PEMERIKSAAN PERKARA DALAM HUKUM ACARA PERDATA PDF

Title PEMERIKSAAN PERKARA DALAM HUKUM ACARA PERDATA
Author Syahrul Ramadhan
Pages 21
File Size 280.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 32
Total Views 232

Summary

PEMERIKSAAN PERKARA DALAM HUKUM ACARA PERDATA MAKALAH Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Hukum Acara Perdata Semester VII Disusun Oleh: M. Charisul Asbachi 1591014072 Ach Rizal Mutawakkil 1591014052 M. Rizki Syahrul Ramadhan 1491014079 Dosen Pengampu: MOCHAMMAD FAHD AKBAR, S.HI, M.H. PRODI HUKUM KELU...


Description

PEMERIKSAAN PERKARA DALAM HUKUM ACARA PERDATA

MAKALAH Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Hukum Acara Perdata Semester VII

Disusun Oleh: M. Charisul Asbachi

1591014072

Ach Rizal Mutawakkil

1591014052

M. Rizki Syahrul Ramadhan

1491014079

Dosen Pengampu: MOCHAMMAD FAHD AKBAR, S.HI, M.H.

PRODI HUKUM KELUARGA FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI TEBUIRENG JOMBANG 2018

1

KATA PENGANTAR Alhamdulillah. Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat belajar kepada kita semua. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebaik-baik makhluk. Amma ba’du. Makalah ini merupakan tugas kuliah Hukum Acara Peradilan Perdata semester VII Prodi Hukum Keluarga Fakultas Agama Islam di Universitas Hasyim Asy’ari (UNHASY) Tebuireng Jombang. Penyusunan makalah ini sebisa mungkin didasarkan pada referensi yang dapat dipertanggungjawabkan dan mengikuti standar karya tulis ilmiah. Terima kasih kami ucapkan kepada segenap civitas akademik UNHASY yang telah membantu penyusunan makalah ini. Terutama kepada dosen pengampu mata kuliah, Mochammad Fahd Akbar, S.HI., M.H. yang telah menuntun kami dengan baik. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan satu kelas yang sudi mengoreksi makalah ini dan mendiskusikan isinya dengan penuh semangat. Kami menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna. Masih banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, masukan dan kritikan dari segenap pihak akan kami hargai dan kami apresiasi. Akhirul kalam, semoga makalah ini dapat menjadi wasilah datangnya manfaat bagi siapapun yang membacanya.

Tebuireng, 18 Desember 2018, PENYUSUN

2

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................... 1 DAFTAR ISI .................................................................................................... 2 BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................................ 3 B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 4 BAB II: PEMBAHASAN A. Pengertian Perkara Perdata.......................................................................... 5 B. Asas-asas Pemeriksaan Perkara Perdata ...................................................... 6 C. Proses Pemeriksaan Perkara Perdata ........................................................... 6 1. Pencabutan dan Perubahan Gugatan ....................................................... 7 a. Perubahan Gugatan ............................................................................. 8 b. Penambahan Gugatan ......................................................................... 8 c. Pengurangan Gugatan ......................................................................... 8 d. Pencabutan Gugatan ........................................................................... 9 2. Perdamaian .............................................................................................. 9 3. Pembacaan Gugatan ................................................................................ 10 4. Jawaban Gugatan ..................................................................................... 11 5. Tahapan Replik-Duplik ........................................................................... 14 6. Gugatan Balik .......................................................................................... 15 7. Tahap Konklusi ....................................................................................... 17 BAB III: KESIMPULAN Kesimpulan ...................................................................................................... 18 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 20

