Pemanfaatan Bioenergi Menuju Ekonomi Berbasis Bio di Indonesia PDF

Title Pemanfaatan Bioenergi Menuju Ekonomi Berbasis Bio di Indonesia
Author Agus Sugiyono
Pages 8
File Size 447 KB
File Type PDF
Total Downloads 279
Total Views 679

Summary

Seminar Nasional Integrasi Proses 2017 3 Oktober 2017 Pemanfaatan Bioenergi Menuju Ekonomi Berbasis Bio di Indonesia 1Agus Sugiyono*) 1 Pusat Teknologi Sumberdaya Energi dan Industri Kimia (PTSEIK), BPPT Klaster Energi, Gedung 625, Puspiptek, Tangerang Selatan *) Email : [email protected] Abs...


Description

Seminar Nasional Integrasi Proses 2017 3 Oktober 2017

Pemanfaatan Bioenergi Menuju Ekonomi Berbasis Bio di Indonesia 1Agus 1

Sugiyono*)

Pusat Teknologi Sumberdaya Energi dan Industri Kimia (PTSEIK), BPPT Klaster Energi, Gedung 625, Puspiptek, Tangerang Selatan *) Email : [email protected]

Abstrak Perekonomian saat ini merupakan ekonomi berbasis fosil (fossil-based economy) yang bergantung pada batubara, minyak dan gas bumi untuk bahan bakar pembangkit listrik dan transportasi, serta untuk produksi material dan bahan kimia. Di sisi lain saat ini mulai dikembangkan ekonomi berbasis bio (bio-based economy) yang tidak bergantung pada sumber daya fosil tetapi didasarkan pada biomassa. Ekonomi berbasis bio mengacu pada semua kegiatan yang memanfaatkan biomassa untuk penggerak perekonomian. Salah satu bagian dari ekonomi berbasis bio tersebut adalah pemanfaatan bioenergi. Pada masa lalu pemanfaatan bioenergi di Indonesia masih terbatas pada penggunaan kayu bakar untuk rumah tangga yang termasuk dalam energi non-komersial. Saat ini pengembangan bioenergi sudah mengarah pemanfaatannya sebagai energi komersial. Dalam makalah ini akan dibahas pemanfaatan bioenergi baik untuk bahan bakar maupun untuk pembangkit listrik. Pemanfatan bioenergi di Indonesia sudah mulai digunakan untuk skala besar khususnya di industri pulp dan kertas serta kelapa sawit. Teknologi pemanfaatan bioenergi juga terus berkembang dan banyak terobosan baru yang sudah diketemukan. Bioenergi merupakan energi yang ramah lingkungan dan diharapkan mampu untuk menopang pembangunan berkelanjutan. Selain pemanfaatan bioenergi, masih banyak kegiatan ekonomi berbasis bio yang perlu dikembangkan di masa mendatang, seperti produksi material dan bahan kimia. Kata kunci : bioenergi, pembangunan berkelanjutan

