MODEL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA TERINTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER PDF

Title MODEL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA TERINTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER
Author Kasmawati Abbas
Pages 10
File Size 201.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 249
Total Views 335

Summary

MODEL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA TERINTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER Oleh KASMAWATI ABBAS ABSTRAK Paper ini membicangkan tentang model pembelajaran seni budaya terintegrasi pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan internalisasi nilai-nilai luhur budaya, falsafah, dan nilai-nilai religius. Mata ...


Description

MODEL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA TERINTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER Oleh KASMAWATI ABBAS

ABSTRAK Paper ini membicangkan tentang model pembelajaran seni budaya terintegrasi pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan internalisasi nilai-nilai luhur budaya, falsafah, dan nilai-nilai religius. Mata Pelajaran seni budaya merupakan salah satu mata pelajaran yang lebih banyak menitikberatkan penguasaan kompetensi pada aspek psikomotorik dan afektif. Selain itu, mata pelajaran seni budaya sangat relevan dengan tujuan pendidikan karakter di Indonesia. Pendidikan karakter, bukan sebuah mata pelajaran baru, namun dilakukan melalui pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, model pembelajaran seni budaya yang diharapkan dapat mengitegrasikan pendidikan karakter adalah model tematik integratif. Pembelajaran yang dilakukan dengan model ini adalah mengambil tema yang dari kompetensi dasar yang ingin dicapai dan disesuaikan nilai karakter yang akan dibangun. Key Word: pendidikan karakter, seni budaya, model, tematik, integratif.

A. LATAR BELAKANG Pendidikan

merupakan

proses

multidimensional,

yang

mengarah

kepada

pembentukan dan pengembangan keseluruhan dari dimensi manusia, seperti Iman dan takwa, intelektualitas, emosional, moralitas, kepekaan sosial, disiplin, tanggung jawab, etos kerja, sehingga proses pendewasaan daya nalar, daya cipta, rasa, karsa dan karya dapat berfungsi dengan baik, dan pada gilirannya peserta didik dapat menghadapi tantangan baik pada masa kini maupun pada masa mendatang. Pendidikan tidak hanya berhubungan dengan pentransferan pengetahuan dan keterampilan saja, tetapi juga memaparkan, menanamkan dan memberi keteladanan dalam hal sikap, nilai, moralitas, ucapan, perbuatan dan gaya hidup. Dengan demikian dunia pendidikan tidaklah hanya cukup bertujuan

untuk

mencerdaskan

peserta

didik

saja,

melainkan

memberikan

bekal

kemampuan

holistik dan integratif yang sangat penting untuk mengantar peserta didik

bersaing secara global. Kondisi pendidikan di Indonesia dewasa ini belum secara utuh mencapai tujuan sebagaimana

yang

dikemukakan

di

atas.

Berbagai

hal

menjadi

faktor

pemicu

ketidakberhasilan tersebut. Sistem pendidikan saat ini masih cenderung mengeksploitasi pemikiran peserta didik. Indikator yang digunakan lebih banyak menggunakan indikator kepintaran (kognitif) dan cenderung mengabaikan indikator afektif (pembentukan sikap), meskipun akhir-akhir ini pemerintah gencar menekankan 3 dimensi penilaian dalam pembelajaran yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Kondisi nyata di sekolah yang ada di Indonesia saat ini khususnya pada pendidikan dasar dan menengah(SD, SMP dan SMA) adalah minimnya pendidikan budi pekerti dan karakter. Sebagai contoh kurikulum pendidikan agama di Sekolah Menengah Pertama (SMP) hanya memiliki beban belajar 2 jam/minggu, sedangkan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Matematika memiliki beban belajar masing- masing 4 jam/minggu. Pendidikan wajib 9 tahun masih mayoritas memfokuskan pada intelektual saja seperti pelajaran science dan hafalan. Akibatnya tujuan akhir dari pendidikan tersebut adalah perolehan nilai atau angka yang tinggi, bukan pada perolehan skill atau kemampuan untuk bersaing di tengah-tengah masyarakat atau pembentukan budi pekerti yang luhur dan pembentukan karakter sosok pribadi yang unggul. Jika peserta didik dari kecil atau dari pendidikan awal hanya ditekankan pada intelektual saja dan mengabaikan pembinaan mental dan budi pekerti, maka gambaran masa depan mereka adalah tercetaknya politisi atau pemegang kekuasaan yang cerdas namun karakter dan ahlaknya sangat rendah, karena mereka akan berpikir untuk kepentingan diri sendiri saja dan tidak memiliki kepedulian terhadap orang lain atau lingkungan sekitar. Belum lagi data-data tentang maraknya kasuskasus ekstrim (misalnya tawuran pelajar, penyuapan, korupsi, kekerasan dan lain-lain) yang menggambarkan kegagalan pendidikan kita dalam membangun karakter bangsa. Melihat kondisi tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter sekarang ini mutlak diperlukan untuk mendukung national character building, terlebihlebih pada anak usia dini dan remaja yang sedang mengalami pertumbuhan fisik dan kejiwaan, sehingga sangat tepat untuk menanamkan budi pekerti dan karakter pada peserta didik di pendidikan awal /pendidikan dasar (SD dan SMP). Bagaimanapun juga karakter

