PENELITIAN LAPANGAN (FIELD RESEARCH) PADA METODE KUALITATIF PDF

Title PENELITIAN LAPANGAN (FIELD RESEARCH) PADA METODE KUALITATIF
Author Fadlun Maros
Pages 26
File Size 2.1 MB
File Type PDF
Total Downloads 303
Total Views 492

Summary

PENELITIAN LAPANGAN (FIELD RESEARCH) FADLUN MAROS - JULIAN ELITEAR ARDI TAMBUNAN - ERNAWATI KOTO KELAS KOMINFO ANGKATAN III MAGISTER ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016 PENDAHULUAN Hakikat dari tujuan Ilmu pengetahuan adalah menemukan kebenaran, jala...


Description

Accelerat ing t he world's research.

PENELITIAN LAPANGAN (FIELD RESEARCH) PADA METODE KUALITATIF Fadlun Maros

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

PENELIT IAN_ LAPANGAN_ FIELD_ RESEARCH_ PADA.pdf muhammad pat i djawa

Pemakalah Kelompok 3 Nurfadilla Set yaningrum MET ODE PENELIT IAN UNT UK PUBLIC RELAT IONS Ernis Suryani Taufli

PENELITIAN LAPANGAN (FIELD RESEARCH)

FADLUN MAROS - JULIAN ELITEAR ARDI TAMBUNAN - ERNAWATI KOTO

KELAS KOMINFO ANGKATAN III

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

PENDAHULUAN

Hakikat dari tujuan Ilmu pengetahuan adalah menemukan kebenaran, jalan untuk sampai pada tujuan ini berberbeda-beda tergantung waktu, sifat dan metodenya. Yang membuat manusia terus ingin mencapai tujuan ilmu pengetahuan karena manusia dianugerahi sifat dasar ingin tahu. Misalnya dalam hal mencapai kebenaran atau temuan tentang matahari dengan metode, Galileo menggambarkan metodenya : Arahkan Teleskop ke matahari bila hendak mengamati bentuknya, sambil memfokuskannya terus-menerus, letakkan selembar kerta putih datar sekitar 30 sentimeter dari lensa cekungnya. Dengan demikian, akan terlihat bayangan matahari yang berbentuk lingkaran, dengan seluruh titik cahaya yang teratur dan tersusun simetris, sama persis dengan bentuk matahari. Semakin jauh kertas tersebut dari tabung teleskop, semakin besar bayangan yang timbul dan semakin baik susunan titik cahaya yang digambarkan. (Strauss & Corbin, 2003 : 3). Kami (penulis) juga mempunyai pengalaman yang unik tentang

bagaimana

menemukan suatu kebenaran batu cincin dan batu biasa, Pada saat musim atau lagi hebohnya batu cincin banyak orang berusaha mencari batu cincin, tidak terkecuali anakanak, dan menariknya anak-anak dalam menemukan batu cincin hanya berbekal korek api yang ada senter kecilnya, dan mereka mengatakan bahwa untuk membedakan batu cincin dan batu biasa sangat sederhana tinggal senterkan batu itu kalau tembus itulah batu cicin kalau tidak tembus itu batu biasa. Dari contoh diatas menunjukkan pada kita bagaimana sangat gampangnya menemukan suatu kebenaran, apalagi telah memiliki metodologi hanya tinggal mengikuti langkah-langkah dari metodologi yang telah ditentukan. Walaupun tidak tertutup kemungkinan dalam melaksanakannya terdapat kendala dan halangan. Dalam melakukan penelitian seharusnya peneliti telah memiliki paradigma penelitian, gunanya agar peneliti tahu tentang apa yang dikerjakan, prosedur kerja yang akan dilalui dan kualitas hasil yang akan diperoleh. Dari Sisi pembahasan Paradigma menurut Kamus Berbahasa Inggris MerriamWebster menyebut secara sederhana bahwa paradigma adalah contoh dan pola, disamping itu makna paradigma yang lain adalah kerangka kerja teoritis dan filosofis tentang disiplin ilmiah

yang

didalamnya

terdapat teori,

dalil,

generalisasi,

dan

pengujiannya

diformulasikan. De Mey menjelaskan bahwa dalam istilah paradigma terdapat empat unsur konsep yang berbeda, yakni generalisasi simbolik, keyakinan metafisik, nilai dan percontohan.