1. PENDAHULUAN Penggunaan energi berbasis fosil suatu saat akan habis dan akan digantikan dengan energi terbarukan. Transisi dari penggunaan energi berbasis fosil menuju penggunaan energi terbarukan perlu dipersiapkan dan banyak tantangan yang harus dihadapi. Negera-negara maju, seperti Perancis sudah memulai transisi ini melalui kebijakan transisi energi yang disahkan dalam Undang Undang Transisi Energi pada tanggal 22 Juli 2015 (Rüdinger, 2015). Target yang akan dicapai melalui kebijakan ini adalah mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 40% pada tahun 2030 dan 75% pada tahun 2050 terhadap tahun dasar 1990, meningkatkan efisiensi penggunaan energi dengan menurunkan kebutuhan sebesar 20% pada tahun 2030 dan 50% pada tahun 2050, serta melakukan diversifikasi penyediaan energi dengan mengurangi penggunaan energi nuklir dan fosil dan mempercepat pemanfaatan energi terbarukan. Indonesia juga sudah mengeluarkan PP 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang mentargetkan penggunaan energi baru terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050 dalam bauran energi nasional. KEN telah dijabarkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang dimuat dalam Perpres 22/2017 yang merupakan rencana pengelolaan energi tingkat nasional yang bersifat lintas sektoral. Disamping itu berdasarkan Paris Agreement yang sudah disahkan dalam Undang-Undang 16/2016 maka Indonesia berkewajiban untuk mengurangi emisi GRK sebesar 29% dengan usaha sendiri dan sebesar 41% dengan bantuan internasional terhadap tingkat emisi baseline di tahun 2030 (MoEF, 2015; KLHK, 2016; GoI, 2016). Tantangan dan peluang dalam melaksanakan transisi energi terus akan dihadapi. Penggunaan energi terbarukan masih akan menghadapi kendala selama biaya produksinya lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan energi fosil. Tantangan yang dihadapi saat ini adalah mengganti energi berbasis fosil dengan biomassa yang merupakan energi terbarukan dengan biaya produksi yang lebih murah. Berbagai inovasi teknologi telah dikembangkan untuk menurunkan biaya produksi energi terbarukan. Salah satu inovasi penting yaitu pengembangan biorefinery yang dapat digunakan untuk memproses biomassa menjadi energi, pangan dan material industri lainnya secara terintegrasi. Inovasi ini akan mengubah paradigma perekonomian saat ini yang berbasis fosil (fossil-based economy) yang bergantung pada batubara, minyak dan gas bumi menjadi ekonomi berbasis bio (bio-based economy) yang didasarkan pada pemanfaatan biomassa. Biomassa

