MAKALAH PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT PDF

Title MAKALAH PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT
Author Agus Suryawan
Pages 19
File Size 332.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 327
Total Views 427

Summary

MAKALAH PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT Disusun oleh : 1. Dea Tita Hastika 2. Fitriya Ningsih 3. Ines Novika Santia Dosen Pengampu : Wahyu Yulianto, M.Pd. STKIP KUSUMA NEGARA 2015 2 KATA PENGANTAR Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpa...


Description

MAKALAH PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT

Disusun oleh : 1. Dea Tita Hastika 2. Fitriya Ningsih 3. Ines Novika Santia

Dosen Pengampu : Wahyu Yulianto, M.Pd.

STKIP KUSUMA NEGARA

2015

2

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah Pendidikan Pancasila. Makalah tentang Pancasila Sebagai Filsafat ini disusun untuk melengkapi tugas Pendidikan Pancasila. Pengembangan dan penyusunan materi diberikan secara urut. Penyajian materi didesain untuk memperkuat pemahaman konsep tentang Pancasila Sebagai Filsafat dengan penjelasan yang cukup panjang. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penyusun hadapi. Namun penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala tersebut dapat teratasi. Penyusunan makalah ini disesuaikan dengan referensi yang didapat dari buku maupun internet. Segala kritik dan saran yang membangun senantiasa diharapkan penyusun demi penyempurnaan tugas makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca dan bermanfaat bagi pendidik serta rekan-rekan dalam mengembangkan ilmu pendidikan pancasila.

Jakarta, 24 Oktober 2015

Penyusun

i

DAFTAR ISI Kata Pengantar ………………………………………………………………………..

i

Daftar Isi ………………………………………………………………………………

ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .…………………………………………………………………….

1

B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………….

1

BAB II PEMBAHASAN A. Cara Berpikir Filsafat……………………………………………………………….

2

1. Pengertian Dan Cara Berpikir Filsafat …..……………………………………..

2

2. Sistem Filsafat ……………………………………………………………………

4

3. Aliran-aliran Filsafat …………………………………………………………….

4

B. Pengertian Pancasila Secara Filsafat ………………………………………………

5

1. Pancasila Sebagai Filsafat ………………………………………………………

5

2. Aspek-aspek Pancasila Sebagai Filsafat …………………………………………

6

3. Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat ……………………

7

C. Nilai-nilai Pancasila Menjadi Dasar dan Arah Keseimbangan antara Hak dan Kewajiban Asasi Manusia ………………………………………………………….

9

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………………………………………………

13

B. Saran ………………………………………………………………………………

13

Daftar Pustaka …………………………………………………………………………

14

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Setiap negara atau bangsa di dunia ini mempunyai sistem nilai (filsafat) tertentu yang menjadi pegangan bagi anggota masyarakat dalam menjalankan kehidupan dan pemerintahannya. Filsafat negara merupakan pandangan hidup bangsa yang diyakini kebenarannnya dan diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat yang mendiami negara tersebut. Pandangan hidup bangsa merupakan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap bangsa. Nilai-nilai tersebut akan mempengaruhi segala aspek suatu bangsa. Nilai adalah suatu konsepsi yang secara eksplisit maupun implisit menjadi milik atau ciri khas seseorang atau masyarakat. Pada konsep tersembunyi bahwa pilihan nilai merupakan suatu ukuran atau standar yang memiliki kelestarian yang secara umum digunakan untuk mengorganisasikan sistem tingkah laku suatu masyarakat. Sistem nilai (filsafat) yang dianut suatu bangsa merupakan filsafat masyarakat budaya bangsa. Bagi suatu bangsa, filsafat merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu, filsafat berfungsi dalam menentukan pandangan hidup suatu masyarakat dalam menghadapi suatu masalah, hakikat dan sifat hidup, hakikat kerja, hakikat kedudukan manusia, etika dan tata krama pergaulan dalam ruang dan waktu, serta hakikat hubungan manusia dengan manusia lainnya. Indonesia adalah salah satu negara yang juga memiliki filsafat seperti bangsabangsa lain. Filsafat ini tak lain adalah yang kita kenal dengan nama Pancasila yang terdiri dari lima sila. Pancasila merupakan filsafat hidup bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah 1. Jelaskan yang dimaksud dengan cara berfikir filsafat! 2. Jelaskan pengertian pancasila secara filsafat! 3. Jelaskan nilai-nilai pancasila menjadi dasar dan arah keseimbangan antara hak dan kewajiban asasi manusia!

