makalah determinasi seks PDF

Title makalah determinasi seks
Author Pisca Hana Marsenda
Pages 20
File Size 127 KB
File Type PDF
Total Downloads 52
Total Views 808

Summary

MAKALAH GENETIKA “Penentuan Jenis Kelamin” Dosen Pengampu: Dr. Afreni Hamidah, S. Pt., M.Si Dr. Evita Anggrereini, M.Si Disusun oleh: Kelompok VIII Pisca Hana Marsenda (A1C412001) Umi Rahmah (A1C412002) Andreo Satria (A1C412042) Hasanawati (A1C412047) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDI...


Description

MAKALAH GENETIKA “Penentuan Jenis Kelamin”

Dosen Pengampu: Dr. Afreni Hamidah, S. Pt., M.Si Dr. Evita Anggrereini, M.Si

Disusun oleh: Kelompok VIII Pisca Hana Marsenda

(A1C412001)

Umi Rahmah

(A1C412002)

Andreo Satria

(A1C412042)

Hasanawati

(A1C412047)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Mekanisme genetik dimana jenis kelamin ditentukan dalam semua organisme hidup. Sifat dasar genetik penentuan seks sangat bervariasi di antara berbagai bentuk kehidupan. Pada kebanyakan hewan dan tumbuhan, individu menjadi khusus untuk menghasilkan satu jenis gamet. Biasanya tidak hanya berbeda jenis gonad yang mereka miliki, tetapi juga berbeda dalam hal morfologis dan fisiologis, atau karakteristik seks sekunder. Bentuk yang biasanya menghasilkan ovum dikenal sebagai betina, salah satu yang biasanya menghasilkan sperma atau serbuk sari dikenal sebagai jantan. Karena beberapa proses seksual tidak melibatkan gamet, penerapan lebih universal dari istilah “jender” mengacu pada setiap donor materi genetik sebagai jantan dan penerima sebagai betina. Diferensiasi seks sering disertai dengan dimorfisme kromosom yang konsisten, yang mengarah bahwa perbedaan kromosom terkait dengan perbedaan jenis kelamin. Kromosom yang tidak sama pada kedua jenis kelamin diberi nama kromosom seks. Beberapa orang menggunakan istilah “heterosomes” untuk membedakan dari autosom, yang merupakan kromosom yang secara morfologis identik pada kedua jenis kelamin. Setiap organisme yang melakukan perkembang biakan secara generatif memiliki jenis kelamin yang berbeda sebagai alat reproduksinya. Jenis kelamin ada dua macam, yaitu jantan dan betina. Penentuan jenis kelamin ditentukan oleh kromosom kelamin yang diturunkan dari kedua parentalnya atau induknya. Berdasarkan hal tersebut, dibuat makalah ini.

1.1

Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari makalah ini ialah sebagai berikut : 1. Apa saja faktor yang mempengaruhi penentuan jenis kelamin? 2. Apa saja tipe jenis kelamin pada makhluk hidup? 3. Bagaimana kelainan yang ditimbulkan oleh faktor genetik?

