Makalah Psikologi Positif Attachment, Empati, Cinta PDF

Title Makalah Psikologi Positif Attachment, Empati, Cinta
Course Psychology
Institution Universitas Merdeka Malang
Pages 15
File Size 349.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 9
Total Views 870

Summary

MAKALAH PSIKOLOGI POSITIF“ATTACHMENT, EMPATI, CINTA”Dosen Pengajar : Eka Indah Nurmawati, M., PsikologKELOMPOK 9 :Mega Fernanda Hanani (18090000117)Ega Nurmadia Febrianti (18090000119)Rheine Anissa Wardhani (18090000120)FAKULTAS PSIKOLOGIUNIVERSITAS MERDEKA MALANGSEPTEMBER 2020DAFTAR ISIDAFTAR ISI.....


Description

MAKALAH PSIKOLOGI POSITIF “ATTACHMENT, EMPATI, CINTA”

Dosen Pengajar : Eka Indah Nurmawati, M.Psi., Psikolog

KELOMPOK 9 : Mega Fernanda Hanani

(18090000117)

Ega Nurmadia Febrianti

(18090000119)

Rheine Anissa Wardhani

(18090000120)

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERDEKA MALANG SEPTEMBER 2020

DAFTAR ISI DAFTAR ISI..........................................................................................i BAB I PEMBAHASAN...........................................................................1 A. Sejarah Teori Attachment..........................................................1 B. Peran Sentral Cinta...................................................................3 C. Prototipe bagi Komunikasi Lainnya...........................................5 D. Cinta.........................................................................................5 E. Internal Working Model.............................................................7 F. Pola-Pola Attachment...............................................................8 G. Cinta yang Menyembuhkan......................................................10 DAFTAR PUSTAKA..............................................................................13

i

BAB I PEMBAHASAN A. Sejarah Teori Attachment Istilah attachment (kelekatan) pertama kali dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Kemudian formulasi yang lebih lengkap dikemukakan oleh Mary Ainsworth pada tahun 1969. Menurut Bowlby (dalam Santrock 2002) attachment adalah adanya suatu relasi atau hubungan antara figur sosial tertentu dengan suatu fenomena tertentu yang

dianggap

mencerminkan

karakteristik

relasi yang

unik.

Attachment akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan manusia yang diawali dengan kelekatan anak pada ibu atau figur lain pengganti ibu. Menurut Ainsworth (1969) attachment adalah ikatan emosional yang dibentuk seorang individu dengan orang lain yang bersifat spesifik, mengikat mereka dalan suatu attachment yang bersifat kekal sepanjang waktu. Penekanan pentingnya attachment pada tahun pertama kehidupan dan juga pentingnya sikap tanggap orang tua yang mengasuh bayinya juga dijabarkan oleh psikiater Inggris, John Bowlby (1969). Bowlby meyakini adanya attachment secara naruliah antara ibu dan bayinya. Sang bayipun melakukan usaha-usaha untuk mempertahankan kedekatannya dengan sang ibu. Berdasarkan beberapa definisi attachment diatas dapat disimpulkan bahwa attachment adalah suatu hubungan emosional atau hubungan yang bersifat afektif antara satu individu dengan individu lainnya yang mempunyai arti khusus, dalam hal ini biasanya hubungan ditujukan pada

ibu atau

pengasuhnya. Hubungan yang dibina bersifat timbal balik, bertahan cukup lama dan memberikan rasa aman walaupun figur lekat tidak tampak dalam pandangan anak. 

Dari Evolusi ke Attachment Bowlby mengamati sebuah gejala yang menarik pada berbagai spesies mahkluk hidup, yaitu bahwa organisme yang masih muda akan berusaha mempertahankan kedekatan fisik dengan induknya (pada manusia, bukan cuma kedekatan fisik tetapi juga kedekatan emosional), dan induknya pun akan melakukan hal yang serupa sampai si organisme mencapai usia dan kematangan tertentu. Perilaku ini sangat mudah dimengerti maknanya karena dalam proses evolusi sangat jelas

