PENENTUAN SBA DAN PEMISAHAN ANOMALI REGIONAL DAN RESIDUAL MENGGUNAKAN METODE MOVING AVERAGE FILTER PADA DATA GAYA BERAT DAERAH SEGMEN SESAR PALU KORO PDF

Title PENENTUAN SBA DAN PEMISAHAN ANOMALI REGIONAL DAN RESIDUAL MENGGUNAKAN METODE MOVING AVERAGE FILTER PADA DATA GAYA BERAT DAERAH SEGMEN SESAR PALU KORO
Author Rezki Noviana Agus
Pages 11
File Size 1.5 MB
File Type PDF
Total Downloads 35
Total Views 637

Summary

PENENTUAN SBA DAN PEMISAHAN ANOMALI REGIONAL DAN RESIDUAL MENGGUNAKAN METODE MOVING AVERAGE FILTER PADA DATA GAYA BERAT DAERAH SEGMEN SESAR PALU KORO Rezki Noviana Agus Jurusan Geofisika Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jalan Perhubungan I No.5 Pondok Betung, Bintaro, Tangerang S...


Description

PENENTUAN SBA DAN PEMISAHAN ANOMALI REGIONAL DAN RESIDUAL MENGGUNAKAN METODE MOVING AVERAGE FILTER PADA DATA GAYA BERAT DAERAH SEGMEN SESAR PALU KORO Rezki Noviana Agus Jurusan Geofisika Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jalan Perhubungan I No.5 Pondok Betung, Bintaro, Tangerang Selatan Kode Pos 15221 Telp.(021)73691621, website www.stmkg.ac.id Email: [email protected]

ABSTRAK Pengindentifikasian densitas menggunakan metode Nettleton dan metode Parasnis serta pemisahan anomali regional dan residual menggunakan Moving Average Filter kawasan Sesar Palu Koro telah dilakukan berdasarkan data anomali medan gravitasi. Data anomali medan gravitasi yang digunakan dalam penelitian adalah hasil pengukuran Geodetic Satellite (GeoSat) dan European Remote Sensing-1 (ERS-1) Satellite yang telah terkoreksi hingga koreksi udara bebas (FAA). Pengolahan data selanjutnya adalah koreksi Bouger sehingga diperoleh nilai Simple Anomaly Bouger. Proses pengolahan, pemodelan, dan interpretasi data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2010 dan Surfer 10, serta dengan bantuan aplikasi Google Earth. Ketinggian maksimum di daerah ini adalah 1779 m di atas permukaan laut dan paling rendah adalah 19 m. Nilai yang didapatkan pada perhitungan menggunakan metode Parasnis adalah 2.378608 g/cm3 berbeda dengan nilai densitas dengan menggunakan metode Nettleton yakni 2.6 g/cm3. Secara morfologi terlihat adanya cekungan pada koordinat 0.9997˚–1.0013˚ LS dan 119.7783˚–120.0693˚BT di kawasan Lembah Palu-Koro. Sedangkan pola kontur Bouger Anomaly sederhana memperlihatkan adanya pengkutuban anomali rendah di suatu tempat dengan posisi -0.9082˚LS dan 119.7583˚BT dan daerah yang beranomali tinggi dengan posisi -1.1082˚LS dan 119.7417˚BT. Nilai anomali yang dimiliki pada batas tersebut sebesar +101.0371 mGal yang semakin ke arah Barat Daya cenderung semakin rendah dengan nilai anomali mencapai -41.8459 mGal. Kata kunci : Simple Bouguer Anomaly, Parasnis, Nettleton, Filter Moving Average, Palu Koro.

