Makalah Filsafat Ilmu PDF

Title Makalah Filsafat Ilmu
Author Gusstiawan Raimanu
Pages 28
File Size 151.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 74
Total Views 261

Summary

FILSAFAT DAN METODE ILMIAH MAKALAH FILSAFAT ILMU Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H. Fathurrahman, M.P. GUSSTIAWAN RAIMANU STAMBUK C20215014 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS TADULAKO 2016 Daftar Isi 1. Pendahuluan ........................................................


Description

FILSAFAT DAN METODE ILMIAH MAKALAH

FILSAFAT ILMU Dosen Pembimbing :

Prof. Dr. Ir. H. Fathurrahman, M.P.

GUSSTIAWAN RAIMANU STAMBUK C20215014

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS TADULAKO 2016

Daftar Isi 1. Pendahuluan ........................................................................................... 1 2. Pembahasan ............................................................................................ 4 2.1 Ontologi .............................................................................................. 7 2.1.1

Pengertian Ontologi ................................................................. 7

2.1.2

Term Ontologi ......................................................................... 7

2.1.3

Paham-paham dalam Ontologi ................................................ 8

2.2 Epistemologi ...................................................................................... 11 2.2.1

Pengertian Epistemologi .......................................................... 12

2.2.2

Ruang Lingkup Epistemologi .................................................. 13

2.2.3

Objek dan Tujuan Epistemologi .............................................. 14

2.2.4

Landasan Epistemologi ........................................................... 15

2.2.5

Hubungan Epistemologi, Metode dan Metodologi ................. 15

2.2.6

Hakikat Epistemologi .............................................................. 17

2.2.7

Pengaruh Epistemologi ............................................................ 20

2.3 Aksiologi ............................................................................................. 21 2.3.1

Pengertian Aksiologi ............................................................... 21

2.3.2

Penilaian Aksiologi ................................................................. 22

3. Kesimpulan ............................................................................................. 24 Daftar Pustaka ............................................................................................. 26

1. Pendahuluan Pada dasarnya, setiap kajian ilmu memiliki dua macam objek, yaitu objek material dan formal. Objek material dikatakan sebagai sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti perilaku manusia yang adalah objek material manajemen pemasaran. Adapun objek formalnya adalah metode untuk memahami objek material tersebut, seperti pendekatan induktif dan deduktif. Dalam pembahasan makalah penulis sebelumnya, filsafat yang disimpulkan sebagai suatu wacana, perbincangan, atau argumentasi yang radikal, juga memiliki objek material dan objek formal. (Bakhtiar, 2008) menjelaskan objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam sudut kemungkinan. Adapun objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada. Berdasarkan penjelasan ini penulis berpendapat bahwa cakupan objek filsafat cenderung lebih luas dibandingkan dengan ilmu karena ilmu hanya terbatas pada persoalan yang empiris saja, sedangkan filsafat mencakup yang empiris dan non empiris. Karenanya menurut pembahasan beberapa pakar filsafat, proses terbentuknya ilmu itu sendiri tidaklah dapat dipisahkan dari kajian filsafat karena secara historis ilmu berasal dari kajian filsafat. Sejak awal filsafat melakukan pembahasan tentang segala yang ada ini secara sistematis, rasional dan logis, termasuk pula hal yang empiris. Setelah berjalan beberapa lama, kajian yang terkait

