Mekanika Gelombang PDF

Title Mekanika Gelombang
Pages 19
File Size 234.3 KB
File Type PDF
Total Downloads 28
Total Views 114

Summary

16 Bab II Mekanika Gelombang Sampai awal tahun 1920 mekanika kuantum belum mempunyai landasan yang kokoh. Aplikasinya lebih ditekankan pada/dengan menerapkan intuisi fisis yang baik pada kuantisasi problem yang bermacam-macam. Kondisi ini berubah ketika disadari adanya dualime gelombang-partikel Kar...


Description

16

Bab II

Mekanika Gelombang Sampai awal tahun 1920 mekanika kuantum belum mempunyai landasan yang kokoh. Aplikasinya lebih ditekankan pada/dengan menerapkan intuisi fisis yang baik pada kuantisasi problem yang bermacam-macam. Kondisi ini berubah ketika disadari adanya dualime gelombang-partikel Karakter partikel suatu radiasi pertama kali telah ditunjukkan oleh Einstein dalam efek fotolistrik dengan menganggap cahaya adalah foton. Sedangkan karakter gelombang dari suatu partikel misalnya dapat kita lihat dari hamburan Compton dimana kita tidak meninjau berkas sinar alpha sebagai partikel namum sebagai gelombang. Adalah De Broglie yang menyadari serta berani untuk mengajukan gagasan bahwa suatu partikel(dicirikan oleh momentumnya) juga membawa/mengandung karakter gelombang (dicirikan oleh panjang gelombangnya)yang terjalin dalam persamaan berikut

λ=

h p

(2.1)

Meskipun suatu entitas memiliki sifat dual gelombang-partikel, namun perlu kita fahami bahwa kedua karakter tersebut tidak dapat muncul bersamaan tapi muncul sendiri bergantung pada bagaimana kita melihat problem fisis yang kita hadapi.

2.1 Persamaan Schrodinger Hipotesa De Broglie memberi pengaruh yang mendasar dalam menangani system fisis mikroskopik. Dari teori fisika klasik, maka sebuah gelombang yang menjalar dalam suatu ruangwaktu harus dapat dinyatakan dalam suatu persamaan gelombang. Persamaan gelombang secara umum dapat dinyatakan sebagai beriktu ∇ 2ψ −

1 ∂ 2ψ =0 υ p2 ∂t 2

Solusi persamaan ini adalah rr r ψ (r , t ) = Ae i ( k .r −ωt )

(2.2)

(2.3)

Menggunakan hasil-hasil teori relativitas bahwa E = hv dan p = hk maka fungsi gelombang tersebut dapat kita tuliskan dengan r r r ψ (r , t ) = Ae i ( p.r − Et ) / h

(2.4)

Untuk partikel kita mempunyai relasi berikut p2 + U (r ) = E 2m

(2.5)

Kita dapat mencoba memperoleh relasi ini dari solusi persamaan gelombang . Langkah utama mengidentifikasi untuk merealisasikan ini dilakukan dengan menghubungkan p dan E dengan persamaan

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

17 p → ih∇

E → ih

∂ ∂t

(2.6)

Dengan ini maka persamaan −

h2 2 ∂ψ ∇ ψ + U (r )ψ = ih 2m ∂t

akan mememenuhi hokum kekekalan energi.

(2.7) Persamaan ini dikenal dengan persamaan

Schrodinger. Persamaan Schrodinger adalah persamaan gelombang untuk partikel. Kita akan membahas persamaan Schrodinger lebih rinci pada sub-bab berikutnya. Yang penting disini adalah muncul satu pertanyaan mendasar: Bagaimana untuk memahami kaitan antara fungsi gelombang ψ dan partikel yang digambarkan oleh gelombang? 2.2 Interpretasi Fungsi Gelombang Kita tinjau kembali eksprimen difraksi electron yang dapat kita lihat seperti gambar di bawah ini

