Makalah Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). PDF

Title Makalah Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).
Author Risal Fadhil Rahardiansyah
Course Manajemen Keuangan
Institution Universitas Negeri Malang
Pages 27
File Size 290.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 9
Total Views 132

Summary

MAKALAHKONSEP PPH, PPnBM, dan PKPDisusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah PerpajakanDosen Pengampu : Dr. Dodik Juliardi, SE, MM, Ak.Disusun oleh: Nugraha Fitra Irawan (210422621370) Octareza Eka Puspita Rahayu (210422621266) Putri Sasya Wilujeng (210422621243) Rakha Aiman Gusra ( Reni Dwi Nur Anggrai...


Description

MAKALAH KONSEP PPH, PPnBM, dan PKP Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perpajakan Dosen Pengampu : Dr. Dodik Juliardi, SE, MM, Ak.

Disusun oleh: Nugraha Fitra Irawan

(210422621370)

Octareza Eka Puspita Rahayu

(210422621266)

Putri Sasya Wilujeng

(210422621243)

Rakha Aiman Gusra

(210422621350

Reni Dwi Nur Anggraini

(210422621208)

Risal Fadhil Rahardiansyah

(210422621309)

Risca Evi Damayanti

(210422621257)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN AKUNTANSI UNIVERSITAS NEGERI MALANG MARET 2022

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunian-Nya kelompok kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Perpajakan. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Dodik Juliardi selaku dosen pangampu mata kuliah

Perpajakan. Ucapan

terima kasih juga disampaikan

kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan di masa yang akan datang. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Malang, 13 Maret 2022

Penulis

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR............................................................................................ DAFTAR ISI.......................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1.2 Rumusan Masalah........................................................................................... 1.3 Tujuan.............................................................................................................. BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2.1 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)...................................................................... 2.1.1 Pengertian PPN..................................................................................... 2.1.2 Karakteristik PPN................................................................................. 2.1.3 Metode Pengadaan PPN........................................................................ 2.1.4 Tarif Pajak PPN..................................................................................... 2.1.5 Objek Pajak PPN................................................................................... 2.1.6 Cara Menghitung PPN.......................................................................... 2.2 Pajak Penjualan atas Barang Mewah............................................................... 2.2.1 Definisi PPnBM.................................................................................... 2.2.2 Karakteristik PPnBM............................................................................ 2.2.3 Tujuan Pengenaan PPnBM di samping PPN........................................ 2.2.4 Tarif PPnBM......................................................................................... 2.2.5 Kriteria BKP yang Tergolong Mewah.................................................. 2.2.6 Dasar Pengenaan Pajak untuk Menghitung PPnBM yang Terutang..... 2.2.7 Dibebaskan dari PPnBM....................................................................... 2.2.8 Tidak Dikenakan PPnBM..................................................................... 2.2.9 Cara Menghitung PPnBM..................................................................... 2.3 Pengusaha kena pajak...................................................................................... 2.3.1 Definisi Pengusaha Kena Pajak............................................................ 2.3.2 Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak..................................................... 2.3.3 Hak dan Kewajiban Pengusaha Kena Pajak......................................... 2.3.4 Sanksi PKP yang Tidak Melaksanakan Ketentuan............................... BAB III PENUTUP............................................................................................... 3.1 Kesimpulan.............................................................................................. 3.2 Saran........................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara yang mempunyai kontribusi besar dalam Negara. Menurut UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ditinjau dari lembaga pemungutnya, pajak dibedakan menjadi dua, yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah pajak yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui undang-undang, yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat dan hasilnya digunakan untuk membiayai pemerintah pusat dan pembangunan. Seperti, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak penjualan yang dikenakan atas Pajak Pertambahan Nilai. yang dikenakan atas penyerahan barang dan jasa pada setiap mata rantai produksi. PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pengusaha) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung yang ia tanggung. Dalam mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada di pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Pengusaha Kena Pajak setiap bulan wajib menghitung jumlah pajak yang terutang dalam satu masa pajak, yang jangka waktunya sama dengan satu bulan takwim. Dalam mekanisme penghitungannya, Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan menghitung selisih antara Pajak Keluaran yang dipungut dengan Pajak Masukan yang telah dibayar. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak tidak langsung dimana PPN dikenakan oleh PKP/perusahaan didalam daerah Pabean Republik Indonesia. Semakin besar pajak yang dibayarkan PKP/perusahaan, maka