adalah kunci keberhasilan individu.

Karena karakter merupakan nilai-nilai perilaku

manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan,

kebangsaan yang terwujud

perbuatan

berdasarkan

dalam sikap,

pikiran,

perasaan,

perkataan,

norma-norma, agama, hukum, tata krama, adat istiadat dan

budaya. Paper ini akan membincangkan bagaimana model pembelajaran seni budaya yang terintegrasi dengan pendidikan karakter.

B. PENDIDIKAN KARAKTER Pendidikan karakter, bukan sebuah mata pelajaran baru, namun dilakukan melalui pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari . Secara historis pendidikan karakter di Indonesia sebenarnya telah lama berakar dalam tradisi pendidikan. Sejarah telah mencatat bahwa Ki Hajar Dewantoro, Soekarno, Hatta dan lain-lain telah mencoba menerapkan semangat pendidikan karakter sebagai pembentuk kepribadian dan identitas bangsa sesuai dengan konteks dan situasinya. Namun seiring dengan perkembangan waktu, dunia pendidikanpun mengalami berbagai perubahan

dengan

silih

bergantinya penggunaan kurikulum di

Indonesia, mulai dari kurikulum tahun 1947, 1950, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 dan 2006. Dari kurikulum 1947 sampai dengan kurikulum 1984, perubahannya mengikuti perkembangan politik di Indonesia. Menurut

Koesoema

(2007),

karakter

adalah sruktur antropologis manusia,

sedangkan pendidikan karakter akan memberikan bantuan sosial agar individu dapat tumbuh dalam menghayati kebebasannya dalam hidup bersama orang lain di dunia. Pada hakekatnya karakter merupakan perpaduan antara moral, etika dan akhlak. Moral lebih menitikberatkan pada kualitas perbuatan, tindakan atau perilaku manusia atau apakah perbuatan itu bisa dikatakan baik atau buruk, atau benar atau salah. Sebaliknya, etika memberikan penilaian tentang baik dan buruk, berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tertentu, sedangkan akhlak tatanannya lebih menekankan bahwa pada hakikatnya dalam diri manusia itu telah tertanam keyakinan di mana ke duanya(baik dan buruk)

itu

ada.

Karenanya,

pendidikan

karakter

dimaknai

sebagai

pendidikan

nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya

mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (Kognitif, afektif, psikomotorik, dan konatif) dalam konteks interaksi social cultural (keluarga, sekolah dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Tim Pendidikan Karakter Kemendiknas (2010) mengembangkan suatu grand design yang menggambarkan konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan social cultural yang dikelompokkan dalam empat bagian yaitu: olah hati (spiritual and emotional development), olah pikir (intellectual development), olah raga dan kinestetik (physical and kinesthetic development) dan olah rasa dan karsa (affective and creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1: Grand Design konfigurasi karakter . Sumber: Tim Pendidikan Karakter Kemendiknas, 2010.

Tujuan pendidikan karakter pada Sekolah Menengah Pertama adalah untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter atau akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang sesuai standar kompetensi lulusan (Suhardi, 2010). Melalui pendidikan karakter

peserta didik SMP diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan mengintrnalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter pada dasarnya dapat diintegrasikan dalam pembelajaran termasuk mata pelajaran seni budaya. Mata Pelajaran seni budaya berkaitan dengan nilainilai yang perlu dikembangkan, dieksplisitkan dan dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran nilai dan karakter tidak hanya

pada tatanan

kognitif saja melainkan menyentuh internalisasi dan pengalaman nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Menurut Triatmanto (2010) Integrasi pendidikan karakter dalam pembelajaran tidak hanya dapat dilakukan dalam materi pelajaran saja melainkan tekhnik dan metode mengajar dapat digunakan sebagai alat pendidikan karakter. Membangun individu dapat dilakukan

dalam

proses

pengukuran

dan

observasi,

misalnya

membangun

sikap

bertanggung jawab melalui penugasan, membangun kepercayaan diri melalui presentase di depan kelas.

