LP Intranatal care PDF

Title LP Intranatal care
Author Dewi Trisia
Course Antropologi Kesehatan
Institution Universitas Udayana
Pages 23
File Size 289.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 186
Total Views 288

Summary

LAPORAN PENDAHULUANKEPERAWATAN MATERNITAS IINTRANATAL CAREOLEH :Ni Made Canistiari Dewi 1602521006PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS UDAYANA2017LAPORAN PENDAHULUANINTRANATAL CARE (PERSALINAN NORMAL)I. DEFINISIPersalinan Normal adalah proses persalinan yang melalui kejadian ...


Description

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MATERNITAS I INTRANATAL CARE

OLEH : Ni Made Canistiari Dewi 1602521006

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2017

LAPORAN PENDAHULUAN INTRANATAL CARE (PERSALINAN NORMAL)

I.

DEFINISI Persalinan Normal adalah proses persalinan yang melalui kejadian secara alami. Proses persalinan terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-47 minggu) lahir spontan dengan prensentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi pada ibu maupun janin. Persalinan dimulai (inpartu) pada saat uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap (Depkes RI, 2008).

II.

ETIOLOGI Persalinan dipengaruhi oleh dua hormon yang dominan yaitu hormon estrogen dan progesteron. Hormon estrogen menyebabkan peningkatan sensitifitas otot rahim dan memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti oxcytoksin, prostaglandin, dan rangsangan mekanisme. Sedangkan hormon progesterone menurunkan sensitifitas otot rahim, menghambat rangsangan dari luar yang menyebabkan relaksasi otot dan otot polos.

Beberapa teori disebutkan dapat menimbulkan adanya persalinan. Teori tersebut diantaranya:

a. Teori Penurunan Hormon 1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan kadar estrogen dan progesteron. Fungsi progresteron sebagai penenang otot-otot polos rahim akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his (kontraksi) bila kadar progresteron menurun. b. Teori Plasenta Menjadi Tua Turunnya kadar hormon estrogen dan progesteron menyebabkan kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.

c. Teori Distensi Rahim Rahim yang menjadi besar dan menegang menyebabkan iskemik otot-otot rahim sehingga mengganggu uterus plasenta. d. Teori Iritasi Mekanik Di belakang serviks terlihat ganglion servikale. Bila ganglion itu digeser dan ditekan misalnya oleh kepala janin maka akan menimbulkan kontraksi pada rahim.

III.

PATOFISIOLOGI Untuk menentukan pecahnya ketuban ditentukan dengan kertas lakmus. Pemeriksaan pH dalam ketuban adalah asam, dilihat apakah memang air ketuban keluar dari kanatis serviks dan adalah bagian yang pecah. Pengaruh terhadap ibu karena jalan janin terbuka dapat terjadi infeksi intraportal. Peritoritis dan dry labour. Ibu akan merasa lelah, suhu naik dan tampak gejala infeksi intra uterin lebih dahulu sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalita dan morbiditas perinatal. Setelah ½ jam ketuban pecah tidak terjadi persalinan spontan (partus lama) maka persalinan diinduksi. Persalinan dibagi menjai 4 kala yaitu a. Kala I dimulai dari pada saat persalinan sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase. Fase laten (8 jam) servik membuka sampai 5 cm dan fase aktif (7 jam) servik membuka diri 3 sampai 10 cm kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif. b. Kala II dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir, proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi. c. Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit d. Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama pos partum. (Taber, 1994)

IV.