pendapatan negara semakin banyak, namun sebaliknya bagi PKP merupakan biaya atau beban yang akan mengurangi laba bersih. Selain dikenakan PPN, konsumsi atas barang-barang yang tergolong mewah akan dikenakan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). PPnBM merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah kepada produsen untuk menghasilkan atau mengimpor barang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. PPnBM hanya dikenakan 1 kali pada saat penyerahan barang ke produsen. 2.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep Pajak Pertambahan Nilai (PPN)? 2. Bagaimana konsep Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)? 3. Bagaimana konsep Pengusaha Kena Pajak (PKP)? 2.3 Tujuan 1. Mengetahui konsep Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2. Mengetahui konsep Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 3. Mengetahui konsep Pengusaha Kena Pajak (PKP)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2.1.1 Pengertian PPN Menurut Undang-Undang nomor 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas UU No. 8 Tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai dan jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah mengatakan PPN adalah pajak konsumsi barang dan jasa di daerah pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. Pajak pertambahan nilai merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (daerah pabean), baik konsumsi barang kena pajak maupun jasa kena pajak (Supramono dan Damayanti (2011, hal. 125). Sesuai dengan UndangUndang No. 42 Tahun 2009 tarif PPN yang berlaku adalah tarif tunggal 10% (sepuluh persen) untuk semua jenis penyerahan BKP dan JKP di dalam daerah pabean. Dan tarif ekspor 0% (nol persen) untuk ekspor BKP keluar daerah pabean. Atas tarif PPN tersebut, pemerintah dapat mengubahnya menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen). Perubahan tarif ini diatur dengan peraturan pemerintah. 2.1.2 Karakteristik PPN PPN mulai diperkenalkan di Indonesia sejak 1 Januari 1985 untuk menggantikan pajak penjualan (PPn). Kelebihan PPN dibandingkan pajak penjualan menurut Mardiasmo (2009) yaitu : ● Menghilangkan pajak berganda ● Menggunakan tarif tunggal, sehingga memudahkan pelaksanaan ● Netral dalam persaingan dalam negeri ● Netral dalam perdagangan internasional ● Netral dalam pola konsumsi ● Dapat mendorong ekspor

Karakteristik PPN di Indonesia : 1.

Pajak Tidak Langsung Secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain. Tanggung Jawab pembayaran pajak yang terutang berada pada pihak yang menyerahkan barang atau jasa. Sedangkan pihak yang menanggung beban pajak berada pada penanggung pajak (pihak yang memikul beban pajak)

2.

Pajak Objektif Timbulnya kewajiban membayar pajak sangat ditentukan oleh adanya objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak dipertimbangkan.PPN tidak membedakan antara konsumen berupa orang atau badan, antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dengan yang rendah. Jika mereka menggunakan barang atau jasa dari jenis yang sama diperlakukan sama.

3.

Multistage Tax PPN dikenakan secara bertahap pada setiap mata rantai jalur produksi dan distribusi (dari pabrikan sampai ke peritel). Setiap penyerahan barang yang menjadi objek PPN mulai dari tingkat pabrik (manufaktur) kemudian ditingkat pedagang besar (wholeseller) dalam berbagai bentuk atau nama sampai dengan tingkat pedagang pengecer (retailer) dikenakan PPN.

4.

Nonkumulatif PPN tidak bersifat kumulatif meskipun memiliki karakteristik multistage tax karena PPN mengenal adanya mekanisme pengkreditan pajak masukan.Oleh karena itu, PPN yang dibayar bukan unsur dari harga pokok barang atau jasa.