C. PEMBELAJARAN SENI BUDAYA Merujuk pada Depdiknas (2007), tertera Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi d. kelompok mata pelajaran estetika; e. kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan. Seni Budaya termasuk dalam kelompok mata pelajaran estetika yang dimaksudkan untuk

meningkatkan

sensitivitas,

kemampuan

mengekspresikan

dan

kemampuan

mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis. Tujuan mata pelajaran seni budaya sebagaimana tercantum dalam Depdiknas (2005) adalah agar siswa memiliki pengalaman berekspresi, berkreasi, dan berapresiasi seni yang manfaatnya berguna untuk mengembangkan kepekaan estetis, meningkatkan kreativitas dan berfikir kritis, serta menanamkan nilai-nilai etika dalam berperilaku. Materi seninya meliputi seni daerah setempat, seni nusantara, dan seni mancanegara. Melalui pembelajaran beragam seni tersebut diharapkan siswa dapat mampu berekspresi dan mengapresiasi seni budaya Indonesia dan di dunia. Seni budaya mempelajari empat bidang utama yaitu seni rupa, seni musik dan seni tari dan teater. Mata pelajaran seni budaya diajarkan pada setiap jenjang pendidikan dasar dan menengah di Indonesia. Di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) mata pelajaran ini dikenal dengan nama Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) dengan beban belajar 2 jam/minggu, di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiah (MTs) mata pelajaran seni budaya memiliki beban belajar 2 jam/minggu, di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) mata pelajaran seni budaya juga memiliki beban belajar 2 jam/minggu (Depdiknas, 2007). Ruang lingkup pembahasan pada paper ini mencakup pembelajaran seni budaya di tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP). Menurut Afriawanto (2011) pendidikan seni budaya dan keterampilan memiliki peranan dalam pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multi kecerdasan yang terdiri atas kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual spasial, musical, linguistic, logic matematik, naturalis serta kecerdasan adversitas, kecerdasan kreativitas, kecerdasan spiritual dan moral dan kecerdasan emosional. Dengan demikian pembelajaran Seni Budaya dapat menjadi salah satu cara untuk membangun karakter peserta didik menjadi sosok pribadi yang unggul. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan model maupun strategi yang cocok dalam pembelajaran seni budaya. Selain itu penting pula diperhatikan lingkungan

belajar, dalam hal ini kondisi yang mendukung efektivitas proses belajar mengajar, seperti: 1)

lingkungan belajar berpusat pada peserta didik yang memandang bahwa peserta didik

merupakan pelaku utama dalam proses belajar mengajar sedangkan guru sebagai pengarah dan fasilitator (Allen, D.,& Tanner, K., 2005 ; Pedersen, S.,2003) 2) peserta didik menggunakan pengetahuan baru mereka

3)

bagaimana cara

bagaimana menumbuhkan

komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok.

D. MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF Dalam konteks pembelajaran, Udin S Winataputra (2001), mendefenisikan model sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Jadi model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Model dapat pula diartikan sebagai suatu pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, merancang dan menyampaikan materi, mengorganisasikan peserta didik

dan memilih media dan metode dalam suatu kondisi pembelajaran. Model

menggambarkan tingkat terluas dari praktek pembelajaran dan berisikan orientasi filosofi pembelajaran, yang digunakan untuk menyeleksi dan menyusun strategi pengajaran, metode, keterampilan, dan aktivitas peserta didik untuk memberikan tekanan pada salah satu bagian pembelajaran (topik konten). Model pembelajaran seni budaya terintegrasi pendidikan karakter dapat dilakukan dengan cara: -

Menganalisis Standar Isi

-

Menganalisis SK dan KD

-

Memilih SK / KD

-

Mengidentifikasi nilai-nilai karakter yang bersesuaian dengan SK / KD

-

Memilih tema yang sesuai

-

Membuat Rencana Pembelajaran dan alat evaluasi

-

Melaksanakan Pembelajaran Sebagai contoh, jika kompetensi yang akan dicapai oleh siswa adalah “memahami

tarian tradisional”, maka terlebih dahulu guru mengidentifikasi nilai-nilai karakter yang bersesuaian dengan kompetensi tersebut. Kemudian menentukan tema yang cocok,

misalnya “Menghargai Tamu”. Selanjutnya guru membuat rencana pembelajaran tentang tarian tradisional “Tari Padduppa”. Setelah pembelajaran selesai, dilakukan tanya jawab dengan

siswa

tentang

nilai-nilai yang terkandung dalam tarian tersebut.