3

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu cara menyelesaikan sengketa hukum yang terjadi di antara masyarakat adalah dengan perantara kekuasaan kehakiman. Orang yang merasa dirugikan hak atau kepentingannya dapat menggugat orang yang dianggap merugikannya di muka pengadilan yang berwenang. Tujuan para pencari keadilan mengajukan perkara di muka pengadilan adalah untuk mendapatkan keputusan yang adil guna menyelesaikan perkaranya, sehingga hak-hak maupun kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh hukum materiil, baik berupa hukum tertulis maupun tidak tertulis, dapat diwujudkan lewat pengadilan. Tentu saja para pencari keadilan tersebut, terutama pihak yang mengajukan gugatan (Penggugat), mempunyai keinginan agar perkaranya dapat cepat selesai. Keperluan ini, mereka harus menaati ketentuan peraturan perundangan yang mengatur cara-cara penyelesaian perkara melalui pengadilan yang berlaku. Peradilan yang bersifat cepat, sederhana, biaya murah, dan dengan kata-kata sederhana seringkali mengalami realita yang justru sebaliknya. Kalau kita perhatikan, suatu perkara perdata yang diajukan ke muka pengadilan diselesaikan dalam waktu yang relatif lama. Ini bisa dikarenakan oleh para pihak yang berperkara sendiri, hakim yang memeriksa perkaranya, saksi-saksi, atau mungkin juga hukum acara yang dipakai tidak memadai. Penyelesaian suatu perkara, para pihak dapat menggunakan upaya yang diberikan oleh hukum untuk mencapai suatu tujuan (upaya hukum). Salah satu upaya hukum yang dapat dipergunakan oleh tergugat dalam sidang pemeriksaan perkara adalah upaya melawan gugatan yang berupa eksepsi dan rekonveksi, di samping jawaban atas pokok perkaranya (verweer ten prinsipaal). Penggugat juga diberi hak untuk membantah atas jawaban tergugat dalam bentuk replik, sebagaimana tergugat juga berkesempatan

4

mengajukan duplik atas jawaban yang disampaikan oleh penggugat. Replikduplik ini bisa terjadi berulang kali selama itu diperlukan. Faktor lain yang menyebabkan persidangan menjadi lama adalah adanya interfensi dari pihak lain yang biasa disebut sebagai pihak ketiga. Pihak ketiga ini bisa saja mendukung penggugat untuk memenangkan tuntutannya atau berpihak kepada tergugat agar lepas dari segala tuntutan. Bahkan, pihak ketiga boleh mengajukan dirinya sendiri untuk masuk dalam proses acara persidangan tanpa membela siapapun. Dari gambaran di atas, makalah ini akan membahas bagaimana pemeriksaan perkara dalam hukum acara persidangan perdata. Juga akan mencoba membahas beberapa hal yang berhubungan dengan tema tersebut. B. RUMUSAN MASALAH Masalah yang dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.

Apa yang dimaksud dengan perkara perdata?

2.

Bagaimana asas-asas pemeriksaan perkara dalam hukum acara perdata?

3.

Bagaimana tahap pemeriksaan perkara dalam hukum acara perdata?

5

BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN PERKARA PERDATA Perkara perdata adalah suatu perkara yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya dalam hubungan keperdataan. Hubungan antara pihak yang satu dengan pihak lainnya apabila terjadi sengketa yang tidak dapat diselesaikan oleh para pihak yang sedang berperkara umumnya diselesaikan melalui pengadilan untuk mendapatkan keadilan yang seadiladilnya. Perkara perdata yang di ajukan ke pengadilan pada dasarnya tidak hanya terhadap perkara-perkara perdata yang mengandung sengketa yang dihadapi oleh para pihak, tetapi dalam hal-hal tertentu yang sifatnya hanya merupakan suatu permohonan penetapan ke pengadilan untuk ditetapkan adanya hak-hak keperdataan yang dipunyai oleh pihak yang berkepentingan agar hak-hak keperdataannya mendapatkan keabsahan. Umumnya dalam permohonan penetapan tentang hak-hak keperdataan yang diajukan oleh pihak

yang

berkepentingan

tidak

mengandung

sengketa

karena

permohonannya dimaksudkan untuk mendapatkan pengesahan dari pihak yang berwajib. Pengertian perkara perdata dalam arti luas termasuk perkara-perkara perdata baik yang mengandung sengketa maupun yang tidak mengandung sengketa, sedangkan pengertian perkara perdata dalam arti yang sempit adalah perkara-perkara perdata yang di dalamnya sudah dapat dipastikan mengandung sengketa. Profesor Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., dalam bukunnya Hukum Acara Perdata Indonesia menyatakan bahwa pengertian perkara perdata adalah meliputi perkara yang mengandung sengketa (contentius) dan yang tidak mengandung sengketa (voluntair).1

1

Sarwono, Hukum Acara Perdata, Teori dan Praktik (Jakarta: Sinar Grafika, 2012).

