Pancasila Dalam Perspektif Islam PDF

Title Pancasila Dalam Perspektif Islam
Author Suri Yadi
Pages 14
File Size 1.5 MB
File Type PDF
Total Downloads 4
Total Views 340

Summary

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk merdeka dari penjajah tidak mudah harus melalui perjuangan dan pengorbanan tumpah darah seluruh bangsa Indonesia yang pada akhirnya kemerdekaan itu dapat diraih bersama. Tentunya untuk memperkuat status kemerdekaan perlu a...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Pancasila Dalam Perspektif Islam suri yadi

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

pancasila dan perspekt if alquran rosyid muafa

PANCASILA DALAM PERSPEKT IF AGAMA ISLAM revisi Nilam Cahya Washila (30518087) Nilam Cahya Washila PERSEPSI MAHASISWA MUSLIM FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS (FPEB) UPI T ERHADAP … Rida Aeni

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk merdeka dari penjajah tidak mudah harus melalui perjuangan dan pengorbanan tumpah darah seluruh bangsa Indonesia yang pada akhirnya kemerdekaan itu dapat diraih bersama. Tentunya untuk memperkuat status kemerdekaan perlu adanya konstitusi yang mengatur mobilitas berjalanya sistem kenegaraan yang baik tapi untu mewujudkan konstitusi atau menentukan arah ideologi bangsa Indonesia banyak terjadi perdebatan para tokoh-tokoh bapak bangsa dalam perumusan dasar Negara Indonesia. Pada tanggal 7 september 1944 pemerintah jepang mengumumkan janji untuk memberi kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Janji tersebut diulangi pada tanggal 1 maret 1945. Peryataan pemerintah yang dikeluarkan pada tanggal 1 maret 1945 diikuti dengan pembentukan panitia yang bertugas mempersiapkan kemerdekaan (tepatnya merancang UUD). Panitia tersebut dikenal sebagai BPUPKI (dokuritzu zunbi tjoosakai) yang beranggotakan 62 orang diketuai oleh radjiman wediodiningrat. Menurut boland, panaitia ini disebut “comitte of 62” Tugas pokok badan ini menyusun rancangan UUD, tetapi kemudian badan ini menghabiskan sebagaian besar waktu sidang pertamanya untuk memperdebatkan dasar Negara.[1] Pelaksanaan konstitusi yang berlaku disuatu Negara paling tidak mempunyai beberapa kemungkinan. Pertama, konstitusi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang termuat didalamnya. Kedua, terdapat beberapa ketentuan konstitusi yang tidak dilaksanakan lagi meskipun seccara resmi masih berlaku. Ketiga, konstitusi dilaksanakan tidak berdasarkan ketentuan yang termuat didalamnya melainkan demi kepentingan sesuatu golongan atau tertentu.[2] Dalam perumusan pancasila itu masalah yang paling krusial adalah rumusan dasar Negara yang tidak memisahkan agama dengan Negara yang menjadi perdebatan sejak masa pergerakan nasional, terutama antara A Hasan dan Muhammad natsir, disatu sisi dengan Soekarno di sisi yang lain. Pada tahun 1932 natsir telah menuliskan artikel mengenai konsep kebangsaan yang tepat bagi Indonesia berbeda dengan konsep nasionalisme etnis, natsir mengajukan pandangannya mengenai konsep islam, argument natsir ada dua, islam adalah agama pemersatu karena berisikan ajaran-ajaran moral universal yang bisa diterima oleh semua golongan masyarakat, seperti keadilan dan persatuan dalam tulisan sebelumnya natsir mensinyalir terjadinya perpecahan dikalangan partai-partai kebangsaan, sementara itu, islam mengajarkan persatuan dengan memegang tali Allah yaitu agama. Karena itu, ketika soekarno mengutip pendapat ali Abdul raziq bahwa tidak ada ijma, ulama yang menetapkan kewajiban membentuk Negara islam. Tapi natsir juga mengatakan bahwa tidak ada ijma ulama untuk tidak mendirikan suatu Negara untuk menegakkan syariat islam.[3] Aliran yang menolak pemerintahan islam. Ada dua argumentasi yang melandasi penolakannya, yaitu: pertama, nabi memang membentuk tertib politik dimadinah, tetapi itu bukan merupakan hubungan instrinsik antara islam dan politik melainkan merupakan peristiwa historis semata. Situasi sosial polotik pada saat itu menghendaki terbentuknya tertib politik namun itu bukan tugas agama yang menjadi bagian dari wahyu ilahi. Mehdi hairi yazdi menjelaskan bahwa otoritas politik yang dimilki nabi saat itu merupakan desakan rakyat yang kemudian mendapat legitimasi dari Tuhan. Kedua, seperti yang disampaikan Ali‟Abd alRaziq, Nabi Muhammad tidak bermaksud mendirikan Negara dan sistem sosial politik tertentu. Menurut raziq, nabi hanyalah seorang sebagai rasul (QS.al-Isra‟:95,al-Naml: 92)[4] Dengan demikian letak pertikaiannya adalah tuntutan golongan kebangsaan islam atas kalimat “ dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya” yang tidak disetujui oleh golongan Kristen dan golongan kebangsaan. Namun soekarno agar hukumhukum dan ajaran moral agama itu bisa diperjuangkan secara demokratis melalui wakil-wakil umat islam dalam partai politik diparlemen. Karena itu soekarno tidak menolak partisipasi

