Makalah Stunting Revisi PDF

Title Makalah Stunting Revisi
Author Gressdilla Geovani Pottera
Course Kesehatan Masyarakat
Institution Universitas Siliwangi
Pages 28
File Size 826.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 619
Total Views 769

Summary

MAKALAHKASUS STUNTING PADA GIZI KESEHATAN MASYARAKATDisusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat Dosen Pengampu: Nissa Noor Annashr, S.K., M.K.Disusun Oleh: Tasya Giandwi Untari (194101073) Clara Fabian (194101076) Alissa Nurul Haq (194101082) Gressdilla G. P (...


Description

MAKALAH KASUS STUNTING PADA GIZI KESEHATAN MASYARAKAT

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat Dosen Pengampu: Nissa Noor Annashr, S.K.M., M.K.M.

Disusun Oleh: Tasya Giandwi Untari

(194101073)

Clara Fabian

(194101076)

Alissa Nurul Haq

(194101082)

Gressdilla G. P

(194101088)

Salsabila Shafira H

(194101093)

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi Jalan Siliwangi Nomor 24 Kahuripan, Tawang (0265) 330634 2019

KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah dasar ilmu kesehatan masyarakat tentang “Kasus Stunting pada Gizi Kesehatan Masyarakat”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan sebaik-baiknya. Penulis juga sampaikan terimakasih kepada Ibu Nissa Noor Annashr, S.K.M., M.K.M. selaku dosen pengajar mata kuliah dasar ilmu kesehatan masyarakat serta semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Terlepas dari semua itu kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi penyusunan kalimat ataupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima saran dan kritik dari pembaca untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Tasikmalaya, 19 September 2019

Penyusun

i

Page | 0

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................i DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii BAB I.........................................................................................................................................1 PENDAHULUAN......................................................................................................................1 1.1.

Latar Belakang Masalah..............................................................................................1

1.2.

Rumusan Masalah.......................................................................................................2

1.3.

Tujuan Penulisan.........................................................................................................2

1.4.

Manfaat Penulisan.......................................................................................................2

TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................3 2.1

Gizi Kesehatan Masyarakat.........................................................................................3

2.2

Empat Pilar Gizi Seimbang.........................................................................................4

2.3

Status Gizi Masyarakat................................................................................................6

2.4

Penyakit Malnutrisi....................................................................................................11

BAB III.....................................................................................................................................14 PEMBAHASAN......................................................................................................................14 3.1

Stunting......................................................................................................................14

3.2

Analisis Kasus Stunting.............................................................................................14

3.2.2

Pencegahan dan Penanggulangan Kasus Stunting di Indonesia............................17

BAB IV....................................................................................................................................22 KESIMPULAN........................................................................................................................22 DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................23 LAMPIRAN.............................................................................................................................24

ii

Page | 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Masalah Indonesia akan mengalami bonus demografi pada 2030, di mana angkatan usia

produktif akan mendominasi populasi penduduk dan menjadi penyangga perekonomian. Bonus demografi yang akan dimiliki Indonesia yaitu Angkatan usia produktif (15-64 tahun) yang diprediksi mencapai 68 persen dari total populasi dan angkatan tua (65 ke atas) sekitar 9 persen. Tahun 2017, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 70,81 atau tumbuh 0,90 persen dibanding tahun 2016. Plt. Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Rosarita Niken Widiastuti menegaskan pemerintah terus melakukan penurunan prevalensi stunting atau kekurangan gizi kronik ini. Menurut Niken, penanganan stunting ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia yang tengah menghadapi Bonus Demografi. Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia pada 2017. Angkanya mencapai 36,4 persen. Namun, pada 2018, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), angkanya terus menurun hingga 23,6 persen. Penurununan dari angka stunting di Indonesia merupakan kabar baik, namun belum berarti bisa membuat tenang. Karena bila merujuk pada standar WHO, batas maksimalnya adalah 20 persen atau seperlima dari jumlah total anak dan balita. Dengan melihat beberapa fakta di atas, maka kami tertarik untuk membahas kasus stunting yang terjadi di Indonesia khususnya pada tahun 2018 mengenai posisinya yang belum memenuhi standar WHO meskipun telah mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Sehingga dengan membawa bahasan tentang Gizi Kesehatan Masyarakat kami membuat makalah yang berjudul “Kasus Stunting di Indonesia Ternyata Belum Menurun Sepenuhnya”.

1.2.