ABSTRACT An identification of the density using Parasnis methods and Nettleton methods and separation regional and residual anomalies using Moving Average Filter Palu Koro Fault region has been conducted based on data anomalies gravitational field. Gravity field anomaly data used in this study is the result of the measurement Geodetic Satellite (GeoSat) and the European Remote Sensing-1 (ERS-1) satellite which has been corrected to free air correction (FAA). Further data processing is Bouger correction so that the value Simple Anomaly Bouger. Processing, modeling, and interpretation of data using Microsoft Excel 2010 software and Surfer 10, and with the help of Google Earth application.. The maximum height in this area is 1779 m above sea level and the lowest is 19 m. The value obtained in the calculation method Parasnis is 2.378608 g / cm3 differ with density values by using methods Nettleton namely 2.6 g / cm3. The morphology seen the basin at coordinates 0.9997˚-1.0013˚ LS and 119.7783˚-120.0693˚BT in the Valley of the Palu-Koro. While the contour pattern Bouger simple Anomaly showed low polarization anomaly somewhere with -0.9082˚LS position and 119.7583˚BT and areas with high anomali -1.1082˚LS position and 119.7417˚BT. The anomalous values are held at the limit of +101.0371 mGal increasingly in the direction of Southwestern tends to lower the value of the anomaly reaches -41.8459 mGal. Keywords : Simple Bouguer Anomaly, Parasnis, Nettleton, Moving Average Filter, Palu Koro.

1

PENDAHULUAN Tatanan Tektonik Daerah Sulawesi Tengah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia, Pasifik, dan Laut Filipina (Hall, 2002). Pertemuan keempat lempeng tersebut mengakibatkan terbentuknya tatanan tektonik yang rumit. Di wilayah Indonesia bagian Timur tataan tektoniknya melibatkan lempeng utama, mikro kontinen, dan busur kepulauan. Pulau Sulawesi terbentuk dari proses tektonik yang rumit, sehingga memberikan bentuk kenampakan seperti sekarang. Beberapa peneliti telah mengemukakan pendapatnya tentang pembentukan Pulau Sulawesi antara lain Soekamto (1975), Hamilton (1979), Hall dan Wilson (2000). Hall dan Wilson (2000) menggunakan istilah suture untuk menggambarkan kerumitan tektonik yang terjadi di Indonesia, termasuk di Pulau Sulawesi, dan mengidentifikasi adanya lima suture di Indonesia, yaitu Suture Sulawesi, Maluku, Sorong, Banda, dan Kalimantan (Gambar 2). Menurut Hall dan Wilson (2000) suture Sulawesi terbentuk akibat proses tumbukan antara kontinen dan kontinen (Paparan Sunda dan Australia) yang merupakan daerah akresi yang sangat kompleks, tersusun oleh fragmen ofiolit, busur kepulauan dan kontinen. Pembentukan suture Sulawesi diperkirakan terjadi pada Kala Oligosen Akhir dan berlanjut hingga Miosen Awal. Hingga saat ini diperkirakan deformasi tersebut masih berlangsung. Hamilton (1979) berdasarkan perbedaan litologi membagi Pulau Sulawesi menjadi empat mandala (province) tektonik yaitu Lengan Utara (North Arm), Lengan Selatan (South Arm), Lengan Timur (East Arm), dan Lengan Tenggara (Southeast Arm) (Gambar 3). Seismisitas Sesar Palu Koro Daerah Sulawesi Tengah merupakan salah satu daerah rawan bencana gempa bumi di Indonesia (Supartoyo dan Surono, 2008), karena terletak dekat dengan sumber gempa bumi yang berada di darat dan di laut. Sebaran kejadian gempa bumi merusak Pulau Sulawesi ditampilkan pada Gambar 1. Sumber-sumber gempa bumi tersebut terbentuk akibat proses tektonik yang terjadi sebelumnya. Sumber gempa bumi di laut berasal dari penunjaman Sulawesi Utara yang terletak di sebelah Utara Pulau Sulawesi, sedangkan sumber gempa bumi di darat bersumber dari beberapa sesar aktif di daratan

Sulawesi Tengah, salah satunya adalah Sesar Palu Koro. Sesar Palu Koro merupakan sesar utama di Pulau Sulawesi dan tergolong sebagai sesar aktif (Bellier et al., 2001). Wilayah Sulawesi Tengah paling tidak telah mengalami 19 kali kejadian gempa bumi merusak (destructive earthquake) sejak tahun 1910 hingga 2013 (modifikasi dari Supartoyo dan Surono, 2008). Beberapa kejadian gempa bumi merusak tersebut pusat gempa buminya terletak di darat. Kejadian gempa bumi dengan pusat gempa bumi terletak di darat di sekitar lembah Palu Koro diperkirakan berkaitan dengan aktivitas Sesar Palu.