agama di ruang publik politik, tapi yang lebih ensesial adalah, biarlah agama bukan merupakan urusan Negara, melainkan pelaksanaannya diserahkan kepada individu dan masyarakat sendiri secara leluasa. Sebab, jika dimasukan keruang publik, agama bisa menjadi alat legitimasi kepentingan mencapai dan mempertahankan kekuasaan. Sungguhpun begitu, dalam pidatonya di Karachi yang terkenal berjudul “sumbangan islam dalam perdamaian dunia” menjelaskan bahwa pancasila itu tidak bertentangan dengan islam sehingga pancasila dapat disebut sebagai ideologi islam dalam versi Indonesia. Meskipun demikian dalam sidang kontituante 1958, natsir dengan golongannya kembali memperjuangkan islam sebagai dasar Negara. Argumen natsir adalah bahwa islam merupakan ajaran ideal dan uniiversal dan arena itu layak jika Negara Indonesia mendasarkan diri pada ajaran islam yang komprehensif sebagai sumbangan islam terhadap kebangsaan dan kemanusiaan. Natsir yang memang piawai dalam menjelaskan ajaran islam mengatakan bahwa islam dapat dijadikan dasar Negara dengan Al-qur‟an sebagai konstitusi, sebagai mana dikatakan juga oleh abu a‟laal maududi, pemikir muslim besar dari india-pakistan. Namun keterangan itu diletakkan pada konteks masyarakat monolitik homogeny yang imajiner. Dalam persepsinya Indonesia seolah-olah masyarakat seperti itu. Padahal Indonesia adalah masyarakat yang prural. Jika perbedaan cara pandang yang dualistis itu terus berlanjut bangsa Indonesia tak akan bisa mencapai persatuan. Dengan perkataan lain, pancasila akan gagal menjadi alat pemersatu. Dalam situasi seperti itu tidak ada yang menang. Seperti dalam kisah mahabrata yang disimbolkan dalam alphabet jawa “honocoroko” yang berakhir pada “monggo bothongo” atau semua hancur. [5] B. Rumusan masalah. 1. Bagaimana perspektif islam terhadap pancasila sebagai dasar Negara. 2. Apakah Pancasila sebagai dasar negara dari lima sila yang terkandung didalamnya mengandung nilai-nilai keislaman.

BAB II PEMBAHSAN A. Historis perumusan dasar Negara Indonesia Kata pancasila terdiri dari dua kata basa sanskerta: panca berarti lima dan uila prinsip atau asas. Panncasila sebagai dasar Negara republik Indonesia[6] dalam upaya perumusan pancasila sebagai dasar Negara yang resmi, terdapat usulan-usulan peribadi yang dikemukakan dalam BPUPKI, tanpa kata Indonesia karena dibentuk negara jepang.[7] Setidaknya dimulai pada tahun 1920 an dalam bentuk rintisan-rintisan gagasan untuk mencari sintesis antar ideologi dan gerakan, seiring dengan proses “penemuan” Indonesia sebagai kode kebangsaan bersama (civic nationalism). Fase “perumusan dimulai pada masa sidang pertama BPUPK dengan pidato soekarno (1juni) sebagai crème de la crème-nya yang memunculkan istilah pancasila yang digodok melalui pertemuan chuo sangi in dengan membentuk “panitia Sembilan” yang menyempurnakan rumusan pancasila dari pidato soekarno dalam versi piagam Jakarta (yang mengandung tujuh kata) fase “pengesahan” dimulai sejak 18 agustus 1945 yang mengikat secara konstitusional dalam kehidupan bernegara. Setiap fase konseptualisasi pacasila itu melibatkan partisipasi berbagai unsur dan golongan. Oleh karena itu, pancasila benar-benar merupakan karya bersama milik bangsa. Meski demikian tidak bisa dimpungkiri, bahwa dalam karya bersama itu ada individu-