Seminar Nasional Integrasi Proses 2017 3 Oktober 2017

akan menjadi komoditas yang penting di masa mendatang karena prospek pemanfaatannya yang luas. Biomassa merupakan sumber terbarukan yang melimpah serta netral karbon untuk memproduksi bioenergi dan biomaterial, serta kebutuhan masyarakat lainnya. Sumber daya biomassa dapat dikelompok menjadi dua yaitu jenis aliran (flow) dan jenis stock. Sumber daya biomassa jenis aliran jumlah bersih produktivitas primernya mencapai 170 Gt/tahun (sekitar 7 kali permintaan energi dunia) dan jenis stock yang kebanyak berada di hutan mencapai 1800 Gt (sekitar 80 kali permintaan energi dunia) (JIE, 2008). Uni Eropa merupakan kelompok negara yang sudah membuat perencanaan yang matang untuk mengembangkan ekonomi berbasis bio sejak tahun 2000. Ekonomi berbasis bio dipandang memiliki potensi untuk mengarahkan Uni Eropa ke masa depan yang lebih mengedepankan pembangunan yang berkelanjutan. Melalui kerangka kebijakan yang tepat, mempertimbangkan kelayakan ekonomi dan kesejahteraan sosial serta menjaga keberlanjutan ekologi maka akan diperoleh keuntungan yang lebih besar dalam penerapan ekonomi berbasis bio dibandingkan dengan ekonomi berbasis fosil. Pada bulan Juni 2012 Komisi Eropa membentuk Konsorsiun Industri Berbasis Bio (Bio-based Industries Consortium/BIC) untuk merencanakan dan mengimplementasikan ekonomi berbasis bio di Uni Eropa (BIC, 2012). Perencanaan meliputi bahan baku, biorefinery, produk, pasar dan kebijakan. Dari sisi bahan baku, mendorong penggunaan biomassa yang berkelanjutan dengan meningkatkan produktivitas dan membentuk rantai nilai yang baru. Proses untuk sistem biorefinery dioptimalkan supaya lebih efisien melalui riset dan pengembangan serta melakukan upscaling dari demo plant. Pengembangan pasar sesuai dengan produk yang dihasilkan serta didukung dengan kebijakan dari Uni Eropa. Indonesia merupakan negara tropis yang masih mempunyai kawasan hutan serta lahan perkebunan dan pertanian yang cukup luas. Biomassa merupakan produk penting dari hasil pengelolaan kawasan hutan perkebunan, dan pertanian. Kesadaran dalam pengelolaan ketiga sektor tersebut mulai tumbuh untuk memanfaatkan hasil biomassa dengan cara yang lebih rasional dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan lingkungan. Perencanaan seperti di Uni Eropa bisa menjadi alternatif dalam pengembangan biomassa Indonesia di masa depan. 2. EKONOMI BERBASIS BIO Perekonomian berbasis bio tidak bergantung pada sumber daya fosil tetapi mengacu pada semua kegiatan yang memanfaatkan biomassa untuk penggerak perekonomian. Kegiatan industri bioteknologi dan aplikasinya untuk pertanian, kesehatan, kimia atau energi merupakan salah satu contoh perekonomian berbasis bio. Eonomi berbasis bio merupakan bagian dari ekonomi hijau (green economy) yang tidak hanya memanfaatkan biomass tetapi juga energi terbarukan lainnya, seperti: air, panas bumi, matahari, dan angin. Pemanfaatan biomassa meskipun termasuk terbarukan tetapi mempunyai kendala waktu untuk tumbuh, keterbatasan lahan, unsur hara tanah serta air. Persaingan antara produksi biomassa untuk keperluan pangan dan energi juga perlu dipertimbangkan dalam pengembangan ekonomi berbasis bio. Dalam pengembangan ekonomi berbasis bio diperlukan perbaikan dalam kualitas dan kuantitas produksi biomassa, peningkatan efisiensi pengolahan di sisi hilir dan keberlanjutan sistem produksi. Ketersediaan bahan baku akan terus menjadi isu penting dalam ekonomi berbasis bio. Menurut Langeveld et al. (2010) tantangan terbesar dalam ekonomi berbasis bio adalah cara memproduksi biomassa yang berkelanjutan untuk jangka panjang. Bahan baku biomassa yang tersedia saat ini belum tentu optimal untuk dimanfaatkan sehingga perlu rekayasa untuk memperoleh karakteristik yang tepat. Sistem produksi bahan baku perlu mempertimbangkan proses daur ulang, meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam yang terbatas dan meningkatkan penggunan sumber terbarukan. Prioritas pertama dalam produksi biomassa yang berkelanjutan adalah untuk memastikan proses konservasi, regenerasi, daur ulang dan substitusi sumber daya dapat terlaksana dengan tetap menjaga keanekaragaman hayati dan modal sosial. Metode tambahan untuk meningkatkan keberlanjutan proses produksi adalah dengan memperhatikan prinsip dan proses ekologi. Produksi biomassa harus tetap memperhatikan keragaman sistem pertanian dan tanaman, tanaman waktu penanaman (rotasi) dan ruang (lokasi lahan, tumpang sari dan varietas tanaman campuran). Peningkatan produksi biomassa dapat dilakukan dengan pemilihan tanaman yang produktivitasnya tinggi serta memperluas lahan yang sesuai dengan kondisi jenis tanamannya. 2.1 Biorefinery Kemajuan dalam ilmu genetika, bioteknologi, proses kimia, dan enjinering telah menghasilkan paradigma baru dalam industri proses untuk mengolah biomassa menjadi bioenergi dan biomaterial yang bernilai tambah tinggi. Paradigma baru ini disebut biorefinery yang mengintegrasikan budidaya agroindustri dengan teknologi proses untuk menghasilkan bioenergi dan biomaterial secara berkelanjutan (Ragauskas et al, 2006). Biorefinery harus dikembangkan supaya proses produksinya lebih efisien dan menghasilkan produk bernilai tambah tinggi dan nir limbah (zero waste).