6

B. ASAS-ASAS PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA Bagi semua pengadilan, tidak hanya dalam pemeriksaan perkara perdata, Undang-undang Kekuasaan Kehakiman No. 48 Tahun 2009 Pasal 13 menyebutkan bahwa: 1.

Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain.

2.

Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

3.

Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan putusan batal demi hukum. Dengan ini dijamin kemungkinan adanya social controle atas pekerjaan para hakim. Peraturan di atas pada umumnya dapat dianggap sebagai pokok asas bagi

pemeriksaan perkara perdata, bahwa hakim, untuk dapat mengambil putusan yang tepat, sebaiknya mendengarkan kedua belah pihak. Akan tetapi tidak mungkin ditentukan, bahwa pendengaran kedua belah pihak ini harus dilakukan, sebab adalah sukar memaksa para pihak untuk datang menghadap di muka hakim. Ini juga sesuai dengan sifat hukum perdata, yang pelaksanaannya

pada

umumnya

diserahkan

kepada

kemauan

yang

berkepentingan sendiri, maka cukuplah apabila dalam peraturan hukum acara perdata kepada kedua belah pihak diberi kesempatan penuh untuk untuk menjelaskan sendiri kepada hakim segala sesuatu yang mereka anggap perlu supaya diketahui oleh hakim, sebelum suatu putusan dijatuhkan. Pemberian kesempatan ini berwujud memanggil kedua belah pihak supaya datang menghadap di muka hakim pada waktu yang ditentukan oleh hakim.2 C. PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA Proses pemeriksaan perkara perdata dilakukan melalui tahap-tahap dalam hukum, Adapun tahap-tahap pemeriksaan tersebut ialah: 1) Pencabutan dan Perubahan Gugatan.

2

Astin Fajar Setiani, Skripsi: Proses Pemeriksaan Perkara Perdata secara Prodeo dalam Praktik (Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2011), 14-15.

7

2) Tahap Perdamaian. 3) Pembacaan Gugatan. 4) Jawaban gugatan. 5) Replik dan Duplik 6) Gugatan Rekovensi 7) Konklusi Pada sidang upaya perdamaian, maka inisiatif perdamaian dapat timbul dari hakim, penggugat, ataupun tergugat. Hakim harus secara aktif dan sungguh-sungguh untuk mendamaikan para pihak. Apabila ternyata upaya damai tidak berhasil, maka sidang dapat dilanjutkan ke tahap pembacaan gugatan. 1.

Pencabutan dan Perubahan Gugatan Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa gugatan yang diajukan oleh penggugat setelah dipanggil oleh jurusita, maka pada tanggal yang ditentukan para pihak datang ke pengadilan. Di ruang pengadilan, maka salah satu pertanyaan yang dikemukakan oleh hakim terhadap pihak penggugat adalah, apakah gugatan yang telah dibuat sudah tidak ada perubahan lagi? Jika penggugat menjawab bahwa gugatan sudah tidak ada perubahan, maka tergugat diberi kesempatan untuk memberikan jawaban terhadap gugatan tersebut.3 Masalahnya adalah jika penggugat menyatakan bahwa gugatan tersebut terdapat perubahan. Apakah diperkenankan perubahan tersebut? Hal-hal apa saja yang diperkenankan dalam masalah perubahan gugatan tersebut?

3

52.

M. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009),

8

a.

