PENGEMBANGAN UMKM OLAHAN PANGAN LOKAL DALAM GERAKAN ONE DAY NO RICE (ODNR) DI KOTA DEPOK PDF

Title PENGEMBANGAN UMKM OLAHAN PANGAN LOKAL DALAM GERAKAN ONE DAY NO RICE (ODNR) DI KOTA DEPOK
Author endar purnawan
Pages 26
File Size 327.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 354
Total Views 466

Summary

JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 17, NOMOR 2, OKTOBER 2016, 106-131 PENGEMBANGAN UMKM OLAHAN PANGAN LOKAL DALAM GERAKAN ONE DAY NO RICE (ODNR) DI KOTA DEPOK Endar Purnawan1 Fentiny Nogroho2 ABSTRAK Tesis ini membahas tentang pengembangan UMKM Olahan Pangan Lokal. Penelitian ini meng- gunakan ...


Description

JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 17, NOMOR 2, OKTOBER 2016, 106-131

PENGEMBANGAN UMKM OLAHAN PANGAN LOKAL DALAM GERAKAN ONE DAY NO RICE (ODNR) DI KOTA DEPOK Endar Purnawan1 Fentiny Nogroho2 ABSTRAK Tesis ini membahas tentang pengembangan UMKM Olahan Pangan Lokal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa gerakan ODNR telah mendorong munculnya UMKM yang bergerak di bidang kuliner dan kemudian menyediakan menu pangan lokal non beras dan non terigu. Peran UMKM olahan pangan lokal dalam gerakan ODNR adalah memproduksi, menyuplai, mendistribusikan, memasarkan pangan lokal, melakukan inovasi, mensosialisasikan ODNR, memunculkan UMKM baru dan membuka lapangan kerja. Hal-hal yang mendukung perkembangan UMKM pangan lokal adalah tempat usaha, peralatan, modal, tenaga kerja, keterampilan, bahan baku, dan gerakan ODNR itu sendiri, sedangkan faktor penghambatnya adalah pergantian pegawai dan pengaturan waktu kerja, kurangnya kreatifitas, kurangnya pengetahuan dan kelangkaan bahan baku tertentu. ABSTRACT This thesis reveals the development of micro, small and medium local food entreprise. Furthermore, this descriptive research uses a qualitative approach. The result of this research show that ODNR action has encouraged the appearance of UMKM in a culinary sector and it also provided local food – non rice and non wheat. The roles of UMKM in a ODNR action is producing, supplying, distributing, marketing local food, conducting inovation, socializing ODNR action, creating new UMKM and job vacancies. Things supporting the development of UMKM are place, equipment, capital, human resources, skills, raw materials, and ODNR action itself. On the other hand, there are some factor that inhibit its development, such as the alteration of human resources and setting of working time, lack of creativity, lack of knowledge and scarcity of raw materials. KEY WORDS: The development of micro small and medium enterprises, local food product, ODNR action.

1 Alumni Program Pasca Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP Universitas Indonesia 2 Staf Pengajar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP Universitas Indonesia 106

PENGEMBANGAN UMKM OLAHAN PANGAN LOKAL DALAM GERAKAN ONE DAY NO RICE (ODNR) DI KOTA DEPOK (ENDAR PURNAWAN, FENTINY NOGROHO)

