PENERBITAN AKTA KELAHIRAN ANAK LUAR KAWIN STUDI: DI DINAS PENDAFTARAN PENDUDUK DAN CATATAN SIPIL SEMARANG PDF

Title PENERBITAN AKTA KELAHIRAN ANAK LUAR KAWIN STUDI: DI DINAS PENDAFTARAN PENDUDUK DAN CATATAN SIPIL SEMARANG
Author Edi angin
Pages 85
File Size 518.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 61
Total Views 275

Summary

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada tanggal 20 November 1959 Sidang Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa telah mengesahkan hak-hak anak. Didalam mukadimah deklarasi ini tersirat antara lain bahwa umat manusia berkewajiban memberikan yang terbaik buat anak-anak. Secara garis besar, deklara...


Description

BAB I PENDAHULUAN.

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada tanggal 20 November 1959 Sidang Umum Perserikatan BangsaBangsa telah mengesahkan hak-hak anak. Didalam mukadimah deklarasi ini tersirat antara lain bahwa umat manusia berkewajiban memberikan yang terbaik buat anak-anak. Secara garis besar, deklarasi memuat asas tentang hak-hak anak yaitu hak untuk memperoleh perlindungan khusus, kesempatan, dan fasilitas yang memungkinkan mereka berkembang secara sehat dan wajar dalam keadaan bebas dan bermanfaat, memiliki nama dan kebangsaan sejak lahir, mendapat jaminan sosial termasuk gizi yang cukup, perumahan, rekreasi dan pelayanan kasahatan, memperoleh pendidikan, perawatan dan perlakuan khusus jika mereka cacat, tumbuh dan dibesarkan dalam suasana yang penuh kasih dan rasa aman sedapat mungkin dibawah asuhan serta tanggung jawab orang tua mereka sendiri, dalam mendapatkan pendidikan, dan dalam hal terjadi kecelakan atau malapetaka, mereka termasuk orang yang pertama memperoleh perlindungan serta pertolongan, memperoleh perlindungan terhadap segala bentuk yang menyianyiakan (anak), kekejaman dan penindasan serta perbuatan yang mengarah ke dalam bentuk diskriminasi. Secara garis besar, maka dapat disebutkan bahwa perlindungan anak dapat dibedakan dalam dua pengertian yaitu (Irma, 1990 : 13):

1

2

a. Perlindungan yang bersifat yuridis yang meliputi perlindungan dalam : 1. Bidang hukum publik 2. Bidang hukum keperdataan. b. Perlindungan yang bersifat non yuridis yang meliputi antara lain : 1. Bidang sosial 2. Bidang kesehatan 3. Bidang pendidikan. Jadi perlindungan anak yang bersifat yuridis ini meliputi semua aturan hukum yang mempunyai dampak langsung bagi kehidupan seorang anak, dalam arti semua aturan hukum yang mengatur kehidupan anak. Salah satu contohnya adalah perlindungan terhadap asal usul anak. Sebelum terlahirkannya anak dalam keluarga maka harus dilakukan perkawinan, perkawinan itu sendiri menurut undang-undang perkawinan No 1 tahun 1974 adalah “Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Jelaslah bahwa perkawinan merupakan lembaga suci dan berkuatan hukum. Dengan adanya perkawinan akan memberikan kejelasan status dan kedudukan anak yang dilahirkan. Jadi asal usul kelahiran seseorang tentunya sangat menentukan kehidupannya kelak, seperti halnya dengan status apakah dia terlahir sebagai anak sah atau anak diluar kawin. Dari perbedaan satus tersebut maka akan membedakan hak dan kedudukan anak sah dan anak luar kawin.