individu yang memainkan peranan penting dalam hal ini, individu yang paling menonjol adalah soekarno. Sejak “fase pembuahan” soekarno mulai merintis pemikiran kearah dasar falsafah pancasila dalam gagasannya untuk mensisntesiskan antara “nasionalisme-islamisme dan marxisme” dan konseptualisasinya tentang “socionationalisme”, “socio-democratie” sebagai asa marhaenisme. Pada fase perumusan dialah orang yang pertama yang mengkoseptualisasikan dasar Negara dalam konteks “dasar falsafah” (philosofische grondslag) atau “pandangan dunia” (weltanschauung) secara sistematik dan koheren, dan dia pula yang menyebut lima perinsip dari dasar Negara itu dengan istilah pancasila; dalam proses penyempurnaan perumusan pancasila, dia pula yang memimpin “panitia Sembilan” yangmelahirkan piagam Jakarta dalam proses penerjemahan pancasila itu kedalam UUD dia pula yang memimpin panitia perancang hukum dasar. Akhirnya dalam fase pengesahan pancasila, dia pula yang memimpin PPKI.[8] Dalam lintasan panjang konseptualisasi pancasila itu dapat dikatakan 1 juni adalah hari kelahiran pancasila. Pada hari itulah lima perinsip dasar Negara dikemukakan dengan diberi nama pancasila dan sejak itu jumlahnya tidak pernah berubah[9] meski demikian, untuk diterima sebagai dasar Negara pancasila itu perlu persetujuan kolektif melalui perumusan piagam Jakarta (22 juni), dan akhirnya mengalami perumusan final melaui proses pengesahan konstitusional pada 18 agustus. Oleh karena itu, rumusan pancasila sebagai dasar Negara yang secara konstitusional mengikat kehidupan kebangsaan dan kenegaraan bukanlah rumusan pancasila versi 1 juni atau 22 juni, melainkan versi 18 agustus 1945. Sejak disahkan secara konstitusional pada tanggal 18 agustus 1945, pancasila dapat dikatakan sebagai dasar (falsafah) Negara, pandangan hidup, ideologi nasional, dan ligatur pemersatu dalam peri kehidupan dan kebangsaan dan kenegaraan Indonesia. Singkat kata pancasila adalah dasar statis yang mempersatukan sekaligus bintang penuntun ( leitstar) yang dinamis, yang mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya. Dalam posisinya seperti itu, pancasila merupakan sumber jati diri, keperibadian sumber moralitas, dan haluan keselamatan bangsa[10]. Dari berbagai macam kedudukan dan dewi fungsi pancasila sebagai titik sentral pembahasan adalah kedudukan dan fungsi pancasila sebagai dasar Negara republik Indonesia, hal ini sesuai dengan kausa finalis pancasila yang dirumuskan oleh pembentuk Negara pada hakikatnya adalah sebagai dasar Negara republik Indonesia, adalah digali dari unsur-unsur yang berupa nilai-niai yang terdapat pada bangsa Indonesia sendiri yang berupa pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu dari berbagai macam kedudukan dan fungsi pancasila sebenanya dapat dikembalikan pada dua macam kedudukan dan fungsi pancasila yang pokok yaitu sebagai dasar Negara republik Indonesia dan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Namun yang terpenting bagi kajian ilmiah adalah bagaimana hubungan secara kausalitas diantara kedudukan dan fungsi pancasila yang bermacam-macam tersebut[11] B. Perspektif islam terhadap Nilai lima sila yang terkandunng dalam pancasila 1. Pada sila pertama yang berbunyi (ketuhanan yang maha esa). Bagaimana islam memaknai kalimat pada sila pertama tersebut. Secara hermeneutis peroses perumusan pancasila terutama sila ketuhanan yang maha esa ini penting untuk ditemukan esensinya, karena pada hakikat sila pertama inilah the founding fathers Negara Indonesia meletakan basis filosofis Negara yang khas dan tidak pada filsafat Negara yang lain di dunia. Sebagaimana dikemukan oleh kahin dan dahm (kahin,1970:123), (dahm, 1987:424), bahwa perumusan pancasila yang dikemukakan oleh soekarno merupakan konsepsi yang khas yang tidak ada pada pemikiran filsafat negara yang lain di dunia. Pemikiran soekarno itu merupakan suatu sintesis dari demokrasi barat, islamisme dan marxisme. Namun demikian sebenarnya banyak pandangan dan masukan dalam proses perumusan sila ketuhana yang mahasa esa, terutama dalam hubungan dengan hubungan Negara dengan agama dalam Negara Indonesia yang akan didirikan.[12]