PENDAHULUAN Pangan dengan berbagai sumbernya memiliki magnet yang kuat bagi seluruh bangsa dan negara di belahan dunia manapun. Pada masa kolonialisasi, kita dapat mengetahui bagaimana negara-negara Eropa melakukan ekspedisi ke berbagai tempat di berbagai belahan dunia untuk menguasai sumber pangan, termasuk Indonesia yang pada masa itu telah didatangi bangsa Portugis guna memetik hasil bumi yang berlimpah, yang kemudian disusul oleh Belanda hingga bahkan ratusan tahun lamanya menguasai negeri ini. Hal ini menunjukkan bahwa pangan dengan berbagai sumbernya memiliki peran yang sangat sentral dan sangat berharga. (Isma’il, 2014) Sejak masa sejarah-madya atau Hindu-Buddha, negeri ini telah termahsyur sebagai negeri penghasil beras. Literatur Yunani purba dan epik India seperti Ramayana telah mencatat adanya “negeri emas”, “negeri padi”, dan “negeri perak” di “Dunia Timur sana”. Bila Sumatra tersohor sebagai Pulau Emas, maka Pulau Jawa sebagai Pulau Padi. Keberlimpahan Jawa akan padi dapat dilihat ketika peristiwa Mataram dengan rajanya Sultan Agung menyerang Batavia pada 16281629. Dua abad setelahnya, pada abad ke-19, Thomas Stamford Raffles dalam The History of Java mengakui bahwa “Apabila seluruh tanah yang ada dimanfaatkan, bisa dipastikan tidak ada wilayah di dunia ini yang bisa menandingi kuantitas, kualitas, dan variasi tanaman yang dihasilkan pulau ini.” Betapa beruntungnya penduduk tanah tropis ini (Wacana Nusantara, 2012). Menurut data BPS tahun 2011, Indonesia memiliki penduduk sebesar 242,3 juta jiwa. Jumlah ini menyebabkan kebutuhan pangan, terutama beras semakin besar. Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indo-

nesia, beras mempunyai bobot paling tinggi. Oleh karena itu, inflasi nasional sangat dipengaruhi oleh perubahan harga beras (Sutomo, 2005). Beras mempunyai peran yang strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional (Suryana et. al., 2001). Tahun 2011, konsumsi beras per kapita nasional sebesar 139,15 kg/kapita/ tahun (BKP, 2012). Jika angka tersebut dikalikan dengan jumlah penduduk sebesar 242,3 juta jiwa, maka angka kebutuhan beras nasional mencapai 33,72 juta ton/tahun (Gerakan ODNR, 2013). Tingginya permintaan (demand) terhadap beras sampai saat ini belum diikuti oleh pertumbuhan produksi (supply) dalam negeri yang seimbang, sehingga untuk menutup defisit tersebut pemerintah melakukan impor beras. Hingga tahun 2012, impor terbesar yang masih dilakukan Indonesia adalah beras. Hal ini disebabkan oleh mayoritas masyarakat Indonesia yang masih mengonsumsi beras sebagai makanan utama. Meskipun pada era 1970-an Indonesia merupakan negara penghasil beras dan sempat swasembada beras, saat ini Indonesia harus melakukan impor beras dari lima negara, yaitu Vietnam (443,6 ribu ton), Thailand (238,4 ribu ton), India (150,5 ribu ton), Pakistan (2.601 ton) dan China (8.624 ton). Selain impor, saat ini pemerintah kembali menggalakkan program intensifikasi dan ekstensifikasi padi serta melakukan program diversifikasi pangan, yaitu dengan pemanfaatan dan pengembangan potensi pangan lokal sebagai pengganti beras. (Isma’il, 2014, p. 42) Menyikapi perubahan pola konsumsi nasional dan kenaikan kebutuhan beras yang makin tinggi, pemerintah merumuskan beberapa konsep yang dapat diterapkan dalam menghadapi permasalahan ketahanan pa-

107

JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 17, NOMOR 2, OKTOBER 2016, 106-131

ngan. Konsep ini sebenarnya telah lama disusun dan dapat dilihat dari Undang-Undang (UU) Nomor 18 tahun 2012 pengganti UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan dan PP No. 68 Tahun 2002 tentang ketahanan pangan. Selain itu, tingkat pengetahuan masyarakat terhadap pola hidup yang bergizi, beragam, seimbang, dan aman juga diperlukan untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Dalam mendukung undang-undang tersebut, Pemerintah Kota Depok memelopori gerakan One Day No Rice (ODNR) sebagai bagian program diversifikasi pangan nasional dan untuk mengembalikan kearifan pangan lokal. Pemerintah Kota Depok telah memulai langkah kecil untuk mengurangi konsumsi beras dengan diresmikannya gerakan ODNR pada setiap hari Selasa di Kota Depok, melalui Surat Edaran Wali Kota Depok Nomor: 500/ 1688-Ekonomi tanggal 27 Desember 2011. Gerakan ini merupakan salah satu upaya untuk memperkenalkan dan membiasakan masyarakat untuk mengkonsumsi aneka pangan lainnya yang berbasis potensi lokal, serta untuk mengurangi konsumsi beras. Selama dilaksanakannya gerakan ODNR sejak Desember 2011 hingga saat ini tercatat telah ada 20 pelaku Usaha Mikro Kecil Menegah (UMKM) di Kota Depok yang telah menyediakan olahan makanan lokal sebagai menu-menu ODNR (Humas Kota Depok, 2014). Tentu hal ini kemudian muncul melalui proses dan pada awalnya melalui beberapa kendala dan masalah. Pelaku UMKM yang awalnya berdagang dengan menyediakan menu makanan nasi dan makanan berbahan terigu pada hari Selasa, kemudian didorong untuk mengganti menu dagangan mereka dengan olahan makanan lokal serta olahan makanan non beras dan non terigu sebagai menu ODNR.

