Pengelolaan Sampah TPST Piyungan: Potret Kondisi Persampahan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman PDF

Title Pengelolaan Sampah TPST Piyungan: Potret Kondisi Persampahan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman
Author Wisangtitis Setyaji
Pages 33
File Size 1.2 MB
File Type PDF
Total Downloads 138
Total Views 746

Summary

Pengelolaan Sampah TPST Piyungan: Potret Kondisi Persampahan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman PENGELOLAAN LINGKUNGAN BLOK 2 T.A 2017/2018 Radita Ardila (14/348832/GE/07631) Gregorius Wisangtitis Setyaji (14/365883/GE/07842) Novi Asti Lalasati (14/365298/GE/07804) Elma Novendi ...


Description

Pengelolaan Sampah TPST Piyungan: Potret Kondisi Persampahan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman PENGELOLAAN LINGKUNGAN BLOK 2 T.A 2017/2018 Radita Ardila Gregorius Wisangtitis Setyaji Novi Asti Lalasati Elma Novendi Izana Saffana Ilma

(14/348832/GE/07631) (14/365883/GE/07842) (14/365298/GE/07804) (14/365914/GE/07894) (14/365827/GE/07835)

DEPARTEMEN GEOGRAFI LINGKUNGAN FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2017

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

1

Oleh Radita Ardila I. Profil TPST Piyungan TPST Piyungan terletak di dukuh Bendo Ngablak dan dukuh Watu Gender desa Sitimulyo Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, ± 16 km sebelah tenggara pusat Kota Yogyakarta, dengan luas lahan 12,5 Ha. TPST Piyungan didirikan pada tahun 1995 dan mulai beroperasi pada tahun 1996.TPST Piyungan dikelola oleh Sub Dinas Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 1996 s/d 1999. Namun, dengan adanya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, sejak tahun 2000 sampai tahun 2017 pengelolaan TPAS / TPST Piyungan dilakukan bersama oleh Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul dalam wadah kerjasama Sekretariat Bersama Kartamantul TPST Piyungan terletak pada cekungan dengan kemiringan bervariasi, curam, dan mendatar. Lokasi tempat TPST Piyungan berdiri terbentuk atas tanah ledok dengan jurang yang cukup dalam sebesar 40 m. Kedalaman airtanah berkisar antara 2-5 meter dengan lapisan tanah mengandung gamping. Luas keseluruhan TPST Piyungan sebesar 12,5 Ha dengan kapasitas volume sampah 2.7 juta m3. Saat ini TPST Piyungan merupakan tempat pembuangan akhir regional dari tiga Kabupaten yaitu Kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul. Sampah yang masuk ke TPST Piyungan berkisar antara 400-500 ton/hari dengan sistem pengelolaan sampah control landfill.

II. Landasan Hukum Pengelolaan Sampah Dasar kebijakan pengelolaan sampah di Kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul secara spesifik diatur pada lima perundangan, yaitu: 1. Undang-undang RI Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Aktivitas pengelolaan sampah untuk tujuan pemanfaatan kembali guna mereduksi sampah, didalamnya terdapat fasilitas untuk merubah sampah menjadi bentuk yang lebih berguna yang teknik pengolahan sampahnya seperti pemilahan sampah, penggunaan ulang.

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

2

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pencemaran lingkungan akibat sampah menjadi tanggungjawab pemerintah, sementara dalam menangani pencemaran limbah menjadi tanggungjawab pelaku usaha. 3. UU RI No. 18 Tahun 2008 • Pasal 20 mengenai Pengurangan Sampah 1. Pengurangan sampah meliputi kegiatan: a. pembatasan timbulan sampah; b. pendauran ulang sampah; dan/atau c. pemanfaatan kembali sampah

2. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut: A. menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu; B. memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan; C. memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan; D. memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan E. memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

3. Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.

4. Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan peraturan pemerintah. • Pasal 44

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

3

(1) Pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini. (2) Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya UndangUndang ini. 3. Peraturan Menteri RI Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No. 13 Tahun 2012 Tentang Pedman Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle Melalui Bank Sampah.