KLASIFIKASI Klasifikasi Persalinan berdasarkan caranya dapat dibagi menjadi 3 : a. Persalinan biasa (normal) disebut juga partus spontan yaitu proses lahirnya

bayi dengan kekuatan ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi dan umumnya berlangsung 28 minggu. 3) Atonia Uteri, kegagalan miometrium untuk berkontraksi sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek, tidak mampu menjalankan fungsi, oklusi pembuluh darah. 4) Laserasi Jalan Lahir, diskontinuitas jaringan tubuh (dengan segala akibatnya) yang disebabkan oleh trauma proses persalinan atau tindakan yang diterapkan, yang terjadi pada serviks, vagina, vulva dan perineum. 5) Terjadinya syok, tanda dan gejala yaitu nadi cepat, lemah (110 kali/ menit atau lebih), tekanan darah rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg), pucat pasi, berkeringat dingin, kulit lembab, napas cepat (lebih dari 30 kali/menit), cemas, tidak sadar, produksi urine sedikit (kurang dari 30 ml/ jam). 6) Dehidrasi Tanda dan gejala yaitu perubahan nadi (100 kali/menit atau lebih), urine pekat, produksi urine sedikit( < 30 ml/jam). 7) Adanya infeksi Tanda dan gejala yaitu nadi cepat (110x/menit/ lebih), temperature tubuh lebih dari 380C, menggigil, air ketuban atau cairan vagina yang berbau. 8) Pre eklamsia ringan Tanda dan gejala yaitu tekanan darah diastolic 90-110 mmHg, proteinuria 2+ 9) Pre eklamsia berat/ eklamsia Tanda dan gejala yaitu tekanan darah diastolic 110 mmHg atau lebih, tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih dengan kejang, nyeri kepala, gangguan penglihatan, kejang setiap saat. 10) Inersia uteri

Tanda dan gejala yaitu kurang dari 3 kontraksi dalam 10 menit masing-masing kontraksi berlangsung kurang dari 40 detik. 11) Adanya gawat janin Tanda dan gejala yaitu DJJ kurang dari 120 atau lebih dari 160 x/ menit, mulai waspada tanda awal gawat janin, DJJ kurang dari 100 atau lebih dan 180 x/ menit. 12) Distorsia Tanda dan gejala yaitu kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar, kepala bayi tersangkut di perineum (kepala kura-kura), bahu bayi tidak lahir. 13) Cairan ketuban bercampur mekonium. Tanda dan gejala yaitu cairan ketuban berwarna hijau yang menandakan cairan ketuban mengandung mekonium. 14) Tali pusat menumbung, dimana tanda dan gejalanya yaitu tali pusat teraba atau terlihat saat pemeriksaan dalam. 15)

Lilitan tali pusat yang melilit leher bayi (Kurniawati, Desy, dkk. 2009)

c. KALA III Kala III adalah dimulai ketika bayi lahir dan berakhir pada saat plasenta seluruhnya sudah dilahirkan. Pada kala III, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semkin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka pasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina. Pengawasan pada kala pelepasan dan pengeluaran ini cukup penting, karena kelalaian dapat menyebabkan risiko perdarahan yang dpaat membawa kematian. Kala ini berlangsung mulai dari bayi lahir sampai uri keluar lengkap. Kala III terdiri dari 2 fase yaiu fase pelepasan uri dan fase pengeluaran uri. Dalam waktu 1-5 menit seluruh plasenta terlepas, terdorong kedalam vagiba dan akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta bisertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200cc. Gangguan yang mungkin terjadi adalah perdarahan post partum. Hal-hal yang menyebabkan perdarahan post partum ialah:

 Atonia uteri  Retensio plasenta  Inversio Plasenta d. KALA IV Kala IV (observasi) dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya syok hipovolemia pada ibu yang dapat mengancam jiwa. Persalinan kala empat dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu. Observasi dilakukan untuk menghindari terjadinya perdarahan postpartum. Observasi yang dilakukan melihat tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi dan pernapasan), kontraksi uterus dan terjadinya pendarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc. Adapun 7 pokok penting yang harus diperhatikan pada persalinan kala IV, diantaranya adalah: 1) Kontraksi uterus harus baik 2) Tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain 3) Plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap 4) Kandung kencing harus kosong 5) Luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma 6) Resume keadaan umum bayi meliputi Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration (warna kulit, denyut jantung, respons refleks, tonus otot/keaktifan, dan pernapasan) 7) Resume keadaan umum ibu Gangguan-gangguan yang mungkin muncul pada kala IV persalinan:  Laserasi jalan lahir  Robekan serviks  Perdarahan post partum VI.

