Neighborhood Unit PDF

Title Neighborhood Unit
Pages 26
File Size 224 KB
File Type PDF
Total Downloads 184
Total Views 234

Summary

BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab ini akan dibahas kajian teoritis mengenai konsep ruang Neighborhood Unit, tinjauan mengenai fasilitas sosial, konsep dan standar penyediaan fasilitas lingkungan perumahan serta konsep Healthy Neighborhood Planning. 2.1 Konsep Ruang Neighborhood Unit Neighborhood Unit a...


Description

BAB II LANDASAN TEORI

Pada Bab ini akan dibahas kajian teoritis mengenai konsep ruang Neighborhood Unit, tinjauan mengenai fasilitas sosial, konsep dan standar penyediaan fasilitas lingkungan perumahan serta konsep Healthy Neighborhood Planning. 2.1

Konsep Ruang Neighborhood Unit Neighborhood Unit adalah suatu lingkungan fisik perumahan dalam kota

dengan batasan yang jelas, tersedia pelayanan fasilitas sosial untuk tingkat rendah, untuk melayani sejumlah penduduk, di mana terdapat hubungan kerjasama yang dilandasi oleh kontrol sosial dan rasa komunitas. (Porteous, 1977; dalam Suryanto, 1989:47). Neighborhood Unit dikenal sebagai suatu konsep untuk merencanakan suatu lingkungan yang berlandaskan suatu pemikiran sosial psikologis yang diformulasikan oleh Clarence Perry pada tahun 1929, sebagai jawaban atas permasalahan yang terjadi saat itu yaitu penurunan kualitas kehidupan masyarakat di negara-negara industri. Perry mengidentifikasikan Neighborhood Unit sebagai suatu unit perumahan yang mempunyai batas yang jelas, besarannya diukur atas dasar keefektifan jarak jangkau pejalan kaki, terjadinya kontak langsung individual serta adanya ketersediaan fasilitas pendukung kebutuhan harian dari penghuni. Konsep Neighborhood Unit sebenarnya pertama kali diperkenalkan oleh Sir Ebenezer Howard (1850-1928) yang mencoba mengangkat sistem dan bentuk komunitas

tradisional

perdesaan

sebagai

komunitas

ideal

yang

perlu

dikembangkan di perkotaan (Reiner, 1957 dalam Ida Bagus Rabindra, 1996:35). Kemudian pada kota-kota tradisional tersebut , kota masih terbagi dalam unit-unit kelompok rumah tinggal atau unit-unit fungsional spesifik yang homogen yang kemudian dikenal sebagai tradisional neighborhood. Unit-unit tersebut merupakan kesatuan antara tempat tinggal dengan tempat kerja serta juga adanya ikatan sosial kekerabatan. Dalam konteks ini, neighborhood merupakan suatu lingkungan 13

14

spesifik yang homogen, dengan pengikat kegiatan yang sejenis dan hubungan kekerabatan. Menurut Perry, neighborhood yang ideal akan merangkum seluruh fasilitas publik dan kondisi-kondisi yang diperlukan oleh rata-rata keluarga bagi kenikmatan dan kewajaran hidup disekitar rumah mereka. Selanjutnya Perry menguraikan dari penjelasan diatas enam prinsip dalam merencanakan neigborhood (Rohe and Gates, 1985:26) : 1. Size (Ukuran), pembangunan unit tempat tinggal harus menyiapkan perumahan