(1) Kegiatan 3R melalui bank sampah dilaksanakan oleh: a. Menteri; b. Menteri terkait lainnya; c. Gubernur; d. Bupati/walikota; dan/atau e. Masyarakat.

(2) Pelaksanaan kegiatan 3R melalui bank sampah oleh Menteri dan menteri terkait lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b meliputi: a. pembinaan teknis; b. pembangunan bank sampah percontohan; c. pengintegrasian antara bank sampah dengan penerapan EPR; d. monitoring dan evaluasi pelaksanaan bank sampah di daerah; dan e. pengembangan kerjasama internasional dalam pelaksanaan bank sampah. (3)

(3) Pelaksanaan kegiatan 3R melalui bank sampah oleh gubernur atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d meliputi: a. memperbanyak bank sampah; b. pendampingan dan bantuan teknis; c. pelatihan; d. monitoring dan evaluasi bank sampah; dan

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

4

e. membantu pemasaran hasil kegiatan 3R. (4)

(4) Pelaksanaan kegiatan 3R melalui bank sampah oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi: a. pemilahan sampah; b. pengumpulan sampah; c. penyerahan ke bank sampah; dan d. memperbanyak bank sampah. 4. Peraturan Daerah DIY •

Perda Daerah Istimewa Yogyakarta No. 3 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

5

Gambar 1 Penangan Sampah Menurut PERDA DIY No. 3 Tahun 2013 Penanganan sampah di D.I.Yogyakarta harus didasarkan pada perundangan Perda Daerah D.I.Yogyakarta No.3 Tahun 2013 seperti yang telah dijelaskan pada gambar 1. Kemudian secara spesifik kelima langkah penanganan sampah dijelaskan pada perundangan tersebut. 1. pasal 17 Jenis dan sifat sampah yang harus dibedakan menjadi: • sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun; • sampah yang mudah terurai; • sampah yang dapat digunakan kembali; • sampah yang dapat didaur ulang; dan • sampah lainnya.

2. Pasal 18 (1) Pemilahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 harus dilakukan mulai dari sumber sampah. (2) Dalam hal masyarakat suatu kawasan belum melakukan pemilahan sampah di sumber sampah, pemilahan dilakukan di TPS 3R atau TPST.

3. Pasal 19 Setiap orang yang menghasilkan sampah wajib memilah sampah sesuai jenis dan sifatnya.

4. Pasal 20 Setiap orang yang membuang sampah di TPST atau TPA wajib terlebih dulu memilah sampahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2).

5. Pasal 7 Kebijakan pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. Pengurangan timbulan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya; b. Peningkatan tingkat pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk berperan dalam pengelolaan sampah; c. Peningkatan kerjasama dan keterpaduan antara Pemerintah Daerah, Pemerintah

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

6

Kabupaten/Kota, pelaku usaha, dan/atau masyarakat yang berperan dalam pengelolaan sampah; d. Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas pengelolaan sampah yang komprehensif melalui teknik dan metode pendekatan ramah lingkungan; e. Pembinaan sampah sebagai sumber daya bernilai manfaat dan bernilai ekonomi; dan f. Pengembangan alternatif sumber pembiayaan.

5. Keputusan Bersama Bantul, Sleman, dan Yogyakarta Keputusan Bersama Bupati Bantul, Bupati Sleman dan Walikota Yogyakarta Nomor : 152a Tahun 2004, 02/SKB.KDH/A/2004, 03 Tahun 2001 tentang Kerjasama Pengelolaan Prasarana dan Sarana Perkotaan antar Kab. Bantul, Kab. Sleman dan Kota Yogyakarta. Kemudian perundangan lain yang menguatkan pengelolaan secara bersama ini diatur dalam Perjanjian Kerjasama antar Pemerintah Kota Yogyakarta, Pemerintah Kabupaten Sleman , dan Pemerintah Kabupaten Bantul tentang Pengelolaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu

(TPST)

di

Piyungan

Kabupaten

Bantul

Nomor

01/Perj.YK/2011,

2/PK.KDH/A/2011, 03/Perj/Bt/2011.