Perubahan Gugatan HIR/RBg tidak mengatur tentang perubahan gugatan. Yang

mengatur adalah RV. Pasal 127 RV ditentukan bahwa perubahan gugatan sepanjang pemeriksaan diperbolehkan asal tidak mengubah dan menambah petitum – tuntutan pokok (onderwerp van den eis) akan tetapi di dalam praktek pengertian onderwerp van den eis meliputi juga dasar dari tuntutan (posita), termasuk peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar tuntutan.4 Sehubungan dengan itu, terdapat beberapa batasan perubahan gugutan yang bersumber dari praktik peradilan:5 1.

Tidak boleh mengubah materi pokok acara

2.

Perubahan gugatan yang tidak prinsipil dapat dibenarkan.

3.

Perubahan nomor surat keputusan

4.

Tidak mengubah posita gugatan.

5.

Pengurangan gugatan tidak boleh merugikan tergugat.

b.

Penambahan Gugatan Penambahan gugatan misalnya, oleh karena semula tidak semua ahli

waris

diikutsertakan,

lalu

ditambah

agar

mereka

yang

belum

diikutsertakan ditarik pula sebagai tergugat atau turut tergugat atau misalnya dalam halk lupa dimohonkan/dicantumkan dalam petitum (tuntutan pokok) menyatakansah dan berharga suatu sita jaminan kemudian dimohonkan agar petitum itu ditambahakan, diperkenankan. Juga apabila mohon agar gugatan ditambah dengan petitum agar putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij vooraad), dapat diluluskan. c.

Pengurangan Gugatan Pengurangan gugatan senantiasa akan diperkenankan oleh hakim.

Misalnya semula digugat untuk menyerahkan 4 bidang sawah, kemudian 4

M. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009)

52. 5

M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata (Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan) (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), 81.

9

penggugat merasa keliru bahwa sesungguhnya sawah yang dikuasai oleh tergugat itu bukan 4 bidang, akan tetapi hanya 2 bidang saja, maka ia diperkenankan untuk mengurangi gugat dan hanya hanya menggugat sawah yang 2 bidang yang dikuasai tergugat itu. d.

Pencabutan Gugatan Menyangkut pencabutan gugatan dalam HIR/RBg juga tidak diatur.

Yang mengatur hal ini adalah Pasal 271 RV yang menetukan bahwa gugatan boleh dicabut oleh penggugat sebelum tergfugat memberikan jawaban. Bilamana tyergugat sudah memberikan jawaban, maka gugatan tidak boleh dicabut atau ditarik kembali kecuali disetujui oleh tergugat.6 2.

Perdamaian Penyelesaian sengketa melalui jalur perdamaian merupakan cara penyelesaian yang dianggap paling efektif dan efisien. Pasal 130 HIR maupun pasal 154 RBg mengenal dan menghendaki penyelesaian sengketa melalui cara damai. Maka hakim mempunyai peranan aktif mengusahakan penyelesaian dengan cara perdamaian terhadap peristiwa perdata yang diperiksanya. Dalam kaitannya ini hakim harus dapat memberikan pengertian, menanamkan kesadaran terhadap pihak-pihak yang beroperkara, bahwa penyelesaian perkara dengan perdamaian merupakan cara penyelesaian yang terbaik daripada harus diselesaikan dengan putusan pengadilan. Apabila tercapai perdamaian antara pihak-pihak yang berperkara, maka hasil tersebut kemudian disampaikan kepada hakim di persidangan yang biasanya dituangkan dalam bentuk perjanjian di bawah tangan. Selanjutnya hakim menjatuhka putusan (acte van vergelijk). Yang isinya menghukum pihak-pihak yang berperkara untuk melaksanakan isi perjanjian perdamaian tersebut.7

6

M. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009),

54-56. 7

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Yogyakarta: Liberty, 1988), 83.