1

BAB II PEMBAHASAN A. Cara Berpikir Filsafat 1. Pengertian dan Cara Berpikir Filsafat Secara etimologis, istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu Philoshopia. Istilah ini merupakan bentukan dari kata asal philo (philein) yang berarti cinta, dan sophos yang artinya hikmah/kebijaksanaan. Jadi, filsafat artinya mencintai hal-hal yang sifatnya bijaksana. Filsafat merupakan ilmu pengetahuan mengenai hakekat dari segala sesuatu yang mencari sebab-sebabnya yang terdalam dengan menggunakan rasio/akal budi manusia. Menurut D. Runes, filsafat berarti ilmu yang paling umum yang mengandung usaha mencari kebijakan dan cinta akan kebijakan. Filsafat tidak hanya menyelidiki struktur obyeknya sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya, melainkan selalu menyelidiki hakekat obyeknya, mencari inti hakekatnya, dengan berpikir yang sedalam-dalamnya secara mendasar sampai pada akar-akarnya yang terakhir. Filsafat bukan agama, karena dalam agama manusia bertitik tolak dari wahyu Ilahi, dari ungkapan Tuhan kepada hamba-Nya. Filsafat sama sekali tidak bertitik tolak dari wahyu Ilahi, melainkan senantiasa tetap mempergunakan rasio/akal budi murninya. Ada tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat, yaitu : 1. Keheranan, sebagian filsuf berpendapat bahwa adanya kata heran merupakan asal dan filsafat. Rasa heran itu akan mendorong untuk menyelidiki. 2. Kesangsian, merupakan sumber utama bagi pemikiran manusia yang akan menuntun pada kesadaran. Sikap ini sangat berguna untuk menemukan titik pangkal yang kemudian tidak disangsikan lagi. 3. Kesadaran akan keterbatasan, manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama bila dibandingkan dengan alam sekelilingnya. Kemudian muncul kesadaran akan keterbatasan bahwa di luar yang terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas. 2

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa objek kajian filsafat meliputi : 1. Objek Material, yaitu kajian filsafat yang meliputi sesuatu baik berupa material konkret seperti manusia, alam, benda, binatang, dan sebagainya, maupun sesuatu yang bersifat abstrak seperti, nilai-nilai, ide-ide, ideologi, moral, pandangan hidup dan sebagainya. 2. Objek Formal, yaitu cara pandang seseorang terhadap objek material tersebut. Misalnya dari sudut pandang nilai (bidang aksiologi), dari sudut pandang pengetahuan (bidang epistemologi), dari sudut pandang keberadaan (bidang ontologi), dari sudut pandang tingkah laku baik dan buruk (bidang etika), dari sudut pandang keindahan (bidang estetika) dan sebagainya. Filsafat khusus misalnya filsafat sosial, filsafat hukum, filsafat pancasila, filsafat bahasa dan lainnya yang membicarakan hal-hal yang sifatnya khusus. Dari pengertian tentang filsafat di atas dapat diketahui cara berpikir filsafat, antara lain

:

1. Kritis, yaitu selalu mempertanyakan segala sesuatu, problema-problema, dan halhal yang dihadapi manusia. 2. Radikal, yaitu bukan hanya sampai pada fakta-fakta yang sifatnya khusus dan empiris belaka, namun sampai pada intinya yang terdalam yaitu hakekat dari sesuatu objek. (radix : akar-akarnya) 3. Konseptual, yaitu tidak hanya sampai pada persepsi manusia saja, tapi merupakan kegiatan akal budi dan mental manusia yang berusaha menyusun konsep-konsep yang berasal dari generalisasi serta abstraksi dari hal-hal yang sifatnya khusus. 4. Koheren (runtut), yaitu berfikir secara sistematis, runtut, unsur-unsurnya tidak saling terpisah, tidak saling bertentangan, tidak acak-acakan, kacau dan fragmentaris. 5. Rasional, yaitu pemikiran-pemikirannya dapat diterima oleh akal sehat manusia (logis). 6. Komprehensif (menyeluruh), yaitu kesimpulan diambil berdasarkan banyak pertimbangan dari berbagai sudut pandang, berbeda dengan ilmu pengetahuan.