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

7

Oleh Gregorius Wisangtitis Setyaji Permasalahan lingkungan hidup dapat timbul karena berbagai sebab. Menurut Karbi (2004), sebab dari masalah lingkungan hidup yaitu: •

Urbanisasi yang cepat dan penggunaan teknologi yang kurang bijaksana, cenderung memusatkan penduduk dan sampah pada tempat yang relatif sempit.



Konsentrasi sampah yang melebihi kapasitas lingkungan.



Pertambahan jumlah penduduk serta peningkatan jumlah kegiatan pembangunan, mengakibatkan pergeseran penggunaan lahan.



Pertumbuhan ekonomi dan industri yang menyebabkan terjadinya kecenderungan perubahan siklus alami, terutama mengenai perubahan sungai dan kegiatan lain yang dapat mengurangi produktivitas biologis. Menurut Suyoto (2008), sampah adalah sisa kegiatan manusia maupun proses alam

yang berbentuk padat. World Health Organization (WHO) menyatakan sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan permasalahan lingkungan. Sampah yang menumpuk dapat membuat lingkungan menjadi kotor, selain itu juga bisa menambah sedimentasi sungai sehingga meningkatkan risiko banjir. Dampak lain dari sampah yang menumpuk berupa meningkatnya penyebaran penyakit serta bau menyengat yang dapat mengganggu kenyamanan dan kesehatan (Hakim, Wijaya, dan Sudirja, 2006). Berdasarkan sumbernya, sampah dapat dibedakan menjadi 8 (delapan) sumber, yaitu: •

Permukiman (domestic wastes)



Tempat umum



Perkantoran



Jalan raya



Industri (industrial wastes)



Pertanian/perkebunan

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

8



Pertambangan



Peternakan dan perikanan.

Jenis-jenis sampah dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu berdasarkan mudah/tidaknya

membusuk

(organik/anorganik),

mudah/tidaknya

terbakar,

serta

karakteristik sampah. Karakteristik sampah yang dimaksud seperti: •

Abu



Sampah jalanan



Bangkai binatang



Sampah permukiman



Bangkai kendaraan



Sampah industri



Sampah hasil penghancuran bangunan



Sampah dari daerah pembangunan



Sampah padat pada air buangan



Sampah khusus (memerlukan penanganan khusus, seperti kaleng cat, zat radioaktif, zat toksis) Permasalahan sampah semakin bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah

manusia maupun hewan yang pada dasarnya merupakan penghasil sampah. Permasalahan sampah di daerah pedesaan tidak begitu terasa karena permasalahan masih dapat ditanggulangi dengan cara misal dibakar, ditimbun, atau dibiarkan mengering sendiri. Permasalahan sampah di perkotaan, permasalahan sampah terkait dengan lokasi area terbuka tempat penampungan sampah, sehingga menjadi permasalahan tersendiri (Suyono dan Budiman, 2010). Permasalahan sampah di suatu kawasan terkait dengan laju peningkatan volume sampah. Kepedulian masyarakat yang buruk (seperti membuang sampah sembarangan) dapat menyebabkan kerugian, seperti banjir di musim hujan karena drainase tersumbat sampah (Hardiatmi, 2011).