1

dengan hal yang empiris semakin bercabang dan berkembang, sehingga menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan yang praktis. Hal ini sejalan dengan pendapat (Suriasumantri, 2010) yang mengemukakan bahwa filsafat adalah marinir yang merupakan pionir, bukan pengetahuan yang bersifat memerinci. Karena filsafat menyerahkan daerah yang sudah dimenangkannya kepada ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Semua ilmu, baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial, bertolak dari pengembangannya bermula sebagai filsafat. Sebagai contoh atas hal ini, Issac Newton (1642-1627) menulis hukumhukum fisikanya sebagai Philosophiae Naturalis Principia Mathematica (1686) dan Adam Smith (1726-1790) bapak ilmu ekonomi menulis buku The Wealth of Nations (1776) dalam fungsinya sebagai Professor of Moral Philosophy di Universitas Glasgow. Nama asal fisika adalah filsafat alam (natural philosophy) dan nama asal ilmu ekonomi adalah filsafat moral (moral philosophy). Kerna itu oleh para filosof filsafat diangap sebagai induk ilmu. Selanjutnya dalam perkembangannya, filsafat tidak hanya dipandang sebagai suatu induk dan sumber ilmu, tetapi sudah merupakan bagian dari ilmu itu sendiri, yang juga mengalami spesialisasi dan sudah menjadi sektoral. Contohnya, filsafat agama, filsafat hukum, dan filsafat ilmu adalah bagian dari perkembangan filsafat yang sudah menjadi sektoral dan terkotak dalam satu bidang tertentu. Filsafat ilmu merupakan bagian dari cabang-cabang filsafat, yaitu epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).

2

Pendapat ini selaras dengan pemahaman A Cornelius Bejamin dalam (Gie, 1991) yang memandang filsafat sebagai berikut. “That philosophic discipline which is the systematic study of the nature of science, espesially of its methods, its concepts, and presuppositions, and its place in the general scheme of intelectuall disciplines”. Selanjutnya ilmu, ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis, ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial. Filsafat ilmu yang sedang dibahas ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dari ilmu karena filsafat adalah induk dari ilmu itu sendiri, mengutip pernyataan (Bakhtiar, 2008) filsafat tidak dapat hanya berada pada laut lepas, tetapi diharuskan juga membimbing ilmu. Di lain sisi, perkembangan ilmu yang sangat cepat tidak saja membuat ilmu semakin jauh dari induknya, tetapi juga mendorong munculnya arogansi dan bahkan kompartementalisasi yang tidak sehat diantaranya satu bidang ilmu – biasanya ilmuwan fisika melihat diri mereka lebih tinggi daripada ilmuwan ilmu sosial – dengan yang lain. Tugas filsafat diantaranya adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antara berbagai kepentingan. Dalam konteks inilah kemudian ilmu sebagai kajian filsafat sangat relevan untuk dikaji dan didalami. Oleh karena itu makalah ini ditulis untuk melakukan telaah teoritis mengenai dimensi kajian hakikat filsafat ilmu, obyek apa yang ditelaah ilmu, bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu

3

serta untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan. Sehingga diharapkan akan diperoleh suatu pemahaman yang utuh mengenai hakikat filsafat ilmu itu sendiri serta suatu metode berpikir yang baru dan lebih baik dalam mengembangkan sikap ilmiah terhadap berbagai macam teori yang dipelajari serta memperoleh manfaat praktis dalam memecahkan masalah melalui kemampuan berpikir kritis dalam menganalisis berbagai hal yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi. Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi kepustakaan. Dimana data yang digunakan diperoleh melalui kajian teori-teori yang berkaitan dengan filsafat ilmu. Data kemudian dikumpulkan dan dilakukan suatu proses pemusatan serta diusahakan sebuah penyederhanaan ilmiah yang diharapkan akan menghasilkan sebuah outline akhir makalah yang terstruktur, sistematis dan dapat memenuhi tujuan penulisan. 2. Pembahasan Conny Semiawan (1998) menyatakan bahwa filsafat ilmu pada dasarnya adalah ilmu yang berbicara tentang ilmu pengetahuan (science of sciences) yang kedudukannya diatas ilmu lainnya. (Bakhtiar, 2008) dalam bukunya Filsafat Ilmu menjelaskan filsafat ilmu merupakan kajian secara mendalam tetang dasar-dasar ilmu. Selanjutnya (Suriasumantri, 2010) memandang filsafat ilmu sebagai bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang ingin menjawab tiga kelompok pertanyaan mengenai hakikat ilmu sebagai berikut. Kelompok pertanyaan pertama antara lain sebagai berikut ini.