Generalisasi simbolik memberikan arti bahwa secara teknis terdapat sejumlah perilaku kegiatan yang berbeda-beda tetapi secara keseluruhan mempunyai kesamaan atribut. Keyakinan metafisik terkait dengan pemahaman seseorang terhadap kenyataan alam, yang didalamnya terdapat pemikiran yang berbentuk asumsi, metode dan praktek baku. Batasan paradigma tersebut sejalan dengan pendapat Egon G. Guba dan Yvonna S Lincoln yang mengatakan bahwa paradigm adalah sebuah pandangan luas atau sistem keyakinan. (Amir, 2015 :63-64). Ada bermacam-macam Paradigma, tetapi yang mendominasi ilmu pengetahuan adalah Scientific Paradigma (paradigma keilmuan) dan Naturalistic Paradigma atau paradigma alamiah. Paradigma ilmiah bersumber dari pandangan positivisme sedangkan paradigma alamiah bersumber dari pandangan fenomenologis. (moleong, 2006 :51). Menurut Lincoln dan Guba, Perbedaan Aksioma Paradigma Ilmiah (positivisme) dan Naturalistik (alamiah) : Aksioma tentang Hakikat Kenyataan

Paradigma Ilmiah Kenyataan adalah tunggal,

Paradigma Alamiah Kenyataan adalah jamak,

nyata dan fragmentaris.

dibentuk, dan merupakan keutuhan.

Hubungan

pencari

tahu Pencari tahu dan yang tahu

dengan yang tahu

Kemungkinan generalisasi

Kemungkinan sebab-akibat

Pencari tahu dan yang tahu

adalah bebas, jadi ada

aktif bersama, jadi tidak

dualism.

dapat dipisahkan

Generalisasi atas dasar bebas

Hanya waktu dan konteks

waktu dan bebas konteks

yang mengikat hipotesis

dimungkinkan (pernyataan

kerja (pernyataan idiografis

nomotetik).

yang dimungkinkan)

hubungan Terdapat penyebab

Setiap keutuhan berada

sebenarnya yang secara

dalam keadaan

temporer terhadap atau

mempengaruhi secara

secara simultan terhadap

bersama-sama sehingga

akibatnya.

sukar membedakan mana sebab dan mana akibat

Peranan Nilai

Inkuirinya bebas nilai

Inkuirinya (aksiologi) terikat nilai.

Sementara itu Burhan Bungin dalam bukunya

Penelitian Kualitatif menyatakan

berdasarkan sejarah sosial, pendekatan kualitatif dibangun berdasarkan tradisi pemikiran Jerman yang lebih banyak mengadopsi pemikiran filsafat Plato yang Humanistis. Sebagaimana diketahui bahwa pandangan Plato terhadap manusia lebih banyak menempatkan manusia sebagai makhluk yang humanistis daripada manusia sebagai homosapiens. Karena itu plato memandang manusia sebagai manusia, bahkan Plato terlebih melihat manusia dipengaruhi oleh rasionya, karena itu manusia memiliki idealismenya. Gagasan Plato mempengaruhi Edmund Husserl, Martin Heidegger dan Merleu Ponty. Mereka adalah pelopor aliran fenomenologi, sebuah aliran fisafat yang mengkaji penampakan atau fenomena yang mana antara fenomena dan kesadaran tidak terisolasi satu sama lain melainkan selalu berhubungan secara dialektis. Jadi dalam pandangan fenomenologi sesuatu yang tampak itu pasti bermakna menurut subjek yang menampakkan fenomena itu, karena setiap fenomena berasal dari kesadaran manusia sehingga sebuah fenomena pasti ada maknanya. Tradisi pemikiran Jerman yang Platonik, Humanistis, idealistis ini mengilhami pemikiran Kant dan Hegel tentang dunia ide yang kemudian melahirkan Paradigma Fenomenologi dalam penelitian sosial yang dikenal dengan paradigma penelitian kualitatif, dimana paradigma ini berseberangan dengan tradisi pemikiran Inggris dan Perancis yang Positivistik. Persaingan fenomenologis dan positivisme sebenarnya terjadi pada tataran penafsiran terhadap ajaran-ajaran filsafat yang melatarbelakangi masing-masing paradigma. Sehubungan dengan itu berbagai ajaran filsafat yang mendasari