dengan

ukuran

populasi

tertentu

yang

mensyaratkan

diperlukannya satu sekolah dasar (elementary school), di mana area yang diperlukan tergantung pada tingkat kepadatan populasi 2. Boundaries (Batas), Pada setiap sisi unit lingkungan dibatasi oleh jalanjalan arteri dengan kelebaran yang memadai sehingga dapat dipakai sebagai lalu lintas cepat, yang tidak menembus daerah pemukiman tersebut. 3. Open Space (Ruang Terbuka), harus disediakan sistem taman dan ruang kecil yang direncanakan untuk memenuhi kebutuhan individu yang mendiami lingkungan perumahan tersebut. 4. Institution Sites (Area-area institusi), area untuk sekolah dan institusi yang melayani lingkungan perlu disediakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam lingkungan tersebut dan hendaknya ditempatkan secara berkelompok disekitar sebuah titik umum atau titik pusat. 5. Local Shops (Pertokoan setempat), satu atau lebih pertokoan lokal yang cukup memadai bagi populasi yang dilayani, hendaknya diletakkan di seputar permukiman dan lebih baik lagi diletakkan disekitar pertemuan jalur lalu lintas yang mengikat beberapa lingkungan. 6. Internal Street System (Sistim jalan internal), di mana setiap unit perlu dilengkapi dengan sistim jalan khusus, sehingga setiap jalan raya disesuaikan dengan beban lalu lintas yang mungkin dan jaringan jalan sebagai sebagai suatu keseluruhan dirancang untuk memudahkan sirkulasi

15

di dalam lingkungan tersebut dan diupayakan untuk dicegah penggunaan sebagai jalur lalu-lintas cepat Clarence Perry menyimpulkan bahwa Konsep Neighborhood Unit mempunyai tujuan utama untuk membuat interaksi sosial diantara penghuni lingkungan permukiman, sedangkan penataan fisik lingkungan merupakan cara untuk mencapai tujuan utama tersebut (Golany, 1976:187) Clarence Perry membuat ketetapan untuk terpenuhinya kebutuhan sosiopsikologis pemukim untuk menjamin agar terlaksananya konsep Neighborhood Unit. Syarat-syarat tersebut (Ida Bagus Rabindra, 1996:43-44) adalah : 1. Syarat kedekatan fisik, dirumuskan dengan mengambil patokan besaran efektif komunitas dengan elemen : a. Luas Wilayah. Teori ini mengidentifikasikan bahwa salah satu essensi dari konsep neighborhood adalah kebutuhan dasar emosional manusia untuk berhubungan lebih erat dengan orang-orang disekitarnya, yang disebut sebagai kelompok primer (Brooms dan Selznick,1957; dalam Suryanto, 1989:53). Ukuran luas wilayah komunitas memungkinkan setiap penghuni mudah berkomunikasi dengan kelompok primernya karena dekatnya jarak capai dengan cukup berjalan kaki. b. Jumlah penghuni, yaitu ukuran jumlah penghuni yang memungkinkan tingkat saling tahu dan saling kenal diantara penghuni karena frekuensi kontak langsung yang tinggi. c. Tingkat kepadatan bangunan atau penduduk yaitu perbandingan antara luas wilayah dan jumlah anggota menghasilkan suatu ukuran kepadatan yang memungkinkan tingkat ikatan fisik dan sosial komunitas tetap tinggi, dengan tetap menjaga keseimbangan dengan daya dukung alam. 2. Syarat ikatan sosial, Jika fasilitas sosial sebagai ikatan fisik tersebut sesuai dengan kebutuhan sebagian besar anggota lingkungan, maka ikatan fisik tersebut akan berfungsi sebagai ikatan sosial karena kemampuannya untuk merangsang terciptanya kelompok primer.

