Marital Rape, Paradigma Masyarakat, dan Hukum Islam PDF

Title Marital Rape, Paradigma Masyarakat, dan Hukum Islam
Author Vienna Novia
Pages 13
File Size 182.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 150
Total Views 929

Summary

MARITAL RAPE: PARADIGMA MASYARAKAT DAN HUKUM ISLAM Oleh: Vienna Novia Lurizha Adza "When a woman is raped by a stranger, she has to live with a frightening memory. When she is raped by her husband, she has to live with the rapist." - ACT (Abuse Counseling and Treatment, Inc) A. LATAR BELAK...


Description

MARITAL RAPE: PARADIGMA MASYARAKAT DAN HUKUM ISLAM Oleh: Vienna Novia Lurizha Adza "When a woman is raped by a stranger, she has to live with a frightening memory. When she is raped by her husband, she has to live with the rapist." - ACT (Abuse Counseling and Treatment, Inc)

A. LATAR BELAKANG Puluhan bahkan ratusan korban perkosaan dalam perkawinan (marital rape) saat ini mungkin sedang bungkam pada suatu tempat yang menyiksa yang seharusnya menjadi istana. Pasangan yang menjadi tempat berbagi cerita dan berbagi tawa justru menjadi pembuat cerita dan penghapus tawa. Perkosaan dalam perkawinan sesungguhnya telah menjadi permasalahan serius dan merupakan suatu peristiwa yang nyata terjadi dalam masyarakat. Penelitian studi telah membuktikan bahwa marital rape membuat efek yang lebih lama dan lebih menyakitkan dibandingkan perkosaan biasa yang dilakukan oleh orang asing1. Namun faktanya, tak banyak yang menyadari terjadinya tindak pidana ini bahkan para korban sekalipun. Padahal marital rape merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual dalam rumah tangga yang diatur dalam hukum positif negara. Paradigma masyarakat membuat marital rape menjadi suatu hal yang tidak perlu terlalu dipermasalahkan. Hal ini dapat dilihat dari minimnya kasus marital rape yang diadili oleh pengadilan dan minimnya pengaduan dari para korban ke kepolisian. Hingga tahun 2014, setidaknya baru dua orang telah dipenjarakan dalam kasus marital rape. Mereka adalah Tohari (57) warga Denpasar, Bali yang dihukum 5 bulan penjara dan Hari Ade Purwanto, Warga Probolinggo, Jawa Timur yang dihukum 16 bulan penjara.2 Bahkan juru bicara Mahkamah Agung sendiri, hakim agung Suhandi menyatakan keheranannya terkait langkanya kasus perkosaan dalam perkawinan.3 Justifikasi tindak pidana ini kerap kali dikaitkan dengan adanya hak dan kewajiban istri dalam berumah tangga dari sudut pandang agama dan norma lainnya di masyarakat. 1

Effects Of Intimate Partner Sexual Violence Aphrodite Wounded, diakses melalui pada 12 Juli 2015, http://www.aphroditewounded.org/effects.html 2 Kalau Suami Dituduh Perkosa Istri, Indonesian Review, diakses pada 13 juli 2015, http://indonesianreview.com/ds-muftie/kalau-suami-dituduh-perkosa-istri#sthash.te2Pmxmr.dpuf, 3 Loc.cit

1 | Marital Rape: Paradigma Masyarakat dan Hukum Islam

Tak sedikit yang beranggapan bahwa sudah menjadi kewajiban istrilah untuk “melayani” suami kapanpun ketika sang suami membutuhkan. Padahal, hukum islam yang sering dijadikan dalil untuk argumen tersebut tidak membenarkan adanya marital rape apabila istri menolaknya dengan alasan yang sah. Tulisan ini akan menjelaskan mengenai bagaimana hukum islam, sebagai salah satu agama yang dianut mayoritas masyarakat Indonesia dan sebagai salah satu sumber hukum positif di Indonesia, memandang tindak pidana marital rape. Tulisan ini akan lebih bersudut pandang pada wanita yang merupakan korban mayoritas dari tindak pidana ini.