Gambar 10. Pola difraksi elektron

Beberapa hal penting untuk fenomena ini adalah sebagai berikut Berkas intensitas tinggi Berkas intensitas rendah

å formasi image cepat (fast image formation)

å formasi image lambat (slow image formation)

Berkas intensitas sangat rendah å from scattered dots to image

Ternyata kita amati å Image (pola interferensi) adalah sama !! Jadi sifat gelombang elektron adalah hasil statistik dari banyak elektron dari eksperimen yang sama. Ekivalen juga bahwa sifat gelombang elektron hasil statistik dari banyak pengulangan eksperimen dari satu elektron.

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

18 2.3 Interpretasi Statistik Born

Untuk memberi arti fisis fungsi gelombang ψ yang merupakan solusi persamaan

Schrodinger maka Max Born berusaha mengajukan gagasan. “ Intensitas fungsi gelombang (kuadrat absolut fungsi gelombang) pada suatu titik r dan waktu t adalah sebanding dengan probabilitas menemukan partikel pada titik dan waktu yang sama”

Misalkan, dW(x,y,zt) adalah probabilitas menemukan partikel dalam elemen volume antara x å

x+dx, y å y+dy, z å z+dz pada waktu t, maka dW(x,y,zt) harus proporsional terhadap elemen

volume dV=dxdydz dan kuadrat absolut fungsi gelombang, menurut interprertasi statistik fungsi gelombang , yaitu

dW ( x, y, z , t ) = C ψ ( x, y, z , t ) dV 2

dengan ψ

2

(2.8)

= ψ *ψ dan ψ * adalah konjugat kompleks dari ψ .

Ini adalah gelombang

probabilitas !

Interpretasi statistik Born untuk fungsi gelombang dapat kita gambarkan sebagai berikut.

Difraksi Elektron

Difraksi Maksimum

Difraksi Minimum

------------------------

----------------------

Intensitas tinggi

Intensitas rendah

Probabilitas tinggi Menemukan elektron

Lebih banyak elektron

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

Probabilitas rendah/nol Menemukan elektron

Sedikit atau tidak ada elektron

19 Perbandingan klasik dan kuantum menurut interpretasi Born dapat kita bandingkan sebagai berikut; åKlasik : Variabel : x, p ; Sifat-sifat mekanik: E(x,p) åKuantum: ψ ( x, y, z , t ) menngambarkan keadaan kuantum Karena dulitas gelombang-partikel, maka variabel x dan p tidak dapat ditentukan serempak pada saat yang sama ketika partikel diberikan keadaan kuantumnya, besaran mekaniknya

dapat

memiliki banyak yang mungkin, masing-masing sesuai dengan probabilitasnya ayng diberikan oleh fungsi gelombangnya.

Implikasi dualitas gelombang partikel ini akan lebih nyata pada

arumusan ketidakpastian Heisenberg.

2.4 Rapat Probabilitas Selanjutnya bila rapat probabilitas diberikan oleh w( x, y, z , t ) =

dW ( x, y, z , t ) 2 = C ψ ( x, y , z , t ) dV

(2.9)

Maka probabilitas meneumukan partikel di seluruh ruang adalah





dW ( x, y, z , t ) = C ∫ ψ ( x, y, z , t ) dV ∞

2

(2.10)

Integral ini harus sama dengan satu karena kita harus dapat menemukan satu partikel diseluruh ruang, sehingga C ∫ ψ ( x, y, z , t ) dV = 1 → C = ∞

2





1

ψ ( x, y, z, t ) dV 2

(2.11)

2.5 Normalisasi Fungsi Gelombang Probabilitas menemukan partikel bergantung pada intensitas relatif fungsi gelombang. Intensitas absolut dalam hal ini tidak signifikan (berbeda dari cahaya dan gelombang suara!). Jika

ψ adalah fungsi gelombang sebuah partikel, maka Cψ dapat digunakan untuk menggambarkan partikel yang sama selama C konstan. Kita dapat memilih harga C tersebut sedeemikian hingga