5. Tarif Tunggal PPN di Indonesia hanya mengenal satu jenis tarif (single tariff), yaitu 10% untuk penyerahan dalam negeri dan 0% untuk ekspor BKP. 6. Credit Method / Invoice Method / Indirect Substraction Method Metode ini mengandung pengertian bahwa pajak yang terutang diperoleh dari hasil pengurangan pajak yang dipungut atau dikenakan pada saat

penyerahan barang/jasa (pajak keluaran) dengan pajak yang dibayar pada saat pembelian barang / penerimaan jasa (pajak masukan). 7. Pajak Atas Konsumsi Dalam Negeri Sebagai Pajak atas konsumsi umum dalam negeri, PPN hanya dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan didalam negeri.Atas impor BKP dikenakan PPN sedangkan atas ekspor BKP tidak dikenakan PPN. Prinsip ini menggunakan prinsip tempat tujuan, yaitu pajak dikenakan di tempat barang atau jasa akan dikonsumsi. 2.1.3 Metode Pengadaan PPN Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya. Mekanisme pengenaan PPN dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Pada saat membeli / memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjual tersebut merupakan pembayaran pajak dimuka dan disebut dengan pajak masukan. Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa faktur pajak. 2. Pada saat menjual / menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib memungut PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan pajak keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat faktur pajak. 3. Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim) jumlah pajak keluaran > pajak masukan, selisihnya harus disetorkan kepada kas negara.

4. Apabila dalam suatu masa pajak jumlah pajak keluaran < pajak masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. 5. Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) 2.1.4 Tarif Pajak PPN Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10%. Sedangkan tariff PPN sebesar 0% diterapkan atas: a. Ekspor BKP Berwujud b. Ekspor BKP Tidak Berwujud c. Ekspor JKP 2.1.5 Objek pajak PPN 1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Syarat-syaratnya adalah: ● Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP; ● Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP Tidak Berwujud; ● Penyerahan dilakukan dalam Daerah Pabean; dan ● Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan

usaha atau

pekerjaannya. 2. Impor BKP; 3. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Syarat-syaratnya adalah: ● Jasa yang diserahkan merupakan JKP; ● Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan ● Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan

usaha atau

pekerjaannya. ● Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

4. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; 5. Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; 6. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak 7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain; 8. Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan. 2.1.6 Cara Menghitung PPn Cara menghitung PPN adalah sebagai berikut :

PPN = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak Contoh : -

Pengusaha kena pajak “A” menjual tunai BKP kepada pengusaha kena pajak “B” dengan harga jual Rp. 25. 000.000,- PPN yang terutang : 10 % x Rp. 25.000.000 = Rp. 2.500.000,-

PPN sebesar Rp. 2.500.000,- tersebut merupakan pajak keluaran yang dipungut oleh pengusaha kena pajak “A”. Sedangkan bagi pengusaha kena pajak “B”, PPN tersebut merupakan pajak masukan. -

Seseorang mengimpor BKP dari luar daerah Pabean dengan nilai impor Rp. 15.000.000,- PPN yang dipungut melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai

10% x Rp. 15.000.000 = Rp. 1.500.000,-

PPN sebesar Rp1.500.000,- tersebut tergolong pajak keluaran yang dipungut dari serorang importir dan tergolong pajak masukan bagi Direktorat Jendral Bea dan Cukai.

2.2 Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 2.2.1. Definisi PPn BM PPn BM merupakan pungutan tambahan disamping PPN. PPn BM hanya dikenakan satu kali pada waktu penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor BKP yang tergolong mewah. 2.2.2 Karaktreristik PPnBM Dari Pasal 5 dan Pasal 10 UU PPN 1984 diketahui karakteristik (PPnBM) sebagai berikut: 1. PPnBM merupakan pungutan tambahan di smping PPN; 2. PPnBM hanya dikenakan satu kali yaitu pada saat impor, atau penyerahan di dalam Daerah Pabean BKP yang tergolong Mewah oleh pabrikan yang menghasilkannya; 3. PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN atau PPnBM. Namun, Pengusaha Kena Pajak yang mengekspor BKP Yang Tergolong Mewah dapat meminta kembali PPnBM yang telah dibayar pada waktu perolehan BKP Yang Tergolong Mewah yang dieskpor tersebut. Berdasarkan ketentuan tersebut, pada dasarnya PPnBM hanya dikenakan satu kali yaitu pada mata rantai jalur distribusi yang disebut dalam Pasal 5 UU PPN 1984. 2.2.3