1

bahwa organisme yang masih muda yang belum dapat bertahan hidup dengan

kemampuannya

sendiri

akan

meningkat

probabilitas

penyintasannya, kalau ia tetap dekat dengan induk yang akan melindunginya. Dalam logika teori evolusi, si induk yang di motivasi oleh kepentingan untuk meneruskan gennya punya kepentingan besar untuk menjaga anak-anaknya adalah suatu prioritas baginya. Untuk itu, akan ada usaha bersama dari kedua belah pihak untuk mempertahankan kedekatan ini. Perilaku yang sama kita amati juga pada manusia sekalipun tentu saja pada manusia perilaku ini lebih kompleks dan tak dapat direduksi menjadi hanya urusan mempertahankan kelangsungan gen saja. Perilaku mempertahankan kedekatan ini merupakan dasar dari perilaku attachment pada manusia. Ada sebab-sebab evolusioner yang membuat manusia mempertahankan perilaku yang telah terbentuk selama berpuluh-puluh generasi melalui proses evolusi. Bila pada organisme lain perilaku menjaga kedekatan ini hanya berfungsi untuk bertahan hidup, dan kedekatan di antara mereka akan diakhiri sepenuhnya tanpa kelanjutan lagi, begitu si organisme muda mencapai kematangan tertentu sementara pada manusia bukan Cuma prosesnya yang luas dan lebih dalam daripada sekadar urusan penyintasan. Attachment akan punya pengaruh besar pada pembentukan karakter seseorang pada identitas atau sense of self-nya pada pembentukan basic beliefs dan pada kemampuannya mengelola emosi dan relasi. Tidak seperti pada makhluk lain, dampak attachment pada manusia akan terbawa terus seumur hidupnya. 

Prasyarat Keberhasilan Attachment Dalam suatu proses attachment, perilaku ibu dan anak serta konteks dari seluruh proses itu akan sangat menentukan hasilnya. Ketiga hal inilah yang perlu diperhatikan agar proses attachment berlangsung baik. Perilaku anak sangat bergantung pada temperamen bawaannya. Ada anak yang memiliki temperamen yang mudah untuk dekat denan orang lain, sehingga memudahkan orang lain untuk menjalin ikatan emosional dengannya, ada juga anak yang memiliki temperamen yang sulit untuk menjalin kedekatan dengan orang lain,

2

sehingga orang lain harus mengeluarkan upaya yang besar bila ingin menjalin ikatan emosional dengannya. Konteks terjadinya attachment juga akan menentukan hasil, misalnya apakah sang ibu berada dalam relasi perkawinan yang bahagia dengan suaminya? Ataukah dalam relasi perkawinan yang stressful dan sangat tidak bahagia? Apakah sang suami membantu terjadinya attachment antara

dirinya dan si

anak atau

justru

mempersulit? Misalnya dengan tidak bekerja sehingga si ibu harus bekerja dan meninggalkan anaknya. Ataukah konteks attachment terjadi dalam kondisi si ibu sebagai single parent? Konteks relasi yang bahagia akan membantu ibu untuk membangun attachment dengan anak, sebaliknya konteks relasi yang tidak bahagia akan menghambat ibu membangun attachment dengan anak. B. Peran Sentral Cinta Attachment adalah tentang relasi primer (relasi pertama) dalam kehidupan seseorang, serta relasi yang terdalam yang dialaminya yaitu relasi antara ibu dan anak pada awal kehidupan. Relasi ini berdampak besar bagi pembentukan

karakter

seseorang

dan

bagaimana

yang

bersangkutan

mengelola emosi serta relasi-relasi lain di masa yang akan datang. Sifatnya tidak berlangsung seperti relasi lain yang banyak mengandalkan komunikasi sadar dan verbal untuk bertukar informasi, tetapi lebih bersandar pada bodily communication atau komunikasi tak sadar dan nonverbal. Salah satu aspek perilaku ibu yang sangat penting bagi keberhasilan attachment adalah kemampuannya berempati dengan akurat dan merespons dengan efektif terhadap komunikasi nonverbal anak. Manusia adalah makhluk yang memiliki kapasitas kuat untuk merasakan apa yang dirasakan seseorang tanpa mengalaminya secara langsung, serta manusia mengembangkannya sepanjang sejarah evolusinya. Secara neurologis, hal ini dimungkinkan karena mirror cells yang dimiliki manusia (Rizzolatti, G., Craighero, L, 2004). Teori ini ditemukan melalui penelitian ventral premotor cortex pada macaque monkeys. Ditemukan juga neuron yang disebut mirror neuron yang diduga manusia juga memilikinya dan hal itu menjadi dasar bagi mekanisme neurologis yang memungkinkan seseorang dapat memahami apa yang dilakukan atau dialami orang lain, dengan cara mensimulasikannya dalam otak.