3

7. Universal, yaitu bersifat umum bagi seluruh umat manusia, tidak terbatas oleh ruang dan waktu, misalnya keadilan, kebenaran dan kebaikan. 8. Spekulatif, yaitu menduga-duga atau memprediksi dengan kekuatan akal manusia untuk menemukan jawaban dari fakta yang dihadapi. 9. Bebas, yaitu berpikir sampai batas-batas yang luas, tidak terikat pada kekangankekangan sosial, politik, tradisi, agama dan moral. 10. Implikatif, yaitu jawaban dari suatu permasalahan tidak pernah tuntas, tetapi menimbulkan pertanyaan baru lagi. 11. Reflektif, yaitu dalam melihat (berkaca) pada kehidupan di masyarakat, apa yang sebaiknya dilakukan agar hidup menjadi lebih baik dan bermakna.

2. Sistem Filsafat Pemikiran filsafat berasal dari berbagai tokoh yang menjadikan manusia sebagai subyek. Perbedaan latar belakang tata nilai dan alam kehidupan, cita-cita dan keyakinan yang mendasari tokoh filsafat itu melahirkan perbedaan-perbedaan mendasar antar ajaran filsafat. Setiap jalan pikiran atau penalaran tersusun atas pernyataan-pernyataan yang dapat diselidiki benar tidaknya. Pernyataan-pernyataan serupa itu juga disebut putusan atau proposisi. Suatu ajaran filsafat yang bulat mengajarkan tentang berbagai segi kehidupan yang mendasar. Suatu sistem filsafat sedikitnya mengajarkan tentang sumber dan hakikat realitas, filsafat hidup dan tata nilai (etika), termasuk teori terjadinya pengetahuan dan logika. Sebaliknya, filsafat yang mengajarkan hanya sebagian kehidupan tak dapat disebut sistem filsafat, melainkan hanya ajaran filosofis seorang ahli filsafat.

3. Aliran-aliran Filsafat Aliran-aliran utama filsafat yang ada sejak dahulu hingga sekarang adalah sebagai berikut : 4

1. Aliran Materialisme Aliran ini mengajarkan bahwa hakekat realitas kesemestaan, termasuk makhluk hidup dan manusia ialah materi. Semua realitas tersebut ditentukan oleh materi (misalnya benda ekonomi, makanan) dan terikat pada hukum alam, yaitu hukum sebab-akibat (hukum kausalitas) yang bersifat objektif. 2. Aliran Idealisme/Spiritualisme Aliran ini mengajarkan bahwa ide dan spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia. Subjek manusia sadar atas realitas dirinya dan kesemestaan karena ada akal budi dan kesadaran rohani. Manusia yang tak sadar atau mati sama sekali tidak menyadari dirinya apalagi realitas semata. Jadi, hakekat diri dan kenayataan kesemestaan ialah akal budi (ide dan spirit). 3. Aliran Realisme Aliran ini mengajarkan bahwa kedua aliran di atas (materialisme dan idealisme) adalah bertentangan, tidak sesuai dengan kenyataan (tidak realistis). Sesungguhnya, realitas kesemestaan, terutama kehidupan bukanlah benda (materi) semata-mata. Kehidupan seperti tampak pada tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia, mereka hidup berkembang biak, kemudian tua dan akhirnya mati. Pastilah realitas demikian lebih daripada sekadar materi. Oleh karenanya, realitas adalah paduan benda (materi dan jasmaniah) dengan yang non materi (spiritual, jiwa, dan rohaniah). Khusus pada manusia, tampak dalam gejala daya pikir, cipta, dan budi. Jadi menurut aliran ini, realitas merupakan sintesis antara jasmaniahrohaniah, materi dan nonmateri.