1.2

Tujuan Berdasarkan rumusan masalah yang ada, diperoleh tujuan adanya makalah ini antara lain: 1. Untuk menyebutkan faktor yang mempengaruhi jenis kelamin. 2. Untuk menyebutkan tipe jenis kelamin pada makhluk hidup. 3. Untuk menjelaskan kelainan yang ditimbulkan oleh faktor genetic.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Faktor-Faktor Penentu Jenis Kelamin Semua hal yang mempengaruhi suatu keadaan dari individu yang berkaitan dengan jenis kelamin baik itu hanya bersifat sementara atau permanen disebut dengan faktor penentu jenis kelamin. Faktor-faktor penentu jenis kelamin ini ada yang berasal dari luar yang disebut dengan faktor lingkungan. Dan ada yang berasal dari dalam yag disebut dengan faktor genetik. a) Faktor lingkungan Penentu jenis kelamin bukan hanya karena faktor genetik melainkan karena adanya faktor luar yang mempengaruhinya yang dikenal dengan faktor lingkungan, biasanya yang mengambil peranan dalam faktor lingkungan ini adalah keadaan fisiologis.. Jika kadar hormon kelamin dalam tubuh tidak seimbang peredarannya, maka pernyataan fenotip pada makhluk mengenai jenis kelaminnya dapat berubah, akibatnya watak kelaminnya pun mengalami perubahan. Misalnya pada kasus hewan aligator (buaya) yang jenis kelaminnya ditentukan oleh suhu telur yang di eramnya, pada siput yang mengalami pergantian jenis kelamin dan pada hewan tingkat rendah dalam hal ini adalah cacing laut Bonellia viridis yang mana cacing muda hidup pada rahim dari cacing betina sehingga menjadi cacing jantan. Penelitian cacing laut ini diteliti oleh F. Baltzer, ia mengatakan bahwa setiap telur yang baru menetas (cacing muda) yang dilepaskan di dalam air yang banyak terdapat cacing betina dewasa, maka ada beberapa cacing muda itu tertarik kedalam rahim cacing betina dan hidup di dalamnya, karena adanya pengaruh dari ekstrak uterus cacing betina maka cacing tersebut berkembang menjadi cacing jantan.

b) Faktor Genetik Umumnya dapat dikatakan bahwa faktor genetiklah yang menentukan jenis kelamin suatu makhluk, tepatnya adalah komposisi dari suatu kromosom (karena bahan genetik terdapat didalam kromosom) Pada beberapa mahkluk hidup dipengaruhi oleh kegiatan yang berlainan dari gen-gen tunggal. Contohnya pada kasus tanaman jagung, tanaman jagung yang merupakan tanaman berumah satu. Jika gen (ba) homozigotik, maka bongkol yang biasa merupakan bunga betina, akan berubah membentuk benangsari. Sebaliknya jika gen (ts) homozigotik, maka malai yang merupakan

bunga

jantan,

berubah

membentuk

putik

dan

tidak

menghasilkan serbuk sari.

2.2 Penentuan Jenis Kelamin Tipe XX Dan XY A. Pada Manusia Manusia memiliki 46 kromosom atau 22 pasang kromosom yang merupakan autosom dan 1 pasang kromosom seks pada atau gonosome. Kromosom seks dilambangkan dengan X dan Y. Seorang perempuan memiliki

dua

kromosom

X

kromosom. Jumlah gonosomes

dan

seorang

tidak

laki-laki

X

menentukan

dan

Y

gender,

melainkan ada atau tidak adanya kromosom Y, Penentuan jenis kelamin pada manusia/mamalia dikatakan mengikuti sistem XY. Seorang perempuan memiliki 22 pasang autosom dan 1 pasang kromosom-X, sehingga formula kromosom untuk seorang perempuan ialah 22AAXX, sedangkan sel telur haploid nya adalah 22AX yaitu 22 sel autosom dan sebuah kromosom seks. Pada laki-laki memiliki 22 pasang autosom dengan 2 sel gonosom yaitu X dan Y maka formula kromosom untuk laki laki adalah 22XY, sehingga dalam bentuk sel diploidnya lakilaki memiliki dua macam spermatozoa, yaitu: a) Ginospermium yaitu, spermatozoa kromosom yang memiliki 22 autosom dan sebuah kromosom X sehingga formulanya 22AX b) Androspermium yaitu spermatozoa yang memiliki 22 autosom dan sebuah kromosom Y sehingga formulanya 22AY. Andropermium