Seminar Nasional Integrasi Proses 2017 3 Oktober 2017

Panas

Tenaga

Bahan Bakar

Bahan Kimia

Material

Pakan

Pangan

Ekonomi Berbasis Bio

Biorefinery Sumber: Diadaptasi dari Langeveld et al., 2010

Gambar 1. Proses Biorefinery merupakan Fondasi dari Ekonomi Berbasis Bio Biorefinery merupakan fondasi untuk mengembangkan ekonomi berbasis bio. Secara umum biorefinery adalah proses pengolahan biomassa menjadi beragam produk yang mempunyai bernilai tambah (bahan kimia, material, pakan dan pangan) dan energi (bioenergi, panas dan listrik). Secara konsep, biorefinery serupa dengan kilang petrokimia dan yang membedakan adalah proses dan bahan bakunya bisa berkelanjutan atau tidak. Clark and Deswarte (2008) mengelompokkan biorefinery menjadi tiga tipe, yaitu biorefinery fasa I (satu bahan baku, satu proses, dan satu produk utama), fasa II (satu bahan baku, beragam proses, dan beragam produk utama), fase II (beragam bahan baku, beragam proses dan beragam produk utama). Pengembangan saat ini mengarah pada fase III yang menjamin faktor ketersediaan bahan baku lebih aman dan menawarkan pemilihan kombinasi bahan baku yang paling menguntungkan (Fernando et al., 2006). Biorefinery fasa III dapat meningkatkan nilai komersialisasi produk yang bisa memberikan nilai tambah lain dan tidak hanya sekedar menghasilkan energi alternatif saja. Selain menghasilkan energi, biorefinery bisa lebih terintegrasi dengan industri lain, misalnya dengan industri bahan kimia, pupuk, pulp dan kertas, serta gula agar menghasilkan nilai tambah produk dan produk alternatif. Teknologi biorefinery diperkirakan akan terus berkembang dan menjadi bagian yang penting untuk perekonomian di masa depan. Biomassa dapat diubah menjadi bioenergi dengan cara konvensional yang ada saat ini maupun dengan biorefinery. Secara konvensional, biomassa dapat diproses dengan cara fraksinasi, pencairan, pirolisa, hidrolisis, fermentasi, atau gasifikasi menjadi energi saja. Dengan satu bahan baku, satu proses dan satu produk seperti kondisi saat ini biaya produksinya masih lebih mahal dari pada menggunakan energi berbasis fosil. Biorefinery dapat mengintegrasikan proses sehingga dapat dilakukan diversifikasi bahan baku dan dihasilkan produk yang beragam. Berbagai tingkat integrasi proses dalam biorefinery saat sudah dikembangkan sehingga meningkatkan keberlanjutan, baik dari sisi ekonomi maupun lingkungan. Tingkat integrasi akan berpengaruh pada tingkat keunggulan ekonomi dan sistem produksi.

Pangan Pakan Material Khusus Fermentasi Bahan Kimia Umum Pupuk Bahan Bakar Listrik & Panas Bahan Bakar Nabati

Kesehatan & Gaya Hiidup Pangan

Bahan Kimia

Volume

Nilai Tambah / Harga

Farmasi Bahan Kimia Murni

Energi

Sumber: Diadaptasi dari Eickhout (2012) dan Langeveld et al. (2010)

