Pendekatan Sektoral Dalam Perencanaan Pembangunan (IDPS, 2009) PDF

Title Pendekatan Sektoral Dalam Perencanaan Pembangunan (IDPS, 2009)
Author Randy Wrihatnolo
Pages 64
File Size 1.8 MB
File Type PDF
Total Downloads 8
Total Views 74

Summary

Cover depan bagian dalam ii Pendekatan Sektoral Dalam Perencanaan Pembangunan iii iv Pendekatan Sektoral Dalam Perencanaan Pembangunan Randy R. Wrihatnolo Institute for Development and Policy Study v Pendekatan Sektoral Dalam Perencanaan Pembangunan Oleh: Randy R. Wrihatnolo (c) 2009 Randy R. Wriha...


Description

Cover depan bagian dalam

ii

Pendekatan Sektoral Dalam Perencanaan Pembangunan

iii

iv

Pendekatan Sektoral Dalam Perencanaan Pembangunan

Randy R. Wrihatnolo

Institute for Development and Policy Study

v

Pendekatan Sektoral Dalam Perencanaan Pembangunan Oleh: Randy R. Wrihatnolo (c) 2009 Randy R. Wrihatnolo Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang Diterbitkan pertama kali oleh: Penerbit Institute for Development and Policy Study Cetakan pertama: Januari 2009

vi

Daftar Isi

Daftar Isi Prolog

vii ix

Bab 1

Kontekstualisasi Perencanaan Sektoral 1.1. Latar Belakang 1.2. Keterbatasan Perencanaan Sektoral

1 1 2

Bab 2

Prinsip Dasar Perencanaan Sektoral 2.1. Prinsip Dasar “Pembangunan Sektoral” 2.2. Perubahan Alami Adalah Prasyarat Dasar

5 5 8

Bab 3

Pendekatan Perencanaan Sektoral 3.1. Latar Belakang 3.2. Perencanaan Pembangunan Bidang Sektoral Ekonomi 3.3. Perencanaan Pembangunan Bidang Sektoral Politik 3.4. Perencanaan Pembangunan Bidang Sektoral Sosial 3.5. Perencanaan Pembangunan Bidang Sektoral Pertahanan

11 11

Pengukuran Perencanaan Sektoral 4.1. Konsep Dasar Pengukuran Sektoral 4.2. Substansi dan Ukuran Makro 4.2.1. Pertanian 4.2.2. Pertambangan dan Penggalian 4.4.3. Industri Pengolahan 4.2.4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 4.2.5. Bangunan 4.2.6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 4.2.7. Pengangkutan dan Komunikasi

21 21 22 22 23 23 24 25 25 27

Bab 4

vii

11 13 14 16

4.2.8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 4.2.9. Jasa-jasa 4.3. Substansi dan Ukuran Mikro 4.3.1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan 4.3.2. Mewujudkan Pendidikan Dasar Bagi Semua 4.3.3. Mendorong Kesetaraan Jender dan Pemberdayaan Perempuan 4.3.4. Menurunkan Angka Kematian Anak 4.3.5. Meningkatkan Kesehatan Ibu 4.3.6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Lain 4.3.7. Menjamin Kelestarian Lingkungan Bab 5

Proses Perencanaan Pembangunan Sektoral 5.1. Konsep Dasar Pengukuran Sektoral 5.2. Siklus Perencanaan Pembangunan 5.3. RPJP Nasional 5.4. RPJM Nasional 5.5. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 5.6. RKP dan Penyusunan APBN

Daftar Pustaka

28 28 29 30 30 31 32 32 32 33 35 35 37 42 44 45 47 49

viii

Prolog

Pendekatan sektoral dalam perencanaan pembangunan adalah pendekatan perencanaan pembangunan berdasarkan sektor pembangunan. Pendekatan sektoral bermula dari diskusi tentang kebutuhan yang diperlukan oleh warga negara dan menjadi prioritas pembangunan berdasarkan kemampuan keuangan negara dan kemungkinan sumber pembiayaan di luar keuangan negara. Berbagai debat seputar sektor pembangunan yang layak menjadi perioritas itu didasarkan pada sektor apa yang dapat menjadi penggerak utama pembangunan. Buku ini hadir untuk memberikan pengantar pendekatan sektoral itu dalam perencanaan pembangunan.