4

Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tanggap manusia? Kelompok pertanyaan kedua : Bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang dimaksud dengan kebenaran? Dan seterusnya. Dan yang terakhir, kelompok pertanyaan ketiga : untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu? Bagaimana kaitan antara cara menggunakan ilmu dengan kaidahkaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihanpilihan moral? Dan seterusnya. (Tafsir, 2004) menjelaskan kelompok pertanyaan pertama sebagai tinjauan ilmu secara ontologis, pertanyaan-pertanyaan kelompok kedua merupakan tinjauan ilmu secara epistemologi dan kelompok pertanyaan ketiga sebagai tinjauan ilmu secara aksiologi. Ketiga telaah filsafat ini akan digunakan untuk mengkaji hakikat ilmu. Pertama, dari segi ontologis, yaitu tentang apa dan sampai dimana yang dengak dicapai ilmu. Ini berarti sejak awal kita sudah memiliki pegangan dan gejala sosial. Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan demikian meliputi fenomena yang dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan ditarik kesimpulan. Telaah kedua adalah dari segi epistemologi, yaitu meliputi aspek normatif mencapai kesahihan perolehan pengetahuan secara ilmiah, disamping aspek prosedural, metode dan teknik

5

memperoleh data empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode ilmiah, meliputi langkah-langkah pokok dan urutannya, termasuk proses logika berpikir yang berlangsung di dalamnya dan sarana berpikir ilmiah yang digunakannya. Selanjutnya telaah ketiga ialah dari segi aksiologi yaitu terkait dengan kaidah moral pengembangan penggunaan ilmu yang diperoleh. (Bakhtiar, 2008) menjelaskan tujuan filsafat ilmu adalah sebagai berikut: 1) Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu. 2) Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis. 3) Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan non ilmiah. 4) Mendorong para calon ilmuwan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya. 5) Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan. Tujuan filsafat ilmu ini dapat dikaji lebih dalam menggunakan ketiga kajian yang telah diuraikan sebelumnya. Berikut ini digambarkan batasan ruang lingkup atau bidang kajian tahapan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.

6

2.1 Ontologi Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis yang terkenal diantaranya Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum mampu membedakan antara penampakan dengan kenyataan. 2.1.1. Pengertian Ontologi a. Menurut Bahasa : Ontologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu on / ontos = being atau ada, dan logos = logic atau ilmu. Jadi, ontologi bisa diartikan : The theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan), atau Ilmu tentang yang ada. b. Pengertian menurut istilah : Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality yang berbentuk jasmani / kongkret maupun rohani / abstrak (Bakhtiar, 2008). 2.1.2. Term ontologi Term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun1636 M untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembangan selanjutnya Christian Wolf (1679 – 1754 M) membagi Metafisika menjadi 2 yaitu :

7

a. Metafisika Umum : Ontologi Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Jadi metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. b. Metafisika Khusus : Kosmologi, Psikologi, Teologi (Bakker, 1992). 2.1.3. Paham–paham dalam Ontologi Dalam

pemahaman

ontologi

dapat

diketemukan

pandangan-pandangan

pokok/aliran-aliran pemikiran antara lain: Monoisme, Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, dan Agnotisisme. a.