PEMERIKSAAN FISIK Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai kondisi kesehatan ibu dan bayinya serta kenyamanan fisik ibu bersalin, meliputi pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam. a. Pemeriksaan abdomen digunakan untuk:

-

Menentukan tinggi fundus uterus

-

Memantau kontraksi usus

-

Memantau denyut jantung janin

-

Menentukan presentasi

-

Menentukan penurunan bagian terbawah janin

b. Pemeriksaan dalam diperlukan untuk menilai: -

Vagina, terutama dindingnya, apakah ada bagian yang menyempit, serta melihat keadaan dan pembukaan serviks

-

Kapasitas panggul

-

Ada atau tidak adanya penghalang (tumor) pada jalan lahir

-

Sifat fluor albus dan apakah ada alat yang sakit umpamanya bartholmitis, urethritis, sistitis, dan sebagainya.

-

Pecah tidaknya ketuban

-

Presentasi kepada janin

-

Turunnya kepala dalam ruang panggul

-

Penilaian besarnya kepala terhadap panggul

-

Apakah partus telah mulai atau sampai dimanakah partus telah berlangsung (Prawirohardjo, 2006).

VII.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan urine protein (Albumin) Untuk mengetahui adanya risiko pada keadaan preeklamsi maupun adanya gangguan pada ginjal dilakukan pada trimester II dan III. b. Pemeriksaan urin gula Menggunakan reagen benedict dan menggunakan diastic. c. Pemeriksaan darah 2) Ultrasonografi (USG) Alat yang menggunakan gelombang ultrasound untuk mendapatkan gambaran dari janin, plasenta dan uterus. 3) Stetoskop Monokuler Mendengar denyut jantung janin, daerah yang paling jelas terdengar DJJ, daerah tersebut disebut fungtum maksimum.

4) Memakai alat Kardiotokografi (KTG) Kardiotokografi adalah gelombang ultrasound untuk mendeteksi frekuensi jantung janin dan tokodynomometer untuk mendeteksi kontraksi uterus kemudian keduanya direkam pada kertas yang sama sehingga terlihat gambaran keadaan jantung janin dan kontraksi uterus pada saat yang sama.

VIII. PENATALAKSANAAN a. Penatalaksanaan Persalinan Kala I 1. Berikan dukungan dan suasana yang menyenangkan bagi parturien 2. Berikan informasi mengenai jalannya proses persalinan kepada parturien dan pendampingnya. 3. Pengamatan kesehatan janin selama persalinan 

Pada kasus persalinan resiko rendah, pada kala I DJJ diperiksa setiap 30 menit dan pada kala II setiap 15 menit setelah berakhirnya kontraksi uterus ( his ).



Pada kasus persalinan resiko tinggi, pada kala I DJJ diperiksa dengan frekuensi yang lbih sering (setiap 15 menit ) dan pada kala II setiap 5 menit.

4. Pengamatan kontraksi uterus Meskipun dapat ditentukan dengan menggunakan kardiotokografi, namun penilaian kualitas his dapat pula dilakukan secara manual dengan telapak tangan penolong persalinan yang diletakkan diatas abdomen (uterus) parturien. 5. Tanda vital ibu 

Suhu tubuh, nadi dan tekanan darah dinilai setiap 4 jam.



Bila selaput ketuban sudah pecah dan suhu tubuh sekitar 37.50 C (“borderline”) maka pemeriksaan suhu tubuh dilakukan setiap jam.



Bila ketuban pecah lebih dari 18 jam, berikan antibiotika profilaksis.

6. Pemeriksaan VT berikut 

Pada kala I keperluan dalam menilai status servik, stasion dan posisi bagian terendah janin sangat bervariasi.



Umumnya pemeriksaan dalam (VT) untuk menilai kemajuan persalinan dilakukan tiap 4 jam.