3

Jika seseorang melihat orang lain melakukan/mengalami sesuatu atau menunjukkan emosi tertentu, orang yang melihat itu akan mensimulasikan dalam

otaknya

seolah-olah

ia

yang

mengalami/melakukan

tindakan

tersebut. Hal ini memicu perubahan fisiologi dan membangkitkan emosi yang sama dengan orang yang mengalaminya. Dengan bahasa yang jauh lebih sederhana: kalau saya melihat orang lain mengalami atau melakukan sesuatu, saya pun dapat menghayati apa yang dialami atau dilakukannya. Saya dapat berempati kepadanya. Ada sebuah penelitian yang sangat menarik dari Robert W. Levenson dan Anna Ruef (Levenson, R. W., & Ruef, A. M., 1992, 1997) dari U.C. Berkeley, yang dapat menjadi contoh yang baik disini. Mereka meneliti pasangan suami istri yang dipersilakan berselisih paham dalam laboratorium mereka, sambil mengenakan seperangkat alat pemindai fisiologi tubuh serta adanya si pengamat yang mengamati pertengkaran pasutri itu. Si pengamat yang diminta menebak emosi yang sedang dirasakan pasutri itu menunjukkan gema fisiologi dan emosional yang sama. Makin serupa perubahan fisiologis dan ekspresi wajah si pengamat dengan pasutri yang diamatinya, makin akurat tebakannya atas emosi yang sedang yang dialami pasutri itu. Keakuratan bergantung pada seberapa mirip seseorang dapat mensimulasikan perilaku dan emosi dari orang-orang yang diamatinya dalam dirinya sendiri. Semakin akurat simulasi

dan

imbas

emosional

yang

dirasakannya, semakin

akurat

empatinya. Tetapi tidak semua manusia dapat mensimulasikan apa yang diamatinya dalam otaknya yang seringkali menjadikan kekeliruan dalam menafsirkan emosi dalam diri orang lain. 

Memancarkan Pengalaman Secara Langsung pada Orang Lain Anak mengomunikasikan banyak hal melalui bahasa tubuh yang nonverbal, misalnya melalui nada tangisan, gestur, dan gerak-gerik. Seorang bayi menggunakan satu-satunya rute yang dimilikinya yaitu dengan cara membuat orang lain merasakan apa yang ia rasakan. Ia akan “memancarkan” atau “menularkan” emosi dan pengalamannya kepada orang lain, supaya orang lain merasakan apa yang ia rasakan. Dalam suatu transfer pengalaman yang berhasil, si penerima akan mengalami langsung apa yang dialami si pengirim. Emosi yang tersulut dalam diri seorang ibu, menggerakkannya untuk merespons kebutuhan anak. Kemampuan ibu memahami dan membedakan dengan

4

tepat pancaran komunikasi anak akan membuatnya nya mampu memberikan respons yang tepat terhadap anak. Respons yang tepat akan memenuhi kebutuhan anak, membuatnya lega dan seimbang kembali. Bagi anak, inilah pengalaman nyata akan kasih ibu. Interaksi antara anak dan ibu yang empatis adalah suatu komunikasi nirbahasa yang indah dan intim. Komunikasi nirbahasa inilah yang merajut attachment antara ibu dan anak. Proses ini dapat menumbuhkan karakter anak. C. Prototipe bagi Komunikasi Lainnya Komunikasi antara ibu dan anak yang tertama bersifat nonverbal dan nonkognitif adalah prototipe dan fondasi dari berbagai komunikasi lainnya. Komunikasi antara dua pribadi, khususnya komunikasi yang intim, akan tetap menunjukkan pola komunikasi yang langsung sebagai latar belakangnya. Salah satu area relasi yang banyak menggunakan jalur komunikasi ini tidak lain daripada relasi paling intim pada masa dewasa, yaitu relasi suami istri. Banyak hal yang disampaikan satu sama lain, bukan secara verbal melainkan secara langsung, menggunakan komunikasi tubuh. Saat kedua pasangan berinteraksi, melalui tatapan mata ekspresi wajah, nada suara, sentuhan

dan aktivitas

seksual banyak hal tersampaikan satu sama lain, yang jauh lebih kaya daripada kata-kata yang saling melontarkan. Area lain yang menggunakan komunikasi langsung ini adalah dunia seni. Sebuah karya seni yang autentik adalah karya seni yang dapat menyingkapkan dunia yang berbeda kepada penikmatnya. Bukan melalui rangkaian kata, namun melalui induksi atau penularan pengalaman dan perasaannya kepada orang lain melalui media karya seninya. D. Cinta Salah satu unsur terpenting pembangun attachment adalah cinta (kasih, afeksi). Cerita tentang attachment dan berbagai relasi intim lain yang didasarkan pada attachment adalah cerita tentang cinta, yaitu bagaimana cinta melingkupi anak dalam kandungan; bagaimana cinta yang diberikan ibu merupakan kekuatan yang dapat meredakan primary anxiety setelah dilahirkan; cinta adalah kekuatan yang menyatukan ibu dan anak dalam jalinan ikatan relasi yang kuat dan mendalam.

