seluruh instansi melakukannya, karena pelaksanaannya masih suka rela bukan keharusan. Padahal instansi pemerintah hanyalah sebagian kecil dari bagian masyarakat umum islam, itupun belum seluruhnya instansi pemerintah menjadi UPZ. Sedangkan sebagian besar masyarakat umat islam adalah masyarakat bukan pegawai sipil, atau masyarakat biasa, mereka hanya segelintir kecil masyarakat yang dengan kesadarannya membayarkan zakat hartanya ke BAZ Provinsi ataupun BAZ Kabupaten atau Kota (Djupri, 2005:52). 1.2 Rumusan masalah 1. Apakah konsep Lembaga Pengelola Zakat? 2. Jelaskan sistem operasional Lembaga Pengelola Zakat? 3. Bagaimana strategi pengembangan Lembaga Pengelola Zakat di Indonesia ?

1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Lembaga Pengelola Zakat Sebagai sebuah lembaga, lembaga pengelola zakat memiliki asas-asas yang menjadi pedoman kerjanya. Dalam UU No. 23 Tahun 2011, disebutkan bahwa asas-asas lembaga pengelola zakat adalah : a) Syariat Islam. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, lembaga pengelola zakat haruslah berpedoman sesuai dengan syariat Islam, mulai dari tata cara perekrutan pegawai hingga tata cara pendistribusian zakat. b) Amanah. Lembaga pengelola zakat haruslah menjadi lembaga yang dapat dipercaya. c) Kemanfaatan. Lembaga pengelola zakat harus mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi mustahiq. d) Keadilan. Dalam mendistribusikan zakat, lembaga pengelola zakat harus mampu bertindak adil. e) Kepastian hukum. Muzakki dan mustahiq harus memiliki jaminan dan kepastian hukum dalam proses pengelolaan zakat. f) Terintegrasi. Pengelolaan zakat harus dilakukan secara hirarkis sehingga mampu meningkatkan kinerja pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. g) Akuntabilitas. Pengelolaan zakat harus bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan mudah diakses oleh masyarakat dan pihak lain yang berkepentingan. Lembaga pengelola zakat yang berkualitas seharusnya mampu mengelola dana yang masuk dengan efisien dan efektif. Programprogram pendistribusian dana harus benarbenar bermanfaat dan tepat sasaran. LPZ juga harus mempunyai sikap responsif terhadap kebutuhan mustahiq, muzakki, dan masyarakat sekitar. Hal ini mendorong amil zakat untuk bersifat proaktif, antisipatif, inovatif, dan juga kreatif sehingga tidak hanya bersifat pasif dan reaktif terhadap fenomena sosial yang terjadi. Kedua lembaga 2

yang diakui oleh pemerintah yaitu BAZ dan LAZ sama–sama memiliki tugas untuk mengelola zakat yang berasal dari para muzakki sehingga dapat tersalurkan dengan baik kepada mustahiq. Selain itu dalam pengelolaan zakat diperlukan beberapa prinsip, antara lain: a. Pengelolaan harus berlandaskan al quran dan as sunnah. b. Keterbukaan, untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil zakat, pihak pengelola harus menerapkan manajemen yang terbuka. c. Menggunakan manajemen dan administrasi modern. d. Badan amil zakat dan lembaga amil zakat harus mengelola zakat dengan sebaik-baiknya. 2.2 Operasional Lembaga Pengelola Zakat Organisasi Pengeloa Zakat (OPZ) adalah organisasi yang mengelola dana masyarakat yaitu dana zakat. OPZ memiliki peran intermediasi zakat yaitu menghimpun dana masayarakat muszaki dan disakurkan dan didayagunakan kepada masyarakat mustahik. Untuk regulasi terkait dengan pengelolaan zakat menjadi sangat penting. Prinsip Kerja Lembaga Pengelola Zakat Pemikiran ulama klasik imam abu yusuf uraiannya dalam masalah zakat banyak menyinggung persoalan keadilan secara umum. Disatu sisi Negara harus memungut zakat dari rakyat, namun caranya harus tetap memperhatikan prinsip keadilan sehingga tidak membebani para pembayar zakat. Setiap lembaga pengelola zakat dalam operasional kegiatannya perlu menerapkan prinsip kerja lembaga yang intinya tercermin dalam tiga kata kunci : Amanah, Profesional dan Transparan. Amanah adalah memiliki sifat jujur, dapat dipercaya dan bertanggung jawab atas tugas yang diembannya. Sifat amanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap amil zakat. Sebaik apapun sistem ekonomi yang ada, akan hancur juga jika pelakunya tidak memiliki sifat amanah. Terlebih dana yang dikelola pengelola zakat itu adalah dana umat. Dana yang dikelola itu secara esensi adalah dana mustahiq. Dan muzakki setelah memberikan zakatnya kepada pengelola