pandangannya juga

digunakan untuk menjelaskan keberadaannya. Pendekatan Kualitatif selain didasari oleh filsafat fenomenologis dan humanistis, juga mendasari pendekatannya pada filsafat lainnya seperti empiris, idealism, kritisme, vitalisme, dan rasionalisme maupun humanism. Dengan kata lain bahwa pandangan yang mengatakan pendekatan kuantitatif (positivisme) yang mendasari pemikirannya terhadap empirisme, idealism, kritisme, dan rasionalisme adalah pandangan yang keliru. Karena pada kenyataannya pendekatan kualitatif juga menggunakan semua pandangan filsafat

yang juga digunakan oleh pendekatan kuantitatif, tentu dengan bentuk penafsiran yang sesuai dengan kepentingan fenomenologi, hal mana juga dilakukan oleh positivisme terhadap paradigma kuantitatif ketika menafsirkan filsaf-filsafat yang mendasarinya. (bungin, 2008 : 4).

Pengertian Penelitian Lapangan (Field Research)

Menurut Kenneth D. Bailey (1994:254) istilah studi lapangan merupakan istilah yang sering digunakan bersamaan dengan istilah studi etnografi (ethnographic study atau ethnography). Lawrence Neuman (2003:363) juga menjelaskan bahwa penelitian lapangan juga sering disebut etnografi atau panelitian participant observation. Akan tetapi, menurut Neuman etnografi hanyalah merupakan perluasan dari penelitian lapangan. Etnografi mendefinisikan kembali bagaimana penelitian lapangan harus dilakukan. Menurut Roice Singleton (1988:308), penelitian lapangan berasal dari dua tradisi yang terkait yakni antropologi dan sosiologi, dimana etnografi merupakan studi antropologi dan etnometodologi merupakan studi sosiologi. Etnografi memberikan jawaban atas pertanyaan apakah budaya suatu kelompok individu, sedangkan etnomethodologi

memberikan jawaban atas

bagaimanakah orang memahami kegiatan mereka sehari-hari sehingga mereka dapat berprilaku dengan cara yang diterima secara sosial. Penelitian lapangan merupakan penelitian kualitatif di mana peneliti mengamati dan berpartisipasi secara langsung dalam penelitian skala sosial kecil dan mengamati budaya setempat. Banyak mahasiswa senang dengan penelitian lapangan karena terlibat langsung dalam pergaulan beberapa kelompok orang yang memiliki daya tarik khas. Tidak ada matematika yang menakutkan atau statistik yang rumit, tidak ada hipotesis deduktif yang abstrak. Sebaliknya, adanya interaksi sosial atau tatap muka langsung dengan orang-orang yang nyata dalam suatu lingkungan tertentu. Dalam penelitian lapangan, peneliti secara individu berbicara dan mengamati secara langsung orang-orang yang sedang ditelitinya. Melalui interaksi selama beberapa bulan atau tahun mempelajari tetang mereka, sejarah hidup mereka, kebiasaan mereka, harapan, ketakutan, dan mimpi mereka. Peneliti bertemu dengan orang atau komunitas baru, mengembangkan persahabatan, dan menemukan dunia sosial baru, hal ini sering dianggap menyenangkan. Akan tetapi, penelitian lapangan juga memakan waktu, menguras emosi, dan kadang-kadang secara fisik berbahaya. Kapan sebaiknya kita menggunakan penelitian lapangan? Penelitian lapangan dilakukan ketika pertanyaan penelitian mencakup belajar tentang, memahami, atau menggambarkan interaksi sekelompok orang. Hal ini biasanya dilakukan jika pertanyaannya adalah: Bagaimana orang Y di dunia sosial? atau Seperti apakah dunia sosial dari X? Hal ini dapat digunakan ketika metode lain (misalnya, survei, eksperimen) dianggap tidak praktis.