Indikasi pemeriksaan dalam diluar waktu yang rutin diatas adalah: a. Menentukan fase persalinan.

b. Saat ketuban pecah dengan bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul. c. Ibu merasa ingin meneran. d. Detak jantung janin mendadak menjadi buruk (< 120 atau > 160 dpm). 7. Makanan oral 

Sebaiknya pasien tidak mengkonsumsi makanan padat selama persalinan fase aktif dan kala II. Pengosongan lambung saat persalinan aktif berlangsung sangat lambat.



Penyerapan obat peroral berlangsung lambat sehingga terdapat bahaya aspirasi saat parturien muntah.



Pada

saat

persalinan

aktif,

pasien

masih

diperkenankan

untuk

mengkonsumsi makanan cair. 8. Cairan intravena dengan keuntungan pemberian selama inpartu, yaitu: 

Bilamana pada kala III dibutuhkan pemberian oksitosin profilaksis pada kasus atonia uteri.



Pemberian cairan glukosa, natrium dan air dengan jumlah 60–120 ml per jam dapat mencegah terjadinya dehidrasi dan asidosis pada ibu.

9. Posisi ibu selama persalinan 

Pasien diberikan kebebasan sepenuhnya untuk memilih posisi yang paling nyaman bagi dirinya.



Berjalan pada saat inpartu tidak selalu merupakan kontraindikasi.

10. Analgesia Kebutuhan analgesia selama persalinan tergantung atas permintaan pasien. 11. Lengkapi partogram 

Keadaan umum parturien ( tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan ).



Pengamatan frekuensi – durasi – intensitas his.



Pemberian cairan intravena.



Pemberian obat-obatan.

12. Amniotomi Bila selaput ketuban masih utuh, meskipun pada persalinan yang diperkirakan normal terdapat kecenderungan kuat pada diri dokter yang bekerja di beberapa pusat kesehatan untuk melakukan amniotomi dengan alasan: 

Persalinan akan berlangsung lebih cepat.



Deteksi dini keadaan air ketuban yang bercampur mekonium ( yang merupakan indikasi adanya gawat janin ) berlangsung lebih cepat.



Kesempatan untuk melakukan pemasangan elektrode pada kulit kepala janin dan prosedur pengukuran tekanan intrauterin. Namun harus dingat bahwa tindakan amniotomi dini memerlukan

observasi yang teramat ketat sehingga tidak layak dilakukan sebagai tindakan rutin. 13. Fungsi kandung kemih Distensi kandung kemih selama persalinan harus dihindari oleh karena dapat: 

Menghambat penurunan kepala janin



Menyebabkan hipotonia dan infeksi kandung kemih



Persalinan pervaginam mengalami komplikasi retensio urinae ( 1 : 200 persalinan ).



Faktor resiko terjadinya retensio urinae pasca persalinan adalah persalinan pervaginam operatif dan pemberian analgesia regional

b. Penatalaksanaan Persalinan Kala II

Tujuan penatalaksanaan persalinan kala II : 1. Mencegah infeksi traktus genitalis melalui tindakan asepsis dan antisepsis. 2. Melahirkan “well born baby”. 3. Mencegah agar tidak terjadi kerusakan otot dasar panggul secara berlebihan. Penentuan kala II : Ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan vaginal toucher yang acapkali dilakukan atas indikasi : 1. Kontraksi uterus sangat kuat dan disertai ibu yang merasa sangat ingin meneran. 2. Pecahnya ketuban secara tiba-tiba. Pada kala II sangat diperlukan kerjasama yang baik antara parturien dengan penolong persalinan. 1. Persiapan : 

Persiapan set “pertolongan persalinan” lengkap.



Meminta pasien untuk mengosongkan kandung kemih bila teraba kandung kemih diatas simfisis pubis.



Membersihkan perineum, rambut pubis dan paha dengan larutan disinfektan.



Meletakkan kain bersih dibagian bawah bokong parturien.



Penolong persalinan mengenakan peralatan untuk pengamanan diri ( sepatu boot, apron, kacamata pelindung dan penutup hidung & mulut).

2. Pertolongan persalinan : 

Posisi pasien sebaiknya dalam keadaan datar diatas tempat tidur persalinan.