Rumusan Masalah Dengan mengacu pada latar belakang sebelumnya, maka kami merumuskan masalah

yang akan di bahas pada makalah kali ini sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan stunting? 2. Bagaimana analisis kasus stunting yang terjadi di Indonesia? 3. Mengapa kasus stunting di Indonesia ternyata belum menurun sepenuhnya? 1.3.

Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan ini adalah sebagai

berikut: 1. Untuk mengetahui stunting. 2. Untuk mengetahui analisis kasus stunting di Indonesia yang terjadi di Indonesia. 3. Untuk mengetahui kasus stunting di Indonesia ternyata belum menurun sepenuhnya. 1.4.

Manfaat Penulisan Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai referensi bagi pembaca untuk mengetahui kasus stunting yang terjadi di Indonesia khususnya pada tahun 2018 tentang posisi Indonesia yang belum memenuhi standar WHO. 2. Sebagai sumber dan bahan masukan bagi penulis lain untuk menggali informasi lebih baik lagi tentang kasus stunting.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Kesehatan Masyarakat Istilah gizi dalam kesehatan masyarakat mengacu pada gizi sebagai komponen dari cabang kesehatan masyarakat, “gizi dan kesehatan masyarakat” berkonotasi koeksistensi gizi dan kesehatan masyarakat, dan gizi masyarakat mengacu pada cabang kesehatan masyarakat yang berfokus pada promosi kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat dengan menyediakan layanan berkualitas dan program-program berbasis masyarakat yang disesuaikan dengan kebutuhan yang unik dari komunitas yang berbeda dan populasi. Gizi masyarakat meliputi program promosi kesehatan, inisiatif kebijakan dan legislatif, pencegahan primer dan sekunder, dan kesehatan di seluruh rentang hidup. Gizi masyarakat berkaitan dengan gangguan gizi pada kelompok masyarakat, oleh sebab itu, sifat dari gizi masyarakat lebih ditekankan pada pencegahan (prevensi) dan peningkatan (promotif). Karena berhubungan dengan masyarakat yang mempunyai aspek cukup luas, maka penanganannya harus multisektor dan multidisiplin. Penanganan gizi masyarakat tidak cukup dengan upaya terapi para penderita saja karena apabila mereka telah sembuh, maka meraka akan kembali lagi ke masyarakat. Sehingga terapi penderita gangguan gizi masyarakat ini tidak saja ditunjukkan kepada para penderitanya saja, akan tetapi kepada seluruh masyarakat tersebut. Masalah gizi masyarakat bukan hanya menyangkut pada aspek kesehatan, melainkan aspek-aspek terkait lainnya, seperti ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, kependudukan, dan sebagainya. Oleh sebab itu, penanganan atau perbaikan gizi sebagai upaya terapi tidak hanya diarahkan pada gangguan gizi atau kesehatan saja, melainkan juga ke arah bidang-bidang yang lain. Misalnya, penyakit gizi KKP (kekurangan kalori dan protein) pada anak-anak balita, tidak cukup dengan hanya pemberian makanan tambahan saja (PMT), tetapi juga dilakukan perbaikan ekonomi keluarga, peningkatan pengetahuan, tentang gizi, dan sebagainya.

Page | 2

2.2 Empat Pilar Gizi Seimbang Pedoman Gizi Seimbang yang telah diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 1955 merupakan realisasi dari rekomendasi Konferensi Pangan Sedunia di Roma tahun 1992. Pedoman tersebut menggantikan slogan “4 Sehat 5 Sempurna” yang telah diperkenalkan sejak tahun 1952 dan sudah tidak sesuailagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam bidang gizi serta masalah dan tantangan yang dihadapi. Dengan mengimplementasikan pedoman tersebut diyakini bahwa masalah gizi beban ganda dapat teratasi. Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dan zat gizi yang masuk dengan memonitor berat badan secara teratur. Empat Pilar tersebut adalah: 1. Mengonsumsi makanan beragam. Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk menjamin pertumbuhan dan mempertahankan kesehatannya, kecuali Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi baru lahir sampai berusia 6 bulan. Contoh: nasi merupakan sumber utama kalori, tetapi miskin vitamin dan mineral; sayuran dan buah-buahan pada umumnya kaya akan vitamin, mineral dan serat, tetapi miskin kalori dan protein; ikan merupakan sumber utama protein tetapi sedikit kalori. Khusus untuk bayiberusia 0-6 bulan, ASI merupakan makanan tunggal yang sempurna. Hal ini disebabkan karena ASI dapat mencukupi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal, serta sesuai dengan kondisi fisiologis pencernaan dan fungsi lainnya dalam tubuh.