B. Pengertian Pancasila Secara Filsafat 1. Pancasila Sebagai Filsafat Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi pancasila. Secara ringkas filsafat pancasila merupakan refleksi kritis dan rasional tentang pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa. Tujuannya adalah untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya secara mendasar dan menyeluruh. Filsafat pancasila juga mengungkap konsep-konsep yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, 5

melainkan juga manusia pada umumnya. Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia ditetapkan menjadi ideologi bangsa Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945. Pembahasan filsafat pancasila dapat dilakukan secara deduktif dan induktif. Secara deduktif dilakukan dengan mencari hakikat pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif. Secara induktif yakni dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu.

2. Aspek-aspek Pancasila Sebagai Filsafat 1) Aspek Ontologi Ontologi menurut Runes, adalah teori tentang adanya keberadaan atau eksistensi. Sementara menurut Aristoteles sebagai filsafat pertama, ontologi adalah ilmu yang menyelidiki hakekat sesuatu dan disamakan artinya dengan metafisika. Jadi, ontologi adalah bidang atau cabang filsafat yang menyelidiki makna yang ada (eksistensi dan keberadaan), sumber ada, jenis ada, dan hakekat ada, termasuk ada alam, manusia, metafisika dan alam semesta atau kosmologi. Bidang ontologi meliputi ; penyelidikan tentang keberadaan manusia, benda, alam semesta. Artinya ontologi adalah menjangkau adanya tuhan dan alam ghaib seperti rohani dan kehidupan sesudah kematian (alam dibalik dunia, alam metafisika). Dalam konteks ontologi, pancasila “ada” dalam realitas/kenyataan, sebab “ada” nya Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil, yang menjadi landasan sila-sila Pancasila itu “ada” dalam realitas/kenyataan. Nilai-nilai Pancasila yang terdapat dalam adat istiadat, budaya, dan religi, “ada” pada bangsa Indonesia sejak dahulu kala, dan masih tetap “ada” sampai sekarang.

6

Hubungan : Sila pertama Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” mengakui adanya kekuatan gaib yang di luar manusia menjadi pencipta, pengatur serta penguasa alam semesta. 2) Aspek Epistemologi Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, serta batas dan validitas ilmu pengetahuan. Yang termasuk cabang epistemologi adalah matematika, logika, sematik, dan teori ilmu. Dilihat dari aspek epistemologi, Pancasila merupakan pengetahuan ilmiah dan filsafati, dan bisa diteliti dan diuji kebenarannya.

Hubungan : Dalam pembukaan UUD 1945 terdapat tujuan Negara Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara, dan UUD sendiri berlandaskan pada Pancasila. 3) Aspek Aksiologi Aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis dan tingkatan nilai dan hakekat nilai. Dalam konteks aksiologi, Pancasila sebagai sistem filsafat mengandung nilai manfaat yaitu untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang beraneka ragam suku bangsa ini, dan mengandung nilai manfaat sebagai acuan moral bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diangkat dari kehidupan bangsa Indonesia yang diyakini sebagai sesuatu hal yang baik, benar dan indah. Hubungan : 7

Dalam menyelidiki makna nilai dari suatu terdapat norma-norma masyarakat yang sudah mendarah daging dalam beretika yang merupakan Way Of Life dan ciri khas Bangsa Indonesia yang , Pancasila sendiri adalah cerminan dari Bangsa Indonesia sendiri. Adapun kepercayaan pada Tuhan termasuk cangkupan nilai di axiologi, sejak dahulu leluhur kita sudah menciptakan banyak karya yang terdiri dari cipta, rasa, dan karsa sesuai kepercayaannya.

3. Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat Meskipun Pancasila terdiri dari lima sila, tetapi kelimanya merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh. Masing-masing sila tidak dapat berdiri sendiri, maksudnya sila yang satu terlepas dari sila yang lain. Sila-sila Pancasila mempunyai hubungan yang erat antara yang satu dengan lainnya. Kelima sila itu bersama-sama menyusun pengertian yang satu, bulat dan utuh. Sebagai sistem filsafat, Pancasila telah memenuhi persyaratan di antaranya sebagai berikut : a. Sebagai satu kesatuan yang utuh, berarti kelima sila dari sila I s.d. V merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Memisahkan satu sila berarti menghilangkan arti Pancasila. b. Bersifat konsisten dan koheren, berarti lima sila Pancasila itu urut-urutan sila I s.d. V bersifat runtut tidak kontradiktif, dan nilai yang lebih esensial didahulukan. Esensi pokok sila I s.d. V : Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil. Tuhan menciptakan manusia, manusia butuh interaksi dengan manusia lain (persatuan), setelah bersatu mencapai tujuan bersama (keadilan) dan perlu musyawarah terlebih dahulu. c. Ada hubungan antara bagian yang satu dengan bagian lain, berarti sila I s.d. V ada hubungan keterkaitan dan ketergantungan yang menjadi lima sila tersebut bulat dan utuh. d. Ada kerjasama, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah pendukung Pancasila itu yang melakukan kerjasama yaitu bangsa Indonesia sendiri.

8

e. Semua mengabdi pada satu tujuan yaitu tujuan bersama, maksudnya adalah semua pendukung Pancasila (bangsa Indonesia) harus bekerjasama untuk tujuan bersama seperti yang dimaksud dalam UUD 1945 yaitu kesejahteraan bersama. Konsekuensi dari sistem tersebut menyebabkan Pancasila memiliki susunan hirarkis dan bentuk piramidal. Hirarkis artinya bertingkat, sedangkan piramidal dipergunakan menggambarkan hubungan yang bertingkat dari sila-sila Pancasila dalam urutan luas cakupan (kuantitas) dan juga dalam hal isi sifatnya (kualitas). Jika dilihat dari segi esensinya, urut-urutan lima sila ini menunjukan rangkaian tingkat dalam “luas cakupan” dan “isi sifatnya.” Artinya sila yang dibelakang sila lainnya lebih sempit/kecil cakupannya atau merupakan pengkhususan atau bentuk penjelmaan dari sila-sila yang mendahuluinya. Dengan adanya urut-urutan dari kelima sila Pancasila yang mempunyai hubungan mengikat satu sama lain, sehingga Pancasila merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh. Hal ini menjadikan setiap sila dari Pancasila didalamnya terkandung sila-sila lainnya, ini berarti : 1. KeTuhanan Yang Maha Esa, adalah KeTuhanan yang berperikemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan sosial. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah Kemanusiaan yang berkeTuhanan, berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan sosial. 3. Persatuan Indonesia, adalah persatuan yang berkeTuhanan, berkemanusiaan, berkerakyatan, dan berkeadilan sosial. 4. Kerakyatan

yang

dipimpin

permusyawaratan/perwakilan,

oleh

adalah

hikmat kerakyatan

kebijaksanaan yang

dalam

berkeTuhanan,

berkemanusiaan, berpersatuan, dan berkeadilan sosial. 5. Keadilan

sosial

bagi seluruh rakyat

Indonesia, adalah keadilan

yang

berkeTuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, dan berkerakyatan. Konsekuensi logis dari hirarkis piramidal sila-sila Pancasila tersebut, maka sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa menjadi puncak dari sila di bawahnya, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 9

C. Nilai-nilai Pancasila Menjadi Dasar dan Arah Keseimbangan antara Hak dan Kewajiban Asasi Manusia Pandangan mengenai relasi antara manusia dengan masyarakat merupakan falsafah kehidupan masyarakat yang memberi corak dan warna bagi kehidupan masyarakat. Untuk merumuskan relasi manusia dalam masyarakat, ada dua pandangan yang berbeda, yakni pandangan pertama, melihat manusia sebagai pribadi atau individu. Penekanannya pada kehidupan personal manusia. Dalam kehidupan seperti ini sering terjadi persaingan yang tidak sehat. Ada banyak pelanggaran dan penindasan terhadap kaum lemah. Di sini berlaku istilah “yang kaya tetap kaya yang miskin tetap miskin.”. Cara hidup seperti ini menimbulkan kepincangan dalam hidup bermasyarakat dan tidak sesua...


Similar Free PDFs