PAJAK PENGHASILAN TERHADAP BADAN PDF

Title PAJAK PENGHASILAN TERHADAP BADAN
Author Dio Permana
Pages 33
File Size 1.4 MB
File Type PDF
Total Downloads 49
Total Views 370

Summary

PAJAK PENGHASILAN TERHADAP BADAN Diajukan untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Hukum Pajak Dosen : Tunggul Anshari SN., SH., MH. Oleh : Dio Permana Putra, SH. – 156010202111011 Maria Olympia Barcelona Djoka, SH. – 156010202111018 Anisa Setyo Hardian, SH. – 156010202111 KEMENTERIAN ...


Description

Accelerat ing t he world's research.

PAJAK PENGHASILAN TERHADAP BADAN Dio Permana

Related papers Perpajakan Anik.pdf anik yuest i PPH badan 2016 adi shiit PAJAK PENGHASILAN -PPH Onadiyaa Onadiyaa

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

PAJAK PENGHASILAN TERHADAP BADAN Diajukan untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Hukum Pajak Dosen : Tunggul Anshari SN., SH., MH.

Oleh : Dio Permana Putra, SH. – 156010202111011 Maria Olympia Barcelona Djoka, SH. – 156010202111018 Anisa Setyo Hardian, SH. – 156010202111

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM MALANG 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memahami mengapa seseorang harus membayar pajak untuk membiayai pembangunan yang terus dilaksanakan, maka perlu dipahami terlebih dahulu tentang pengertian pajak itu sendiri. Seperti diketahui bahwa dalam menyelenggarakan pemerintahan, negara mempunyai kewajiban untuk menjaga kepentingan rakyatnya, baik dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi

“melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kkeadilan sosial”.1 Dari uraian tersebut, tampak bahwa negara memerlukan dana untuk kepentingan rakyat. Dana yang akan dikeluarkan ini tentunya didapat dari rakyat itu sendiri melalui pemungutan yang disebut dengan pajak. Menurut Santoso Brotodihardjo, S.H., dalam bukunya, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, mengatakan beberapa pendapat para pakar mengenai pengertian dari pajak itu sendir, yaitu:2 1. Mr. Dr. N. J. Feldmann “Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh terutang kepada pengusaha, (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.” 2. Prof. Dr. M.J.H. Smeets

1 2

1

Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak, 2010, Jakarta, Salemba empat, Hal.5. Ibid, Hal. 6.

“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra-prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.” Smeets mengakui bahwa definisinya hanya menonjolkan fungsi budgeter, baru kemudian ia menambahkan fungsi mengatur pada definisinya. 3. Dr.Soeparman Soemahamidjaja “Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.” Ia mencantumkan istilah Iuran Wajib dengan harapan terpenuhinya ciri bahwa pajak dipungut dengan bantuan dari kerja sama dengan WP, sehingga perlu pula dihindari penggunaan istilah “paksaan”. Selanjutnya, ia berpendapat bahwa terlalu berlebihan bila khusus mengenai pajak ditekankan pentingnya unsur paksaan seakan-akan tidak ada kesadaran masyarakat untuk melakukan kewajibannya. 4. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa-timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Rochmat Soemitro menjelaskan bahwa unsur “dapat dipaksakan” artinya bahwa bila utang pajak tidak dibayar, maka utang pajak tersebut dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan seperti dengan mengeluarkan surat paksa dan melakukan penyitaan, bahkan bisa dengan melakukan penyanderaan. Sementara itu, terhadap pembayaran pajak tersebut tidak dapat ditunjukkan jasa-timbal-balik tertentu, seperti halnya dengan retribusi.

2

Berdasarkan pengertian pajak tersebut, ada lima hal yang sangat melekat dengan pajak, yaitu : a. Pembayaran pajak harus berdasarkan UU; b. Sifatnya dapat dipaksakan; c. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak; d. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta; dan e. Pajak digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah (rutin daan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum. Pemungutan pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada negara yang hasilnya juga akan dikembalikan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, pemungutan pajak harus mendapat persetujuan dari rakyat itu sendiri mengenai jenis dan besarannya pejak yang dipungut. Sesungguhnya pajak memiliki banyak jenis dan fungsinya masingmasing. Fungsi pajak sesungguhnya itu ada dua, yaitu : 1. Fungsi Budgeter Fungsi Budgeter

adalah yang terletak di sektor publik, yaitu fungsi untuk

mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan UU berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dan bila ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah. 2. Fungsi Regulerend 3. Fungsi Regulerend adalah suatu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. Fungsi iniumumnya dapat dilihat dari bidang swasta.

3

Dalam pajak ada beberapa pembagian, pajak dibagi dua yaitu pajak daerah dan pajak pusat. Subjek pajak pun juga dapat dibedakan, yaitu : 1. Orang Pribadi; 2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; 3. Badan; 4. Bentuk Usaha Tetap. Dalam makalah ini akan lebih dikhususkan pada pajak pusat yaitu Pajak Penghasilan Badan. B. Rumusan Masalah Dalam makalah ini, kami mengangkat permasalahan tentang bagaimana pajak penghasilan yang dibebankan kepada suatu Badan? C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian yang kami angkat adalah menjelaskan tentang pajak penghasilan yang dibebankan kepada suatu Badan.