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

20

ψ ( x , y , z , t ) = C φ ( x, y , z , t ) dan



ψ ( x, y, z, t ) dV = 1 2

dW ( x , y , z , t ) = ψ ( x , y , z , t ) dV 2

w(x, y, z,t) = ψ(x, y, z,t)

2

(2.12)

Fungsi gelombang ψ ( x, y, z , t ) yang memenuhi persamaan di atas dikatakan ternormalisasi dan C disebut tetapan normalisasi. Sampai disini fungsi gelombang ternormalisasi masih belum unik

dan untuk keperluan ini dapat kita kalikan dengan e iδ . Dalam hal ini gelombang bidang tidak dapat dinormalkan dengan cara ini.

2.6 Persamaan Difusi untuk Probabilitas

r r 2 Seperti telah dikemukakan diatas, Max Born melihat ρ (r ) = ψ (r ) sebagai probabilitas

menemukan partikel dalam ruang-waktu. Dalam hal ini persamaan Schrodinger dapat kita lihat sebagai persamaan difusi untuk probabilitas. Untuk melihat ini kita dapat mulai dari persamaan Schrodinger untuk konjugat kompleksnya, r h2 2 ∂ψ * =− ∇ ψ * +U (r )ψ * − ih 2m ∂t

(2.12)

Mengalikan persamaan tersebut dengan ψ* dan ψ masing-masing, dan mengurangkan keduanya maka diperoleh

ψ*

∂ψ * ∂ψ h =− (ψ * ∇ 2ψ − ψ∇ 2ψ *) +ψ ∂t 2mi ∂t

(2.13)

Ini kemudian dapat ditulis sebagai ∂ (ψ *ψ ) h =− ∇ • (ψ * ∇ψ − ψ∇ψ *) ∂t 2mi Bab II Persamaan Schrodinger (1)

(2.14)

21 Selanjutnya dapat dituliskan lagi menjadi r ∂ρ = −∇ • J ∂t



r h J= (ψ * ∇ψ − ψ∇ψ *) 2mi

Persamaan ini disebut persamaan kontinuitas.

(2.15)

Mengintegralkan ke seluruh volume akan

memberikan hasil

r r r r ∂ρ ∂ r r r 1 (ψ * (−ih∇)ψ +ψ (−ih∇)ψ ) * da = ∫ dr ψ *ψ = − ∫ dr ∇ • J = − ∫ Jda = ∫ 2m S ∂t ∂t S

∫ dr

dengan suku terakhir memberikan rapat yang masuk dan keluar permukaan S. Catatan jika kita mengambil permukaan takberhingga dan menjamin bahwa ψ å 0 saat r å ∞, maka ruas kanan akan menjadi nol. Ini berarti bahwa

r ∂ dr ψ *ψ = 0. Oleh sebab itu jika pada awalnya kita ∫ ∂t

mempunyai fungsi gelombang ternormalisasi maka probabilitasnya akan tetap ternormalisasi terhadap waktu.

2.7 Partikel Bebas Untuk partikel bebas dimana tidak ada potensial pengganggu, dari persamaan Schrodinger akan kita peroleh hubungan −

∂ψ h 2 ∂ 2ψ = ih 2 2m ∂x ∂t

(2.16)

Solusi persamaan ini adalah r 1 ik x −iFt / h e ψ (r , t ) = V 0

(2.17)

h 2 k 02 r denagan E = dan V adalah volume normalisasi sedemikian hingga integral ∫ drψ *ψ = 1. 2m V Akan tetapi partikel ini terdelokalisasi secara menyeluruh dalam ruang volume V, jadi ini tidak sesuai dengan partikel seperti yang kita inginkan. Oleh karena itu kita ingin melokasisasi partikel tersebut, yaitu dengan memberikan bungkus (envelope) Gaussian pada fungsi distribusi probabilitas. Dalam cara ini kita melokasisasi partikel kita dalam luasan lebar kira a. Sehingga untuk t = 0 maka r ψ (r ,0) =

