Orang Pulo di Pulau Karang (catatan untuk budaya masyarakat di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu) PDF

Title Orang Pulo di Pulau Karang (catatan untuk budaya masyarakat di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu)
Author Rosida Erowati
Pages 140
File Size 4.9 MB
File Type PDF
Total Downloads 313
Total Views 649

Summary

lt Orang Pulo di Pulau c Karang Penyusun | Rosida Erowati Irsyad lt c lt Orang Pulo di Pulau c Karang Penyusun | Rosida Erowati Irsyad lt Box, denah, foto, gambar, ikon, logo adalah desain dan/atau karya anggota tim peneliti dan Sekretariat LTC, kecuali untuk foto-foto [Suasana kegiatan AMD di Pulo ...


Description

lt

Orang Pulo

di Pulau Karang

c

Penyusun | Rosida Erowati Irsyad

lt

c

lt

Orang Pulo

di Pulau Karang

c

Penyusun | Rosida Erowati Irsyad

lt

Box, denah, foto, gambar, ikon, logo adalah desain dan/atau karya anggota tim peneliti dan Sekretariat LTC, kecuali untuk foto-foto [Suasana kegiatan AMD di Pulo Panggang, di depan kantor Kelurahan, Koleksi Bpk Jailin/P. Panggang; Balong fosil, Palaeoperca proxima , © Peter Bøckman. 2009/ www. wikipedia.org ; Posthouder Kasan (beskap) bersama para Tamu di depan kediaman, bangunan Kantor Kel. P. Panggang masa kini, © Prentenkabinet Leiden/ Anoniem/60-431, Dermaga Pulo Panggang pada tahun 1917 dari album foto J.J. Lonkhuyzen, © KIT/60010664; Dermaga kecil, mungkin di sekitar lokasi TPI P. Panggang masa kini, © Prentenkabinet Leiden/Anoniem/60-442; ”Nderes”, diilustrasikan melalui foto Koranschooltje. Java karya Jean Demmeni tahun 1913, © Museum Volkenkunde; Tampak depan kediaman Posthouder Kasan, bangunan Kantor Kelurahan P. Panggang masa kini, © Prentenkabinet Leiden/Anoniem/60-430; Demo pencak silat, tahun 70-an, © Koleksi Ibu Nunung/P. Panggang], gambar-gambar [Masjid Agung Banten, tanpa keterangan waktu, karya Josias Cornelis Rappard, hidup antara 1882–1889, © KIT/3728-8-18; Karya Raden Saleh, Eene Overstrooming op Java, melukiskan situasi banjir di Jawa, © KITLV; Sketsa Jaring Jepang oleh Muchtar, 1960. h. 17; Masjid An-Ni’mah sebelum renovasi tahun 80-an, © Dedy F. Puscar 2012; Sketsa Muchtar (1960, h. 17) tentang perahu dan bubu di Pulo tahun 60-an], dan peta-peta [Rencana Pola Ruang Kep. Seribu 2030, © Rujak Center 2011; peta tahun ca. 1630 dari G. Eredia, © Biblioteca Nacional do Brasil, peta tahun 1597 dari Willem Lodewijcksz, © KIT/542713; peta Gerrit de Haan tahun 1761, © Kaartcollectie Buitenland Leupe/15621, peta tahun 1853 dari B. M. Carnbee, © KIT/645491, dan peta tahun 1911 dari B. M. Carnbee, © KIT/08947-1]

PasaI 72 UU Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

c

Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau PasaI 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

4 Orang Pulo di Pulau Karang

Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).

lt Rosida Erowati Irsyad Orang Pulo di Pulau Karang

c

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Rosida Erowati Irsyad Penyusun Orang Pulo di Pulau Karang Jakarta: lab teater ciputat, 2012 Ed. 1, Cet. 1; 140 hlm; 23,5 x16,5 cm 1. Kebudayaan - Masyarakat