3

zakat, tidak ada keinginan sedikitpun untuk mengambil dananya itu lagi. Kondisi ini menuntut dimilikinya sifat amanah dari para amil zakat. Profesional

adalah kemampuan

yang

merupakan

perpaduan

antarapengetahuan,

ketrampilan dan sikap seorang amil dalam mengemban suatu tugas tertentu dan dilaksanakan secara penuh waktu, penuh kreatifitas dan inovatif. Hanya dengan profesionalitas yang tinggi, dana zakat yang dikelola akan menjadi efektif dan efisien, apalagi jika profesionalitas itu diimbangi dengan sifat amanah. Transparan adalah sifat terbuka dalam pengelolaan melalui penyertaan semua unsur dalam pengambilan keputusan dan proses pelaksanaan kegiatan. Dengan transparannya pengelola zakat, maka dapat diciptakan suatu system kontrol yang baik, karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja, tetapi akan melibatkan juga pihak ektern seperti para muzakki maupun masyarakat secara luas. Dengan transparansi ini akan meminimalkan rasa curiga dan ketidakpercayaan masyarakat. Kegiatan Perencanaan Operasional Lembaga Amil Zakat Setiap organisasi pengelola zakat sebaiknya membuat perencanaan. Perencanaan diwujudkan dengan adanya rencana strategis lembaga yang diturunkan ke dalam misi, visi dan tujuan lembaga serta sasaran jangka panjang, jangka menengah serta jangka pendek. Sasaran jangka pendek diturunkan setiap tahun dengan membuat rencana anggaran dan kegiatan. Dengan adanya rencana anggaran dan kegiatan tahunan maka OPZ mempunyai target-target yang jelas untuk dicapai dan dalam pelaksanaannya dapat membantu kinerja organisasi. Prinsip-prinsip operasionalisasi Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) antara lain. Pertama, Aspek kelembagaan. Sebuah OPZ seharusnya memerhatikan berbagai faktor, yaitu: visi dan misi, kedudukan dan sifat lembaga, legalitas dan struktur organisasi, aliansi strategis. Kedua, Sumber Daya Manusia (SDM). SDM merupakan asset yang paling berharga. Sehingga pemilihan siapa yang akan menjadi amil zakat harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk itu perlu diperhatikan faktor perubahan paradigma bahwa amil adalah sebuah profesi dan kualifikasi SDM-nya. Ketiga, sistem pengelolaan. OPZ harus memiliki sistem pengelolaan yang baik, unsur-unsur yang harus diperhatikan adalah : memiliki sistem, prosedur dan aturan yang jelas, manajemen terbuka, memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan, diaudit, publikasi dan terus-menerus Mekanisme Biaya Pengelolaan Operasional 4