Monoisme Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua, baik yang asal berupa materi ataupun rohani. Paham ini kemudian terbagi kedalam 2 aliran : 1) Materialisme Aliran materialisme ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh Bapak Filsafat yaitu Thales (624-546 SM). Dia berpendapat bahwa sumber asal adalah air karena pentingnya bagi kehidupan. Aliran ini sering juga disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satusatunya fakta. Yang ada hanyalah materi/alam, sedangkan jiwa /ruh tidak berdiri sendiri. Tokoh aliran ini adalah Anaximander (585-525 SM). Dia berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala kehidupan. Dari segi dimensinya paham ini

8

sering dikaitkan dengan teori Atomisme. Menurutnya semua materi tersusun dari sejumlah bahan yang disebut unsur. Unsur-unsur itu bersifat tetap tak dapat dirusakkan. Bagian-bagian yang terkecil dari itulah yang dinamakan atom-atom. Tokoh aliran ini adalah Demokritos (460-370 SM). Ia berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat di hitung dan amat halus. Atom-atom inilah yang merupkan asal kejadian alam. 2) Idealisme Idealisme diambil dari kata idea, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idelisme sebagai lawan materialisme, dinamakan juga spiritualisme. Idealisme berarti serbacita, spiritualisme berarti serba ruh. Aliran idealisme beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Tokoh aliran ini diantaranya : Plato (428 -348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada dialam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari setiap sesuatu. Aristoteles (384-322 SM), memberikan sifat keruhanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide itu sebagai sesuatu tenaga yang berada dalam benda-benda itu sendiri dan menjalankan pengaruhnya dari dalam benda itu. Pada Filsafat modern padangan ini mula-mula kelihatan pada George Barkeley (1685-1753 M) yang menyatakan objek-objek fisis adalah ide-ide. Kemudian Immanuel Kant

9

(1724-1804 M), Fichte (1762-1814 M), Hegel (1770-1831 M), dan Schelling (1775-1854 M). b.

Dualisme Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari 2 macam hakikat sebagai asal sumbernya yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan). Tokoh yang lain : Benedictus De spinoza (1632-1677 M), dan Gitifried Wilhelm Von Leibniz (1646-1716 M).

c. Pluralisme Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Lebih jauh lagi paham ini menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M) yang terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Apa yang kita anggap benar sebelumnya dapat dikoreksi/diubah oleh pengalaman berikutnya.

10

d.

Nihilisme Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Doktrin tentang nihilisme sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, tokohnya yaitu Gorgias (483-360 SM) yang memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu: Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis, Kedua, bila sesuatu itu ada ia tidak dapat diketahui, Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh modern aliran ini diantaranya: Ivan Turgeniev (1862 M) dari Rusia dan Friedrich Nietzsche (1844-1900 M), ia dilahirkan di Rocken di Prusia dari keluarga pendeta.

e.

Agnotisisme Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun ruhani. Kata Agnoticisme berasal dari bahasa Greek yaitu Agnostos yang berarti unknown A artinya not Gno artinya know. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokohtokohnya seperti: Soren Kierkegaar (1813-1855 M), yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme dan Martin Heidegger (18891976 M) seorang filosof Jerman, serta Jean Paul Sartre (1905-1980 M), seorang filosof dan sastrawan Prancis yang atheis (Bagus, 1996).

2.2 Epistemologi Masalah epistemologi bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan. Dalam pembahasan filsafat, epistemologi dikenal sebagai sub sistem dari filsafat. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan.

11

Keterkaitan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi—seperti juga lazimnya keterkaitan masing-masing sub sistem dalam suatu sistem— membuktikan betapa sulit untuk menyatakan yang satu lebih pentng dari yang lain, sebab ketiga-tiganya memiliki fungsi sendiri-sendiri yang berurutan dalam mekanisme pemikiran. Ketika kita membicarakan epistemologi, berarti kita sedang menekankan bahasan tentang upaya, cara, atau langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan. Dari sini setidaknya didapatkan perbedan yang cukup signifikan bahwa aktivitas berpikir dalam lingkup epistemologi adalah aktivitas yang paling mampu mengembangkan kreativitas keilmuan dibanding ontologi dan aksiologi. 2.2.1. Pengertian Epistemologi Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu. Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. Pengertian lain, menyatakan bahwa epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ...


Similar Free PDFs