Jakarta, Januari 2009

Randy R. Wrihatnolo

ix

x

Bab 1

Kontekstualisasi Perencanaan Sektoral

1.1. Latar Belakang Kehidupan yang baik merupakan kehendak manusia yang paling hakiki. Tiada satu pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang dijalaninya untuk menjadi lebih baik –lebih sejahtera dan lebih bahagia-serta tidak mengharapkan akan merasakan kehidupan di masa depan dengan lebih baik lagi. Namun sebaliknya, dinamika kehidupan manusia sendiri serta kemampuan alam untuk mendukung kebutuhan manusia agar mencapai kehidupan lebih baik itu ternyata sangat terbatas. Dinamika kehidupan manusia seperti pertambahan populasi manusia, aneka ragam kepentingan yang saling bertolak belakang, perbedaan cara pandang, dan seterusnya itu membawa persoalan tersendiri dalam kehidupan manusia yang berkelompok menjadi suatu bangsa, atau negara. Sementara itu kuantitas, kualitas, dan volume sumberdaya alam hayati senantiasa tidak bertambah, tidak mengikuti pertambahan jumlah populasi manusia, bahkan ada malah menurun. Kehidupan yang lebih baik agar manusia mampu hidup lebih sejahtera --dan lebih bahagia-- dan keterbatasan alamiah lingkungan tempat tinggal manusia itu ternyata membentuk rantai masalah yang tiada henti. Keduanya telah menciptakan perputaran antara sebab dan akibat yang tiada putus. Alasan untuk mencapai sesuatu yang lebih baik di atas serba 1

keterbatasan alamiah inilah yang memberikan pengertian dasar mengapa diperlukan pengambilan keputusan yang bijaksana dan rasional untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki atau dikuasai oleh suatu kelompok manusia atau bangsa. Pengambilan keputusan yang bijaksana dan rasional inilah yang menjadi dasar mengapa manusia mampu bertahan hidup. Pengambilan keputusan yang bijaksana dan rasional ini merupakan langkah awal manusia sebelum menentukan pilihan untuk melaksanakan sesuatu demi mencapai harapan hidupnya. Proses ini disebut perencanaan. Perencanaan dalam kehidupan manusia sesungguhnya adalah salah satu mata rantai dalam siklus kehidupan manusia yang penting. Gambar 1. Hubungan Alam dan Manusia. ALAM

MANUSIA

1.2. Keterbatasan Perencanaan Sektoral Dalam siklus kehidupan manusia, senantiasa menimbulkan pertanyaan apakah manusia mempunyai hak untuk menjadi lebih baik, atau manusia dilahirkan untuk menerima apa adanya. Dalam siklus kehidupan manusia, mulai dari lahir hingga mati senantiasa berurusan dengan alam tempat tinggalnya. Tidak ada satu pun manusia yang mampu tinggal tanpa alam tempat tinggalnya. Namun alam itu sifatnya terbatas, sama halnya dengan manusia itu sendiri, yang juga 2