3

Dengan adanya perbedaan status anak sah dan anak luar kawin menyebabkan timbulnya beberapa pendapat dalam masalah mengenai (Irma, 1990: 28) 1. Hak memakai nama keluarga (geslachtsnaam ) 2. Pemberian izin perkawinan 3. Hak untuk mewaris 4. Kekuasaan orang tua Asal usul kelahiran anak dapat dilihat dalam akta kelahirannya. Dengan adanya akta kelahiran agar seorang anak dapat membuktikan bahwa dirinya adalah benar-benar anak dari ayah x dan ibu y. Jika asal usul seorang anak yang tidak dilindungi oleh hukum atau dengan kata lain anak tersebut tidak memiliki akta kelahiran. Contoh jika kelak anak tersebut ingin melakukan perbuatan hukum tertentu, misalnya menuntut harta warisan orang tuanya maka anak tersebut akan mengalami kesulitan karena secara hukum tidak dapat membuktikan bahwa ia adalah anak kandung dari orang tua yang meninggalkan harta warisan. Akan tetapi lain halnya dengan anak yang memiliki akta kelahiran, maka ia akan lebih mudah membuktikan tentang asal usul kelahirannya. Sehingga setiap kelahiran itu perlu memiliki bukti tetulis dan otentik karena untuk dapat membuktikan identitas seseorang yang pasti dan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna adalah dapat kita lihat dari akta kelahirannya yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan akta tersebut.

4

Sedangkan di negara Indonesia yang berhak mengeluarkan akta kelahiran adalah Lembaga Catatan Sipil yang diatur dalam keputusan Presiden Nomor 12 tahun 1983 tentang penataan dan peningkatan pembinaan penyelenggaraan catatan sipil yang salah satu fungsinya menurut pasal 5 ayat 2 adalah pencatatan dan penerbitan akta kelahiran. Setelah ditetapkan keputusan Presiden tersebut maka setiap peristiwa kelahiran yang terjadi di tengah-tengah masyarakat perlu didaftarkan di Kantor Catatan Sipil guna mendapatkan akta kelahiran. Hal ini agar kedudukan hukum dan status seseorang itu dapat dilihat sewaktu-waktu dengan memiliki alat bukti yang otentik kecuali itu, informasi dan data yang ada dalam akta kelahiran juga penting untuk negara, yaitu : 1. Untuk meningkatkan tertib administrasi kependudukan 2. Untuk menunjang bagi data perencanaan pembangunan 3. Pengawasan dan pengedalian Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul : PENERBITAN AKTA KELAHIRAN ANAK LUAR KAWIN : STUDI DI DINAS PENDAFTARAN PENDUDUK DAN CATATAN SIPIL SEMARANG.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH Tugas dari Dinas Pendafaran Penduduk dan Catatan Sipil meliputi penyelenggaraan beberapa akta, seperti akta kelahiran, perkawinan, perceraian, kematian, pergantian nama, dan juga akta pengakuan dan pengesahan anak. Maka

5

agar penelitian ini bertuju pada satu masalah tertentu dan lebih mendalam pembahasannya, maka perlu diadakan pembatasan masalah. Dalam penelitian ini penulis mengadakan

pembatasan pada suatu

masalah tertentu, yaitu tentang penerbitan akta kelahiran khususnya terhadap anak luar kawin beserta permasalahan yang timbul beserta cara penyelesaiannya.

1.3 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah serta pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas maka untuk memudahkan menyusun skripsi ini, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pelayanan dan proses penerbitan akta kelahiran di Dinas Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil Semarang? 2. Apa saja hambatan yang muncul dalam penerbitan akta kelahiran anak luar kawin dan bagaimanakah cara penyelesaiannya?

1.4 TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan permasalahan yang ada dan manfaatnya dapat diperoleh, maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif: a. Untuk mengetahui pelayanan dan proses penerbitan akta kelahiran khusus di Dinas Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil Semarang b. Untuk mengetahui hambatan dan cara penyelesaian dalam penerbitan akta kelahiran anak luar kawin.

6

2. Tujuan Subyektif : a. Untuk menambah pengetahuan di bidang hukum perdata yang menyangkut masalah akta kelahiran. b. Untuk menyusun skripsi guna melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar kesarjanaan (S1) bidang hukum Fakultas Ilmu Sosial UNNES.

1.5 MANFAAT PENELITIAN Nilai yang terkandung dari suatu penelitian tidak terlepas dari besarnya manfaat yang akan diperoleh dengan adanya tersebut. Dengan adanya penelitian ini manfaat yang akan penulis rumuskan adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penerbitan akta kelahiran bagi seorang anak, sehingga seorang anak memiliki alat bukti yang otentik tentang kelahirannya dan juga dapat menambah pengetahuan di bidang hukum pada umumnya, dan hukum perdata pada khususnya 2. Manfaat Praktis Dapat memberikan masukan kepada Dinas Pendaftaran Penduduk dan Catatan

Sipil

kota

Semarang

yang

bersangkutan

sehingga

dapat

meningkatkan pelayanan pada masyarakat.