16

3. Syarat jaminan keselamatan lingkungan, yaitu : a. Neighborhood Unit, terbebas dari lalu-lintas tembus dan kemungkinan adanya persimpangan. b. Neighborhood Unit dibatasi dari lalu-lintas kendaraan kecepatan tinggi atau lalu-lintas eksternal. c. Adanya pemisahan yang tegas antara jalur lintas kendaraan dan jalur pejalan kaki. d. Lalu-lintas dalam lingkungan Neighborhood Unit umumnya untuk pejalan kaki atau dengan kendaraan yang berkecepatan rendah khusus bagi penghuni. 4. Syarat ketersediaan fasilitas pelayanan sosial. Fasilitas pelayanan sosial yang disyaratkan dalam Neighborhood Unit formula Clarence Perry adalah fasilitas pelayanan sosial yang melayani kebutuhan harian. Suatu fasilitas pelayanan sebagai elemen fungsional neighborhood dapat berperan jika memiliki jarak layanan yang mudah dicapai dengan berjalan kaki, di mana daya jangkau jarak layanan efektif setiap fasilitas pelayanan sosial akan mempengaruhi ukuran besaran neighborhood. Diharapkan fasilitas sosial ini menjadi media terjadinya kontak langsung antara penghuni dalam frekuensi yang tinggi yaitu frekuensi harian. Fasilitas pelayanan tersebut antara lain adalah : Sekolah tingkat dasar, warung atau toko, tempat peribadatan, balai pengobatan, balai lingkungan dan kantor pemerintahan lokal. Konsep Neighborhood Unit dapat dijadikan landasan bagi banyak komuniti permukiman, di mana terlalu ditekankan sebagai sebuah gagasan fisik dan agak dilebih-lebihkan sebagai fakta sosial (Spreiregen, 1965; dalam Rivai A., 1991:34). Dapat disimpulkan bahwa neighborhood merupakan unit fisik sekaligus unit sosial. Parameter pengikat untuk menjamin kesatuan unit fisik dan unit sosial adalah besaran (size) dan fasilitas pelayanan sosial yang melayani kebutuhan harian. Parameter besaran neighborhood diturunkan dari ukuran efisiensi jarak tempuh pejalan kaki antara rumah dengan fasilitas pelayanan.

17

Spreiregen menganggap ini tidak tepat karena betapapun lengkapnya pelayanan suatu lingkungan, setiap orang memiliki dunia pribadi mereka sendiri, di mana terdapat suatu jaringan individu yang menyangkut tempat-tempat pribadi dan adanya jalan-jalan di kota yang akan jauh melintasi batas fisik permukiman mereka.. Dengan demikian, Spreiregen sependapat dengan Perry bahwa dalam hal perencanaan pemukiman, maka harus mempertimbangkan kebutuhan sosial penghuninya. Ia menyatakan bahwa pada dasarnya keberadaan pemukiman harus memberikan kenyamanan dan jaminan sejauh mana permukiman tersebut dapat membantu kelancaran aktivitas kehidupan setiap penghuninya.

2.2

Tinjauan Mengenai Fasilitas Sosial Fasilitas adalah segala sesuatu yang dinilai sebagai sarana untuk mencapai

tujuan tertentu untuk pemenuhan kebutuhan tertentu (Mitchell,1969, dalam Rivai A, 1991:30). Dalam pengertian lain jika dikaitkan dengan pemukiman, maka fasilitas adalah suatu aktivitas atau materi yang berfungsi melayani kebutuhan individu atau kelompok individu dalam suatu lingkungan kehidupan. Secara sistematis aktivitas atau materi tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok utama yaitu faslitas sosial dan fasilitas fisik. Meskipun berbeda, namun kedua fasilitas tersebut memiliki satu ikatan satu sama lain. Fasilitas sosial dapat diartikan sebagai bentuk pelayanan kebutuhan masyarakat yang bersifat memberikan kepuasan sosial, mental dan spiritual, yang antara lain terdiri atas fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas rekreasi, fasilitas peribadatan, fasilitas olah-raga, fasilitas perbelanjaan, fasilitas pemerintahan serta fasilitas pemakaman. Fasilitas sosial ini merupakan bagian yang sangat penting dan paling essensial serta dibutuhkan dalam setiap lingkungan pemukiman yang baik. Sedangkan fasilitas fisik dapat diartikan sebagai bentuk pelayanan kebutuhan masyarakat yang bersifat fisik yang mencakup utilitas umum (Sujarto; 1989:170-171). Dalam Permendagri No.1 tahun 1987 dijelaskan bahwa prasarana kota terdiri atas 3 kelompok utama yaitu utilitas umum, prasarana lingkungan dan fasilitas sosial. Dijelaskan pula bahwa ke-3 komponen fasilitas infrastruktur