Dicetak oleh Suwung 1 2012

5 Orang Pulo di Pulau Karang

© 2012 lab teater ciputat

Penulis Hamdi M. Husni, Nuryani, Risma Sugihartati, Kasman Setiagama Fadjar, Rosida Erowati Irsyad Penyusun Rosida Erowati Irsyad Pembaca Ahli Bisri Effendy Penyelia Artistik dan Visual Ade Wijaya, Kasman Setiagama Fadjar Desain dan Perwajahan Abdullah Wong, Risma Sugihartati Riset dan Dokumentasi Sulaiman Harahap dan Jurnal Akar, Aditya Rangga, Rendi Penerbit lab teater ciputat Percetakan Suwung

lt Salam

B

uku ini menjadi ujung dan awal dari rangkaian proses pendampingan untuk rekonstruksi budaya di Pulau Panggang, Kep. Seribu, Jakarta. Penerbitan buku ini dimungkinkan atas kontribusi dan bantuan dari perorangan dan berbagai lembaga.

c

Selama penelitian tentang Pulo dari bulan Oktober 2011 sampai Januari 2012, kami mengucapkan terima kasih kepada masyarakat P. Panggang – Pramuka yang bersedia berbagi kenangan dan pengetahuan, terutama para narasumber, yaitu Bpk Husni, Ibu Rumenah, Ibu Qodriyah, Bang Rusli, Ibu Nunung, Ibu Mahariah, Bpk Jafar, Bpk M. Nur, Bang Boma, Bang Alfian, Bpk Amrullah, Halimah, Bang Maman, Bang Samiun, Bpk Nawawi, Habib Zen, Ibu Kartinah, Abdul Wahab, Bpk H. Rameli, Bpk Budin, Bpk Surahman, Ibu Saibah, Bpk Jailin, Bpk Rahmat, Bpk Mahmud, Bpk Dedi F. Puscar, Bpk Ahmad, Ibu Samiyah, Ibu Maisyah, Pak Buang, Pak Magat, Mas Rahmat, Mbok Nahdiyatun dan Bpk Heri. Terima kasih kepada keluarga besar M. Husni dan Bang Boma, yang tak mungkin terlupakan kehangatan dan kebaikannya hingga kini. Penelitian ini juga dimungkinkan atas peranan teman-teman Budiman, ‘Che’ Mufti Ali Sholih, T. Andri Purnomo, Antonius Nomo, pasukan spesial Sanggar Apung: Deden, Yatna, Hafid dan kawan-kawan; pengurus Lab Teater Ciputat (Aries Budiono, Amirulloh, Alam, Julung, Eko Khotib, Sir Ilham Jambak, Aseng Tralala, Kholifah, Kismayeni, Bangkit, Dimas, Anwar), para peserta Presentasi Penelitian Pulo (Festival Teater Jakarta ke-39, GKJ Jakarta, 14 Desember 2011), dan Alamsyah. Secara kelembagaan, penerbitan buku ini dimungkinkan atas peran HIVOS, Lab Teater Ciputat, dan Sanggar Apung. Berbagai upaya dan kerja keras telah dilakukan berkenaan penghargaan atas hak cipta dari rujukan kepustakaan, laman web, gambar foto, dan peta. Penyusun mengakui ketidaksempurnaan dari penerbitan dan memohon maaf atas kesalahan dan kekurangan yang terjadi. Mohon pihak-pihak terkait dan atau yang berkepentingan berkenan menyampaikan catatan untuk dipergunakan sebagai rekaman dan sumber-sumber perbaikan bagi kemungkinan penerbitan edisi selanjutnya dan atau pencetakan ulang berikutnya.