4

BAB II PEMBAHASAN D. Pembahasan Uraian mengenai definisi badan dapat ditemui pada memori penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf b UU PPh di mana disebutkan bahwa badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). BUMN dan BUMD merupakan subjek pajak tanpa memperjatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintahan, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak. Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan yang sama. Pengertian Kontrak Investasi Kolektif dapat ditemui dalam Pasal 18 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, di dalamnya disebutkan bahwa reksa dana dapat berbentuk : 1. Perseroan; atau 2. Kontrak Investasi Kolektif (KIK). Kontrak Investasi Kolektif

(KIK) merupakan suatu perjanjian antara manager

investasi dan Bank kustodian yang mengikat para pemegang unit penyertaan dimana manager investasi diberi wewenang untuk melaksanakan menitipan kolektif. Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak berdomisili di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12

5

bulan, dan badan yang tidak didirikan serta tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan suatu kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa : 3 a. Tempat kedudukan managemen; b. Cabang perusahaan; c. Kantor perwakilan; d. Gedung kantor; e. Pabrik; f. Bengkel; g. Gudang; h. Ruang promosi dan penjualan; i. Pertambangan dan Penggalian sumber alam; j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; k. Perikanan, Peternakan, Pertanian, Perkebunan, atau Kehutanan; l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; m. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih daro 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan; n. Orang atau Badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia; p. Komputer, Agen elektronik, atau Peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik guna menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

3

Purnomo Murtopo, Sjafardamsah dan Tugiman Binsarjono, Perpajakan Pendekatan Sertifikasi A-B-C Pemahaman Terapan dalam Kerangka Hukum Pajak yang Komprehensif dapat membantu menjadi "Smarter Taxpayer", 2011, Jakarta, Mitra Wacana Media, Hal.24.

6

Ketentuan mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan BUT dapat ditemui dalam memori penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU PPH, disebutkan bahwa wajib pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak badan dalam negeri sebagaimana diatur dalam UU PPH dan UU KUP. Jenis subjek pajak badan yaitu adalah terdapat dalam memori penjelasan Pasal 2 ayat (2) dimana pajak badan dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : 1. Subjek Pajak Badan Dalam Negeri; 2. Subjek Pajak Badan Luar Negeri. Dalam memori penjelasan Pasal 2A ayat (3) disebutkan bahwa kewajiban pajak sebuah atau seorang subjek pajak badan luar negeri yang menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia melalui bentuk usaha tetap, kewajiban pajaknya dimulai pada saat bentuk usaha tersebut berada di Indonesia dan berakhir pada saat bentuk usaha tetap tersebut tidak berada lagi di Indonesia. Dalam ayat (4) dikatakan bahwa subjek pajak badan luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan suatu kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia adalah subjek pajak luar negeri sepanjang badan tersebut memiliki hubungan ekonomis dengan Indonesia. Wajib Pajak Badan adalah orang pribadi atau badan yang telah memnuhi kewajiban pajak subjektif dan objektif dimana syarat subjektif yang dimaksud dalam hal badan adalah sejak didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Sedangkan syarat objektif untuk wajib pajak badan, yaitu diterima atau diperolehnya penghasilan di Indonesia atau penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di

7

Indonesia. Jika kedua syarat tersebut terpenuhi maka wajib mendaftarkan diri untuk kantor dirjen pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak sekaligus mendapat NPWP. Perbedaan yang penting antara wajib pajak badan dalam negeri dan luar negeri yaitu terletak pada pemenuhan kewajiban pajaknya, yaitu : 4 a. Wajib pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh di Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan wajib pajak luar negeri hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia; b. Wajib pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan netto atau penghasilan kena pajak dengan tarif umum, sedangkan wajib pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan; c. Wajib pajak dalam negeri wajib menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan sebagai sarana untuk menghitung, memperhitungkan dan melaporkan pajak yang terhutang dalam satu tahun pajak, sedangkan wajib pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final. Tempat kedudukan badan berdasarkan Pasal 2 ayat (6) UU PPH, disebutkan bahwa tempat kedudukan dan badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya. Dalam memori penjelasannya disebutkan bahwa penentuan tempat tinggal atau tempat kedudukan badan penting untuk menetapkan kantor pelayanan pajak mana yang mempunyai yurisdiksi pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh badan tersebut. Dalam hal tempat kedudukan badan berdaa dalam 2 atau lebih wilayah kantor pelayanan pajak, tetapi dalam satu wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, penentuan tempat kedudukan dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat

4

8

Ibid. hal. 26

Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat Wajib Pajak berkedudukan atas nama Direktur Jenderal Pajak. Wajib pajak yang tidak memiliki kewajiban PPH Badan, yaitu :5 a. Kerjasama operasi (KSO) atau Joint Operation (JO); KSO merupakan kerjasama dua badan atau lebih yang sifatnya sementara hanya untuk melaksanakan suatu proyek tertentu sampai proyek tersebut selesai dikerjakan, dengan demikian KSO bukan merupakan Subjek Pajak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 huruf b UU PPH, dan oleh karenanya pengenaan PPH atas penghasilan dari proyek tersebut dikenakan pada masing-masing badan anggota KSO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterimanya. b. Kantor perwakilan dagang asing atau Representative Office (RO). Kantor Perwakilan Dagang Asing atau Representative Office (RO) dalam surat Direktur Jenderal Pajak nomor S-545/PJ.312/2003 perihal Pajak Penghasilan Badan Perwakilan Dagang Asing disebutkan bahwa kantor Perwakilan Dagang Asing di Indonesia sepanjang kegiatannya hanya terbatas pada kegiatan pengawasan dari produk yang akan dibeli oleh kantor pusatnya dariprodusen di Indonesia dan kegiatan lain yang bersifat menunjang, tidak menimbulkan BUT di Indonesia. Oleh karena itu dana operasional yang diberikan oleh kantor pusat bukanlah merupakan objek pajak. Meskipun tidak terutang Pajak Penghasilan Badan, sebagai pemberi kerja maka kantor perwakilan dagang di Indonesia wajib mendaftarkan diri dan melaporkan kegiatan usahanya serta melaksanakan kewajiban pemotongan/pemungutan PPh atas penghasilan para pekerjanya yang merupakan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Pengecualian terhadap subjek pajak badan diberlakukan atas:6

5

9

Ibid. hal. 28

1. Kantor perwakilan negara asing karena dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a UU PPh beserta penjelasannya diketahui bahwa kantor perwakilan negara asing, pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat lainnya, dikecualikan sebagai subjek pajak di tempat mereka mewakili negaranya. 2. Organisasi internasional karena dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c UU PPh disebutkan bahwa organisasi-organisasi internasional tidak termasuk sebagai subjek pajak dengan syarat: a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; Organisasi-organisasi internasional yang berbentuk kerja sama teknik dan atau kebudayaan tidak termasuk Subjek Pajak Penghasilan apabila memenuhi syarat sebagai berikut: a. Kerja sama teknik tersebut memberi manfaat pada Negara/Pemerintah Indonesia; b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Dalam hal organisasi-organisasi internasional sebagaimana ditetapkan tidak termasuk Subjek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan tersebut tidak lagi memenuhi syarat-syarat, penetapan tersebut dicabut oleh Menteri Keuangan. 3. Unit tertentu dari badan pemerintah Dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b UU PPh diketahu bahwa dikecualikan dari subjek pajak badan adalah unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

6

Ibid. hal.29

10

a. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; c. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan d. Pembukuannya diperiksa oleh aparan pengawasan fungsional negara. Dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh diketahui bahwa hubungan istimewa diantara Wajib Pajak Badan dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan: 1. Kepemilikan atau penyertaan modal; 2. Adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi; 3. Adanya hubungan keluarga. Apabila terdapat hubungan stimewa diantara Wajib Pajak maka akan menimbulkan dampak terhadap aspek perpajakan masing-masing pihak yang memiliki hubungan istimewa tersebut. Dampak terhadap hubungan istimewa ini diatur dalam Pasal 18 ayat (3), yaitu sebagai berikut: 1. Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang indepenen, metode harga penjualan kembali, metode biayaplus, atau metode lainnya. 2. Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga

11

transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaan nya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir. 3. Wajib Pajak yang melakukan pembelian saham atau aset perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian (special purpose company), dapat ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai hubungan istimewa dengan pihak lain atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran penetapan harga. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah penghindaran pajak oleh Wajib Pajak yang melakukan pembelian saham/penyertaan pada suatu perusahaan Wajib Pajak dalam negeri melalui perusahaan luar negeri yang didirikan khusus untuk tujuan tersebut. 4. Besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dari pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia dapat ditentukan kembali. 5. Hubungan BUT dengan Kantor Pusatnya adalah hubungan istimewa karena suatu BUT 100% dimiliki oleh Kantor Pusatnya. Oleh karena itu dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) disebutkan bahwa dalam penentuan laba, suatu BUT dianggap sebagai perusahaan lain yang terpisah dari Kantor Pusatnya dan melakukan transaksi yang sepenuhnya bebas dan berdiri sendiri. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPh yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Dijelaskan pula bahwa penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah

12

kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Sehingga penghasilan diperlakukan dalam tiga kelompok, yaitu: a. Penghasilan yang merupakan objek pajak bukan final Secara umum penghasilan yang merupakan objek pajak bukan final seperti yang terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh, yaitu:7 1) Hadiah dari selain undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan; 2) Laba usaha; 3) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta; 4) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; 5) Bunga termasuk premium, dikonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; 6) Dividen dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; 7) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak; 8) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 9) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; 10...


Similar Free PDFs