memiliki ukaran yang ebih kecil jika dibandingkan dengan ginospermium. Apabila sebuah sel telur dibuahi oleh ginospermium maka anak yang dihasilkan adalah anak perempuan. Tetapi bila sel telur dibuahi oleh androspermium maka anak yang dihasilkan adalah laki-laki.  Sel Kromatin (Kromatin kelamin) Badan kromatin ditemukan oleh seorang ahli genetika dari Kanada, yaitu M.L. Barr pada tahun 1949. Ia menemukan bahwa pada kandungan inti sel betina, ditemukan suatu badan yang menyerap warna, badan itu kemudian disebut dengan Barr Body. Adanya Barr Body menunjukan jenis kelamin pada wanita. Pada sel somatis wanita terdapat sebuah kromatin kelamin sementara sel somatis pria tidak memilikinya. Selanjutnya diketahui bahwa banyaknya kromatin kelamin ternyata sama dengan banyaknya kromosom X dikurangi satu. Jadi, wanita normal mempunyai sebuah kromatin kelamin karena kromosom X-nya ada dua. Sedangkan, pria normal tidak mempunyai kromatin kelamin karena kromosom X-nya hanya satu. keberadaan kromatin kelamin sering kali digunakan untuk menentukan jenis kelamin serta mendiagnosis berbagai kelainan kromosom kelamin pada janin melalui pengambilan cairan amnion embrio (amniosentesis). Perempuan bersifat seks kromatin positif, sedangkan lakilaki seks kromatin negative.  Hipotesa Lyon Mary F. Lyon, seorang ahli genetika dari Inggris mengajukan hipotesis bahwa kromatin kelamin merupakan kromosom X yang mengalami kondensasi atau heterokromatinisasi sehingga secara genetik menjadi inaktif (tidak aktif). Hipotesis ini dilandasi hasil pengamatannya atas ekspresi gen rangkai X yang mengatur warna bulu pada mencit. Individu betina heterozigot memperlihatkan fenotipe mozaik yang jelas berbeda dengan ekspresi gen semidominan (warna antara yang seragam). Hal ini menunjukkan bahwa hanya ada satu kromosom X yang aktif di

antara kedua kromosom X pada individu betina. Kromosom X yang aktif pada suatu sel mungkin membawa gen dominan sementara pada sel yang lain mungkin justru membawa gen resesif. Berdasarkan hipotesa Lyon banyaknya kromatin kelamin yang dijumpai pada suatu individu adalah sama dengan banyaknya kromosomX yang dimiliki oleh individu tersebut dikurangi dengan satu. Perempuan normal memiliki kromosom XX maka ia memiliki 1 kromatin kelamin. Sedangkan pada pria kromosomnya adalah XY sehingga tidak memiliki kromosom kelamin. Selain itu kromosom kelamin juga digunakan untuk diagnose terhadap berbagai kelainan kromosom pada manusia.

B. Pada Lalat buah Drosophila sp. Lalat buah ini sering dijadikan sebagai bahan percobaan maka harus ditinjau cara penentuan jenis kelamin pada lalat ini. Inti sel tubuh lalat buah Drosophila hanya memiliki 8 buah kromosom saja. Delapan buah kromosom itu dibedakan atas : a. 6 buah kromosom (atau 3 pasang) yang pada lalat betina dan jantan bentuknya sama sehingga disebut autosom (kromosom tubuh), disingkat dengan hurup A. b. 2 buah kromosom (1 pasang) disebut kromosom kelamin (seks kromosom) sebab bentuknya ada yang berbeda pada lalat betina dan jantan. Kromosom kelamin dibedakan atas:

 Kromosom-X, berbentuk batang lurus. Lalat betina memiliki 2 kromosom-X.

 Kromosom-Y, berbentuk sedikit bengkok pada salah satu ujungnya. Lalat jantan memiliki per satu kromosom-X dan Y.

 Formula kromosom untuk lalat buah: 

Lalat betina 3AAXX (= 3 pasang autosom + 1 pasang kromosom-X)



Lalat jantan 3AAXY (=3 pasang autosom + 1 kromosom-X + 1 kromosom-Y)