Sampah dapat menimbulkan bencana karena dianggap merusak daya dukung lingkungan. Terdapat 2 (dua) jenis bencana akibat rusaknya daya dukung lingkungan, yaitu kerusakan karena faktor internal (berasal dari alam sendiri) serta kerusakan karena faktor eksternal (berasal dari perilaku manusia. (Susilo, 2008)

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

9

Kualitas lingkungan yang bersih dan sehat dapat dicapai dengan pengelolaan sampah. Menurut Azwar (1990), pengelolaan sampah adalah perlakuan terhadap sampah yang bertujuan memperkecil maupun menghilangkan permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan. Terdapat 5 (lima) aspek penting dalam pengelolaan sampah, yaitu aspek teknologi, hukum/peratutan, institusi, pembiayaan, dan partisipasi masyarakat (Bebassari, 2008). Berbagai metode pengelolaan sampah berbeda-beda, tergantung tipe zat sampah, tanah yang digunakan untuk mengelola, serta ketersediaan lahan. Beberapa metode diantaranya yaitu: •

Vermi Compost (pupuk dari kotoran cacing yang berasal dari tumpukan sampah organik)



Biogas (fermentasi dari bahan-bahan organik, sebagai aktivitas anaerobik)



Open Dumping (sistem pembuangan sampah di lahan terbuka tanpa ada persiapan lahan pembuangan, tidak dilapisi geotekstil)



Controlled Landfill (sistem pembuangan sampah dengan menimbun sampah secara teratur, dibuat barisan dan lapisan setiap harinya, kemudian ditimbun oleh tanah setiap 5-7 hari sekali)



Sanitary Landfill (sistem pembuangan dengan menimbun lapisan sampah dengan tanah setiap harinya)



Insenerator (pengolahan termal, mengubah sampah menjadi abu untuk mengurangi volume sampah)

Merujuk publikasi statistik lingkungan hidup DIY, tempat sampah didefinisikan sebagai tempat atau wadah untuk menampung sampah yang berlokasi di sekitar halaman atau pagar bangunan yang terbuat dari tembok atau drum atau ember atau lubang besar dan sejenisnya, baik tertutup maupun terbuka. Sampah yang ditampung dalam tempat sampah kemudian diangkut oleh petugas ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau langsung ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sampah dalam lubang atau dibakar jika sampah dibuang ke dalam lubang, baik lubang buatan atau alamiah, atau sampah tersebut dibakar (BPS, 2012). Proses akhir dari pengelolaan sampah di Indonesia biasa dijumpai di TPA, berupa pengurugan atau sering disebut landfilling. Sebagian besar TPA yang ada di Indonesia mengelola sampah dengan sistem open dumping, yang dapat mengakibatkan

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

10

permasalahan lingkungan seperti timbulnya bau, tercemarnya airtanah, asap, dan lain sebagainya. Kebutuhan luas lahan untuk TPA terus meningkat seiring berjalannya waktu, sebanding dengan peningkatan jumlah sampah yang ada.

Volume sampah yang terus

bertambah menyebabkan kebutuhan lahan penimbunan di TPA juga meningkat. Dalam studi kasus perkotaan, sulit menemukan lahan yang memenuhi syarat untuk dijadikan TPA, sehingga TPA terpaksa didirikan di pinggiran kota (Wiranegara, 2002). Penyelesaian yang ideal dalam penanganan sampah di perkotaan adalah dengan pengelolaan sampah terpadu.