Untuk pemaparan yang baik, digunakan penahan regio poplitea yang tidak terlampau renggang dengan kedudukan yang sama tinggi.

3. Persalinan kepala: 

Setelah dilatasi servik lengkap, pada setiap his vulva semakin terbuka akibat dorongan kepala dan terjadi “crowning”.



Anus menjadi teregang dan menonjol. Dinding anterior rektum biasanya menjadi lebih mudah dilihat.



Bila tidak dilakukan episiotomi, terutama pada nulipara akan terjadi penipisan perineum dan selanjutnya terjadi laserasi perineum secara spontan.



Episotomi tidak perlu dilakukan secara rutin dan hendaknya dilakukan secara individual atas sepengetahuan dan seijin parturien.

4. Membersihkan nasopharynx: Perlu dilakukan tindakan pembersihan muka, hidung dan mulut anak setelah dada lahir dan anak mulai mengadakan inspirasi, 5. Lilitan talipusat Setelah bahu depan lahir, dilakukan pemeriksaan adanya lilitan talipusat dileher anak dengan menggunakan jari telunjuk. Lilitan talipusat terjadi pada 25% persalinan dan bukan merupakan keadaan yang berbahaya. Bila terdapat lilitan talipusat, maka lilitan tersebut dapat dikendorkanmelewati bagian atas kepala dan bila lilitan terlampau erat atau berganda maka dapat dilakukan pemotongan talipusat terlebih dulu setelah dilakukan pemasangan dua buah klem penjepit talipusat. 6. Menjepit talipusat: Klem penjepit talipusat dipasang 4–5 cm didepan abdomen anak dan penjepit talipusat (plastik) dipasang dengan jarak 2–3 cm dari klem penjepit. Pemotongan dilakukan diantara klem dan penjepit talipusat. c. Penatalaksanaan Persalinan Kala III

Persalinan Kala III adalah periode setelah lahirnya anak sampai plasenta lahir. Segera setelah anak lahir dilakukan penilaian atas ukuran besar dan konsistensi uterus dan ditentukan apakah ini aalah persalinan pada kehamilan tunggal atau kembar. Bila kontraksi uterus berlangsung dengan baik dan tidak terdapat perdarahan maka dapat dilakukan pengamatan atas lancarnya proses persalinan kala III. Penatalaksanaan kala III FISIOLOGIS: Teknik melahirkan plasenta: 1. Tangan kiri melakukan elevasi uterus (seperti tanda panah) dengan tangan kanan mempertahankan posisi talipusat. 2. Parturien dapat diminta untuk membantu lahirnya plasenta dengan meneran. 3. Setelah plasenta sampai di perineum, angkat keluar plasenta dengan menarik talipusat keatas. 4. Plasenta dilahirkan dengan gerakan memelintir plasenta sampai selaput ketuban agar selaput ketuban tidak robek dan lahir secara lengkap oleh karena sisa selaput ketuban dalam uterus dapat menyebabkan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penatalaksanaan kala III AKTIF : Penatalaksanaan aktif kala III ( pengeluaran plasenta secara aktif ) dapat menurunkan angka kejadian perdarahan pasca persalinan. Penatalaksanaan aktif kala III terdiri dari : 1. Pemberian oksitosin segera setelah anak lahir 2. Tarikan pada talipusat secara terkendali Masase uterus segera setelah plasenta lahir dengan teknik : 1. Setelah anak lahir, ditentukan apakah tidak terdapat kemungkinan adanya janin kembar. 2. Bila ini adalah persalinan janin tunggal, segera berikan oksitosin 10 U i.m (atau methergin 0.2 mg i.m bila tidak ada kontra indikasi) 3. Regangkan talipusat secara terkendali (“controlled cord traction”): 

Telapak tangan kanan diletakkan diatas simfisis pubis. Bila sudah terdapat kontraksi, lakukan dorongan bagian bawah uterus kearah dorsokranial Tangan kiri memegang klem talipusat , 5–6 cm didepan vulva.



Pertahankan traksi ringan pada talipusat dan tunggu adanya kontraksi uterus yang kuat.



Sete...


Similar Free PDFs