Page | 3

2. Membiasakan perilaku hidup bersih Perilaku hidup bersih sangat terkait dengan prinsip Gizi Seimbang, dengan penjelasan sebagai berikut: Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi status gizi seseorang secara langsung, terutama anak-anak. Seseorang yang menderita penyakit infeksi akan mengalami penurunan nafsu makan sehingga jumlah dan jenis zat gizi yang masuk ke tubuh berkurang. Sebaliknya pada keadaan infeksi, tubuh membutuhkan zat gizi yang lebih banyak untuk memenuhi peningkatan metabolisme pada orang yang menderita infeksi terutama apabila disertai panas. Pada orang yang menderita penyakit diare, berarti mengalami kehilangan zat gizi dan cairan secara langsung akan memperburuk kondisinya. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang menderita kurang gizi akan mempunyai risiko terkena penyakit infeksi karena pada keadaan kurang gizi daya tahan tubuh seseorang menurun, sehingga kuman penyakit lebih mudah masuk dan berkembang. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan kurang gizi dan penyakit infeksi adalah hubungan timbal balik. Dengan membiasakan perilaku hidup bersih akan menghindarkan seseorang dari keterpaparan terhadap sumber infeksi. Contoh: 1) Selalu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir sebelum makan, sebelum memberikan ASI, sebelum menyiapkan makanan dan minuman, dan setelah buang air besar dan kecil, akan menghindarkan terkontaminasinya tangan dan makanan dari kuman penyakit antara lain kuman penyakit typus dan disentri; 2) Menutup makanan yang disajikan akan menghindarkan makanan dihinggapi lalat dan binatang lainnya serta debu yang membawa berbagai kuman penyakit; 3) Selalu menutup mulut dan hidung bila bersin, agar tidak menyebarkan kuman penyakit; dan 4) Selalu menggunakan alas kaki agar terhindar dari penyakit kecacingan. 3. Melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang meliputi segala macam kegiatan tubuh termasuk olahraga merupakan salah satu upaya untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan pemasukan zat gizi utamanya sumber energi dalam tubuh. Aktivitas fisik memerlukan energi. Selain itu, aktivitas fisik juga memperlancar sistem metabolisme di dalam tubuh termasuk metabolisme zat gizi. Oleh karenanya, aktivitas fisik berperan dalam menyeimbangkan zat gizi yang keluar dari dan yang masuk ke dalam tubuh.

Page | 4

4. Mempertahankan dan memantau Berat Badan (BB) normal Bagi orang dewasa salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah terjadi keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya Berat Badan yang normal, yaitu Berat Badan yang sesuai untuk Tinggi Badannya. Indikator tersebut dikenal dengan Indeks Masa Tubuh (IMT). Oleh karena itu, pemantauan BB normal merupakan hal yang harus menjadi bagian dari ‘Pola Hidup’ dengan ‘Gizi Seimbang’, sehingga dapat mencegah penyimpangan BB dari BB normal, dan apabila terjadi penyimpangan maka dapat segera dilakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganannya. Bagi bayi dan balita indikator yang digunakan adalah perkembangan berat badan sesuai dengan pertambahan umur. Pemantauannya dilakukan dengan menggunakan KMS.

2.3 Status Gizi Masyarakat Menurut Djoko Pekik Irianto (2007: 65), status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan indikator baik buruknya penyediaan makanan sehari-hari. I Dewa Nyoman Supariasa (2002: 18), menyatakan bahwa status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Menurut Moch Agus Krisno Budiyanto yang dikutip Krisna Fitriyanto (2011: 13), faktor-faktor 12 yang mempengaruhi status gizi seseorang adalah sebagai berikut: a) Produk pangan, (jumlah dan jenis makanan), b) Pembagian makanan atau pangan; Page | 5

c) Akseptabilitas; d) Prasangka buruk pada bahan makanan tertentu; e) Pantangan pada makanan tertentu; f) Kesukaan terhadap jenis makanan tertentu; g) Keterbatasan ekonomi; i) Selera makan; j) Sanitasi makanan (penyiapan, penyajian, dan penyimpanan) dan k) Pengetahuan gizi. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi akan saling berinteraksi satu sama lain sehingga berimplikasi kepada status gizi seimbang. Hal ini sangat penting terutama bagi pertumbuhan, perkembangan, kesehatan, dan kesejahteraan manusia. Menurut Djoko Pekik Irianto (2007: 23), secara umum status gizi dibagi menjadi tiga kelompok yaitu sebagai berikut: a. Kecukupan Gizi (Gizi Seimbang) Dalam hal ini asupan gizi seseorang seimbang dengan kebutuhan gizi yang bersangkutan. Kebutuhan gizi seseorang ditentukan oleh kebutuhan gizi basal, kegiatan pada keadaan fisiologis tertentu serta dalam keadaan sakit. b. Gizi Kurang Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat (patologis yang timbul karena tidak cukup makan, dengan demikian konsumsi energi dan protein kurang selama jangka waktu tertentu. c. Gizi Lebih Keadaan

patologis

(tidak

sehat)

yang

disebabkan

kebanyakan

makanan.