1

a 2π

exp(−

r r x 2 ik0 x 1 x2 ψ ψ → = = − exp( ) e P x r r ) ( , 0 ) * ( , 0 ) ( , 0 ) 2a 2 4a 2 a 2π

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

(2.18)

22 Jadi kita lihat partikel kita benar-benar terlokalisasi dalam ruang dengan memiliki momentum k0 seperti yang kita harapkan. Namun demikian, kita lihat Fourier transform b( k ) =

1



r −ikx ∫ dxψ (r ,0)e =

1

a (2π ) 3 / 4

∫ dx exp(−

x 2 i ( k0 − k ) r )e = 4a 2

2a

2π 0

e

( − a ( k − k0 ) 2 )

(2.19)

Jadi kita menemukan bahwa distribusi tersebut bukan fungsi delta dalam ruang k pada k0, tapi Gaussian dengan lebar ½ a disekitar k0. Sehingga kita mempunyai relasi sebagai berikut ∆x∆p = ∆xh∆k = ah

1 = h/2 2a

(2.20)

Tampak bahwa sulit untuk melokalisir sebuah fungsi gelombang keduanya baik dalam ruang momentum maupun ruang real. Kondisi ini akan kita tunjukkan lebih umum nanti. Ini juga memberi implikasi bahwa kita tidak dapat meangatakan bahwa sebuah partikel mempunyai momentum hk 0 . Ada fungsi probabilitas momentum. Momentum tersebut yang kita ukur berbeda dari satu eksperimen ke eksperimen yang lain. Kita dapat, bagaimanapun juga, mencari rata-rata momentum. Harga harap momentum untuk operator Aˆ adalah r Aˆ = ∫ dr ψ * Aˆ ψ

(2.21)

Jadi jika kita dapat melakukan sejumlah N

kali eksperimen, untuk N yang besar , maka

1 Aˆ = Ai denagn Ai adalah hasil pengukuran ke-i untuk variabel A. Untuk paket gelombang N Gaussian kita peroleh

pˆ x = h ∫ dxψ * (k 0 + i

x )ψ = hk 0 2a

(2.22)

Marilah kita lihat kebergantungan waktu dari paket gelombang Gaussian. Jika masing-masing k mempunyai energi berbeda E = hω =

h2k 2 maka lebih cocok untuk membuat perubahan waktu 2m

dalam ruang k dan kemudian membuat transformasi Fourier kembali ke ruang real

ψ ( x, t ) =

1



∫ dkb(k ) exp(i(kx − ωt ))



−∞

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

(2.23)

23 Menggunakan b(k) di atas, maka temukan

ψ ( x, t ) =

1 2π

−ikx ' ∫ dk ∫ dx'ψ ( x' ,0)e exp(i(kx − ωt )) = ∞



−∞

−∞

−∞

dengan K ( x, x ' , t ) =

∫ dx'ψ ( x' ,0) K ( x, x' , t )



1 2π

∫ dk exp(i(k ( x − x' ) − ωt ))

(2.24)



(2.25)

−∞

menggambarkan perubahan fungsi gelombang terhadap waktu. Setelah integrasi, kita temukan untuk fungsi distribusi pada saat t adalah P ( x, t ) =

1

a ' 2π

exp(−

(x − vg t) 2a ' 2

) dengan a ' = 1 +

dan kecepatan groupnya adalah v g = hk 0 / m.

t 2ω 2 k 02 a 4

(2.26)

Oleh sebab itu, distribusi tetap Gaussian tapi

lebarnya, yang diberikan oleh a’, bertambah terhadap waktu.