18

tersebut merupakan komponen penunjang yang sangat penting dalam mendukung kualitas kehidupan lingkungan permukiman. Komponen tersebut terdiri atas : 1. Utilitas umum merupakan fasilitas-fasilitas atau bangunan-bangunan yang dibutuhkan

guna

mendukung

sistem

pelayanan

lingkungan

yang

diselenggarakan oleh instansi pemerintah ataupun oleh adanya kerjasama antara pemerintah dan swasta, yang terdiri atas : jaringan listrik, jaringan air bersih, jaringan telepon, jaringan angkutan umum, sarana kebersihan (pembuangan sampah), pemadam kebakaran. 2. Prasarana lingkungan merupakan kelengkapan lingkungan yang mendukung perumahan, yang terdiri atas : jalan, saluran air kotor atau pembuangan limbah, saluran air bersih atau drainase (saluran pembuangan air hujan). 3. Fasilitas sosial merupakan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan masyarakat dalam lingkungan pemukiman, yang terdiri atas : fasilitas kesehatan, pendidikan, olahraga, peribadatan, rekreasi, ruang terbuka, perbelanjaan, serta pemakaman umum. Keberhasilan keberadaan suatu fasilitas sosial dalam lingkungan perumahan, dapat dlihat dari tingkatan bagaimana minat dan kesediaan para penghuni perumahan dalam memanfaatkan fasilitas tersebut. Apabila banyak diantara mereka yang mencari fasilitas diluar pemukiman tersebut padahal fasilitas tersebut fungsinya sama, maka dapat disimpulkan bahwa fasilitas yang tersedia tidak dapat menjawab kebutuhan mereka (Golany, 1976:111).

2.2.1. Fasilitas Pendidikan Pengertian pendidikan menurut Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan pelatihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Fasilitas sosial seperti yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan suatu aktivitas atau materi yang melayani masyarakat akan kebutuhan yang bersifat memberi kepuasan sosial, mental maupun spritual. Sehingga dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa fasilitas pendidikan berarti aktivitas atau materi yang dapat melayani

19

kebutuhan masyarakat akan kebutuhan yang bersifat memberi kepuasan sosial, mental maupun spiritual melalui kegiatan bimbingan, pengajaran maupun pelatihan. Melalui pendidikan akan meningkatkan pengetahuan dan memberikan pengalaman-pengalaman kolektif yang akan mempertemukan berbagai kelompok penduduk. Mempertemukan disini tidak hanya sekedar menyediakan sarana untuk kontak kelompok penduduk, tetapi juga mengurangi perbedaan dalam perkembangan pengetahuan (Bossert,1978, dalam Rivai,1991:54). Dalam kaitannya dengan latar belakang penduduk yang semakin beraneka ragam, maka penyediaan fasilitas pendidikan ini harus dapat atau mampu menjawab kebutuhan yang beragam tersebut.

2.2.2. Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan merupakan fasilitas yang memberikan pelayanan di bidang kesehatan yang berupa ( Sarjito,1983, dalam Mahmud R,1997:30) : 1. Kuratif yaitu pemeriksaan, pengobatan dan perawatan. 2. Preventif yaitu pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan dan pendidikan kesehatan. 3. Kesehatan Lingkungan. Fasilitas Kesehatan berdasarkan fungsi dan hierarkinya dari tingkat yang paling atas sampai tingkat yang paling rendah, menurut Djoko Sujarto,1978 (dalam Soekmana Soma,1988:21) di Minneapolis, Amerika Serikat, terdiri atas : Based Hospital City, City Hospital, Area Hospital, Community Health Center dan Neighborhood Helath Center. 1. Based Hospital City, fasilitas kesehatan yang mempunyai jangkauan tingkat regional luas. 2. City Hospital, Fasilitas kesehatan ini mempunyai jangkauan pelayanan tingkat regional akan tetapi diutamakan untuk kebutuhan pelayanan kota. 3. Area Hospital, Rumah sakit umum kecil untuk kebutuhan kota.