bersifat terbatas, karena manusia sendiri merupakan bagian dari alam itu. Kehidupan manusia dan alamnya itu bersifat infinit (terbatas), namun kesejahteraan yang ingin dicapai itu bersifat definit (tak terbatas), karena tidak ada yang membatasi kuantitas, kualitas maupun volume dari suatu tingkat kesejahteraan itu. Manusia dan alam tempat tinggalnya –keduanya—bersifat terbatas, artinya bahwa keduanya tidak kekal. Kesejahteraan sendiri bersifat tidak terbatas, artinya bahwa manusia apabila mampu memenuhi persyaratan maka akan dapat meraih setinggi apapun kesejahteraan yang diharapkannya. Manusia sendiri berlomba dengan titik kematiannya agar sebelum mati manusia itu dapat mencapai kesejahteraan --dan akhirnya kebahagiaan. Manusia berlomba dengan waktu agar manusia dapat mencapai harapannya. Jika kesejahteraan ingin dicapai dalam suasana serba keterbatasan, maka manusia harus membuat perencanaan. Dengan demikian, agar manusia dapat meraih kesejahteraan yang diharapkannya, maka sifat terbatas ini harus dikelola, agar jarak dan waktu hingga sampai pada titik terbatas itu dapat lebih jauh dan lebih lama. Sehingga waktu menuju titik ketidakkekalan itu lebih lama. Dimensi jarak dan waktu sangat menentukan dalam pembuatan rencana. Gambar 2. Alam Akan Habis, Tapi Manusia Selalu Tumbuh m Manusia

Alam t

3

Pemikiran tentang manusia, alam, dan kesejahteraan ini menimbulkan dua asumsi dalam tindakan perencanaan, yaitu: (1) Pertama: manusia membuat perencanaan agar sumberdaya alam yang terbatas itu dapat bertahan lebih lama untuk menyediakan kebutuhan manusia; dan (2) Kedua: manusia membuat perencanaan agar manusia dapat menikmati kesejahteraan, sebelum manusia dan alam itu “habis”. Kedua asumsi itu harus dipenuhi dalam suatu tindakan perencanaan. Asumsi pertama harus dipenuhi, karena jika tidak dipenuhi maka manusia akan kehabisan sumberdaya alamnya sebelum sampai mencapai harapannya. Asumsi kedua harus dipenuhi, karena jika tidak dipenuhi maka manusia akan menimbulkan krisis dan konflik di antara manusia dalam rangka meraih kesempatan menikmati hak kesejahteraan. Kesejahteraan merupakan harapan manusia hidup. Kesejahteraan merupakan langkah awal menuju kebahagiaan. Setiap manusia mempunyai pandangan yang berbeda tentang batasan kesejahteraan, karena setiap individu atau setiap sesuatu kelompok manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda satu sama lain terhadap suatu barang dan/atau jasa. Manusia harus melakukan suatu tindakan untuk mencapai kesejahteraan yang dibutuhkannya itu, sedemikian hingga, setiap individu ata kelompok manusia akan mempunyai tindakan yang berbeda satu sama lain untuk mencapai kesejahteraan yang dibutuhkan itu. Kesejahteraan manusia ditentukan sampai seberapa jauh manusia dapat memperoleh barang dan/atau jasa yang dibutuhkan. Tingkat kebutuhan manusia terhadap suatu barang dan/atau jasa berbeda-beda. Tingkat kebutuhan ini ditentukan oleh berbagai faktor, mulai dari selera, harga, persediaan, dan seterusnya.

4

Bab 2

Prinsip Dasar Perencanaan Sektoral

2.1. Prinsip Dasar “Pembangunan Sektoral” Pembangunan secara sederhana diartikan sebagai suatu perubahan tingkat kesejahteraan secara terukur dan alami. Perubahan tingkat kesejahteraan ditentukan oleh dimensi dari definisi ekonomi, sosial, politik, atau hukum. Perubahan terukur ditentukan oleh dimensi perubahan itu dalam definisi ekonomi, sosial, politik, atau hukum. Perubahan alami ditentukan oleh siapa yang berperan dalam perubahan itu. Perubahan alami adalah perubahan yang melembaga dalam bangun sosial sekelompok manusia. Hanya perubahan alami yang mampu menjamin adanya perubahan terukur secara konstan. Perubahan tingkat kesejahteraan menurut dimensi ekonomi adalah perubahan penguasaan/pemilikian aset ekonomi, dari tidak menguasai/memiliki menjadi menguasai/memiliki, dari sedikit menguasai/memiliki menjadi lebih banyak menguasai/ memiliki, dan seterusnya sampai pada tingkat dimana manusia tidak dapat menguasai/memiliki lebih banyak lagi suatu aset ekonomi. Aset ekonomi adalah aset yang dapat menggerakkan tindakan ekonomi, seperti kebutuhan memperoleh uang, kebutuhan memiliki tabungan, kebutuhan memiliki modal, kebutuhan untuk kerja, dan seterusnya.