Gambar 1. Peta sebaran pusat gempa bumi merusak dan tahun kejadian di Pulau Sulawesi (modifikasi dari Supartoyo dan Surono, 2008).

Survey Geofisika Survei Gravitasi (Gravity Survey) merupakan metode survei Geofisika yang didasarkan pada pengukuran variasi medan gravitasi di permukaan bumi. Metode ini umumnya digunakan untuk eksplorasi awal terhadap target sumberdaya alam di bawah permukaan bumi dengan cara menggambarkan profil dua dimensi (2D) atau benda tiga dimensi (3D) melalui pengolahan data anomali medan gravitasi, yang disebut sebagai Anomali Bougeur. Berdasarkan model ini, dapat diinterpretasi struktur geologi atau lapisan batuan bawah permukaan yang menjadi target penelitian. Variasi medan gravitasi di permukaan bumi ini dapat terjadi

2

3

akibat perbedaan massa jenis atau densitas batuan bawah permukaan. Meskipun variasi medan gravitasi di permukaan bumi sangatlah kecil, namun denga peralatan ketelitiannya tinggi, maka variasi medan gravitasi di permukaan bumi ini dapat diukur dari satu titik ke titik yang lain, sehingga dapat dipetakan menjadi peta kontur. Sekarang ini telah dikembangkan metode pengukuran data medan gravitasi dari satelit, lengkap dengan data posisi geografis titik ukur di permukaan bumi. Salah satunya adalah Geodetic Satellite (GEOSAT) dan European Remote Sensing1 (ERS-1) Satellite. GEOSAT merupakan satelit observasi bumi milik U.S. Navy, sedangkan satelit ERS-1 adalah satelit observasi bumi pertama yang diluncurkan Badan Antariksa Eropa (European Space Agency). Data yang diperoleh digunakan untuk memetakan anomali medan gravitasi global di permukaan bumi, termasuk di atas permukaan laut. Berbagai deposit alam seperti batubara, zinc, bauksit, dan beberapa mineral logam lainnya yang sulit dideteksi menggunakan metode geolistrik, ternyata dapat dengan mudah dideteksi menggunakan metode gravitasi citra satelit ini. Pertimbangan lain dari pemanfaatan data anomali medan gravitasi citra satelit ini adalah biayanya lebih murah daripada pengukuran langsung di lapangan, yang dapat menelan dana puluhan bahkan ratusan juta rupiah.

DATA DAN METODE Data anomali gravitasi citra satelit lengkap dengan data posisi geografis dan elevasi masingmasing titik ukur diakses dari website: http://topex.ucsd.edu/cgi-bin/get_data.cgi, yang disediakan oleh Scripps Institution of Oceanography, University of California San Diego USA. Data anomali gravitasi maupun data elevasi yang diperoleh telah tergrid secara teratur dalam format ASCII – XYZ sesuai batas-batas posisi geografis yang diinputkan. Resolusi spasial titik lintang dan bujur sebesar 1 menit tiap grid. Ketelitian data anomali gravitasi sebesar 0,1 mGal, sedangkan data elevasi sebesar 1 meter. Proses pengolahan, pemodelan, dan interpretasi data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2010 dan Surfer 10, serta dengan bantuan aplikasi Google Earth. Pada penelitian kali ini, penulis mengambil data medan gravitasi pada daerah Sesar Palu-Koro

yang dibatasi pada 119.7˚BT – 120.0˚BT dan 1.15˚LS - 0.9˚LS.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengolahan data dimulai dengan menghitung densitas batuan dengan menggunakan metode Parasnis dan Nettleton. Metode Parasnis mencari nilai rho ρ densitas batuan pada daerah tersebut dengan rumus regresi linear, yakni: ( ( (