Tujuan Pengenaan PPnBM di samping PPN Dalam memori penjelasan Pasal 5 UU PPN 1984 ditegaskan bahwa tujuan mengenakan PPnBM di samping PPN adalah: a. Untuk memperoleh keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi;

b. Untuk mengendalikan pola konsumsi BKP Yang Tergolong Mewah; c. Melindungi produsen kecil atau tradisional; d. Untuk mengemankan penerimaan negara. 2.2.4

Tarif PPnBM Berdasarkan Pasal 8 UU PPN 1984, tarif PPnBM adalah sebagai berikut: a. Atas impor atau penyerahan “Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah” oleh Pabrikan BKP yang terrgolong mewah tersebut, dikenakan PPnBM di samping PPN; b. Tarif PPnBM yang semula berkisar antara 10% sampai dengan setinggi-tingginya 50% sejak 1 Januari 2001 diubah menjadi paling rendah 10% dan paling tinggi 75%. c. Atas ekspor BKP yang Tergolong Mewah dikenakan PPnBM dengan tarif 0%.

2.2.5

Kriteria BKP yang Tergolong Mewah Kriteria BKP yang Tergolong Mewah dalam penjelasan Pasal 5 UU PPN 1984 adalah: a. Bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat, seperti minuman beralkohol.

2.2.6 Dasar Pengenaan Pajak Untuk Menghitung PPnBM yang Terutang Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung PPnBM yang terutang adalah: a. Untuk penyerahan kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean, Dasar pengenaan Pajaknya adalah Harga Jual; b. Untuk impor kendaraan bermotor adalah Nilai Impor. c. Dalan hal terdapat hubungan istimewa antara Industri Perakitan atau Pabrikan kendaraan bermottor dengan Distributor atau Dealer atau

Agen atau Penyalur dan Harga Jual dipengaruhi oleh adanya hubungan istimewa antara pihak-pihak tersebut sehingga Harga Jual menjadi lebih rendah daripada harga pasar wajar, maka Dasar Pengenaan Pajaknya ditetapkan sebesar harga pasar wajar. 2.2.7 Dibebaskan dari Pengenaan PPnBM Berdasarkan

Pasal

4

Keputusan

Menteri

Keuangan

Nomor

355/KMK.03/2003 dibebaskan dari pengenaan PPnBM: a. Impor atau penyerahan kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean yang digunakan untuk kendaraan ambulans, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan angkutan umum; b. Impor atau penyerahan kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean yang digunakan untuk tujuan Protokoler Kenegaraan; c. Impor atau penyerahan di dalam Daerah Pabean kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk kemudi, yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI; d. Impor atau penyerahan semua jenis kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean, yang digunakan untuk keperluan patroli TNI atau POLRI. e. Pembebasan ini diperoleh dengan terlebih dahulu pembeli yang berkepentingan mengajukan Surat Keterangan Bebas PPnBM ke Kantor Pelayanan Pajak setempat. Dalam hal sebelum diperoleh surat keterangan ini sudah terlanjur membeli kendaraan bermotor yang diperlukan dan memenuhi kriteria yang seharusnya dibebaskan dari PPnBM, maka pihak pembeli dapat mengajukan permohonan pengembalian (restitusi) PPnBM yang sudah dibayar. 2.2.8

Tidak Dikenakan PPnBM Berdasarkan

Pasal

3

Keputusan

Menteri

Keuangan

Nomor

355/KMK.03/2003 tanggal 11 Agustus 2003, PPnBM tidak dikenakan atas impor atau penyerahan: a. Kendaraan dalam bentuk CKD;

b. Kendaraan berupa sasis; c. Kendaraan pengangkutan barang; d. Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas silinder sampai dengan 250cc. e. Kendaraan umum untuk pengangkutan 16 (enam belas) orang atau lebih termasuk pengemudi. 2.2.9 Cara Menghitung PPnBM Cara menghitung Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang adalah denga...


Similar Free PDFs