1.6 Sistematika Skripsi Garis besar skripsi terbagi dalam tiga bagian yaitu : bagian awal skripsi, bagian pokok skripsi dan bagian akhir skripsi.

7

Bagian awal skripsi terdiri dari halaman judul persetujuan bimbingan, pengesahan kelulusan, halaman motto dan persembahan prakata, sari, dan daftar isi. Dalam skripsi ini penulis membatasi dalam beberapa bab dan tiap bab terdiri dari sub-sub. Adapun sistematika skripsi ini adalah sebagai berikut: Pendahuluan dalam bab ini diuraikan keadaan umum mengenai masalah yang menjadi topik penelitian yang berisi tentang latar belakang, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian , manfaat penelitian dan penegasaan istilah. Landasan teori terdiri dari tujuh sub bab I yaitu bab tentang pengertian akta, sub bab II tentang macam-macam akta, sub bab III tentang fungsi akta, sub bab IV tentang kekuatan pembuktian akta, sub bab V tentang pengertian akta kelahiran, sub VI tentang pengertian anak, dan sub bab VII tentang pengertian umum catatan sipil di Indonesia. Metode penelitian terdiri dari tujuh sub bab yaitu sub bab I tentang dasar penelitian, sub bab II tentang lokasi penelitian, sub bab III tentang fokus penelitian, sub bab IV tentang sumber data penelitian, sub bab V tentang metode pengumpulan data, sub bab VI tentang objektivitas dan keabsahan data, sub bab VII tentang model analisis data, dan sub bab VIII tentang prosedur penelitian. Pembahasan terdiri dari dua sub bab yaitu sub bab I tentang pelayanan dan proses penerbitan akta kelahiran dikantor catatan sipil Semarang, sub bab II tentang hambatan yang muncul dalam penerbitan akta kelahiran anak luar kawin dan cara penyelesaiannya. Penutup terdiri dari dua sub bab yaitu bab I tentang kesimpulan umum dan kesimpulan khusus, sub bab II tentang saran saran.

8

BAB II PENELAAHAN KEPUSTAKAAN

2.1 Pengertian Akta. Istilah

atau

perkataan

“akta” dalam

bahasa

Belanda

disebut

“Acte”/”akta” dan dalam bahasa Inggris disebut “Act”/ “deed” menurut pendapat umum mempunyai dua arti, yaitu: 1. Perbuatan (handling) atau perbuatan hukum (rechtshandeling). 2. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai atau untuk digunakan sebagai perbuatan hukum tertentu yaitu berupa tulisan yang ditunjukkan kepada pembuktian tertentu. Menurut R subekti dan Tjitrosoedibio dalam buku kamus hukum (1980:9), bahwa kata “akta” merupakan bentuk jamaan dari kata “actum”yang berasal dari bahasa layin dan berarti perbuatan-perbuatan. Menurut Prof. Mr. A. Pitlo dalam bukunya Teguh Samudra, SH. (1992:37) berpendapat bahwa Akta adalah suatu surat yang ditanda tangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti dan untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat. Menurut Dr. Sudikno Mertokusumo, SH dalam bukunya Teguh Samudra, SH. (1992:37) berpendapat bahwa yang dimaksud akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian

8

9

Disamping akta sebagai surat yang sengaja dibuat untuk dipakai sebagai alat bukti, dalam perbuatan perundang-undangan sering kita jumpai perkataan akta yang sama sekali bukanlah surat melainkan perbuatan. Hal ini berarti kita jumpai pada pasal 108 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata yang berbunyi : “Seorang istri biar dia kawin diluar persatuan harta kekayaan, atau telah berpisahan dalam hal itu sekali pun, namun ia tidak dapat dihibahkan barang sesuatu atau memindah tangankanya, atau memperolehnya, baik dengan cumacuma maupan atas beban, melainkan dengan bantuan dalam akta,atau dengan izin tertulis dari suaminya.” Apabila diperhatikan dengan teliti dan seksama maka penggunaan kata akta dalam ketentuan undang-undang diatas adalah tidak tepat kalau diartikan dengan surat yang diperuntukkan sebagai alat bukti. Menurut R. subekti dalam bukunya pokok-pokok hukum perdata kata akta bukanlah berati surat melainkan suatu perbuatan hukum. Bertitik tolak dari definisi tersebut diatas, jelaslah tidak semua surat dapat disebut akta, melaikan hanya surat-surat tertentu yang memenuhu syaratsyarat yang dipenuhi supaya suatu surat dapat disebut akta adalah : 1. Surat itu harus ditandatangani. Keharusan ditandatanganinya suatu surat untuk dapat disebut akta dikemukannya dalam pasal 1869 KUHPerdata yang berbunyi: “Suatu akta, yang karena tidak berkuasa untuk atau tidak cakapnya pegawai termaksud diatas, atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak diberlakukan sebagai akta otentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan dibawah tangan, jika ditandatangani oleh pihak”