20

4. Community Health Center, pusat kesehatan yang melayani suatu lingkungan atau bagian kota. 5. Neighborhood Health Center, pusat kesehatan yang melayani unit lingkungan kecil. Bila dianalogikan dengan pusat kesehatan yang ada di Indonesia, maka analoginya adalah sebagai berikut (Soekmana Soma, 1988:21) : 1. Rumah sakit tipe A dan B setara dengan Based Hospital dan City Hospital. 2. Rumah sakit tipe C setara dengan Area Hospital. 3. Puskesmas setara dengan Community Health Center. 4. Puskesmas pembantu, BKIA/Poliklinik, Dokter praktek setara dengan Neighborhood Health Center. Tingkat hirarki diatas mencerminkan bahwa terdapat perbedaan pelayanan antara tiap tipe fasilitas kesehatan tersebut. Fasilitas kesehatan dengan tipe yang lebih besar akan diperlengkapi dengan fasilitas perawatan dan diagnostik yang lebih lengkap pula dibandingkan dengan tipe dibawahnya. Dari segi perwilayahannya, Rex Fendal,1978 (dalam Soekmana Soma, 1988:22) membagi pusat kesehatan dalam : 1. Immediate Area, yaitu area di mana penduduknya dapat memanfaatkan dengan mudah fasilitas tersebut yaitu dari sisi jarak jangkaun < 1 km. 2. Defined Area, yaitu wilayah kerja puskesmas yang masih mudah dikunjungi oleh petugas (3-5 km) atau 2 jam perjalanan tanpa alat bantu. 3. Extended Area, yaitu daerah atau wilayah kerja puskesmas yang relatif sulit dikunjungi oleh petugas. 4. Special Effort Area, yaitu daerah atau wilayah kerja Puskesmas yang sangat sulit dikunjungi.

2.2.3 Fasilitas Perdagangan Fasilitas perdagangan atau perbelanjaan merupakan fasilitas di mana tempat terjadinya transaksi ekonomi antara penjual dan pembeli yang berfungsi sebagai tempat pelayanan atas barang yang dibutuhkan oleh masyarakat. Penghuni

21

dalam melakukan kegiatan berbelanja pada dasarnya dipengaruhi oleh dua jenis kondisi yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal. Kondisi internal adalah dorongan pengaruh yang timbul dari keadaan individu yang terlibat. Sedangkan kondisi eksternal adalah pengaruh rangsangan yang terjadi oleh karena keadaan potensi dari tempat berbelanja. Pada konsumen terjadi proses penerimaan informasi tentang fasilitas tempat berbelanja yang terdiri dari berbagai faktor yang dimiliki oleh fasilitas. Pada konsumen terjadi proses penerimaan informasi tentang fasilitas tempat berbelanja yang terdiri dari berbagai faktor yang dimiliki oleh fasilitas belanja yang ada. Proses yang terjadi adalah menterjemahkan informasi menurut persepsi konsumen kemudian dievaluasi dan hasilnya merupakan masukan untuk melakukan keputusan. Hasil dari proses tersebut menghasilkan suatu perjalanan ke tempat berbelanja (Gunarya, 1982 :3). Dalam penelitian C.J Thomas 1974 (dalam muttaqien,1997 :25) menggambarkan bahwa masyarakat berstatus ekonomi tinggi umumnya memiliki mobilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat berstatus ekonomi yang lebih rendah. Masyarakat ekonomi tinggi cenderung menggunakan pusatpusat perdagangan yang lebih besar dan lebih jauh lokasinya. Menurut Bromley 1993 (dalam Hondry D.1999:27), terdapat 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi mobilitas seseorang, yaitu kepemilikan kendaraan, tingkatan pendapatan dan tingkat kesehatan, di mana ketiga faktor ini saling terkait satu sama lain. Menurut Carn (dalam Ihsan, 1998:32-38), terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi wilayah perdagangan yaitu : 1. Jarak dan waktu tempuh. 2. Kemampuan daya beli masyarakat. 3. Jenis dan keragaman barang yang diperdagangkan.