5

Perubahan tingkat kesejahteraan menurut dimensi sosial adalah perubahan penguasaan/pemilikan aset sosial. Aset sosial adalah aset yang dapat menggerakkan tindakan sosial, seperti kebutuhan untuk memperoleh pengetahuan, kebutuhan untuk memperoleh kesehatan, kebutuhan untuk memperoleh kesenangan, dan seterusnya. Gambar 3. Pembangunan = Perubahan Kesejahteraan EKONOMI

TINGKAT PERUBAHAN

KONDISI AWAL SOSIAL

POLITIK

HUKUM

Perubahan tingkat kesejahteraan menurut dimensi politik adalah perubahan penguasaan/pemilikan aset politik. Aset politik adalah aset yang dapat menggerakkan tindakan politik, seperti kebutuhan untuk menyuarakan pendapat, kebutuhan untuk membentuk ikatan politik, kebutuhan untuk memiliki hak politik yang sejajar, dan seterusnya. Perubahan tingkat kesejahteraan menurut dimensi hukum adalah perubahan penguasaan/pemilikan aset hukum. Aset hukum adalah aset yang dapat menggerakkan tindakan hukum, seperti kebutuhan untuk mendapatkan perlindungan hukum, kebutuhan untuk memiliki hak yang sejajar, kebutuhan untuk memperoleh perlakuan adil, dan seterusnya. 6

Perubahan terukur dalam dimensi ekonomi ditentukan oleh ukuran penguasaan/pemilikan aset ekonomi. Perubahan terukur dalam dimensi sosial ditentukan oleh ukuran penguasaan/pemilikan aset sosial. Perubahan terukur dalam dimensi politik ditentukan oleh ukuran penguasaan/pemilikan aset politik. Perubahan terukur dalam dimensi hukum ditentukan oleh ukuran penguasaan/pemilikan aset hukum. Gambar 4. Pembangunan = Perubahan Struktur Yang Terukur INPUT KEGIATAN Modal, SDM, SDA

OUTPUT KEGIATAN

KESEMPATAN BERUSAHA

P

PROFIT/ PENDAPATAN

n a h ba u r e KUNCI SUKSES

PEMUPUKAN MODAL SENDIRI

WELFARE FOR ALL *) PERUBAHAN TEKNOLOGI

Perubahan alami adalah perubahan yang diciptakan, dimulai, ditentukan digerakkan, dan diselenggarakan oleh tindakan publik. Tindakan publik adalah tindakan yang difungsikan oleh warga negara dalam bentuk kumpulan warga negara terorganisasi atau dalam bentuk perusahaan privat. Tindakan publik diyakini sering tidak sepenuhnya mampu memenuhi 7

seluruh kebutuhan kelompok manusia atau para warga negara itu. Kekosongan fungsi ini selanjutnya diisi oleh perusahaan publik. Jika ketiga fungsi itu bekerja, maka tindakan publik akan mampu menghasilkan perubahan alami. Dengan demikian, perubahan secara alami ditentukan oleh siapa yang berperan dalam perubahan itu. 2.2. Perubahan Alami Adalah Prasyarat Dasar Pembangunan menekankan perubahan alami untuk membedakan dari perubahan tidak alami yang ditimbulkan oleh kekuatan dari luar komunitas suatu kelompok manusia. Jika kekuatan dari luar komunitas berperan dalam fungsi perubahan, maka dikatakan bahwa pembangunan tidak berlangsung alami, dengan kata lain, kelompok manusia dalam komunitas tersebut tergantung pada kekuatan dari luar komunitas. Perubahan yang terjadi bukan karena berjalannya fungsi internal, tetapi karena adanya dorongan dari fungsi external. Dorongan dari fungsi external yang terlalu besar – dalam ukuran tertentu—dengan demikian menciptakan sebuah ketergantungan. Pemerintah dalam menyelenggarakan suatu tindakan pembangunan memerlukan dana untuk membiayai kegiatannya. Dana tersebut dihimpun dari warga negara dalam bentuk (1) pajak dan (2) pungutan, serta yang diperoleh secara internal dari (3) pendapatan bukan pajak, dan (4) laba perusahaan publik. Penggunaan dana-dana tersebut harus dimanfaatkan secara efektif dan bertanggung-jawab. Dasarnya adalah bahwa pemerintah memperoleh hak untuk memungut pajak, retribusi, memperoleh pendapatan bukan pajak dan laba perusahaan publik karena mendapatkan mandat dari warga negaranya. Oleh karena itu, setiap sen dana masyarakat yang