Douglas menyatakan bahwa sebagian dari apa yang peneliti sosial benar-benar ingin belajar, dapat dipelajari hanya melalui keterlibatan langsung seorang peneliti di lapangan. Secara sederhana Metode pengamatan penelitian lapangan (field research) dapat didefinisikan yaitu secara langsung mengadakan pengamatan untuk memperoleh informasi yang diperlukan, misalnya ketika peneliti ingin meneliti bagaimana peran opinion leader dalam suku tertentu menggiring audience-nya untuk mempercayai hal-hal tertentu. Hal ini menggunakan metode field research guna mendapatkan hasil yang akurat dan pasti, dimana peneliti ikut tinggal, bergaul dan melakukan kegiatan sosial lainnya demi mendapatkan kesimpulan yang sesuai dari apa yang ada dilapangan.

Studi Kasus Dapat dikatakan bahwa studi kasus bukan merupakan metode ilmiah yang spesifik melainkan lebih merupakan suatu metode yang lazim diterapkan untuk memberikan penekanan pada spesifikasi dari unit–unit atau kasus–kasus yang diteliti. Dengan kata lain, metode ini berorientasi pada sifat – sifat unik (casual) dari unit–unit yang sedang diteliti berkenaan dengan permasalahan – permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Patton (2004: 447) melihat bahwa studi kasus merupakan upaya mengumpulkan dan kemudian mengorganisasikan serta menganalisis data tentang kasus–kasus tertentu berkenaan dengan permasalahan–permasalahan yang menjadi perhatian peneliti untuk kemudian data tersebut dibandingkan atau dihubung–hubungkan satu dengan yang lainnya (dalam hal lebih dari satu kasus) dengan tetap berpegang dalam perinsip holistik dan kontekstual. Disini yang dapat diangkat menjadi kasus mungkin adalah individu, keluarga, kelompok organisasi, institusi nilai atau corak budaya atau bahkan wilayah. Penerapan studi kasus sebagaimana yang lazim adalah menggunakan metode standar seperti observasi, interview, Focus Group Discussion (FGD) atau penggabungan dari metode–metode itu. Dalam konteks penelitian komunikasi, studi kasus memiliki karakter dinamis di dalam penggunaannya untuk memperoleh gambaran mengenai berbagai persoalan menarik dalam kehidupan sosial. Dalam kaitan ini, studi kasus memiliki semacam keistimewaan yakni bukan hanya studi kasus dalam penelitian komunikasi dikembangkan sesuai dengan yang sudah sejak lama digunakan dalam studi sosiologis dan antropologis melainkan studi kasus dalam penelitian komunikasi juga digunakan untuk meneliti gejala–gejala humaniora. Dalam hubungan ini studi kasus misalnya digunakan untuk melacak nilai – nilai yang terkandung dalam berbagai bentuk naskah cerita seperti novel dan drama. Lacakan