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

11

Oleh Novi Asti Lalasati Permasalahan sampah yang kerap terjadi di perkotaan adalah volume sampah besar dan melebihi daya tampung tempat pembuangan akhir (TPA). Lahan TPA semakin sempit, faktor jarak mengakibatkan pengangkutan sampah kurang efektif, teknologi pengolahan tidak optimal, terbatasnya tempat penampungan sampah sementara (TPS), kurangnya sosialisasi dan dukungan pemerintah mengenai pengelolaan sampah serta minimnya edukasi dan manajemen diri pengelolaan sampah (Sudrajat, 2006). Pengelolaan sampah perkotaan umumnya dilakukan dengan dua sistem yaitu sentralisasi dan desentralisasi (6). Pengelolaan sampah di DIY ditangani sebagian besar oleh pemerintah secara sentralisasi. Pengelolaan tersebut mulai dari penarikan retribusi, pengumpulan sampah dari sumber, pengumpulan di TPS atau depo sampah dan pengangkutan serta pengumpulan di TPA. Kota Yogyakarta, Kabupatan Bantul dan Kabupaten Sleman menggunakan TPA Piyungan, saat ini beralih nama menjadi Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan meski dengan fungsi yang sama. TPST Piyungan terletak di Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul dan merupakan bagian dari lereng utara escarpment pegunungan Baturagung. Profil lokasi berupa lembah dengan kemiringan bervariasi, curam dan mendatar serta membentuk tanah ledok dengan jurang yang cukup dalam (40 meter). TPST ini memiliki luas 12,5 Ha dengan kapasitas tampungan sebesar 2,7 juta m3. Adapun usia teknis TPST berdasarkan AMDAL adalah 17 tahun terhitung sejak terbangun dan beroperasi pada tahun 1995. Secara spasial, pembagian zona pengelolaan sampah di TPST Piyungan ditampilkan dalam Gambar 1. berikut. TPST Piyungan berada di Kabupaten Bantul namun cakupan pelayanan tertinggi adalah Kota Yogyakarta (90%) sedangkan Bantul menjadi yang terendah (1,91%), hal ini dapat diamati pada Tabel 1. Data tersebut diperkuat dengan rekapitulasi sampah terbaru oleh pengelola TPST Piyungan yang ditampilkan pada Tabel 2.

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

12

Gambar 1. Denah TPST Piyungan Sumber: Buku Profil TPST Piyungan, 2014

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

13

Tabel 1. Kondisi Persampahan di Kota/Kabupaten Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014

Sumber : Mulansari dkk (2014)

Tabel 2. Rekapitulasi Sampah Bulanan TPST Piyungan Tanggal 1-31 Oktober 2017 NO

ASAL DAERAH

JUMLAH

PERSENTASE (%) 46.16

1

Kodya Yogyakarta

( Kg ) 8,395,900

2

Kabupaten Sleman

5,211,490

28.65

3

Kabupaten Bantul

2,306,430

12.68

4

Non Dinas Kodya Yogyakarta

335,032

1.84

5

Non Dinas Sleman

287,920

1.58

6

Non Dinas Bantul

46,330

0.25

7

insidental

1,606,890

8.83

Jumlah

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

18,189,992

100 Sumber : Data Pengelola TPST Piyungan (2017)

14

Pengelolaan sampah di TPST Piyungan sebagai TPA terluas di DIY menjadi representasi potret pengelolaan sampah secara umum di provinsi ini. Merujuk pada hasil wawancara peneliti dan pengelola TPST Piyungan ditemukan beberapa masalah utama dalam pengelolaan sampah di lokasi tersebut. Permasalahan pengelolaan sampah di TPST Piyungan menjadi masalah bersama tiga wilayah administratif yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman. Permasalahan tersebut secara umum adalah sebagai berikut. •

Tren volume sampah yang terus meningkat Sejak beroperasi penuh pada tahun 1996 sampai sekarang jumlah sampah

terangkut terus meningkat dengan penyumbang sampah tertinggi adalah Kota Yogyakarta. Kondisi ini tidak disebabkan oleh pertumbuhan penduduk kota mengingat laju pertumbuhan penduduk (LPP) di Kota Yogyakarta adalah -0,2%. LPP tercepat selama empat dekade terjadi di kabupaten Sleman dan Bantul yakni sebesar 1,9% dan 1,6% (BPS, 2016). Tingginya volume sampah terangkut dari Kota Yogyakarta disebabkan pengembangan kawasan daerahnya telah masif sebagai kawasan permukiman, pusat ekonomi dan pusat pemerintahan sehingga satu-satunya alternatif pengelolaan sampah adalah pengangkuta ke TPS dan TPA yang berakhir di TPST Piyungan. Berbeda halnya dengan kabupaten Sleman dan Bantul, disebabkan keadaan geografis keduanya berupa perdasaan dengan jumlah lahan kosong yang masih luas serta akses yang jauh dari fasilitas pengelolaan sampah pemerintah...


Similar Free PDFs