Kromosom kelamin pada lalat betina itu sejenis (artinya keduaduanya berupa kromosom-X) maka lalat betina dikatakan bersifat homogametik. Lalat jantan bersifat heterogametik, karena kromosom kelamin satu sama lain berbeda. Lalat betina membentuk satu macam sel telur saja yang bersifat haploid (3AX). Lalat jantan membentuk 2 macam spermatozoa yang haploid. Ada spermatozoa yang membawa kromosomX (3AX) dan ada yang membawa kromosom-Y (3AY). Apabila sel telur di buahi oleh spermatozoon yang membawa kromosom-X, maka hasilnya lalat betina (3AAXX). Bila sel telur dibuahi oleh spermatozoon membawa kromosom-Y, maka menghasilkan lalat jantan yang diploid (3AAXY). Adapun peranan kromosom –X dan –Y pada Drosophila sp. Sebelumnya telah diketahui bahwa kromosom –X pada Drosophila memiliki gen-gen yang menentukan sifat betina. Kecuali kromosom –X membawa kehidupan, karena itu lalat yang tidak memiliki kromosom –X (lalat YO) tidak ada (letal). Kromosom –Y tidak mempunyai pengaruh dalam penentuan jenis kelamin. Sifat kejantanan ditentukan oleh autosom, tetapi komosom –Y menentukan kesuburan (fertilitas). Untuk itu, lalat yang tidak memiliki kromosom –Y (lalat XO) mandul (steril). C. Pada Tumbuhan-Tumbuhan Berumah Dua Kebanyakan tumbuh-tumbuhan mempunyai benang dengan benang sari (alat kelamin jantan) dan putik (alat kelamin betina). Bunga demikian dinamakan bunga demikian disebut bunga hermafrodit (bunga banci). Berhubungan dengan itu, kebanyakan tumbuh-tumbuhan tidak dapat dibedakan jenis kelaminnya. Tetapi ada tumbuh-tumbuhan yang dapat dibedakan atas tumbuhan jantan (bunganya hanya memiliki benang sari saja tanpa putik) dan tumbuhan betina (bunganya memilikmi putik saja). Pada tumbuh-tumbuhan demikian ini dapat dibedakan jenis kelamin, yang mengikuti sistem XY pula, tumbuhan yang memiliki jenis kelamin betina adalah XX, sedangkan yang jantan XY. Contohnya pada tanaman salak.

2.3 Penentuan Jenis Kelamin Tipe XO dan XX Beberapa serangga, khususnya ordo Hemiptera (kepik) dan ordo Orthoptera (belalang), hewan jantanya bersifat heterogametik . sel gamet yang dihasilkan jantan ada dua macam, yaitu X dan O (tanpa kromosom kelamin). Penentuan kelaminya adalah hewan jantan XO dan hewan betina XX. Contoh penentuan jenis kelamin serangga tipe XO misalnya pada belalang ( Melanoplus differentialis ). Belalang betina memiliki 24 kromosom atau 22 +X. Saat pembuahan, pertemuan sel telur X dan sel sperma X membentuk individu XX (belalang betina), sedangkan sel telur X dan sperma O membentuk individu XO (belalang jantan).

2.4 Penentuan Jenis Kelamin Tipe ZZ dan ZW

Penentuan jenis kelamin pada tipe ini terdapat pada burung (termasuk unggas), kupu-kupu. Sebagai contoh, penentuan jenis kelamin pada unggas, misalnya Ayam. Ayam jantan memiliki kromosom kelamin ZZ, sedangkan ayam betina ZW. Pada saat terjadi pembuahan, pertemuan sperma Z dan sel telur W membentuk individu ZW (ayam betina) sedangkan pertemuan sperma Z dan sel telur Z membentuk individu ZZ (ayam jantan).

2.5 Penentuan Jenis Kelamin Tipe Haploid (n) dan Diploid (n) Pada serangga yang termasuk ordo Hymenoptera

seperti

semut, lebah, penentuan jenis kelaminnya sama sekali tidak ada

lebah

madu,

hubungannya

dengan kromosom kelamin. Lebah madu jantan misalnya, terjadi karena pertenogenase, yaitu terbentuknya makhluk dari 8 sel telur tanpa didahului oleh pembuahan. Dengaan demikian maka lebah madu jantan bersifat haplod, yang memiliki 16 buah kromosom. Sel telur yang dibuahi oleh spermatozoon akan menghasilkan lebah madu betina yang berupa lebah ratu dan pekerja, masing-masing bersifat diploid (2n) dan memiliki 32 kromosom. Karena perbedaan tempat dan makanan, lebah ratu subur (fertil), sedangkan lebah pekerja madu mandul (steril). Jadi jenis kelamin dari serangga-serangga tersebut

tidak ditentukan oleh

kromosom kelamin seperti yang lazim berlaku pada makhluk lainnya, akakn tetapi

tergantung dari sifat plodi dari serangga itu. Jika serangga bitu haploid, ia adalah jantan sedangkan serangga itu diploid ia adalah betina.