10

Dari bunyi tersebut jelas bahwa suatu surat untuk dapat disebut akta harus ditandatangani, dan jika tidak ditandatangani oleh yang membuatnya, maka surat itu bukan akta. 2. Surat itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak dan perikatan. Sesuai dengan peruntukan sesuatu akta sebagai alat pembuktian demi keperluan siapa surat itu, maka jelas bahwa surat itu harus berisikan keterangan yang dapat dijadikan bukti yang dibutuhkan. Peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu dan yang dibutuhkan sebagai pembuktian haruslah peristiwa hukum yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan. 3. Surat itu harus diperuntukkan sebagai alat bukti. Syarat ketiga agar suatu surat dapat disebut sebagai akta adalah surat itu diperuntukkan sebagai alat bukti.

2.2 MACAM-MACAM AKTA Pasal 1867 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi: Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan (akta) autentik maupun tulisan-tulisan (akta) dibawah tangan. Dari bunyi Pasal ini maka akta itu dapat dibedakan atas: a. Akta Otentik Adalah surat yang dibikin dengan maksud untuk dijadikan bukti oleh atau dimuka seorang pejabat umum yang berkuasa untuk itu. Sedangkan menurut Sudikno dalam buku Wirjono P. (1975:103), akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun

11

tanpa bantuan dari yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimintakan dimuat didalamnya oleh yang berkepentingan. Menurut Prof. Subekti SH (1975:419) akta otentik adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan seorang pegawai umum yang berwenang untuk itu, tempat dimana akta itu dibuatnya. Menurut Pitlo dalam bukunya Teguh Samudra, SH (1992:40) akta otentik adalah akta yang dibuat menurut bentuk Undang-undang oleh dan dihadapan seorang pegawai umum yang berwenang di tempat itu. Menurut Pasal 165 HIR akta otentik adalah “Suatu surat yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai umum yang berkuasa akan membuatnya, mewujudkan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak dari padanya yaitu tentang segala hal yang tersebut di dalam surat itu dan juga tentang yang tercantum dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja tetapi yang tersebut kemudian itu hanya sekedar yang diberitahukan itu langsung berhubungan dengan pokok dalam akta itu”. Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa akta otentik itu mengandung

beberapa unsur pokok yaitu akta yang dibuat oleh dan

dihadapan pejabat umum yang ditentukan oleh Undang-undang. Yang dimaksud dengan pejabat umum adalah notaries, hakim, panitera, juru sita, pegawai catatan sipil yang berarti bahwa surat-surat yang dibuat oleh dan atau dihadapan pejabat tersebut seperti akta notaries, vonis, surat berita acara siding, proses verbal pensitaan, surat perkawinan, kelahiran, kematian adalah merupakan akta otentik

12

b. Akta dibawah Tangan Adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seeorang pejabat. Sedangkan didalam Kitab Undangundang Hukum Perdata Pasal 1874 ayat (1) menyatakan bahwa : “Sebagai tulisan-tulisan dibawah tangan dianggap akta-akta yang ditanda tangani dibawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pegawai umum”. Dari ketentuan Pasal 1878 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat kekhususan akta dibawah tangan yaitu akta harus seluruhnya harus ditulis dengan tangan si penandatangan sendiri, atau setidak-tidaknya, selain tanda tangan, yang harus ditulis dengan tangan si penada tangan adalah suatu penyebutan yang memuat jumlah atau besarnya barang atau uang yang terhutang.

2.3 FUNGSI AKTA Di dalam hukum akta mempunyai bermacam-macam fungsi. Fungsi akta dapat berupa: 1. Syarat untuk menyatakan adanya suatu perbuatan hokum Suatu akta yang dimaksud dengan mempunyai fungsi sebagai syarat untuk menyatakan adanya suatu perbuatan hukum adalah bahwa dengan tidak adanya atau tidak dibuatnya akta maka berarti perbuatan hukum itu tidak terjadi.