terhadap teknik – teknik retorika yang dikembangkan oleh para elit kekuasaan dan tokoh – tokoh masyarakat juga dapat dilakukan dengan menggunakan studi kasus ini, misalnya mencermati penggunaan bahasa seperti metafor, ironi, parado, anekdot, dan eufeminisme. Contoh penelitian menggunakan metode studi kasus ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Jankowsiki di Amsterdam pertengahan dekade 1970-an yaitu analisis kontekstual mengenai perkembangan stasiun televisi lokal. Adapun topik lain yang dapat menggunakan metode ini yaitu prilaku memilih dikalangan perempuan perkotaan dalam hal ini kita dapat mengerucutkan dan memfokuskan pada satu kota tertentu, dalam hal ini peneliti bisa mengidentifikasikan berbagai kasus yang telah ada. Creswell memulai pemaparan studi kasus dengan gambar tentang kedudukan studi kasus dalam lima tradisi penelitian kualitatif yang dikemukakan Foci berikut ini bahwa diungkapkan bahwa fokus sebuah biografi adalah kehidupan seorang individu, fokus fenomenologi adalah memahami sebuah konsep atau fenomena, fokus suatu teori dasar adalah seseorang yang mengembangkan sebuah teori, fokus etnografi adalah sebuah potret budaya dari suatu kelompok budaya atau suatu individu, dan fokus studi kasus adalah spesifikasi kasus dalam suatu kejadian baik itu yang mencakup individu, kelompok budaya ataupun suatu potret kehidupan. Lebih lanjut Creswell mengemukakan beberapa karakteristik dari suatu studi kasus yaitu : 1. mengidentifikasi kasus untuk suatu studi; 2. Kasus tersebut merupakan sebuah sistem yang terikat oleh waktu dan tempat; 3. Studi kasus menggunakan berbagai sumber informasi dalam pengumpulan datanya untuk memberikan gambaran secara terinci dan mendalam tentang respons dari suatu peristiwa dan; 4. Menggunakan pendekatan studi kasus, peneliti akan menghabiskan waktu dalam menggambarkan konteks atau setting untuk suatu kasus. Berdasarkan paparan di atas, dapat diungkapkan bahwa studi kasus adalah sebuah eksplorasi dari “suatu sistem yang terikat” atau “suatu kasus/beragam kasus” yang dari waktu ke waktu melalui pengumpulan data yang mendalam serta melibatkan berbagai sumber informasi yang “kaya” dalam suatu konteks. Sistem terikat ini diikat oleh waktu dan tempat sedangkan kasus dapat dikaji dari suatu program, peristiwa, aktivitas atau suatu individu. Dengan perkataan lain, studi kasus merupakan penelitian dimana peneliti menggali suatu fenomena tertentu (kasus) dalam suatu waktu dan kegiatan (program, event, proses, institusi atau kelompok sosial) serta mengumpulkan informasi secara terinci dan

mendalam dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama periode tertentu. Pengumpulan data dalam studi kasus dapat diambil dari berbagai sumber informasi, karena studi kasus melibatkan pengumpulan data yang “kaya” untuk membangun gambaran yang mendalam dari suatu kasus. Yin (1989) mengungkapkan bahwa terdapat enam bentuk pengumpulan data dalam studi kasus yaitu: 1. Dokumentasi yang terdiri dari surat, memorandum, agenda, laporan-laporan suatu peristiwa, proposal, hasil penelitian, hasil evaluasi, klipping, artikel; 2. Rekaman arsip yang terdiri dari rekaman layanan, peta, data survei, daftar nama, rekaman-rekaman pribadi seperti buku harian, kalender dan sebagainya; 3. Wawancara yang biasanya bertipe open-ended; 4. Observasi langsung; 5. Observasi partisipan dan; 6. Perangkat fisik atau kultural yaitu peralatan teknologi, alat atau instrumen, pekerjaan seni dan lain-lain. Sedangkan Creswell menampilkan pengumpulan data melalui matriks sumber informasi untuk pembacanya. Matriks ini mengandung empat tipe data yaitu: wawancara, observasi, dokumen dan materi audio-visual Jadi, Studi kasus menjadi berguna apabila seseorang/peneliti ingin memahami suatu permasalahan atau situasi tertentu dengan amat mendalam dan dimana orang dapat mengidentifikasi kasus yang kaya dengan informasi , kaya dalam pengertian bahwa suatu persoalan besar dapat dipelajari dari beberapa contoh fenomena dan biasanya dalam bentuk pertanyaan. Studi kasus pada umumnya berupaya untuk menggambarkan perbedaan individual atau variasi “unik” dari suatu permasalahan. Suatu kasus dapat berupa orang, peristiwa, program, insiden kritis/unik atau suatu komunitas dengan berupaya menggambarkan unit dengan mendalam, detail, dalam konteks dan secara holistik. Untuk itu dapat dikatakan bahwa secara umum, studi kasus lebih tepat digunakan untuk penelitian yang berkenaan dengan how atau why.