8

dikumpulkan dan dikelola oleh dipertanggung-jawabkan hasilnya.

pemerintah

harus

Gambar 5. Sumber-sumber Kesejahteraan TUJUAN PEMBANGUNAN

KESEJAHTERAAN

MOTIVASI PELAKU PEMBANGUNAN

PRIORITAS PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Uraian-uraian di atas menunjukkan kepada kita, bahwa tujuan pembangunan, motivasi pelaku pembangunan, dan pembiayaan pembangunan merupakan faktor utama untuk menciptakan kesejahteraan manusia. Kesejahteraan manusia merupakan fokus dari tujuan pembangunan, motivasi pelaku pembangunan, prioritas pembiayaan pembangunan. Kesejahteraan manusia dalam konteks Negara berarti adalah kesejahteraan warna negara. Kesejahteraan warga negara merupakan output dari semua aktivitas Negara. Tujuan pembangunan, motivasi pelaku pembangunan, dan pembiayaan pembangunan bertemu dengan dilema antara efektivitas dan efisiensi. Jika efektivitas dipahami sebagai mengoptimalkan semua input yang tersedia, maka efisiensi dipahami sebagai menurunkan input seoptimalkan mungkin. Jika input itu adalah tujuan pembangunan, motivasi pelaku pembangunan, dan pembiayaan pembangunan pilihannya adalah: (1) mengoptimalkan penggunaan tujuan pembangunan, 9

mengoptimalkan motivasi pembangunan dan mengoptimalkan pembiayaan pembangunan, dengan orientasi untuk meningkatkan kesejahteraan warga negara. Atau: (2) menurunkan penggunaan tujuan pembangunan, menurunkan motivasi pembangunan dan menurunkan pembiayaan pembangunan, dengan orientasi untuk meningkatkan kesejahteraan warga negara. Seringkali dua option itu tidak dipilih salah satunya, bahkan dipakai dua-duanya. Kontradiksi ini –penerapan dua option yang berlainan makna— sesunguhnya dapat membentuk pilihan yang salah (adverse selection) dan dapat pula membentuk moral hazard. Kedua hal itu selanjutnya dapat menimbulkan biaya transaksi dalam kegiatan pembangunan dan penyelenggarahan pemerintahan. Gambar 6. Kesejahteraan Warga Negara Merupakan Output Semua Aktivitas Negara

Keluarga

RT, RW, Dasawisma, Dusun Desa, Kelurahan, Kampung, Nagari, Banjar

Makan Pendidikan Kesehatan

Masyarakat, Keluarga Besar

Kecamatan, Distrik

Sumber Energi

Kabupaten, Kota

Transport

Provinsi

Bangsa

Negara (NKRI)