13

2. Alat pembuktian Fungsi suatu akta sebagai alat pembuktian dimaksudkan bahwa dengan tidak adanya atau tidak dibuatnya akta maka berarti perbuatan hukum tersebut tidak dapat terbukti adanya.

2.4 KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA Daya pembuktian atau kekuatan pembuktian akta dapat di bedakan kedalam tiga macam yaitu: a. Kekuatan Pembuktian Lahir/Luar/Pihak ketiga. Dimaksud dengan pembuktian lahir dari akta yaitu suatu kekuatan pembuktian yang didasarkan atas keadaan lahir, bahwa suatu surat yang kelihatannya seperti akta, diterima/dianggap seperti akta dan diperlakukan sebagai akta, sepanjang tidak terbukti kebalikannya. b. Kekuatan Pembuktian Formal Dimaksud dengan kekuatan formal dari akta yaitu suatu kekuatan pembuktian yang didasarkan atas benar atau tidaknya pernyataan yang ditandatangani dalam akta, bahwa oleh penanda tangan diterangkan apa yang tercatum di dalam akta. c. Kekuatan Pembuktian Material Dimaksud dengan kekuatan pembuktian material akta yaitu suatu kekuatan pembuktian yang didasarkan atas benar tidaknya isi dari pernyataan yang ditandatangani dalam akta, bahwa peristiwa hukum yang dinyatakan dalam akta itu benar-benar telah terjadi. Jadi memberi kepastian tentang materi akta.

14

2.4.1 Kekuatan Pembuktian Akta Otentik Akta otentik sebagai alat pembuktian yang mempunyai kekuatan pembuktian lengkap itu hanya berlaku terhadap para pihak (party akta) menurut ketentuan Pasal 165 HIR 1870 dan 1871 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sedangkan terhadap orang pihak lain yaitu pihak yang tidak mempunyai party akta tidak mempunyai akta pembuktian yang lengkap, dalam

arti

penilaian

kekuatan

pembuktiannya

bergantung

kepada

pertimbangan hakim. a. Kekuatan Pembuktian Lahir Akta Otentik Sebagai mana telah diterangkan dalam kekuatan pembuktian lahir dari kata yaitu bahwa suatu surat yang kelihatannya seperti akta otentik, diterima/dianggap seperti akta dan di perlakukan sebagai akta otentik terhadap setiap orang sepanjang tidak terbukti sebaliknya. Jadi dalam hal ini yang telah pasti adalah kererangan yang diterangkan oleh pegawai umum (notaries) adalah benar dan berlaku terhadap setiap orang. Dengan demikian maka berarti

bahwa keduanya akta tersebut mempunyai

kekuatan pembuktian lahir. b. Kekuatan Pembuktian Formal Akta Otentik Sebagaimana telah disebut dalam kekuatan pembuktian formal dari akta yaitu bahwa biasanya orang menadatangani suatu surat itu untuk mennerangkan bahwa hal-hal yang tersebut diatas tanda tangannya adalah benar keterangannya. Karena bukan menjadi tugas pegawai umum (notaries) untuk menyelidiki kebenaran dari keterangan para menghadap

15

yang dituliskan dalam akta, maka dalam akta otentik yang berupa akta para pihak, apabila tanda tangan para penandatangan telah diakui kebenarannya. Jadi dalam hal ini yang telah pasti adalah tentang tanggal dan tempat akta dibuta serta keaslian tanda tangan, yang berlaku terhadap setiap orang. Denagn demikian maka kedua akta tersebut mempunyai kekuatan akta pembuktian formal. c. Kekuatan Pembuktian Material Akta Otentik Sebagaimana telah di sebut dalam uraian tentang kekuatan pembuktian material akta, yaitu keinginan agar orang lain menganggap bahwa apa yang menjadi isi keterangan dan untuk siapa isi akta itu berlaku sebagai benar dan bertujuan untuk mengadakan bukti buat dirinya sendiri. Denagn kata lain, keinginan agar orang lain mengangap bahwa peristiwa hukum yang dinyatakan dalam akta adalah benar telah terjadi. Maka dalam akta otentik yang berupa akta para ...


Similar Free PDFs