2.8 Ketidakpastian Heisenberg Kita

telah

melihat

pada

paket

gelombang

Gaussian

bahwa

sulit

untuk

menempatkan/melokalisasi sebuag partikel keduan-duanya baik dalam ruang moemntum dan reuang real. Ini adalah aspek umum gelombang yang diketahui dengan biak bagi praktisi analisis Fourier. Sebuah gelombang bidang (yaitu terlokalisasi dalam ruang momentum) terdelokalisasi ke seluruh ruang, sedangkan sebuah fungsi delta dapat diwakili dengan sebuah integrasi keseluruh nilai k δ ( x) =

∫ exp(ikx)dx .



−∞

Ini dapat dibuktikan lebih umum. Kita tahu bahwa

∂ψ I (λ ) = ∫ dx xψ + λh −∞ ∂x ∞

2

≥0

untuk sembarang λ. Jadi dapat kita evaluasi integral tersebut dengan

(2.27)

2  ∞ ∂ψ  ∂ψ * ∂ψ 2 I (λ ) = ∫ dx  xψ + λh( xψ + xψ * ) + λ2 h 2  (2.28) −∞ ∂x ∂x  ∂x 

Suku dengan λ dapat dievaluasi dengan integral parsial berikut

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

24

∫ dx(

∂ ∂ψ ∂ψ * xψ + xψ * ) = ∫ dxx (ψ *ψ ) = [ xψ *ψ ] − ∫ dxψ *ψ ∂x ∂x ∂x

(2.29)

dengan kita telah memilih batas integasi sedemikian hinga suku pertama pada ras kanan dalah nol. Dengan cara yang sama kita dapat menuliskan untuk suku λ2

∫ dx

∂ 2ψ  ∂ψ ∂ψ ∂ψ  * − ∫ dxψ * 2  = ψ * ∂x ∂x ∂x  ∂x 

(2.30)

ini memberikan hasil total

∂ 2ψ I (λ ) = ∫ dxψ * x ψ − λh ∫ dxψ *ψ + λ (−ih) ∫ dxψ −∞ ∂x 2 −∞ −∞ ∞



atau



2

2

2

2

I (λ ) = x 2 − λh + λ2 p x2 ≥ 0

Jika persamaan kuadrat

(2.31)

(2.32)

dalam λ ini tidak mempunyai solusi maka berarti determinannya

seharusnya kurang dari nol, yaitu h2 − 4 x2

p x2 ≤ 0 ⇒ x 2

p x2 ≥

h2 4

(2.33)

Jika melihat simpangan dari nilai rata-rata, maka kita mempunyai ∆x =

x2 x

2

dan

∆p =

px

2

px

2

(2.34)

Kita selalu dpat memilih fungis gelombang sedemikian hingga x = p x = 0 . Ini memberikan kita hasil ∆x∆p x ≥

h 2

(2.35)

Relasi ini dikenal dengan azas ketidakpastian Heisenberg..

Marilah kita lihay lagi suku dengan λ yang kelihatannya mencegah kita untuk membuat

∆x∆p x = 0 . Kita dapat menuliskan kembali ini dengan menggunakan

∫ dx

∂ ∂ψ * xψ = [ψ * xψ ] − ∫ dxψ * ( xψ ) ∂x ∂x

(2.36)

Ini memberikan hasil berikut

∂   ∂ h ∫ dxψ *  x − x ψ = −h ∫ dxψ *ψ = −h  ∂x ∂x 

Bentuk ini dapat juga dituliskan sebagai Bab II Persamaan Schrodinger (1)

(2.37)

25 x(−ih ∂∂ψx ) − (−ih ∂∂x )( xψ ) = ihψ

(2.38)

xˆpˆ x − pˆ x xˆ = ih atau [xˆ , pˆ x ] = ih

(2.39)

aau dalam bentuk yang lebih elegan

[ ]

via komutator Aˆ , Bˆ = Aˆ Bˆ − Bˆ Aˆ . Kita melihat komutator dua operator ini terkait ketidakpastian