6 Orang Pulo di Pulau Karang

[email protected] | dapat dipergunakan untuk korespondensi

lt S

Pengantar

Sanggar Apung

c

Hamdi M. Husni

ebagai putra Pulo, saya memiliki kegelisahan mendalam atas kehidupan sosial yang semakin sempit dan berdesakan. Betapa tradisi dan kebudayaan yang kian tergerus, membuat saya bertanya tentang keberadaan Orang Pulo. Inilah masyarakat yang hidup di atas bukit purba yang tenggelam, diselimuti daratan pasir karang. Kualitas sumberdaya alam yang kian menurun dan nilai kesopanan yang semakin reduktif, merupakan potret yang menggambarkan masyarakat yang lupa, bahkan tidak tahu asal usul dirinya karena terputusnya informasi (missing link), juga oleh situasi budaya yang mengalami perubahan baik secara perlahan maupun cepat. Di sini, Orang Pulo di Pulau Karang merupakan realitas budaya atau suatu kenyataan dan peristiwa yang menggambarkan masyarakat Kepulauan Seribu saat ini. Kematian obor berlangsung di semua aspek kehidupan, baik pada tataran silsilah kekerabatan, kearifan dalam mengelola lingkungan, tutur bahasa, adab dan kesopanan masyarakat, tingkat kepedulian dan pranata sosial, hubungan antara orang tua dan anak, hingga nilai ketokohan dan figur. Kematian obor ini sangat mungkin menjadi penyebab munculnya konflik budaya dan hilangnya kearifan lokal yang sebenarnya dimiliki masyarakat.

7 Orang Pulo di Pulau Karang

Buku “Orang Pulo di Pulau Karang”, merupakan satu upaya bersama dari tim penulis, untuk merekonstruksi realitas kebudayaan Orang Pulo, dari fenomena kematian obor yang melanda Kepulauan Seribu dewasa ini. Buku ini sekaligus menginventarisir khazanah budaya yang kita miliki, Orang Pulo di pulau karang, yang pernah memiliki sebuah nama tua “Duizend Eiland” dan berpusat di Pulau Panggang. Hasil temuan yang didapatkan melalui tahapan riset, baik dari sumber tradisi lisan maupun pustaka,

lt

selanjutnya diproyeksikan ke dalam sebuah konsep dan naskah seni pertunjukan teater di Kepulauan Seribu. Secara menyeluruh, penulisan buku yang digagas Sanggar Apung bersama Lab. Teater Ciputat merupakan salah satu bagian dari rangkaian kegiatan yang diberi nama “Pulang Babang”. Pulang Babang sendiri adalah istilah yang ada di masyarakat Kepulauan Seribu, baik dari utara hingga selatan, yang mempunyai makna penting bagi masyarakat nelayan di kepulauan ini. Arti istilah tersebut adalah sebuah peristiwa aktivitas nelayan yang pulang setelah beberapa lama pergi melaut dan kembali ke keluarganya. Akhirnya, kehadiran buku ini semoga dapat menjadi salah satu sumber informasi dan inspirasi bagi semua kalangan dalam memaknai kebudayaan di masyarakatnya.

8 Orang Pulo di Pulau Karang

c

B

Lab Teater Ciputat

c

Bambang Prihadi

ermula dari persahabatan saya dengan saudara Hamdi, pendiri Sanggar Apung Pulau Panggang di Kepulauan Seribu sejak tahun 2002. Dari percakapan demi percakapan bergulir ide untuk membuat pertunjukan teater berdasarkan legenda Kepulauan Seribu sebagai kelanjutan dari pelatihan teater yang saya berikan untuk pelajar SMU di pulau Pramuka. Namun realisasi ide itu mengalami pasang surut dan terpendam lama seiring kesibukan saya dan Hamdi. Hingga pada satu kesempatan di tahun 2010, saya coba merumuskan ulang niat kerjasama itu atas nama Lab. Teater Ciputat yang berangkat dari inisiatif Hamdi yang kemudian direspon positif oleh organisasi non-pemerintah Hivos, tokoh masyarakat pulau Panggang, dan Pemkab. Kepulauan Seribu. Rancangan program yang kami beri nama “Pulang Babang: Rekonstruksi Budaya Masyarakat Pulau Panggang-Pramuka” ini terbagi dalam tiga tahap kerja. Pertama, riset potensi budaya masyarakat pulau Panggang dengan target penyusunan buku. Kedua, workshop artistik dan non-artistik dengan target pengembangan industri kreatif masyarakat Pulau Panggang dan revitalisasi karya seni tradisi Pulau Panggang. Ketiga, pagelaran seni pertunjukan hasil kolaborasi seniman Pulau Panggang dan Lab. Teater Ciputat. Target jangka panjangnya adalah pembangunan infrastruktur seni budaya di Pulau Panggang untuk promosi produk karya seni tradisi yang ‘terbarukan’. Kerja ini sebagai upaya Lab. Teater Ciputat membangun satu pemahaman observasi dan riset, yang muaranya adalah penciptaan karya pertunjukan teater yang lebih baik. Riset menjadi cara efektif untuk mengenal sekaligus belajar dengan kelompok masyarakat tertentu secara komprehensif , yang sebelumnya telah dilakukan oleh Lab. Teater Ciputat di Suku Baduy tahun 2007. Kali ini, masyarakat Pulau Panggang menjadi fokus riset yang diharapkan dapat memperkaya ikatan emosional kami selama ini. Selain sebagai ‘pintu masuk’ sebelum kami melakukan proses penciptaan karya seni pertunjukan yang berangkat