Jika manusia mengakui kekuasaan yang tertinggi[13] konsep ketuhanan yang maha esa tidak lain adalah apa yang disebut dengan “Tauhid” demikian antara lain berbunnyi keputusan muktamar nahdatul ulama ke-26 di stubondo pada tahun 1984. Tafsir ini tidak dimaksud untuk menafikan hak hidup agama-agama lain yang diatur di Indonesia. Karena “tauhid” itulah keyakinan yang terdalam dan yang paling awal (perimodial) dari semua agama-agama yang ada di dunia. Al-Qur‟an menyatakan sebagai berikut: dan tidak pernah mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku".( QS al-anbiya‟ [21]: 25). Akidah keesan tuhan (tauhid) tersebut tidak tergoyahkan meskipun kita tahu masing-masing umat punya cara keberagaman yang berbeda: Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), (QS al-hajj [22]: 34) Keimanan kepada tuhan yang mahasa esa Allah Swt, meski dengan idiom yang berbeda tetapi menjadi inti keimanan setiap umat meskipun dengan tata cara dan tempat ibadah yang berbeda-beda: .. dan Sekiranya tidak ada pembelaan Allah atas keganasan sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah.. (QS al-Hajj [22]: 40). Semua agama, pada dasarnya dan pada mulanya, mendoktrinkan keimanan kepada Allah, tuhan yang maha esa (tauhid). Perbedaannya, jika harus disebut demikian, adalah dalam penyebutannya dan kelugasan konseptualisasinya. Yang pasti semua agama meyakinin bahwa segala sesuatu berawal dari yang esa yang satu yang maha baik, yang maha segalanya. Islam mengidentifikasi nama-nama agung itu dengan sebutan al-asma‟al-husna (nama-nama nan indah): Bagi tuhan nama-nama nan indah, maka panggilah dia dengan nama-nama nan indah itu (QS al-A‟raf [7]: 180) Katakanlah (Muhammad): panggilah dia tuhan (Allah) atau panggilah dia yang maha pengasih (ar-rahman); sebutan apa saja yang kalian pakai untuk memanggil-nya silahkan; bagi-Nya tersedia nama-nama nan indah ( QS al-isra‟ [17]: 110).[14] Kejahatan atas integritas ruhani dan jasmani manusia merupakan kejahatan serius. Demi menjaga integritas ruhaninya, islam secara tegas menggaris-bawahi perinsip kebebasan keyakinan atau keimanan untuk manusia: Tidak ada paksaan dalam agama; karena sudah jelas kiranya mana yang lurus dan mana yang bengkok (QS al-Baqarah [2]: 256) Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya (QS yunus [10]: 99)[15] Ada pertanyaan sederhana tapi cukup sensitif: apakah dengan sila ketuhanan yang maha esa Negara republik Indonesia mengharamkan rakyatnya menganut paham faham