2.6 Gen Tunggal Dan Penentuan Jenis Kelamin Penentuan jenis kelamin pada beberapa makhluk hidup dipengaruhi oleh kegiatan yang berlainan dari gen-gen tunggal. Tanaman jagung (Zea mays)

misalnya, merupakan tanaman berumah satu (bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu tanaman). Jika gen (ba) homozigotik, maka tongkol yang biasanya merupakan bunga betina akan berubah membentuk struktur benang sari. Sebaliknya bila gen (ts) homozigotik maka malai yang biasanya merupakan bunga jantan berubah membentuk struktur seperti putik dan tidak menghasilkan serbuk sari. Tanaman dengan genotip babatsts adalah jantan. Peristiwa ini menunjukkan tanaman berumah satu dapat berubah menjadi tanaman berumah dua atau kebalikannya, sebagai akibat adanya mutasi dari dua buah gen dalam hal ini Bb menjadi bb dan Ts menjadi ts.

2.7 Penentuan Jenis Kelamin Dan Lingkungan Luar Pada beberapa hewan tingkat rendah, penentuan jenis kelamin tidak genetic melainkan tergantung dari lingkungan luar. Individu jantan dan betina mempunyai genotif yang sama, tetapi suatu rangsang dari sumber lingkungan menentukan pertumbuhan kelamin jantan atau betina. Contohnya cacing laut Bonnelia yang jantan kecil, mengalami degenerasi dan hidup didalam rahim cacing betina yang besar. Semua alat dari cacing jantan mengalami degenerasi kecuali alat reproduksi, sehingga dapat membuahi sel telur dari cacing betina.

2.8 Seks Membalik Sebagian Crew (1923) menemukan bahwa jenis kelamin ayam betina yang dewasa dapat berubah menjadi jantan . ayam betina yang membalik jenis kelaminnya itu memliki bulu ekor seperti ayam jantan, dapat berkokok dan berlaku sebagai induk jantan terhadap anak-anaknya. Ayam betina yang membalik jenis kelainnya itu disebabkan karena rusaknya ovarium atau karena ovarium diserang suatu penyakit, walaupun ayam betina itu membalik

jenis kelaminnya tetapi susunan kromosomnya tetap sama, yaitu ZO. Ayam memiliki dua gonada, tetapi pada ayam betina gonada yang sebelah kiri berkembang menjadi ovarium, sedangkan yang kanan mengalami degenerasi. Penyelidikankan oleh Crew ini membuktikan bahwa ovarium pada ayam betina yang membalik jenis kelaminnya telah rusak karena tuberkulose, sehingga gonad sebelah kanan berkembang menjadi testis.

2.9 Kelainan-Kelainan yang Terjadi pada Penentuan Jenis Kelamin A. Drosophila sp. Selain adanya kelainan–kelainan yang dijelaskan di atas, seperti lalat betina super (XXX), lalat betina(XXY dan lalat jantan XO,Ada beberapa kelainan yang lainnya, yaitu: 1. Lalat ginandromorf, yaitu lalat yang separuh tubuhnya terdiri dari jaringan lalat betina sedangkan separuh lainnya terdiri dari jaringan lalat jantan. Batas antara bagian betina dan jantan nyata. Lalat ini tidak memiliki formula kromosom. 2. Lalat interseks, ialah alat yang jaringan tubuhnya merupakan mosaik (campuran yang takteratur) dari jaringan lalatbetina dan jantan. Lalat ini seharusnya akan menjadi lalat betina, akan tetapi lalat ini triploid (3n) untuk autosomnya, maka lalat ini menjadi interseks (3AAAXX). Lalat ini steril. 3. Lalat jantan super, lalatinisebenarnyaakanmenjadijantan, akan tetapi lalat ini triploid (3n) untuk autosomnya (3AAAXY) dan steril. Seperti halnya dengan lalat betina super, maka lalati ni tidak lama hidupnya. 4. Lalat dengan kromosom X yang melekat. Lalat ini betina, tetapi kedua kromosom-X saling melekat pada salah satu ujungnya. Disamping itu lalat ini memiliki sebuah kromosom-Y, sehingga lalat dengan kromosom-X yang melekat mempunyai formula kromosom 3AAXXY.