Karakteristik organisasi nirlaba berbeda dengan organisasi bisnis. Perbedaan utama yang mendasar terletak pada cara organisasi memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya. Organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut. Sebagai akibat dari karakteristik tersebut, dalam organisasi nirlaba timbul transaksi tertentu yang jarang atau bahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis, misalnya penerimaan sumbangan. Namun demikian dalam praktik organisasi nirlaba sering tampil dalam berbagai bentuk sehingga seringkali sulit dibedakan dengan organisasi bisnis pada umumnya. Pada beberapa bentuk organisasi nirlaba, meskipun tidak ada kepemilikan, organisasi tersebut mendanai kebutuhan modalnya dari utang dan kebutuhan operasinya dari pendapatan atas jasa yang diberikan kepada publik. Akibatnya, pengukuran jumlah, saat, dan kepastian aliran pemasukan kas menjadi ukuran kinerja penting bagi para pengguna laporan keuangan organisasi tersebut, seperti kreditur dan pemasok dana lainnya. Organisasi semacam ini memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan organisasi bisnis pada umumnya. Para pengguna laporan keuangan organisasi nirlaba memiliki kepentingan bersama yang tidak berbeda dengan organisasi bisnis, yaitu untuk menilai: 1. Jasa yang diberikan oleh organisasi nirlaba dan kemampuannya untuk terus memberikan jasa tersebut 2. Cara manajer melaksanakan tanggung jawabnya dan aspek kinerja manajer. Kemampuan organisasi untuk terus memberikan jasa dikomunikasikan melalui laporan posisi keuangan yang menyediakan informasi mengenai aktiva, kewajiban, aktiva bersih, dan informasi mengenai hubungan di antara unsur-unsur tersebut. Laporan ini harus menyajikan secara terpisah aktiva bersih baik yang terikat maupun yang tidak terikat penggunaannya. Pertanggungjawaban manajer mengenai kemampuannya mengelola sumber daya organisasi yang diterima dari para penyumbang disajikan melalui laporan aktivitas dan laporan arus kas. Laporan aktivitas harus menyajikan informasi mengenai perubahan yang terjadi dalam kelompok aktiva bersih.

5

2.4.1 Strategi Pengembangan Lembaga Pengelola Zakat di Indonesia 1. Pembentukan Dewan Sentral keuangan inklusif Islam di kancah global Indonesia sebagai sentral keuangan inklusif Islam global adalah strategi jitu untuk akselerasi pengembangan keuangan Syariah terutama pada sektor zakat. Strategi utama yang dapat dilakukan untuk mempercepat pengembangan zakat atau dana-dana sosial Islam secara umum, karena sampai saat ini belum ada lembaga atau Negara yang menjadi pusat pengembangan ZISWAF, yang merupakan inti dari keuangan inklusif Islami. Indonesia layak dan sangat mungkin memainkan peran ini, terbukti dengan inisiatif Indonesia dalam mendorong penyusunan standarisasi pengelolaa zakat dana social Islam internasional, yaitu Zakat Core (ZCP) dan Waqf Core Principles (WCP). ZCP diluncurkan pada tahun 2016 dan saat in telah diterapkan di beberapa Negara Islam. Sementara WCP baru diluncurkan pada tahun 2018.

2. Pengembangan basis data bersama (database) yang dapat diakses oleh seluruh pelaku dan masyarakat, khususnya untuk kegiatan pendistribusian dan pendayagunaan Salah satu tantangan penting dalam pengembangan dan asosial Islam di Indonesia adalah kurang terintegrasinya basis data dan terbatasnya informasi yang disediakan kepada publik, baik dari regulator maupun dari operator. Hal ini menjadi hambatan tersendiri bagi lembaga zakat dan wakaf maupun pemangku kepentingan lainnya, terutama untuk memper- oleh data yang relevan dan dibutuhkan oleh masing-masing pemangku kepentingan dan lembaga. Salah satu permasalahan besar yang muncul karena tidak adanya basis data yang terintegrasi dan aksesibel adalah penyaluran dana ZISWAF yang tumpang tindih sehingga tidak jarang seorang mustahik mendapatkan ZISWAF dari banyak lembaga secara sekaligus Isu lainnya adalah transparansi dan sulitnya akses terhadap statistik dan data zakat/wakaf yang dibutuhkan. Oleh karena itu, pengembangan basis data bersama (terutama untuk kegiatan pendistribusian dan pendayagunaan dana ZISWAF) yang dapat diakses baik oleh pelaku maupun publik menjadi salah satu strategi utama pengem- bangan ZISWAF di Indonesia. Basis data yang perlu dikembangkan harus mencakup setidaknya basis data mustahik atau penerima manfaat yang terintegrasi dengan data pemerin- tah misalnya data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan statistik-statistik yang relevan terkait dengan zakat dan wakaf, seperti jumlah lembaga/operator,