108

Kondisi ini tentunya menjadi sebuah peluang bagi pengembangan UMKM yang ikut terlibat dalam gerakan ODNR dalam menyediakan menu olahan pangan lokal, dimana di Kota Depok setidak-tidaknya pada setiap hari selasa sudah ada pasar yang jelas bagi penjualan olahan pangan lokal non beras dan terigu, yaitu para PNS Pemerintah Kota Depok. Gerakan ODNR telah memberi pesan tersendiri terhadap dunia usaha, terutama UMKM yang ada di Kota Depok, untuk melihat gerakan ODNR sebagai sebuah komoditi dan peluang dalam upaya mengembangkan dirinya. Berdasarkan latar belakang permasalahan dan hasil kajian literatur terkait pelaksanaan ODNR yang kemudian mendorong beberapa UMKM di Kota Depok melaksanakan dan menyediakan olahan makanan lokal sebagai menu-menu ODNR, maka rumusan masalah dapat dijabarkan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: a. Bagaimanakah peran UMKM dalam gerakan ODNR? b. Bagaimanakah gerakan ODNR memberi dampak secara langsung terhadap pengembangan UMKM? c. Apakah faktor pendukung maupun penghambat pengembangan UMKM dalam ODNR di Kota Depok? Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: a. Mendeskripsikan bagaimanakah peran UMKM dalam gerakan ODNR. b. Untuk mengetahui apakah gerakan ODNR memberi dampak secara langsung terhadap pengembangan UMKM. c. Mendeskripsikan faktor-faktor pendukung maupun penghambat pengembang-

PENGEMBANGAN UMKM OLAHAN PANGAN LOKAL DALAM GERAKAN ONE DAY NO RICE (ODNR) DI KOTA DEPOK (ENDAR PURNAWAN, FENTINY NOGROHO)

an UMKM dalam gerakan ODNR di Kota Depok. 1. Konsep Ketahanan Pangan dan Pengembangan UMKM 1.1. Konsep Ketahanan Pangan Ketahanan pangan menurut UU No. 18 tahun 2012 Tentang Pangan adalah “kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan”. Menurut Taylor (1991, p. 84), ketahanan pangan adalah kemudahan masyarakat dalam menjangkau ketersediaan dan kemampuan memperoleh makanan. Deklarasi Roma Konferensi Tingkat Tinggi Pangan Dunia Tahun 1996 mengemukakan bahwa ketahanan pangan adalah terwujudnya akses pangan secara fisik maupun ekonomi setiap individu sehingga mereka memperoleh pangan yang cukup, aman dan bergizi sehingga dapat terciptanya kehidupan yang aktif dan sehat. (Gerakan ODNR, 2013) 1.2. Kedaulatan Pangan dan Kaitannya Dengan UMKM Dalam konteks kedaulatan pangan, kesejahteraan dan keterlibatan masyarakat menjadi salah satu indikator utama. Secara khusus upaya pengindustrian aneka pangan lokal mempunyai potensi besar untuk dapat melibatkan secara aktif komponen masyarakat lokal. keterlibatan masyarakat luas dalam upaya pengindustrian pangan lokal saat ini sudah terjadi di beberapa daerah, khususnya melalui pertumbuhan pesat industri kecil dan