Adapun teori perimbangan tentang penentuan jenis kelamin pada Drosophila sp. Yaitu walaupun pada umumnya dianggap bahwa lalat XX adalah betina dan XY adalah jantan, akan tetapi kenyataan dengan adanya nondisjunction, menunjukkan bahwa kromosom –Y pada lalat Drosophila tidak mempunyai pengaruh pada penentuan jeniskelamin. Kenyataankenyataan ini didasarkan pada : a) Lalat 3 AAXXY memiliki kromosom –Y, tetapi lalat ini betina. b) Lalat 3 AAXO tidakm emiliki kromosom –Y, tetapi lalat ini jantan. Penyelidikan C.B Bridges pada lalat buah Drosophila menyatakan bahwa faktor penentu betina terdapat dalam kromosom–X, sedangkan faktor penentu jantan terdapat dalam autosom.Bridges membuktian bahwa lebih dari sebuah gen dalam kromosom –X mempengaruhi sifat betina, sedangkan gen-gen yang mempengaruhi sifat jantan tersebar luas dalam autosom dan tidak diketemukan dalam kromosom –Y. Berhubung denga nitu Bridges berpendapat bahwa mekanisme penentuan jenis kelamin pada lalat buah Drosophila lebih tepat didasarkan atas teori perimbangan tentang penentuan jenis kelamin. Teori ini menyatakan bahwa untuk menentukan jenis kelamin pada lalat Drosophila digunakan indeks kelamin, yaitu atau disingkat dengan X/A Contohnya sebagai berikut : a. Lalat betina (3AAXX) mempunyai indeks kelamin (X/A) = 2/2 = 1,0 b. Lalat jantan (3AAXY) mempunyai indeks kelamin (X/A) = 1/2 = 0,50. Tabel indeks kelamin (X/A) pada Drosohila sp. Untuk menentukan jenis kelamin. SusunanKelamin

IndeksKelamin X/A

Kelamin

AAXXX

3/2 = 1,50

Betina Super

AAAXXXX

4/3 = 1,33

Betina Super

AAXX

2/2 = 1,0

Betina

AAAAXXXX

4/4 = 1,0

BetinaTetraploid (4n)

AAAXXX

3/3 = 1,0

Betina Triploid (3n)

AAAAXXX

3/4 = 0,75

Interseks

AAAXX

2/3 = 0,67

Interseks

AAXY

1/2 = 0,50

Jantan

AAAAXXY

2/4 = 0,50

Jantan

AAAXY

1/3 = 0,33

Jantan Super

Secara singkat dapat dikatakan bahwa lalat Drosophila berjenis kelamin jantan bila I.K.=0,50; berjenis kelamin betina bila I.K.=1,00; interseks bila I.K antara 0,50 dan 1,00; betina super bila I.K. > 1,00; jantan super bila I.K. < 0,50. 1.

Peranan kromosom –X dan –Y pada Drosophila sp. Sebelumnya telah diketahui bahwa kromosom –X pada Drosophila memiliki gen-gen yang menentukan sifat betina. Kecuali kromosom –X membawa kehidupan, karena itu lalat yang tidak memiliki kromosom –X (lalat YO) tidak ada (letal). Kromosom –Y tidak mempun...


Similar Free PDFs