9 Orang Pulo di Pulau Karang

lt

Pengantar

lt 10 Orang Pulo di Pulau Karang

dari persoalan pulau Panggang dengan bentuk kemasan seni yang ada di pulau tersebut bersama Sanggar Apung (satusatunya Sanggar Seni Teater di Pulau Panggang-Pramuka) dan seniman pulau Panggang yang masih eksis sampai saat ini. Dalam sejarah panjangnya, teater adalah buah kebudayaan dari suatu masyarakat. Ia hadir sebagai bagian dari bentuk masyarakatnya. Dari semula sebagai upacara ritual keagamaan, ekspresi ibadah masyarakat, respon gejala alam, respon fenomena sosial, refleksi realitas masyarakat hingga menjadi produk industri. Untuk itu, bila ia hadir sebagai karya tentunya tidak bisa lepas dari konteks masyarakatnya. Bukan saja pada tema, gagasan, dan isi pesan dari apa yang dipertunjukkan oleh pelakunya, lebih dari itu, pilihan bentuk bahasa, gaya, pengadeganan, setting tempat, bunyi, pola manajemen hingga metode pelatihan, sudah seyogyanya berpijak pada latar belakang budaya, latar geografis, karakter sosial, usia pemain, karakter penonton, keyakinan ideologis, strata ekonomi, dan tingkat pendidikan masyarakatnya. Teater dan masyarakat pada prinsipnya dua hal yang tidak dapat terpisahkan. Teater sebagai karya telah terumuskan sebagai disiplin ilmu yang mesti dipelajari dengan penuh kesetiaan dari para pelakunya. Dan masyarakat dengan segala dinamika dan keunikannya adalah bahan mentah dalam proses refleksi dan representasi di atas panggung. Sebagaimana penulis merepresentasi suatu masyarakat dalam karya tulisnya, atau pengusaha yang merepresentasi suatu masyarakat untuk meningkatkan daya ekonominya. Masyarakat Kepulauan Seribu yang menghuni kawasan kepulauan karang di utara Teluk Jakarta, berasal dari berbagai latar belakang etnik yang mengalami akulturasi sejak abad

ke-17. Sebaliknya, klaim Kepulauan Seribu sebagai bagian dari Betawi Pesisir, sebatas pengakuan politis pemerintah yang merujuk pada keberadaan wilayah tersebut dalam administrasi Provinsi DKI Jakarta. Proses pembentukan identitas budaya yang mencirikan Kepulauan Seribu lebih dikarenakan oleh terjadinya interaksi budaya antarpulau yang egaliter, melalui bahasa, makanan, dan teknologi, sebagai kebiasaan yang tumbuh secara alami lewat beragam kegiatan kemasyarakatan di antaranya pengajian, perkawinan, dan berbagai aktivitas ekonomi nelayan. Dalam enam tahun terakhir, Kepulauan Seribu sudah semakin ramai dikunjungi wisatawan lokal dan mancanegara. Berbagai paket wisata ramai dipublikasikan oleh agen-agen perjalanan swasta di daratan (Jakarta) yang mempekerjakan masyarakat setempat sebagai pemandu wisata. Pembangunan rumah peristirahatan di tengah kampung semakin merajalela, penjualan pulau kepada pihak swasta makin ramai, penyewaan peralatan menyelam dan wisata laut lainnya laku keras. Hampir setiap hari, terutama di hari libur, kapal-kapal penumpang yang menjadi alat transportasi masyarakat lokal sering membatalkan jadwal rutin mereka. Pemilik kapal lebih memilih untuk menerima sewa dari wisatawan. Kepulauan Seribu memang menjadi pilihan tujuan wisata saat ini, karena objek wisata lautnya semata. Sementara itu, dilihat dari aspek budaya, perkembangan masyarakat Kepulauan Seribu sangat lamban atau nyaris stagnan. Sejumlah faktornya, antara lain ; 1. Hampir tidak ada produk kesenian yang dikembangkan masyarakat setempat. 2. Tidak ada makanan khas atau bentuk kerajinan apa pun yang bernuansa lokal yang dapat membangun citra