Fenomenologi Kalangan fenomenologi memandang bahwa tindakan bahwa tingkah laku manusia, yaitu apa yang dikatakan dan dilakukan seseorang, sebagai produk dari cara orang tersebut menafsirkan dunianya. Tugas ahli fenomenologi dan ahli metodologi kualitatif adalah

menangkap proses interprestasi ini. Untuk melakukan hal itu diperlukan apa yang disebut Weber Verstehen, yaitu pengertian empatik atau kemampuan untuk mengeluarkan dalam pikirannya sendiri, perasaan, motif dan pikiran-pikiran yang ada dibalik tindakan orang lain. Untuk dapat memahami arti tingkah laku seseorang, ahli fenomenologi berusaha memandang sesuatu dari sudut pandang orang lain (Bogdan & Taylor, 1975). Fenomenologi tidak menganggap dirinya tahu apa makna sesuatu bagi orang-orang yang dipelajarinya. “Penyelidikan fenomologis bermula dari “diam”. Keadaan “ diam” ini merupakan upaya untuk menangkap apa gerangan yang sedang dipelajari. Dengan demikian, apa yang ditekankan kaum fenomologi adalah segi subjektif tingkah laku orang. Fenomenolog berusaha untuk bisa masuk kedalam dunia konseptual subjek penyelidikan (Geerz, 1973) agar dapat memahami bagaimana dan apa makna yang disusun subjek tersebut disekitar kejadian-kejadian dalam kehidupan kesehariannya. Fenomenologi berkepercayaan bahwa bagi manusia ada banyak cara penafsiran pengamalan yang tersedia bagi kita masing-masing melalui interaksi dengan orang lain, dan bahwa makna dari pengalaman itulah yang membentuk kenyataan atau realitas. Sebagai akibatnya, kenyataan itu “bentukan sosial”. Jadi, tujuan dari semua paham fenomenologi yang beragam sifatnya pada dasarnya sama,yakni memahami subjek dari sudut pandang subjek sendiri (Bogdan & Bikken, 1982:24). Fenomenologi beranjak dari filsafat sebagaimana dicetuskan oleh filsuf Jerman Edmund H. Husserl (1859 – 1938). Walaupun acap kali tampak ada kesimpangsiuran dalam definisinya (sebagian paradigma, aliran filsafat, bahkan sebagai metode atau penelitian kualitatif itu sendiri), pada hakikatnya fenomenologi adalah upaya menjawab pertanyaan bagaimanakah struktur dan hakikat pengalaman terhadap suatu gejala bagi sekelompok manusia?. Fenomenologi pada dasarnya adalah sebuah tradisi yaitu tradisi pengkajian yang digunakan untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Fenomenologi adalah suatu tradisi untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Dalam konteks ini diasumsikan bahwa manusia aktif memahami dunia disekelilingnya sebagai sebuah pengalaman hidupnya dan aktif menginterpretasikan pengalamannya tersebut yang dapat disederhanakan bahwa fenomenologi berasumsi bahwa<...


Similar Free PDFs