B. PEMBAHASAN a. Pengertian marital rape Secara bahasa, marital rape diartikan sebagai “Rape committed by the person to whom the victim is married” yaitu perkosaan yang dilakukan oleh seseorang kepada korban yang sudah dinikahinya.4 Marital rape memiliki definisi yang bermacammacam. Menurut Bergen, dikutip dari Milda Marlia5, Marital rape diartikan sebagai hubungan seksual lewat vagina, mulut, maupun anus yang dilakukan dengan paksaan, ancaman, atau saat istri dalam keadaan tidak sadar.6 Di Amerika, marital rape diartikan sebagai tindakan seksual apapun yang tidak diinginkan, yang dilakukan oleh pasangan atau mantan pasangan yang dilakukan tanpa persetujuan pihak lainnya. Perilaku seksual ini dilakukan dengan paksaan, ancaman paksaan, intimidasi atau korban dalam keadaan tidak dapat memberikan persetujuan. Tindakan seksual ini termasuk bersetubuh, anal, dan tindakan lain yang dianggap merendahkan, memalukan, menyakitkan, dan tidak diinginkan oleh korban.7

4

Oxford Dictionaries, diakses pada 13 Juli 2015, www.oxforddictionaries.com/definition/english/marital-rape Milda Ma lia, Marital Rape: Kekerasan Seksual Te hadap Ist i , Yogyaka ta: PT LKiS Pelangi Aksara), 2007, h.12 6 Niswatun Hasanah, Marital Rape (Studi Analisis terhadap Alasan Tindakan Marital Rape dalam Kehidupan Rumah Tangga , diakses pada 13 Juli 2015 h.22, http://digilib.uin-suka.ac.id/2661/1/BAB%20I%2CV.pdf 7 US Legal Definitions, diakses pada 13 Juli 2015, http://definitions.uslegal.com/m/marital-rape/ 5

2 | Marital Rape: Paradigma Masyarakat dan Hukum Islam

Marital rape menurut Persatuan Bangsa-bangsa dikategorikan sebagai intimate sexual violence yakni kekerasan yang terjadi dalam sebuah pranata pernikahan yang dilakukan salah satu pasangan terhadap pasangannya sendiri.8 Apabila dilihat dari pengertiannya per-kata menurut hukum positif Indonesia, perkosaan (rape) itu sendiri didefinisikan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yaitu suatu tindakan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan9. Sedangkan perkawinan dalam UU Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa10. Walaupun pada saat pembuatan KUHP dan UU Perkawinan belum mengenal marital rape, pengertian ‘perkosaan’ dan ‘perkawinan’ dalam pasal tersebut dijadikan acuan untuk mendefinisikan marital rape dalam perundang-undangan selanjutnya. Selanjutnya, untuk pertama kalinya, marital rape diatur oleh Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga Pasal 8 huruf a yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;11 Marital rape tergolong sebagai salah satu jenis kekerasan dalam rumah tangga yaitu kekerasan seksual. Kekerasan seksual yang dimaksud adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu12. Dapat disimpulkan, bahwa pengertian marital rape ini secara singkat adalah pemaksaan hubungan seksual dalam perkawinan yang hubungan tersebut tidak diinginkan oleh salah satu pihak.

8

Division for the Advancement of Women of the Department of Economic and Social Affairs of the United Nations Secretariat, Ending Violence Against Women, From Words to Action: Study of the Secretary-General”, diakses pada 13 juli 2015, http://www.un.org/womenwatch/daw/vaw/publications/English%20Study.pdf 9 Lihat Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum Pidana 10 Lihat Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 11 Lihat Pasal 8 huruf a UU No. 24 Tahun 2003 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga 12 Lihat Penjelasan Pasal 8 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga

3 | Marital Rape: Paradigma Masyarakat dan Hukum Islam

b. Pengaturan marital rape dalam hukum positif indonesia Sebelum lahirnya UU No. 24 Tahun 2003, tidak ada pengaturan dalam hukum positif Indonesia mengenai marital rape. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak memberikan pengaturan mengenai perkosaan yang dilakukan dalam perkawinan. KUHP hanya memberikan landasan hukum mengenai perkosaan saja yang pada intinya adalah pemaksaan hubungan seksual. Kemudian, lahirlah UU No. 24 Tahun 2003 mengenai Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang salah satu hal dalam konsiderannya adalah bahwa dalam kenyataannya kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga. UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga tersebut mengatur mengenai jenis kekerasan yang dimungkinkan dalam rumah tangga salah satunya adalah kekerasan seksual yang dilarang pada Pasal 5. Kemudian pengaturan mengenai kekerasan seksual diatur dalam Pasal 8 yang meliputi pemaksaan hubungan seksual dan pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain yang ditujukan untuk kepentingan komersial atau tujuan lainnya. Marital rape secara lebih khususnya diatur dalam UU tersebut di Pasal 8 poin a yang kemudian ancaman hukumannya diatur dalam Pasal 46, yang berbunyi: “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).” Pengaturan mengenai lama pidana penjaranya pun sebenarnya sama yaitu dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara, yang membedakan adalah pada UU PKDRT, ditambahkan pidana alternatif yaitu denda maksimal tiga puluh enam juta rupiah. Meskipun putusan terkait marital rape ini tidak banyak ditemukan, namun penguraian unsur dan contoh penerapannya dapat dilihat dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 899/Pid.Sus/2014/PN.Dps. dan Nomor 912/Pid/B/2011/PN.Bgl.

c. Efek marital rape bagi korban

4 | Marital Rape: Paradigma Masyarakat dan Hukum Islam

Paradigma masyarkat kembali menyepelekan efek yang dapat timbul pada korban marital rape. Fakta bahwa yang menjadi pemerkosanya adalah suaminya yang sah sendiri membuat sebagian berpikir bahwa efeknya tidak terlalu bermasalah, terutama efek psikologis. Faktanya, perkosaan yang dilakukan oleh orang terdekatnya, menghasilkan proses penyembuhan yang sangat lama dan sulit. Korban awalnya tidak menyadari bahwa ia telah menjadi korban kekerasan seksual, dan mungkin berpikir bahwa rasa takut, depresi, atau marah yang dirasakan mengindikasikan kesalahan dalam dirinya. Dikarenakan pemerkosanya adalah orang yang ia percaya dan ia cintai pada suatu waktu, korban pada akhirnya merasakan pahitnya pengkhianatan dan pelanggaran janji dan bahhkan tidak dapat memercayai dirinya sendiri untuk menentukan siapa yang berbahaya dan siapa yang tidak. Perasaan sedih dan kehilangan menjadi sangat dimungkinkan bagi para korban marital rape karena perkosaannya menjadi penodaan terhadap hubungannya perkawinannya yang penting. Korban mungkin masih mencintai pelaku tetapi hal itu disertai dengan perasaan takut, bingung, kurang percaya diri, dan kurang dihargai karena bahkan orang yang dikira mencintainya dapat melakukan hal yang buruk kepadanya.13 Pada kasus yang parah, korban bahkan tidak mau untuk pulang ke rumahnya karena perasaan tidak aman dan trauma yang dihadapinya. Bahkan yang memperparah keadaan psikologis korban adalah tidak adanya dukungan moril dari lingkungannya karena terkadang orang-orang di sekitarnya tidak melihat hal ini sebagai suatu permasalahan yang berarti. Raquel Bergen menemukan beberapa cara yang dilakukan oleh para korban untuk menghadapi shock dan rasa takutnya. Beberapa cara tersebut misalnya Denial (Pengabaian), Rationalizing (Perasionalan, biasanya menyalahi diri sendiri), Minimizing (Pengurangan), dan Disassociation (Pemisahan).14 Seperti dikutip dalam situs resmi Aphrodite Wounded, Finkelhor and Yllo15 menemukan efek lain yang muncul pada korban marital rape, antara lain: Marital Rape , Barbe Kiffe, diakses pada 13 Juli 2015 www.wcsap.org/sites/www.wcsap.org/files/.../MaritalRapeMinnesota.pdf 14 Wife Rape: Understanding the Response of Survivors and Service Providers Bergen, R, Sage Publications, California, 1996 15 Effects Of Intimate Partner Sexual Violence , Aph odite Wou ded, diakses pada 13 Juli 2015, http://www.aphroditewounded.org/effects.html, 13

5 | Marital Rape: Paradigma Masyarakat dan Hukum Islam

-

Merasa dikhianati dan tidak dihormati

-

Merasa dipermalukan

-

Perasaan marah dan rasa bersalah yang terus menerus

-

Tidak dapat mempercayai pria dikarenakan justru pe

-

Tidak merasakan nyaman dan aman lagi ketika berhubungan seksual, korban memiliki kecenderungan untuk merasakan waspada akan diperkosa lagi.