c

lt

masyarakat luar pulau. 3. Kegiatan ritual tradisi yang pernah ada seperti pesta laut telah punah dalam beberapa tahun terakhir akibat intervensi agama. 4. Beragam versi cerita atau legenda yang menunjukan asal mula kehadiran mereka di pulau itu hanya tinggal dalam ingatan generasi tua. 5. Tradisi menjaga alam dan lingkungan dari ajaran nenek moyang tidak lagi menjadi kesadaran bersama. 6. Tradisi melaut mulai ditinggalkan masyarakat oleh sebab laut semakin tercemar oleh limbah dari 13 muara sepanjang pantai Teluk Jakarta. 7. Masyarakat terdidik pulau lebih banyak yang memilih meninggalkan kampung halamannya. 8. Minimnya program pembinaan kesenian, khususnya yang diinisiasi oleh pemerintah 9. Penyediaan infrastruktur kegiatan kesenian masih kurang memadai.

11 Orang Pulo di Pulau Karang

c

Situasi yang cukup rawan ini mengandung potensi konflik sosial antarpulau akibat kepentingan politik dan ekonomi semata yang cenderung pragmatis dan materialistis. Sementara, pemerintah tidak cukup serius untuk membina dan menyinergikan potensi budaya masyarakat pulau. Padahal hasilnya dapat berujung padameningkatnya kualitas hidup masyarakat dan konservasi alam yang berkelanjutan. Salah satu solusi yang mesti segera dilakukan berbagai pihak berkepentingan adalah dengan melakukan riset cukup komprehensif terkait asal mula keberadaan masyarakat Kepulauan Seribu lewat cerita dan sastra lisan mereka. Hasil kegiatan ini diharapkan dapat meninjau kembali alasan keberadaan penduduk pulau serta membangun kesadaran mereka hidup sebagai masyarakat kepulauan. Dari sana pula akan teraktualisasi kembali secara berkesinambungan nilai moral dan nilai budaya lokal yang diturunkan oleh para leluhur dan tokoh tradisi. Proses berkesinambungan itu akan terjadi bila wadah ekspresi dan momenmomen kultural, baik yang lampau maupun yang terbarui, dapat tercipta kembali dan menjadi milik bersama. Capaiannya, selain mengokohkan kembali nilai-nilai budaya yang menjadi pegangan hidup masyarakat setempat, identitas budaya masyarakat pulau akan dapat dikenal masyarakat luar. Penguatan identitas budaya ini dapat menghidupkan ekspresi kultural masyarakat, membangun kepercayaan diri, membuka wawasan masyarakat untuk memilih profesi dan karir yang lebih beragam, sekaligus meningkatkan pariwisata. Akhir kata, terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu terselenggaranya tahap pertama program “Pulang Babang “ ini, antara lain; Hivos, Aquino, tim peneliti (Rosida Erawati, Kasman, Risma Sugiharti), Achmad Ludfi (Bupati Pulau Seribu) beserta aparatus pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu, Lurah Pulau Panggang, Camat Kepulauan Seribu Utara, tokoh masyarakat Pulau Panggang dan nara sumber, Dr. Bisri Effendy, Dewi Noviami, Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta, Rujak Center, Enriko dan Aikon, Mahariah, teman-teman Sanggar Apung dan seluruh masyarakat Pulau Panggang-Pramuka.