atheis, paham yang meyangkal adanya tuhan sekaligus menolak beragama ? mengacu pada penegasan al-Qur‟an sendiri pada dasarnya semua anak manusia sebagai anak cucu adam adalah makhluk yang bertuhan: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami….) (QS alA‟raf [7]: 172). Dengan ayat ini jelas bahwa, dimata tuhan, tidak ada seorang manusia yang terlahir di dunia sebagai manusia yang atheis (kafir) yang tak ber-tuhan. Bahkan iblispun bukan makhluk kafir yang meyangkal adanya tuhan. Bagaimana iblis meyangkal adanya tuhan, sementar Dia sendiri sempat berdialok langsung degan-nya? Iblis disebut kafir bukan karena meyangkal adanya tuhan, atau karena keyakinann atheistiknya, melainkan karena menolak perintah tuhan, persisnya perintah sujud kepada adam. Dengan demikian, berdasarkan ayat alQu‟an diatas, semua anak manusia pada dasarnya ber-tuhan yang maha esa. Bahwa dalam perjalanan hidup seseorang manusia kemudian bergeser pada peyangkalan adanya tuhan, bukanlah keyakinan awal atau primodialnya. Boleh jadi seseorang di tengah hidupnya tergoda pada keyakinan athestik karena kecewa dengan orang-orang yang mengklaim bertuhan tetapi ucapan dan perilaku (akhlak) nya tidak mencermikan akhlak orng yang beriman kepada tuhan, jadi ditengah-tengah kita muncul orang-orang atheis justru phenomena itu merupakan peringatan keras (alarm) disana tengah terjadi kemunafikan yang bertumbuh pesat pada kehidupan orang-orang yang mengaku ber-Tuhan dan beragama tapi hanya di mulutnya, tampilannya atau pakaiannya, tapi tidak pada perilakunya. Negara kita bukan hanya menegaskan prinsip theistik, keimanan kepada tuhan yang maha esa, pada saat yang sama juga menegaskan sila-sila atau perinsip-perinsip kehidupan nang luhur sebagai konsekuensi dari keimanan kepada-nya.[16] 2. Sila kedua, (kemanusiaan yang adil dan beradab), Dari kata-kata „manusia’ kemanusiaan adalah sesuatu yang terkait dengan hakikat manusia, apa dan siapanya. Yang hendak ditegaskan dengan perinsip kemanusiaan ini ( sila kedua pancasila) adalah bahwa hakikat dan martabatnya manusialah yang harus dijadikan acuan moral dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan-kebijakan berbangsa dan bernegara indonesia. Tentang hal ini, Dr.wahbah Zuhaili menulis: Kemuliaan manusia adalah hak kodrati setiap insan yang di lindungi oleh islam sebagai landasan etika dan tata pergaulan, tak seorangpun boleh dilecehkan hak-haknya, ditumpahkan darahnya atau direndahkan martabatnya secara begitu saja; tidak peduli apakah dia orang yang dianggap baik atau buruk, beragama islam atau bukan (wahbah zuhaili, al-fiqh al-islami wa Adillatuh, jilid VI, hal. 70). Pertayaan yang perlu dijawab: apa dan siapakah manusia itu? Pertama, al-Quran menegaskan bahwa pada dasarnya manusia dititahkan dimuka bumi sebagai khalifah (wakil, mandataris) Allah SWT: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi..” (QS al-Baqarah [2]: 30). Dalam salah satu hadis Rasulullah menegaskan yang artinya: bahwa Allah menciptakan manusia atas gambarnya (bukhari-Muslim) Ayat senada juga termaktub dalam taurat, kita perjanjian lama: Maka allah menciptakan manusia atas gambar-Nya; menurut gambar Allah diciptakan-Nya manusia; laki-laki perempuan (kitab kejadian: 1/27) Di lain pihak secara material-jasmaniah manusia adalah makhluk yang tercipta dari tanah, sementara secara spiritual-batiniah dari ruh yang ditiupkan oleh Allah dari diri-nya: Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air

yang hina. kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.. ( QS as-sajdah [32]: 7-9).[17] Manusia pertama kali diciptakan Allah adalah Nabi adam As. Sebgai abu basyar dengan siti hawa sebagai unmul al-basyar. Kemudian keturunan nabi adam itu sebagai umat yang satu (ummatu whaidah) (Q.S. Al-Baqarah/2:212. substansi ayat ini mengajarkan agar manusia hidup dan berada dalam kebersamaan. Dalam kebersamaan ini manusia berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang direalisasikan dengan berbagai macam aktifitas serta beracam hubungan antara sesamnya kebersamaan merupakan sarana atau ruang gerak bagi manusia dalam memenuhi tuntutan kebutuhan hidupnya sendiri. Ketergantungan inilah yang menjadikan manusia sebagai makhluk sosial, oleh eristoteles disebutkan sebagai makhluk zon politicon.[18] karena esensi kemanusiaan yang bersifat ilahiah itulah Allah Swt menegaskan harkat dan martabat manusia anak cucu adam sebagai mengatasi makhluk-makhluk lainnya: Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS al-Isra’ [17]: 70). [19] Dalam rangka menghormati martabat manusia,[20] nyawa manusia itu sakral dan tak bisa dilanggar dan setiap usaha harus di buat untuk melindunginya[21]Islam memberikan kebebasan kepada umat manusia untuk berserikat menjalin persahabatan dan...


Similar Free PDFs