d. Hukum islam, hak dan kewajiban istri, serta marital rape Paradigma Masyarakat dan Hukum Islam Pada saat ini, tiga dari kelima sistem hukum di dunia terdapat di Indonesia yaitu sistem hukum adat, hukum islam dan hukum barat16. Sebagai salah satu hukum yang berlaku di Indonesia, hukum islam sedikit banyak telah memberikan pengaruh dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Tidak hanya itu, bahkan pengaruh hukum islam juga merambat hingga ke ranah kebijakan dan putusan-putusan pengadilan. Pengaruh ini pula yang membuat masyarakat memiliki paradigma-peradigma mengenai marital rape, suatu tragedi yang nyata terjadi dalam masyarakat. Pembenaran mengenai marital rape didalilkan pada berbagai sumber utama dari ajaran agama islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Banyak bagian dari masyarakat yang mengartikan dalil-dalil tersebut secara parsial. Hari17 contohnya, terdakwa kasus marital rape ini dalam pembelaannya menyitir Kitab Jam'ul Fawaid bab hak masingmasing suami istri. Dalam bab tersebut diceritakan: Sahabat Mu'adz melakukan sujud kepada Nabi Muhammad SAW dan dilarang. Lantas Nabi Muhammad SAW bersabda 'sesunggungnya jika boleh sujud antara manusia selain kepada Allah SWT, pasti Allah SWT akan memerintahkan seorang istri sujud kepada suaminya'.

16

Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H. Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia , (Jakarta: PT. Raja Grafinndo Persada, 2012), cet.18, h.208 17 Hari Ade Purwanto, merupakan terdakwa kasus marital rape yang terjadi di Pasuruan, Jawa Timur. Hari menggauli istrinya di tengah hutan Nongkojajar, Pasuruan pada 20 Juli 2011. Dalam kejadian tersebut istri melawan dan melaporkan ke polisi. PN Pasuruan menghukum selama 1 tahun 3 bulan alias 15 bulan. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya dan MA.

6 | Marital Rape: Paradigma Masyarakat dan Hukum Islam

Sebagian lainnya menyadur sebuah hadits dalam agama islam yang seolah-olah menjustifikasi kekuasaan suami untuk melakukan hubungan seksual kepada istri kapanpun ia mau. Hadist tersebut berbunyi: “Abu Hurairah. ra. berkata: Nabi SAW. bersabda: Jika seorang lelaki mengajak istrinya untuk (melayaninya) di tempat tidur, lantas ia enggan untuk mendatanginya, sehingga suami tidur dengan memendam kemarahan, maka malaikat melaknatnya hingga tiba waktu pagi.” (Bukhari, Muslim)18 Hal yang diakomodasi dari hadits tersebut adalah apabila istri menolak untuk melakukan hubungan seksual tanpa ada alasan yang sah. Namun, apabila istri memiliki alasan yang sah untuk menolak suaminya seperti kelelahan, sedang sakit, atau tidak dalam keadaan yang dapat melakukan hubungan tersebut, maka hadits tersebut tidak dapat dipaksakan penerapannya. Oleh karenanya penerapannya tidak boleh kaku namun juga harus melihat aturan lain yang terkait. Penafsiran-penafsiran secara parsial ini pada akhirnya membuat kesalahpahaman dalam masyarakat mengenai posisi perempuan dalam perkawinan. Di dalam al-Qur’an mengenal istilah zina, yakni hubungan seks dengan selain pasangan yang sah secara hukum. Istilah ini mengakomodasi perkosaan dalam arti umum karena sama-sama dilakukan di luar nikah dengan tingkat ancaman yang lebih berat karena pemaksaan yang menyertainya dianggap satu bentuk kejahatan.19 Melakukan hubungan seksual dalam suatu perkawinan merupakan hal yang telah dilegalkan menurut hukum islam. Imam Syafi’i mengartikan nikah (perkawinan) adalah suatu akad yang dengannya menjadi halal hubungan seksual antara pria daengan wanita).20 Justru hal tersebut adalah hal yang baik karena ditujukan untuk keberlangsungan keturunannya. Oleh karena sifat baik dari suatu perkawinan tersebut, Islam mengatur bagaimana agar hubungan seksual antara suami dan istri berjalan dengan baik. Dalam Al-Qur’an, Muha ad Fu’ad Abdul Ba i pe yusu , Mutiara hadits shahih Bukhari Muslim , (Surabaya: PT. Bina Ilmu), h.471 19 Alimin M, Bercinta dalam Ungkapan Kitab Suci (Titik temu Konsep Marital Rape dengan Gagasa Qu ’a , Ahkam VII, No. 15 (2015), h.66 20 Mohd. Idris Ramulyo, S.H., M.H, Hukum Perkawinan Islam : Suatu Analisisi dari Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam , (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), ed.2 cet.5, h.2