) ( )) ((

) )

)

Dengan x adalah nilai FAC, y adalah nilai FAA, dan n adalah jumlah data. Sedangkan metode Nettleton mencari nilai rho ρ densitas batuan dengan cara membuat model nilai densitas batuan pada daerah tersebut dalam bentuk range nilai. Dan selanjutnya nilai rho yang dipilih adalah yang paling mendekati lurus (linear). Dalam penulisan kali ini, penulis mengambil nilai range yakni mulai dari nilai rho ρ 2.6 g/cm3 sampai dengan 2.9 g/cm3 dengan pertimbangan densitas batuan kerak berada pada sekitar range tersebut. Hasil yang diperoleh dari perhitungan dengan kedua metode tersebut memberikan nilai yang berbeda. Nilai yang didapatkan pada perhitungan menggunakan metode Parasnis adalah 2.378608 g/cm3 (Gambar 4), berbeda dengan nilai densitas dengan menggunakan metode Nettleton yakni 2.6 g/cm3 (Gambar 5).

Gambar 4. Grafik penentuan nilai rho berdasarkan metode Parasnis.

4

Gambar 5. Grafik perhitungan nilai rho berdasarkan metode Nettleton.

Selanjutnya nilai densitas tersebut diolah lagi untuk melakukan koreksi Bouger sehingga menghasilkan data Simple Bouger Anomaly (SBA) dengan nilai rho yang didapatkan dengan metode Nettleton. Grafik ketinggian (topografi) daerah penelitian dan peta kontur SBA dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7.

Berdasarkan Gambar 6 daerah penelitian memiliki topografi yang beragam. Ketinggian maksimum di daerah ini adalah 1779 m di atas permukaan laut dan paling rendah adalah 19 m. Secara morfologi terlihat adanya cekungan pada koordinat 0.9997˚–1.0013˚ LS dan 119.7783˚– 120.0693˚BT di kawasan Lembah Palu-Koro. Sedangkan pola kontur Simple Bouger Anomaly (SBA) memperlihatkan adanya pengkutuban anomali rendah di suatu tempat dengan posisi 0.9082˚LS dan 119.7583˚BT dan daerah yang beranomali tinggi dengan posisi -1.1082˚LS dan 119.7417˚BT. Nilai anomali yang dimiliki pada batas tersebut sebesar +101.0371 mGal yang semakin ke arah Barat Daya cenderung semakin rendah dengan nilai anomali mencapai -41.8459 mGal. Sementara itu, untuk peta kontur anomali SBA yang didapatkan dengan menggunakan nilai rho yang didapat dengan metode Parasnis adalah seperti pada Gambar 8 berikut.

Gambar 6. Grafik elevasi pada daerah penelitian.

Gambar 8.

Peta kontur Bouger Anomaly dengan menggunakan nilai rho dari metode Parasnis.

Lalu untuk melihat pada penampang melintang maka, penulis melakukan slicing masing-masing peta kontur tersebut kedalam 2 sayatan tiap peta (Gambar 9 dan Gambar 10).

Gambar 7.

Peta kontur Bouger Anomaly dengan menggunakan nilai rho yang didapatkan dari metode Nettleton.

5

Gambar 11.b. Grafik hasil sayatan B-B’ pada peta kontur SBA metode Nettleton.

Gambar 9.

Peta kontur sayatan Bouger Anomaly pada peta SBA metode Nettleton.

Gambar 12.a. Grafik hasil sayatan A-A’ pada peta kontur SBA metode Parasnis.

Gambar 10. Peta kontur sayatan Bouger Anomaly pada peta SBA metode Parasnis.