10

Bab 3

Pendekatan Perencanaan Sektoral

3.1. Latar Belakang Pendekatan sektoral dalam perencanaan pembangunan yang dibahas dalam buku ini adalah pendekatan perencanaan pembangunan berdasarkan sektor perencanaan pembangunan. Pendekatan perencanaan pembangunan berdasarkan sektor perencanaan pembangunan bermula dari diskusi tentang kebutuhan yang diperlukan oleh warga negara dan menjadi prioritas pembangunan berdasarkan kemampuan keuangan negara dan kemungkinan sumber pembiayaan di luar keuangan negara. Berbagai debat seputar sektor pembangunan yang layak menjadi perioritas itu didasarkan pada sector apa yang dapat menjadi penggerak utama pembangunan. Paling tidak pada saat ini dikenal empat bidang sektoral yaitu bidang sektoral ekonomi, bidang sektoral politik, bidang sektoral sosial, dan bidang sektoral pertahanan. 3.2. Perencanaan Pembangunan Bidang Sektoral Ekonomi Bidang sektoral ekonomi adalah sektor-sektor pembangunan yang diklasifikasikan ke dalam kelompok pembangunan ekonomi, meliputi sektor-sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, listrik, gas, air bersih, bangunan, perdagangan, restoran dan hotel, pengangkutan dan perhubungan, komunikasi, jasa lembaga keuangan, jasa 11

perusahaan, jasa pemerintahan kemasyarakatan, dan jasa-jasa lain1.

umum,

jasa

sosial

Perencanaan pembangunan yang menjadikan bidang sektoral ekonomi sebagai paradigma pembangunan dilandasi oleh pemikiran bahwa bidang sektoral ekonomi dapat menjadi penggerak utama pembangunan. Elemen utama yang melandasi keyakinan tersebut adalah adanya konsep dampak berganda (multiplier effect) yang digerakkan oleh investasi baru dan penerapan teknik dan metode baru dalam proses produksi.2 Model ini dikenal sebagai model pertumbuhan (growth model) yang dianut secara luas oleh kelompok negara maju dan kemudian banyak ditiru oleh kelompok negara maju baru seperti Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, Singapura, dan Malaysia.3 Indonesia pun menganut model ini sejak dekade 1970-an4. Ukuran yang dipergunakan oleh model perencanaan pembangunan bidang sektoral ekonomi adalah ukuran pertumbuhan ekonomi (economic growth). Suatu perencanaan pembangunan ekonomi secara logika akan dinyatakan berhasil apabila besaran pertumbuhan yang diharapkan dapat tercapai dalam waktu yang sudah tertentukan. Jika pertumbuhan ekonomi ini meningkat tumbuh, maka pembangunan bidang non-ekonomi akan mengalami pula peningkatan kualitas.5 1 Sebagaimana disarikan dari BPS, Tabel Input-Output Indonesia 2000, Jilid I, Badan Pusat Statistik (BPS): Jakarta, 2003, hlm. 203-229. 2 Baca Dietrich Lehmann, Development Theory: Four Critical Studies, Cambridge University Press: London, 1979, dan juga William W. Rostow, The Economics of Take-Off into Sustained Growth, Sage Publication: London, 1964. 3 Baca William W. Rostow, Ibid. 4 Baca William W. Rostow, Ibid. 5 Baca Ira Adelman dan C.T. Morris, Development History and Its Implications for Development Theory, dalam “World Development”, Edisi 25, Bagian 6, Oxford University Press: Oxford, 1997, hlm 831840. 12

Konsekuensi penerapan model perencanaan pembangunan bidang sektoral ekonomi ini adalah adanya perhatian untuk mempertahankan asumsi-asumsi ekonomi yang lebih bersifat makroekonomi –seperti angka inflasi dan angka kemiskinan-ketimbang mikroekonomi –seperti pendapatan per kepala keluarga riil (real family income) dan penerimaan negara riil (real government revenue). Oleh sejumlah praktisi pembangunan, model ini dianggap memiliki kelemahan karena model ini tidak memberikan perhatian kepada ukuran-ukuran kesejahteraan secara nyata kepada warga negara yang menjadi sasaran pembangunan6. 3.3. Perencanaan Pembangunan Bidang Sektoral Politik Bidang sektoral politik adalah sektor-sektor pembangunan yang diklasifikasikan ke dalam kelompok pembangunan politik, meliputi sektor-sektor demokrasi, hak asasi manusia, penegakan hukum, otonomi daerah, politik dalam negeri, dan ...


Similar Free PDFs