Heisenberg. Jika dua operator tak komut maka ∆A dan ∆B tidak dapat diukur serempak, yaitu tidak dapat menghasilkan nol pada waktu yang bersamaan. 2.9 Paket Gelombang Pada sub-bab sebelumnya kita telah mengetahui bahwa fungsi Gaussian digunakan untuk menggambarkan partikel. Sekarang kita akan mengulas lebih rinci lagi paket gelombang tersebut.  2a  Jika kita evaluasi fungsi berbentuk f ( x) =   exp(−ax 2 ) . π 

Fungsi ini adalah fungsi Gaussian ternormalisir. Ini dapat kita verifikasi sendiri, dimana kita akan juga melihat bahwa nilai fungsi akan kurang dari 1/e = 0,368 dari nilai puncaknya untuk

x < −1 / a dan x > 1 / a . Fungsi ini dapat kita gunakan untuk mewakili gambaran partikel.

Secara prinsip, partikel dapat berada dimanapun dalam selang [-∞,∞] dan probabilitas untuk partikel pada titik x akan diberikan oleh kuadrat fungsi di atas, yaitu

ψ ( x) = 2

π

2a

exp(−2ax 2 )

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

(2.40)

26 Kita lihat dari gambar bahwa sekali lagi bahwa ψ ( x) < (1 / e) 2 ≈ 13,6% dari nilai puncaknya untuk

2

[x[ > 1 /

a.

Kemudian probabilitas total untuk partikel berada dalam daerah

[−1 / a ,1 / a ] adalah p1 =

∫ ψ ( x)

1/ a



−1 / a

ax =

π

2a

∫ exp(−ax

1/ a

−1 / a

2

)ax

(2.41)

sedangkan partiekl akan mempuyai kesempatan berada diluar daerah ini dengan probabilitas 1- p1. Selanjutnya dapat ditunjukkan dengan evaluasi langsung integral di atas bahwa partikel akan mempunyai probabilitas sekitar 95% untk berada dalam daerah [−1 / a ,1 / a ] . Probabilitas partkel untuk berada dalam daerah [−1 / a ,1 / a ] juga diberikan oleh luas dibawah kurva ψ (x)

2

yang diikat dalam selang [−1 / a ,1 / a ] . Tampak dari grafik bahwa partikel akan berada dalam daerah ini paling lama. Oleh sebab itu 1 / a dapat kita gunakan untuk mewakili ukuran partikel. 2.10

Transformasi Fourier

Transformasi Fourier suatu fungsi dapat kita definisikan dengan

ψ ( x) = ψ ( x) =

1

2π 1



∫ψ ( x) exp(ikx)dk



(2.42)

−∞

∫ψψ ( x) exp(−ikx)dk



−∞

(2.43)

Kita sekarang mengevaluasi fungsi ψ (k ) .

ψ (k ) =

1  2a    2π  π 

∫ exp(−ax

1/ 4 ∞

−∞

2

− ikx)dx

(2.44)

Kita tuliskan eksponen dalam kuadrat lengkap sebagai berikut ik  k2  − ax − ikx = − a x +  − 2a  4a  2

2

1  2a  ψ (k ) =   2π  π 

1/ 4

(2.45)

exp(− k / 4a ) ∫ exp(− a ( x + ik /( 2a )) 2 dx ∞

2

−∞

(2.46)

Untuk mengevaluasi integral ini kita kemudian daapt membuat variable substitusi seperti q = x + ik/(2a). Integral akhir akan mencakup variable kompleks yaitu

Bab II Persamaan Schrodinger (1)





−∞

exp(−a[ x + ik ] /(2a )]2 )dx =

(

27

)

1/ 4 π → ψ ( x) = 1 exp(− k 2 / 4a) (2.47) 2πa a

Jadi ψ (x) adalah fungsi Gaussian variable k dengan lebarnya diberikan oleh 4 / a . Sampai dis...


Similar Free PDFs