Mengkonsumsi energi lebih banyak dari pada yang diperlukan oleh tubuh dalam jangka waktu yang panjang, dikenal sebagai gizi lebih (Moch. Agus Krisno Budiyanto, 2001: 14).

Page | 6

Menurut Djoko Pekik Irianto (2006: 65), penilaian status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain: I. Pemeriksaan Langsung a) Anthropometri Pemeriksaan Antropometri dilakukan dengan cara mengukur tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, tebal lemak (triceps, biceps, subscapula), bertujuan untuk mengetahui status gizi berdasarkan satu ukuran menurut ukuran lainnya. b) Pemeriksaan Biokimia. Pemeriksaan laboratorium (biokimia), dilakukan melalui pemeriksaan spesimen jaringan tubuh (darah, urine, tinja dan otot) yang diuji secara laboratoris terutama untuk mengetahui kadar hemoglobin, feritin, glukosa, dan kolesterol. Pemeriksaan biokimia bertujuan mengetahui kekurangan gizi spesifik. c) Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan klinis dilakukan pada jaringan epitel (superfisiel ephiteltissue) seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral, tujuan untuk mengetahui status kekurangan gizi dengan melihat tanda-tanda khusus. d) Pemeriksaan Biofisik Pemeriksaan biofisik dilakukan dengan melihat kemampuan fungsi serta perubahan struktur jaringan. Tujuan untuk mengetahui situasi tertentu misalnya pada orang yang buta senja. II. Pemeriksaan Tidak Langsung a) Survei Konsumsi Penilaian konsumsi makanan dilakukan dengan wawancara kebiasaan makanan dan penghitungan makanan sehari-hari. b) Statistik Vital Pemeriksaan dilakukan dengan menganalisa data kesehatan, seperti angka kematian, kesakitan akibat hal-hal yang berhubungan dengan gizi c) Faktor Ekologi Pengukuran status gizi didasarkan atas ketersediannya makan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ekologi (iklim, tanah, irigasi). Page | 7

Menurut I Dewa Nyoman Supariasa (2002: 21) faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode penilaian status gizi adalah sebagai berikut: a. Tujuan pengukuran. b. Unit sampel yang diukur. c. Jenis informasi yang dibutuhkan. d. Tingkat reliabilitas dan akurasi yang dibutuhkan. e. Tersedianya fasilitas dan peralatan. f. Ketersediannya tenaga. g. Ketersediannya waktu. h. Dana yang dibutuhkan. Hal-hal di atas tidak berdiri sendiri, melainkan selalu terkait faktor yang satu dengan yang lainnya. Dalam penelitian metode status gizi harus memperhatikan secara keseluruhan dan mencermati keunggulan dan kelemahan metode tersebut. Pengukuran status gizi anak berdasarkan kriteria antropometrik mungkin mempunyai kelemahankelemahan, namun sampai saat ini dianggap merupakan cara yang paling mudah dan praktis untuk dilakukan, karena siapa saja dapat melakukannya dengan terlebih dahulu mendapat latihan. Melakukan penimbangan dan pengukuran tinggi badan anak secara teratur merupakan langkah yang tepat dalam rangka kewaspadaan terhadap perubahan keadaan gizi. Data penimbangan berat badan ini sebaiknya ditulis pada kartu grafik perkembangan berat badan anak yang disebut Kartu Menuju Sehat, dengan demikian selalu dapat dimonitor satus gizinya. Dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur berat badan dan tinggi badan sesuai umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam bentuk indikator yang merupakan kombinasi ketiganya. Masing-masing indikator mempunyai makna tersendiri misalnya kombinasi antara Berat Badan (BB) dan umur membentuk indikator BB menurut umur yang disimbolkan dengan BB/U, kombinasi antara TB dan umur membentuk indikator TB menurut umur atau “TB/U”. dan kombinasi antara BB dan TB membentuk indikator BB menurut TB atau “BB/TB”. Indikator BB/U menunjukan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah. Namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh TB. Indikator TB/U menggambarkan status giz...


Similar Free PDFs