rumah tangga dalam bidang pengolahan pangan. (Hariyadi, 2011) Sesuai dengan klasifikasi industri Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008, struktur industri di Indonesia di dominasi oleh industri atau usaha skala mikro, yaitu usaha dengan aset kurang dari Rp. 50 juta dan penjualan pertahun kurang dari Rp. 300 juta (BPS, 2011). Dari jumlah industri sebanyak 51,26 juta unit indsutri besar tercatat hanya berjumlah 4.370 perusahaan atau sekitar 0,01% dari industri yang ada (Gambar 2.1). Selanjutnya, industri menengah dan kecil berturut-turut adalah 39.660 unit (0,08%) dan 520.220 unit (1,01%) dari keseluruhan jumlah satuan industri yang ada. Sisanya sebanyak 50,7 juta unti (98,9%) adalah industri atau usaha mikro.

Gambar 1 Struktur Industri di Indonesia Yang Didominasi Oleh Usaha Mikro. Sumber: BPS, 2011

Lebih lanjut BPS juga menunjukkan bahwa sekitar 53,57% dari semua usaha mikro, kecil dan menengah ini bergerak pada bidang pangan dan pertanian. (BPS, 2011). Karena itu pengindustrian aneka pangan lokal perlu di arahkan pada pengembangan dan pemberdayaan UMKM di bidang pangan dan pengolahan hasil pertanian, sehingga pangan yang aman, bermutu dan bergizi bagi masyarakat dapat tersedia.

109

JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 17, NOMOR 2, OKTOBER 2016, 106-131

Menurut (Pribadi: 2005) cakupan ketahanan pangan meliputi: (1). Ketersediaan pangan mencakup produksi, cadangan dan pemasukan, (2).Distribusi/ mencakup aksesabilitas mencakup fisik (mudah dijangkau) dan ekonomi terjangkau (daya beli), (3). Konsumsi mencakup mutu dan keamanan, serta kecukupan gizi individu. Dari 3 cakupan ini UMKM pangan berperan dalam kesemua cakupan baik produksi, distribusi hingga mutu dan gizi olahan makanan. Sedangkan untuk empat elemen dalam mencapai ketahanan pangan yaitu: (1). Tersedianya pangan yang cukup yang sebagian besar berasal dari produksi sendiri, (2). Stabilitas ketersediaan pangan sepanjang tahun, tanpa pengaruh musin, (3). Akses atau keterjangkauan terhadap pangan yang dipengaruhi akses fisik dan ekonomi terhadap pangan, dan (4). Kualitas konsumsi pangan dan keamanan pangan. Dari ke empat elemen ini UMKM pangan memiliki peran besar bersama UMKM yang bergerak dibidang pertanian. (Pribadi: 2005) Hal ini menunjukkan betapa besar lingkup peran UMKM dalam upaya ketahanan pangan nasional, terutama UMKM pangan, khususnya UMKM olahan pangan lokal, sebagaimana yang akan kita bahas lebih lanjut dalam penelitian ini, yaitu terkait pengembangan UMKM olahan pangan lokal dalam gerakan ODNR yang digalakkan di Kota Depok sejak tahun 2011 hingga saat ini. 2. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 2.1. Definisi UMKM Sesuai dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, UMKM didefinisikan sebagai berikut:

110

a. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Berdasarkan kekayaan dan hasil penjualan, menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 pasal 6, kriteria usaha mikro yaitu: a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:

PENGEMBANGAN UMKM OLAHAN PANGAN LOKAL DALAM GERAKAN ONE DAY NO RICE (ODNR) DI KOTA DEPOK (ENDAR PURNAWAN, FENTINY NOGROHO)

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Sedangkan kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). 2.2. Peran dan Kontribusi UMKM a. Peranan UMKM di Bidang Ekonomi b. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peranan yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, UMKM juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. UMKM diharapkan mampu memanfaatkan sumber daya nasional, termasuk pemanfaatan tenaga kerja yang sesuai dengan kepentingan rakyat dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang maksimum. (Sulistyastuti, 2004) c. Peranan UMKM di Bidang Sosial