nama-nama

lembaga/operator

yang

memilikiizin

operasi,

statistik

penghimpunan dan statistik penyaluran. 6

3. Akselerasi implementasi peraturan Baznas No. 2 tahun 2018 tentang Sertifikasi Amil Zakat Pada tahun 2018 BAZNAS selaku regulator dalam zakat telah mengeluarkan regulasi terkait Sertifikasi Amil Zakat pada Peraturan Baznas No. 2 tahun 2018. Regulasi ini merupakan salah satu regulasi yang penting pada sektor dana sosial Islam seperti zakat terutama untuk meningkatkan kualitas sumber daya amil zakat yang profesional dan berkompetensi. Oleh karena itu sebagai salah satu bagian dari ekosistem, peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui implementasi SertifikasiAmil Zakat perlu segera dilakukan. Untuk mendukung akselerasi implementasi Peraturan Baznas No. 2 tahun 2018 tentang SertifikasiAmil Zakat maka perlu disusun kurikulu untuk standar kompetensi amil zakat, peningkatan jumlah lembaga pelatihan amil zakat yang memiliki kurikulum terstandarisasi yang sekaligus dapat memberikan Sertifikasi Amil Zakat dan melakukan dorongan terhadap BAZNAS dan LAZ untuk meningkatkan jumlah SDM yang memperoleh Sertifikasi Amil Zakat.

4. Otomatisasi zakat bagi institusi, terutama institusi yang berbasis pemerintahan Zakat adalah salah satu kewajiban umat muslim yang tercan- tum di dalam rukun Islam nomor 3 dan oleh karena itu memungut zakat dapat menjadi hak negara dalam upayauntukmenegakkan hukum Islam sebagaimana yang dilakukan di beberapa negara muslim saat ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan realisasi penghimpunan zakat di Indonesia adalah dengan memungut zakat melalui otomatisasi zakat penghasilan dari instansi-intansi tertentu, terutama instansi berbasis pemerintahan seperti Aparatur Sipil Negara (ASN) atau pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Instansi- instansi lainnya yang potensial untuk dipungut zakat peng- hasilannya secara otomatis adalah Lembaga Keuangan Syariah dan lembagalembaga di bawah Organisasi Masyarakat Berbasis Islam.

5. Insentif bagi Muzakki yang telah membayar Zakat Salah satu strategi penting untuk meningkatkan realisasi penghimpunan zakat di Indonesia adalah dengan melakukan revisi regulasi terkait zakat, termasuk UU Zakat No 23/2011 dan UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan untuk mendorong zakat sebagai tax credit yakni memberikan insentif bagi muzakki dalam membayar pajak. Menjadikan zakat sebagai pengurang pajak (tax credit) merupakan salah satu upaya insentif. Namun demikian, dalam regulasi di 7

Indonesia, khususnya UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Peng- hasilan, zakat masih dijadikan sebagai pengurang Pendapatan Tidak Kena Pajak dan oleh karenanya revisi UU ini untukmenjadikan zakat sebagai pengurang pajak sebagai bentuk insentif pembayaran zakat perlu segera dilakukan. Selain itu,UU No 23/2011 juga dipandangan masih memiliki berbagai kelemahan sehingga perlu disempurnakan diharmoniskandengan berbagai regulasi yang ada. Strategi ini akan mendukung strategi penguatan aspek hukum dan koordinasi.

2.4.2 Studi Kasus “Pengawasan dari Kementrian Agama untuk Lembaga Pengelola Zakat yang Terkait Terorisme” Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Kementerian Agama Tarmizi Tohor meminta masyarakat ikut mengawasi dan melaporkan lembaga pengelola zakat yang berkaitan dengan pendanaan aksi terorisme. Hal itu disampaikan untuk merespons insiden bom bunuh diri yang diduga dilakukan oleh kelompok terorisme Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Gereja Katedral, Makassar. Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2011 Pasal 35 dijelaskan bahwa masyarakat dapat berperan dalam pengawasan terhadap lembaga zakat, dengan melapor ke Kemenag melalui simbi.kemenag.go.id/simzat. Kemenag sebagai pengawas tidak bisa bekerja sendiri dan perlu peran masyarakat untuk membantu mengawasi banyaknya lembaga zakat yang terdaftar. saat ini tercatat ada 685 organisasi pengelola zakat resmi yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Karena itu, pengawasannya perlu partisipasi masyarakat sebagai aktor yang paling dekat dengan lokasi lembaga zakat yang ada. Kementerian Agama tidak akan segan...


Similar Free PDFs