22

Ada beberapa sikap konsumen dalam melakukan aktivitas perbelanjaan menurut Carn, yaitu : 1. Frekuensi perjalanan berbelanja, jika frekuensinya tidak terlalu sering, maka konsumen akan melakukan perjalanan pada tempat perbelanjaan yang lebih jauh. 2. Tingkat kepentingan terhadap barang, jika produk yang dibutuhkan harus segera terpenuhi, maka konsumen akan melakukan perjalanan untuk mendapatkan barang pada tempat perbelanjaan yang menyediakan. 3. Barang dan jasa yang berseifat khusus, produk yang ditawarkan bersifat khusus sehingga tidak tersedia pada beberapa tempat perbelanjaan sehingga konsumen memerlukan perjalanan khusus untuk mendapatkan produk tersebut.

2.2.4 Fasilitas Rekreasi Fasilitas rekreasi dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok besar (John Black, 1977 dalam Sudaryanto,1997 :16), yaitu : 1. Park, Open Space dan Sport, fasilitas ini lebih berorientasi pada pelayanan kebutuhan rekreasi yang bersifat jasmaniah. 2. Leisure ang Entertainment, fasilitas ini lebih berorientasi pada pelayanan kebutuhan rekreasi yang bersifat sosial dan kognitif (Gedung kesenian, bioskop, panggung, dan lain sebagainya) Beberapa faktor yang mempengaruhi atau melatar-belakangi seseorang untuk berekreasi adalah faktor kemauan dan faktor kemampuan. Kemauan sesoarang untuk melakukan rekreasi dipengaruhi oleh daya tarik dan atraksi yang ditawarkan sedangkan kemampuan seseorang berekreasi dipengaruhi oleh kemampuan dari segi finansial, kesehatan dan ketersediaan waktu luang

23

2.2.5

Fasilitas Peribadatan Dalam Keputusan Menteri PU tahun 1987 dijelaskan bahwa Sarana

peribadatan terdiri atas beraneka macam, jenis maupun besarannya sehingga pengadaannya akan sangat tergantung pada: 1. Jenis agama yang dianut 2. Cara atau pola melaksanakan kegiatan agama, serta 3. Struktur penduduk Struktur penduduk yang memeluk suatu agama tertentu akan sangat mempengaruhi dalam penempatan lokasi fasilitas peribadatan. Sebagai contoh, pengadaan fasilitas mesjid sangat perlu mempertimbangkan standar jarak terjauh kemampuan seseorang dan waktu perjalanan ke mesjid dengan tidak menggunakan bantuan kendaraan. Jarak tersebut adalah 750 – 1 km dengan waktu maksimal

perjalanan

15

menit

dalam

melakukan

sholat

jumat

(Rukmana,1979:168)

2.2.6 Fasilitas Olah Raga / Ruang Terbuka Fasilitas olahraga adalah fasilitas yang digunakan untuk memberikan penyegaran kembali bagi tubuh secara jasmaniah dan rohaniah diantara kesibukan rutinitas penduduk kota (Kelly, 1989, dalam Indra H, 1999:20). Fasilitas olahraga dan ruang terbuka dalam skala lingkungan sangat dibutuhkan terutama bagi keluarga dan anak-anak antar sesamanya dalam lingkungan pemukiman tersebut. Sehingga keberadaan fasilitas tersebut dapat menjadi faktor pengikat antar penduduknya. Hambatan-hambatan yang kadang dialami seseorang untuk melakukan kegiatan olah raga seperti dijelaskan menurut Alan Patmore (Patmore,1983:98-99) adalah 1. Kendala fisik, suatu kondisi yan...


Similar Free PDFs