18

7 | Marital Rape: Paradigma Masyarakat dan Hukum Islam

diperintahkan suami untuk menggauli istrinnya dengan baik seperti yang ada dalam Surat An-Nisaa (4) : 19: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” Pada ayat tersebut, dijelaskan bahwa suami tidak bisa meminta istri untuk berhubungan seksual dengan jalan paksa. Dalam melakukan hubungan seksual pun (bergaul) suami harus melakukannya secara patut. Pengertian secara patut itu sendiri dikenal dengan istilah Muasyaroh bil ma’ruf artinya segala sesuatu yang dimaklumi atau dikenali kebaikan atau kebenarannya, baik menurut aturan Allah dan Rasulnya maupun ukuran rasional manusia normal dan masyarakat banyak. Mengenai hal ini juga dijelaskan dalam hadits lain: “Muhammad Rasulullah SAW bersabda: ‘Perlakukan wanita dengan baik, karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk yang paling bengkok. Tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang teratas. Jika kamu berusaha meluruskannya, dia akan patah. Dan jika kamu meninggalkannya, maka ia akan tetap bengkok. Maka perlakukanlah mereka dengan sebaikbaiknya.” (H.R. Al-Hafidz Al-Iraqi, & dishahihkan olehnya.)21 Hak dan Kewajiban Suami Istri Pengertian marital rape sesungguhnya berbeda-beda. Bahkan terdapat dua pendapat yang saling bertentangan yakni pendapat yang menentang dan mendukung konsep marital rape. Di Indonesia diterjemahkan sebagai ‘perkosaan dalam perkawinan’. Kubu yang menentang berpendapat bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir batin sehingga suami istri merupakan dua individu yang menyatu dan masingmasing mengetahui hak dan kewajibannya. Selain itu, juga dianggap bahwa perkosaan hanya ada bila terjadi pemaksaan hubungan seksual di luar perkawinan sehingga tidak ada istilah perkosaan terhadap suami dan istri. Di Indonesia, marital rape masih banyak 21

Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Hadits , Bogor: BIP, 2008), h. 942

8 | Marital Rape: Paradigma Masyarakat dan Hukum Islam

diperdebatkan, karena bagi sejumlah kalangan, marital rape itu adalah konsep undangundang dari Barat. Tidak semua konsep dari Barat dapat dimasukkan ke dalam undangundang di Indnesia karena tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat dan tidak diterima oleh masyarakat.22 Namun ternyata, hal ini juga memiliki kaitannya dengan nilai-nilai hukum islam yang diatur dalam sumber-sumber hukumnya. Dalam pembahasan mengenai marital rape, hal yang perlu digaris bawahi adalah adanya ikatan perkawinan antara pelaku dan korban. Perkawinan, dalam islam memiliki asas-asas, yaitu23: a) Asas kesukarelaan b) Asas persetujuan c) Asas kebebasan memilih pasangan d) Asas kemitraan suami-istri e) Asas untuk selama-lamanya f) Asas monogami terbuka Diantara keenam asas tersebut, ada asas yang paling berkaitan dalam hal ini yaitu asas kemitraan suami istri. Hal ini dikaitkan dengan adanya hak dan kewajiban suami dan istri dalam agama islam. Sebelum membicarakan mengenai hak dan kewajiban suami istri, perlu diketahui adanya kedudukan antara suami dan istri yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam. Pengaturan tersebut terletak dalam Pasal 79 ayat (2) yaitu: “Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.” Hal tersebut menjelaskan bahwa ada asas kesetaraan dan kemitraan antara suami dan istri dalam berumah tangga. Marital rape membuat seolah-olah suami lebih superior dibandingkan istri. Nyatanya, ada hak dan kewajiban yang perlu dihormati dan ada asas yang menyetarakan keduanya. Dalam Kompilasi Hukum Islam, suami dan istri memiliki kewajiban yang menjadi hak bagi pihak lainnya. Tentunya hal ini diakibatkan oleh ...


Similar Free PDFs