lt Assalamu’alaikum Wr. Wb.,

K

Sambutan

Bupati Kepulauan Seribu

c

Drs. Achmad Ludi, M.M.

abupaten Administrasi Kepulauan Seribu merupakan bagian dari ibu kota Negara Republik Indonesia yaitu Provinsi DKI Jakarta yang wilayahnya dikenal sebagai lokasi kunjungan wisata. Saya menyambut gembira dan mengucapkan selamat atas diterbitkannya buku berjudul “ORANG PULO DI PULAU KARANG”. Karya perdana yang dihasilkan dari buah pemikiran penduduk asli Pulau Seribu yang melihat dan merasakan keadaan yang sebenarnya di Kepulauan Seribu. Buku yang memuat berbagai informasi tentang legenda, sejarah, budaya, bahasa dan dialek, kuliner, serta tradisi kehidupan penduduk pulau ini membuat pembaca akan lebih dekat dengan kebiasaan yang dilakukan oleh orang Pulo. Buku ini juga memuat informasi tentang ekonomi nelayan dan potensi sumber daya laut serta pelestarian lingkungan oleh masyarakat. Mudah-mudahan dengan adanya karya perdana atas inisiatif penduduk asli pulau ini dapat memberikan inspirasi dan motivasi kepada generasi muda lainnya untuk menulis tentang segala aspek yang terdapat di Kepulauan Seribu serta catatan budaya ini diharapkan menjadi bagian objek wisata menarik di Kepulauan Seribu.

12 Orang Pulo di Pulau Karang

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta,

Februari 2012

lt Daftar Isi

Goba | 18

Orang Pulo | 22 Penghuni Pulau Karang | 22 Transportasi | 24 Kelurahan Pulau Panggang | 24 Populasi | 26 Pendidikan | 26 Pencaharian | 28 Kekerabatan | 30 Kepercayaan dan Keyakinan | 31 Bahasa | 32

Pulo Masa Kota Batavia | 51 Pulo Masa Residensi Batavia | 53 Pulo Masa Kotapraja Batavia | 59 Pulo Masa Jakaruta | 64 Pulo Masa Kota Jakarta | 64 Pulo Masa Kotapraja Jakarta Raya | 65 Pulo Masa DKI Jakarta | 66

c

Tradisi Pulo | 70 Tempat di Pulo | 71 Bahasa di Pulo | 86 Makanan di Pulo | 90 Silat di Pulo | 104 Lenong di Pulo | 110

Tubir Pulo | 114 Apa yang dimiliki Orang Pulo? | 116 Apa yang disediakan Pulo untuk Orang Pulo ? | 118 Adakah Warisan Pulo untuk Orang Pulo ? | 126

Mitos Pulo | 34 Kisah dari Penutur | 35 Ragam Cerita Legenda | 38 Darah Putih | 41 Zaman Bajak Laut | 43

Tabeh | 128

Ihwal Pulo | 44 Pulo Sebelum Kalapa | 45 Pulo Masa Kalapa | 47 Pulo Masa Jakerta | 49

Catatan tentang Orang Pulo di Pulau Karang, Bisri Effendy, antropolog | 136

Penutur Pulo | 130 Bacaan Pulo | 132

13 Orang Pulo di Pulau Karang

Salam | 6 Pengantar, Hamdi M. Husni, Sanggar Apung Pulo Panggang | 7 Pengantar, Bambang Prihadi, lab teater ciputat | 9 Pengantar, Bupati Kepulauan Seribu | 12 Daftar Isi | 13 Daftar Istilah | 14

lt Daftar Istilah

14 Orang Pulo di Pulau Karang

Adm. Angin, Barat Timur Penengah BB BT Babang Bajak laut Bale-bale Bara’ Bang BKI Bek ca. com. pers. Darat, Orang DKI E. et al. Goba Grubug Gusung Hikmah ie. ia. Improvisasi Indonesia Nusantara Hindia Belanda Hindia Tim...


Similar Free PDFs