Gambar 2. Nilai Tambah dan Volume Produk Biorefinery

Seminar Nasional Integrasi Proses 2017 3 Oktober 2017

2.2 Faktor Penting untuk Pengembangan Ekonomi Berbasis Bio Transisi dari pasca energi fosil menuju ekonomi berbasis bio harus sejalan dengan transisi menuju pertanian dan transportasi yang berkelanjutan serta peningkatan pemanfaatan energi terbarukan. Ekonomi berbasis bio dapat berdampak positif bagi perekonomian, namun belum menjamin bermanfaat secara ekologi dan sosial. Oleh karena itu perlu diinventarisasi faktor-faktor penting supaya pengembangan ekonomi berbasis bio tidak salah arah. Eickhout (2012) telah menginventarisasi faktor-faktor yang perlu untuk dipertimbangkan dalam pengembangan ekonomi berbasis bio yang dirangkum sebagai berikut.  Neraca Karbon Penurunan emisi GRK sering menjadi dasar untuk mendukung pengembangan ekonomi berbasis bio. Secara definisi ekonomi berbasis bio tidak mengakibatkan pengurangan emisi. Siklus karbon secara keseluruhan perlu dianalisis karena dalam pengelolaan lahan sering terjadi perubahan penggunaan lahan.  Penyediaan Pangan Lahan pertanian yang sudah ada terutama digunakan untuk produksi pangan. Dalam transisi menuju ekonomi berbasis bio, lahan tersebut juga digunakan untuk produksi bioenergi dan biomaterial lainnya yang bisa memicu terjadinya persaingan antara pangan dan energi. Harga pangan dapat meningkat karena produksinya berkurang.  Keterbatasan Lahan Salah satu faktor penting dalam produksi biomassa adalah ketersediaan lahan. Lahan merupakan sumber daya yang terbatas sehingga produksi biomassa yang dapat dilakukan secara berkelanjutan juga terbatas. Peningkatan produksi biomassa karena pertumbuhan kebutuhan energi akan meningkatkan kebutuhan lahan, yang dapat diperoleh melalui konversi dari hutan. Konversi ini dapat mengurangi biodiversitas yang penting dalam ekosistem.  Kelangkaan Sumber Daya Produksi biomassa membutuhkan sumber daya lain selain lahan, yaitu air dan unsur hara. Sama seperti lahan, ketersediaan air dan unsur hara (misalnya fosfor) juga terbatas. Penggunaan air dan unsur hara yang tidak tepat akan mengakibatkan ekonomi berbasis bio tidak akan berkelanjutan untuk jangka panjang.  Teknologi Pemilihan teknologi harus tepat supaya dapat mengurangi emisi GRK serta mengurangi ketergantungan pada penggunaan sumber daya fosil. Bioteknologi merupakan teknologi yang berperan penting dalam produksi biomaterial, bahan kimia dan obat-obatan.  Tidak Berfokus pada Nilai Tambah yang Tinggi Transisi ke ekonomi berbasis bio akan meningkatkan permintaan biomassa dari waktu ke waktu. Bila semua kebutuhan produk yang beragam harus dipenuhi, maka kurva permintaan biomassa akan menjadi curam dan penyediaan biomassa tidak bisa berkelanjutan. Oleh karena itu disamping memproduksi bioenergi, perlu berfokus pada produksi biomaterial yangg mempunyai nilai tambah yang tinggi.  Kurang Tata Kelola Ekonomi berbasis bio akan dapat berkembang bila mendapatkan dukungan penuh melalui koherensi kebijakan. Kerjasama dan konsistensi dalam melaksanakan kebijakan merupakan kunci sukses untuk mengimplementasikan ekonomi berbasis bio. Tata kelola untuk setiap negara di Uni Eropa menjadi tantangan untuk mewujudkan ekonomi berbasis bio yang berkelanjutan. 3. PENGEMBANGAN BIOENERGI DI INDONESIA Salah satu bagian dari ekonomi berbasis bio tersebut adalah pemanfaatan bioenergi. Pada masa lalu pemanfaatan bioenergi di Indonesia masih terbatas pada penggunaan kayu bakar untuk rumah tangga yang termasuk dalam energi non komersial. Saat ini pengembangan bioenergi sudah mengarah pemanfaatannya sebagai energi komersial. Bioenergi sudah dimanfaatkan sebagai bahan bakar maupun untuk pembangkit listrik. Pemanfatan bioenergi sebagai bahan bakar sudah dilaksanaan sesuai dengan kebijakan mandatori bahan bakar nabati (BBN). Kebijakan mandatori BBN sudah dilaksanakan sejak tahun 2008 dan saat ini yang paling besar pemanfaatannya adalah biodiesel dalam bentuk biosolar (15% biodiesel) yang mencapai 13,9