5

Cinta bukan sekedar tentang perasaan romantik antara dua insan yang berpadu kasih, seperti yang digambarkan di lagu-lagu populer. Cinta bukan sekedar perasaan sayang dan hangat kepada seseorang yang istimewa, yang kepadanya kita ingin memberikan yang terbaik dari diri kita. Ketika seorang ibu berempati dengan akurat pada apa yang dirasakan anak dan merespon kebutuhan anak dengan tepat, maka suatu pristiwa penting terjadi, yaitu sinkronisasi emosi positif diantara keduanya. Sinkronisasi emosi positif akan membangkitkan suatu emosi positif yang kuat, bahkan Barbara Fredrickson (Fredrickson, B, 2013)— dengan alasan-alasan yang kuat dan sahih—menyebutnya sebagai emosi positif yang utama. Emosi yang dimaksud adalah Cinta. Bila emosi positif lain dialami oleh seorang pribadi—suatu pengalaman yang privat—maka cinta adalah suatu emosi positif yang dibagi bersama dengan orang lain. Menurut Barbara Fredrickson, pertama-tama cinta adalah penghayatan emosi positif yang dialami bersama dua insan (atau lebih). Dalam sinkronisasi itu, pihak yang terlibat bukan hanya mengalami emosi yang sama, melainkan mengalami emosi yang sama dalam kebersamaan, bukan sendirisendiri. Cinta adalah tentang sinkronisasi, tentang bagaimana dua pribadi (atau lebih) mengalami emosi dan pengalaman yang sama. Mereka secara intuitif saling mengetahui bahwa pihak yang lain merasakan persis apa yang dirasakannya. Penghayatan bahwa memang sedang mengalami suatu hal dengan pribadi lain dan pribadi itupun merasakan hal yang sama, merupakan hal yang sangat positif, yang dapat melumerkan self yang kerdil yang biasanya membatasi diri dari pribadi yang lain, sehingga dua pribadi (atau lebih) itu menjadi kesatuan, bukan lagi pribadi-pribadi yang terpisah, setidaknya untuk satu momen istimewa. Pengalaman cinta yang sesungguhnya adalah pengalaman yang trensendental yang mengangkat pengalaman itu ketingkat yang lebih tinggi. Pihak-pihak yang mengalami cinta akan mengalami keintiman dan rasa persahabatan/persaudaraan yang kuat. Mereka jadi attached satu sama lain. Penggemar olahraga sering mengalami bahwa mereka berbagi aneka emosi bersama dengan penggemar lainnya, dalam drama-drama pertandingan olahraga. Penggemar olahraga sering berbagi emosi negatif —ketegangan, merasa malu dikalahkan, bahkan putus asa; kadang mereka berbagi emosi

6

positif—luapan sukacita, euforia, rasa bangga atau rasa lega luar biasa. Semua yang dialami membuat ikatan emosional, ikatan persaudaraan dan solidaritas diatara mereka menjadi kuat. Tetapi tentu saja bukan hanya di arena olahraga kita dapat menyaksikan sinkronisasi emosi yang kuat; dalam diri prajurit yang sedang berperang; dalam diri para anggota komunitas yang mengalami suka dan duka bersama; dll. Inti dari pembahasan ini adalah, dimana dua orang atau lebih berkumpul dan merasakan emosi positif yang sama, disana cinta itu hadir. Menurut Fredrickson, cinta meliputi tiga peristiwa yang saling bersusulan dalam sekejap mata: Pertama, dalam interaksi itu, dua orang atau lebih yang terlibat di dalamnya berbagi pengalaman yang sama akan suatu emosi positif, dan mereka saling berempati bahwa pihak yang lain mengalami dan merasakan emosi positif yang sama. Kedua, diantara mereka terjadi sinkronisasi otak, biokimiawi, gestur dan bahasa tubuh, serta ekspresi wajah. Ketiga, di kedua belah pihak (atau lebih) muncul keinginan untuk menjaga dan meningkatkan kesejahteraan pihak yang lain; atau dengan bahasa yang lebih sederhana muncul kepedulian, kasih sayang (belum tentu sayang dalam arti romantik). Cinta mengeratkan sebuat relasi, membuatnya flourish, tumbuh subur. Hal ini benar baik dalam relasi pembentukan attachment pada masa kanak-kanak maupun relasi-relasi berikutnya, baik itu relasi romantik pada masa dewasa ataupun relasi persahabatan dan persaudaraan antar umat manusia. Cinta adalah pembangun attachment. Attachment dimulai ketika seorang ibu berempati dengan akurat pada pengalaman dan emosi anaknya; empati itu mendorongnya memberikan respon yang tepat pada apa yang dibutuhkan anaknya. Dalam proses pemberian respons yang tepat itu, sesungguhnya ibu memberikan cintanya pada anaknya. Respon yang tepat akan membangkitkan emosi positif dalam diri anak dan disaat yang sama di dalam diri ibu. Dengan kata lain, cinta yang diberikan ibu kemudian kembali melahirkan cinta, yaitu ketika terjadi sinkronisasi emosi positif diantara kedua pribadi. Cinta yang mereka alami bersama adalah pembangunan attachment antara ibu dan anak. Ketika berbicara attachment di masa dewasa, akan terlihat kembali bahwa cinta akan memainkan peranan penting dalam menyuburkan (flourishing) suatu relasi dan bahkan menyembuhkan orang-orang yang pernah terluka batin berat karena rekasi buruk pada masa lalu. E. Internal Working Model