Dan didapatkan hasil pengolahan data berupa grafik seperti pada Gambar 11.a, Gambar 11.b, Gambar 12.a, dan Gambar 12.b. Sumbu x sebagai jarak dan sumbu y sebagai Anomali Bouguer.

Gambar 12.b. Grafik hasil sayatan B-B’ pada peta kontur SBA metode Parasnis.

Selanjutnya pemisahan anomali regional dan residual untuk masing-masing peta kontur SBA tersebut dengan “Moving Average Filter” dengan lebar window bertutur-turut 19, 25, dan 31 ditampilkan pada gambar 13.a, 13.b, dan 13.c untuk peta kontur SBA metode Nettleton serta gambar 14.a, 14.b, dan 14.c untuk peta kontur SBA metode Parasnis.

Gambar 11.a. Grafik hasil sayatan garis A-A’ pada peta kontur SBA metode Nettleton.

6

7

8

9

KESIMPULAN Terdapat perbedaan nilai Bouger Anomaly yang didapatkan dengan menggunakan metode Parasnis dan dengan menggunakan metode Nettleton. Hal ini terjadi sebab perbedaan nilai densitas rho batuan yang didapatkan pada kedua metode. Oleh sebab itu peta kontur yang dihasilkan juga berbeda.

Untuk daerah penelitian Sesar Palu-Koro pada peta kontur Gambar 7 memperlihatkan bahwa pencarian nilai rho ρ menggunakan metode Nettleton lebih detil menampakkan sebaran anomali Bouger pada daerah tersebut dibandingkan dengan metode Parasnis. Walaupun demikian, terlihat pada grafik hasil sayatan bahwa keduanya memiliki kecenderungan arah anomali yang sama. Yakni

10

turun pada sayatan A-A’ (Gambar 11.a dan Gambar 12.a) dan naik pada sayatan B-B’ (Gambar 11.b dan Gambar 12.b). Selanjutnya pemisahan anomali regional dengan menggunakan metode Moving Average Filter telah dilakukan untuk memperoleh nilai residual dengan lebar window yang berbeda-beda. Hasil yang didapatkan pada tiap-tiap nilai lebar window tersebut yakni 19, 25, dan 31 berbeda-beda. Semakin lebar window tersebut berarti semakin kita men-general-kan rata-rata data gravity tersebut. Pada gambar yang terdapat di atas tidak terdapat perbedaan yang jauh peta kontur nilai residual yang didapatkan antara metode Parasnis dengan metode Nettleton untuk masing-masing lebar window. Adanya perbedaan sebaran densitas yang tinggi pada daerah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15 dan Gambar 16 memperlihatkan adanya perbedaan nilai gravitasi. Salah satu faktor hal tersebut terjadi yakni karena adanya aktivitas sesar Palu Koro (Gambar 3) pada daerah tersebut dan untuk memahami penyebab anomali lainnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA Budiati, K, Masyitha R, Dadang Ahmad dan Sabrianto Aswad. 2013. Relokasi Gempa Di Sepanjang Sesar Palu Koro Menggunakan Metode Modified Joint Hypocenter Determination dan Double Difference. Jurnal Tugas Akhir Universitas Hasanuddin. Kurniawan, Fatwa Aji dan Sehah. Pemanfaatan Data Anomali Gravitasi Citra GEOSAT dan ERS-1 Satellite untuk Memodelkan Struktur Geologi Cekungan Bentarsari Brebes. 2012. Indonesian Journal of Applied Physics Vol.2 No.2, Oktober 2012: halaman 184. Purnami, Ni Luh Desi. Pemodelan Tiga Dimensi Anomali Gravitasi dalam Penentuan Jenis Sesar (Studi Kasus Sesar Opak dan Sesar Haruman). 2014. Tugas Akhir Akademi Meteorologi dan Geofisika. Supartoyo, et al. Kelas Tektonik Sesar Palu Koro, Sulawesi Tengah. 2014. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 5 No. 2, Agustus 2014: halaman 111 – 128.

11...


Similar Free PDFs