10

Putusan yang didasarkan pada penyelesaian perdamaian, bukan sebagai hasil pertimbangan dan penerapan hukum positif yang dilakukan oleh hakim. Karenanya sudah sepantasnya apabila perjanjian perdamaian tersebut

dipertanggungjawabkan

sendiri

oleh

pihak-pihak

yang

berperkara. Dengan demikian hasil putusan dari kedua belah pihak tidak dapat dimintakan pemeriksaan banding (Pasal 130 ayat 3 HIR/ Pasal 154 ayat 3 RBg).8 3. Pembacaan Gugatan Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa gugatan yang diajukan oleh penggugat setelah dipanggil oleh jurusita, maka pada tanggal yang ditentukan para pihak datang ke pengadilan. Di ruang pengadilan, maka salah satu pertanyaan yang dikemukakan oleh hakim terhadap pihak penggugat adalah, apakah gugatan yang telah dibuat sudah tidak ada perubahan lagi? Jika penggugat menjawab bahwa gugatan sudah tidak ada perubahan, maka tergugat diberi kesempatan untuk memberikan jawaban terhadap gugatan tersebut.9 Mengenai pembacaan surat gugatan ini diatur dalam pasal 131 HIR / 155 RBg pasal 1 yang berbunyi: “jika kedua belah pihak hadir, akan tetapi mereka tidak dapat diperdamaian (hal ini harus disebutkan dalam berita acara) maka surat gugatan dibaca dan jika salah satu pihak tidak mengerti bahasa yang dipakai dalam surat itu, maka surat tersebut diterjemahkan kedalam bahasa yang dimengerti oleh juru bahasa yang ditunjuk oleh ketua.10 Surat gugatan selalu dibacakan oleh penggugat atau kuasa hukumnya yang sah, kecuali jika penggugat buta huruf dan menyerahkannya kepada panitera sidang. Usai gugatan dibacakan, majelis menganjurkan damai

8

Riduan Syahrani, Materi Dasar Hukum Acara Perdata (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), 67. 9 M. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), 52. 10 M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Acara Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah di Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2005), 31.

11

dan kalau tidak tercapai maka majelis akan melanjutkan dengan menanyakan kepada penggugat apakah ia akan menjawab secara lisan atau tertulis, bila akan menjawab secara tertulis maka akan membutuhkan waktu berapa lama untuk itu. Hak bicara terakhir didepan sidang selalu pada tergugat jadi replikduplik belum akan berakhir di depan sidang selalu ada pada tergugat, jadi proses replik-duplik belum akan selesai sepanjang tergugat masih ada yang akan diutarakannya.11 4.

Jawaban Gugatan Setelah upaya perdamaian yang dilakukan oleh hakim tidak berhasil,

maka kepada tergugat diberikan kesempatan untuk mengajukan jawaban atau gugatan yang diajukan oleh penggugat. Sebagaimana penggugat diperkenankan untuk mengajukan gugatan secara tertulis dan lisan, maka tergugat pun diperkenankan untuk mengajukanjawaban secara tertulis dan lisan. Jawaban tergugat dapat terdiri dari tiga macam yaitu:12 1.

Eksepsi atau tangkisan yaitu jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara.

2.

Jawaban tergugat mengenai pokok perkara (verweer ten principale)

3.

Rekonvensi yaitu gugat balik atau gugat balas yang diajukan tergugat kepada penggugat. Perkara perdata menyangkut kepentingan pribadi para pihak

berperkara, maka dalam Undang-Undang tidak ditentukan mengenai kewajiban tergugat untuk menjawab gugatan penggugat. Dalam pasal 121 ayat 2 HIR hanya menentukan bahwa tergugat dapat menjawab baik secara lisan maupun tertulis. Jawaban tergugat ini dapat berupa

11 12

63.

Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta : CV Rajawali, 1991), 96-97. M. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009),

12

pengakuan, referte (diam) dan dapat pula berupa bantahan atau penyangkalan.13 Pengakuan berarti membenarkan isi gugatan baik sebagian maupun seluruhnya.

Pengakuan

harus dibedakan dari referte, keduanya

merupakan jawaban yang bersikap tidak membantah. Jikalau pengakuan itu merupakan jawaban yang membenarkan isi gugatan, maka referte berarti menyerahkan segala kebenaran gugatan kepada kebijaksanaan hakim dengan tidak membantah maupun membenarkan isi gugatan. Sedangkan bantahan atau sangkalan berart...


Similar Free PDFs