Seminar Nasional Integrasi Proses 2017 3 Oktober 2017

juta kl pada tahun 2015. Selain itu bioenergi juga sudah mulai digunakan khususnya di industri kelapa sawit, pulp dan kertas serta industri gula. Industri kelapa sawit banyak menghasilkan limbah padat (cangkang, serat, dan tandan kosong) dan limbah cair (POME). Cangkang dan serat digunakan sebagai bahan bakar untuk boiler sedangkan tandan kosong digunakan sebagai pupuk. Limbah cair dapat digunakan untuk menghasilkan biogas sebagai bahan bakar untuk PLTG. Industri pulp dan kertas memanfaatkan produk samping yang berupa bark dan black liquor (lindi hitam) serta non-condensate gas dan bio-sludge sebagai sumber energi untuk proses industri. Industri gula memanfaatkan bagasse tebu sebagai bahan bakar untuk proses industri. Bioenergi cukup potensial dikembangkan di Indonesia karena ketersediaan bahan baku dan lahan yang cukup melimpah. Secara umum bioenergi dapat dikelompokkan berdasarkan sumbernya menjadi tiga, yaitu perkebunan energi, produk samping dan residu, serta limbah organik. Sedangkan bentuk fisik bioenergi dapat berbentuk padat, cair, dan gas. Secara umum yang bisa dijadikan bioenergi diantaranya mencakup: kayu bakar, limbah penebangan, limbah industri kayu, limbah perkebunan dan pertanian, briket kayu, arang, serta briket arang. Teknologi produksi dan pemanfaatan bioenergi juga terus berkembang dan banyak terobosan baru yang sudah diketemukan. Bioenergi merupakan energi yang ramah lingkungan dan diharapkan mampu untuk menopang pembangunan berkelanjutan. Pengembangan bioenergi bisa menjadi salah satu program untuk mendukung kegiatan ekonomi berbasis bio. Sebagai contoh pengembangan perkebunan energi seluas 10 juta hektar bisa menghasilkan bioenergi sebesar 40 juta ton per tahun atau setara dengan produksi bahan bakar minyak (BBM) sebesar 750 ribu barel per hari (Sugiyono dkk., 2014). Perkebunan energi ini penting untuk dipertimbangkan mengingat impor BBM yang terus meningkat serta dapat meningkatkan ketahanan energi nasional untuk jangka panjang. Pengembangan ekonomi berbasis bio di Indonesia secara historis bisa dilacak dari pengembangan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan. Sejak dicanangkan Pembangunan Lima Tahun (Pelita) pada tahun 1969, Pemerintah Indonesia sangat memperhatikan sektor pertanian. Pada Pelita I (1969-1973) sampai Pelita IV (1984-1989) pemerintah memprioritaskan pembangunan di sektor pertanian. Mulai Pelita V (1989-1994) menitikberatkan pada sektor pertanian yang didukung oleh industri. Pengembangan sektor pertanian yang didukung sektor industri dapat dimaknai sebagai wujud dari pemanfaatan biomassa yang modern. Pola dasar Pelita tersebut ternyata relevan dengan arah pengembangan perekonomian dunia yang kembali mengembangkan biomassa untuk mendukung perekonomian secara keseluruhan.Sektor pertanian dan ditambah dengan sektor perkebunan dan kehutanan dimasa datang bisa dikembangkan sebagai sumber pasokan energi tebarukan dan penghasil material dan bahan kimia khusus yang mempunyai nilai tambah tinggi. Meskipun saat ini perekonomian Indonesia masih berbasis fosil, namun secara historis dan perencanaan ke depan dapat diarahkan menjadi ekonomi berbasis bio. Saat ini proses konversi biomassa menjadi bioenergi yang sudah banyak dikembangkan dirangkum pada Gambar 3. Biomassa ditanam di lahan pertanian dan perkebunan ataupun diperoleh dari hutan untuk tujuan tertentu. Hasil produksi dari biomassa tersebut dapat berupa perkebunan energi, produk samping dan residu, serta limbah organik. Setelah dipanen, dikumpulan dan disisihan kemudian diproses lebih lanjut untuk dibawa ke tempat lain ataupun disimpan. Proses konversi biomassa menjadi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu termo kimia, kimia fisik, dan bio kimia. Hasil dari proses ini adalah bioenergi yang dap...


Similar Free PDFs