Langkah

selanjutnya adalah mengajak siswa untuk membiasakan nilai-nilai yang telah diperoleh dari pembelajaran “tarian tradisional”.

E. KESIMPULAN

-

Sistem pendidikan di Indonesia dewasa ini hanya mengutamakan pada intelektual saja, sehingga pendidikan karakter telah terabaikan. Untuk itu perlunya pendidikan nilai –nilai yang erat hubungannya dengan pembentukan watak seseorang.

-

Pendidikan seni merupakan bagian dari rumpun pendidikan nilai-nilai, karena termasuk suatu proses budaya yang selalu berusaha meningkatkan harkat dan martabat manusia sehingga dapat menjadikan manusia- manusia yang berkarakter.

-

Pendidikan karakter dapat memberikan kepada peserta didik ilmu, pengetahuan, praktik-praktik budaya, perilaku yang berorientasi pada nilai-nilai ideal kehidupan. Karena itu pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,

pendidikan

moral,

pendidikan

watak

sehingga

peserta

didik

dapat

menunjukkan kebiasaan berperilaku baik. -

Pembelajaran seni budaya termasuk mata pelajaran estetika, dengan demikian pembelajaran seni budaya dapat membentuk karakter peserta didk, sehingga peserta didik dapat

menjadi manusia yang memiliki rasa seni dan pemahaman budaya.

Karena itu mata pelajaran Estetika dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan

mengapresiasi

dan

kemampuan

mengekspresikan

keindahan

yang mencakup apresiasi dan ekspresi. -

Pembelajaran seni budaya di sekolah dapat memberikan

keunikan, kebermaknaan

dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi. Pengalaman estetik yang diberikan pada pembelajaran seni budaya pada prinsipnya berfungsi melatih dan mengembangkan kepekaan rasa . Dengan kepekaan

rasa yang tinggi mental seseorang cenderung mudah diisi dengan nilai-nilai hidup dan kehidupan,

seperti

pengembangan

nilai religius,

karakter

dilakukan dengan

yang

nilai moral,

terintegrasi

nilai budi pekerti.

dengan

pembelajaran

Sedangkan

seni

budaya

memasukan pengembangan karakter pada setiap pokok bahasan

yang akan diajarkan dalam silabus dan RPP. -

Dengan adanya model pembelajaran seni budaya yang diintegrasikan karakter dapat

pendidikan

mendidik dan membimbing pelajar sedini mungkin untuk memahami

nilai- nilai yang terkandung dalam pembelajaran seni budaya.

DAFTAR PUSTAKA

Afriawanto. 2011. Pengajaran Seni Budaya Berbantuan Komputer. Jurnal. Universitas Sumatera Utara. Allen, D., & Tanner, K. 2005. Infusing Active Learning into the Large-enrollment Biology Class: Seven Strategies, from the Simple to Complex. Cell Biology Education, 4, 262-268. Depdiknas. 2005. Standar Kompetensi dan Kompetensi Standar Mata Pelajaran Seni Budaya. Jakarta Depdiknas. 2007. Petunjuk Tekhnis Pengembangan Sillabus dan Contoh / Model Sillabus. Jakarta: DIrjen Manajemen Dikdasmen Diknas. Koesoema, Doni. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Gramedia Widyasarana Indonesia. Pedersen, S. 2003. Motivational orientation in a problem-based learning environment. Journal of Interactive Learning Research, 14(1), 51–77. Suhardi, Didik. 2010. Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional Dirjen manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Tim Pendidikan Karakter Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional Dirjen manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

Triatmanto. 2010. “Tantangan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah”. Jurnal Cakrawala Pendidikan, Mei 2010 tahun XXIX, edisi khusus Dies Natalis UNY. Udin S. Winataputra. 2001. Model-model Pembelajaran Inovatif, Jakarta : Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional, Dirjen Dikti Depdiknas....


Similar Free PDFs