d. Sulistyastuti (2004) berpendapat bahwa UMKM mampu memberikan manfaat sosial yaitu mereduksi ketimpangan pendapatan, terutama di negara-negara berkembang. Peranan usaha kecil tidak hanya menyediakan barang-barang dan jasa bagi konsumen yang berdaya beli rendah, tetapi juga bagi konsumen perkotaan lain yang berdaya beli lebih tinggi. Selain itu, usaha kecil juga menyediakan bahan baku atau jasa bagi usaha menengah dan besar, termasuk pemerintah lokal. Tujuan sosial dari UMKM adalah untuk mencapai tingkat kesejahteraan minimum, yaitu menjamin kebutuhan dasar rakyat. Sedangkan Amstrong dan Taylor (2000) menyebutkan 5 argumen yang relevan mengenai peran usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah dalam pembangunan ekonomi regional, yaitu: a. UMKM mampu menciptakan lapangan kerja; b. UMKM memiliki kemampuan memunculkan industri-industri kecil baru lainnya yang bersifat fleksibel dan bervariasi serta memunculkan enterpreneur baru yang berani menanggung resiko; c. UMKM memiliki kemampuan mendorong terjadinya persaingan secara intensif antar UMKM bahkan usaha besar serupa. Hal ini sangat penting untuk mendorong lingkungan usaha yang kondusif dan berbudaya usaha yang kuat; d. UMKM mendorong inovasi; e. UMKM mampu meningkatkan hubungan industrial (misal hubungan industri dengan buruh) dan menyediakan lingkungan kerja yang baik dengan para buruhnya.

111

JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 17, NOMOR 2, OKTOBER 2016, 106-131

2.3. Pengembangan UMKM Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, bahawa pengembangan usaha terhadap UMKM meliputi fasilitasi pengembangan usaha dan pelaksanaan pengembangan usaha. Fasisiltasi pengembangan usaha dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah, yaitu dilakukan dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, serta desain dan teknologi. Pada bagian ketiga pasal 5 PP No. 17 Tahun 2013 disebutkan bahwa pengembangan usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah dilakukan melalui: a. Pendataan, identifikasi potensi dan masalah yang dihadapi; b. Penyususnan program pembinaan dan pengembangan sesuai potensi dan masalah yang dihadapi; c. Pelaksanaan program pembinaan dan pengembangan; dan d. Pemantauan dan pengendalian pelaksanaan program. e. Selain itu uapaya pengembangan UMKM dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan koperasi, sentra, klaster dan pendekatan kelompok. Kemudian pada pasal 6 PP No. 17 Tahun 2013, pemerintah dan pemerintah daerah memprioritaskan pengembangan UMKM melalui: f. Pemberian kesempatan untuk ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah dan pemerintah daerah; g. Pencadangan usaha bagi usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah melalui pembatasan usaha besar; h. Kemudahan perizinan;

112

i. Penyediaan pembiayaan sesuai dengan ketentua peraturan perundang-undangan; atau j. Fasilitasi teknologi dan informasi. Sedangkan pada pasal 8 PP No. 17 Tahun 2013, pengembangan usaha yang dapat dilakukan oleh UMKM itu sendiri dapat dilakukan dengan: k. Mengembangkan jaringan usaha dan kemitraan; l. Melakukan usaha secara efisien; m. Mengembangkan inovasi dan peluang pasar; n. Memperluas akses pemasaran; o. Memanfaatkan teknologi; p. Meningkatkan kualitas produk; dan q. Mencari sumber pendanaan usaha yang lebih luas. 2.4. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan UMKM 2.4.1. Faktor Pendukung Pengembangan UMKM Faktor-faktor yang paling menentukan pengembangan dan pertumbuhan usaha UKM, dikemukakan Lasceviva (2004) sebagai berikut: 1. Sektor; Perusahaan yang beroperasi pada sektor kegiatan ekonomi yang berbeda memiliki pertumbuhan yang berbeda. Pada level agregat, perusahaan dalam sektor pengolahan dxan jasa umumnya tumbuh yang lebih tinggi dari pada yang beroperasi disektor perdagangan. 2. Lokasi; UKM yang berlokasi di daerah pedesaan tumbuh kurang cepat daripada yang berlokasi di daerah perkotaan, demikian juga yang berlokasi dalam pasar tradisional, distrik komersial; atau disepanjang jalan tumbuh lebih cepat daripada yang berlokasi di dalam rumah.

PENGEMBANGAN UMKM OLAHAN PANGAN...


Similar Free PDFs