7

Kerangka kognitif sangatlah penting dan menentukan, karena gambaran dasar tentang diri orang lain, dan dunia tercetak disana. Cetakan itu tidak mudah diubah. Pola emosi dan bagaimana seseorang berperilaku terhadap orang lain maupun dirinya sendiri banyak ditentukan oleh kerangka kognitif dasar. Inilah salah satu dampak terpenting dari suatu relasi attachment—entah itu attachment yang baik ataupun yang buruk— yang oleh bowlby disebut sebagai Internal Working Model. Menurut Bowlby, Internal Working Model adalah kerangka kognitif yang berisi representasi mental untuk memahami dunia, diri, dan orang lain. Internal Working Model adalah suatu belief yang sangat mendasar; sedemikian mendasar sehingga kebanyakan dari kita tidak menyadari keberadaannya. F. Pola-Pola Attachment Seorang pribadi yang pandangan positif tentang dirinya sendiri akan dapat menerima dirinya sendiri sehingga merasa nyaman dengan dirinya apa adanya. Dalam suatu jalinan relasi intim dengan orang lain, ia dapat mempercayai dirinya sendiri, ia dapat berperilaku autentik, membuka diri apa adanya pada orang lain dan tidak cemas (low anxiety) akan kehilangan orang lain. Sebaliknya seorang pribadi yang punya pandangan negatif tentang dirinya sendiri akan cenderung cemas dalam mengelola relasi dengan orang lain. Ia cemas untuk membuka diri apa adanya karena khawatir orang lain akan memandang dirinya buruk dan meninggalkannya. Ditinggalkan dan diabaikan adalah ketakutannya yang terbesar (high anxiety).

8

Sebagaimana tabel diatas, proses attachment dimasa kecil akan berakibat bukan hanya pada karakter dan internal working model yang terbentuk, tetapi juga pada kecenderungan untuk menjalin attachment dimasa dewasa, dalam suatu relasi intim. Pribadi-pribadi yang memiliki pola attachment secure akan jauh lebih besar kemungkinannya untuk berhasil dalam menjalin relasi attachment dewasa, karena self-trust yang terbentuk di masa kecil mengurangi level kecemasan mereka dan kemampuan mereka untuk percaya kepada orang lain mengurangi kecenderungan untuk menghindari orang lain. Pengelolaan intrapersonal dan interpersonal yang baik berdampak pula pada pengelolaan emosi yang baik. Pribadi-pribadi yang memiliki pola preoccupied, dismissive, dan fearful akan cenderung mengalami kesulitan dalam pembentukan relasi attachment saat mereka dewasa. Lebih besar kemungkinan bagi mereka untuk mengalami ketidakpuasan dalam relasi attachment serta sulit menjaga relasi yang stabil. Pengelolaan intrapersonal dan interpersonal yang buruk akan berdampak pula pada pengelolaan emosi yang buruk. Dalam primary attachment (attachment di masa kecil), seorang anak tidak memiliki banyak pilihan dan kuasa. Ia hanya dapat berperilaku sebagaimana insting dan temperamen bawaannya membuatnya berperilaku. Ia

9

juga tidak da...


Similar Free PDFs