PILKADA LANGSUNG DAN IMPLIFIKASINYA MAKALAH PDF

Title PILKADA LANGSUNG DAN IMPLIFIKASINYA MAKALAH
Author Welliams Wijaya
Pages 29
File Size 563.3 KB
File Type PDF
Total Downloads 417
Total Views 980

Summary

PILKADA LANGSUNG DAN IMPLIFIKASINYA TERHADAP BUDAYA DAN PRAKTEK POLITIK UANG DI INDONESIA DISUSUN OLEH MONICA CLAUDIA (E1011171019) FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2018 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan pada kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat dan ka...


Description

PILKADA LANGSUNG DAN IMPLIFIKASINYA TERHADAP BUDAYA DAN PRAKTEK POLITIK UANG DI INDONESIA

DISUSUN OLEH MONICA CLAUDIA (E1011171019)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2018

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan pada kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat dan karunianya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan MAKALAH yang berjudul : PILKADA LANGSUNG DAN IMPLIFIKASINYA TERHADAP BUDAYA DAN PRAKTEK POLITIK UANG DI INDONESIA. Tugas ini disusun untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk menyelesaikan mata kuliah Reformasi Administrasi Publik. Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam menyusun tugas akhir ini. Oleh karna itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Penulis berharap tugas akhir ini bermanfaat bagi semua pihak, terutama yang berminat di bidang ekonomi. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Erdi, Msi. selaku dosen mata kuliah Reformasi Administrasi Publik Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tanjungpura Pontianak, terima kasih atas nasehat – nasehat dan materi yang telah diberikan selama ini. 2. Teman – teman sejurusan Aministrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tanjungpura angkatan 17 yang selama ini selalu support dan memotivasi penulis. Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, baik dari isi maupun cara penyajiaannya, mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Oleh karna itu penulis sangat berharap akan kritikan serta saran yang nantinya dapat menyempurnakan skripsi ini Harapan penulis semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi kita semua. Pontianak, 02 November 2018

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pemilihan langsung kepala daerah (pilkada langsung) merupakan kerangka kelembagaan baru dalam rangka mewujudkan proses demokratisasi di daerah. Proses ini diharapkan bisa mereduksi secara luas adanya pembajakan kekuasaan yang dilakukan oleh partai politik yang memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Selain itu, pilkada secara langsung juga diharapkan bisa menghasilkan kepala daerah yang memiliki akuntabilitas lebih tinggi kepada rakyat. Meskipun makna langsung di sini lebih berfokus pada hak rakyat untuk memilih kepala daerah, para calon kepala daerah lebih banyak ditentukan oleh partai politik. Belakangan calon perseorangan memang dimungkinkan dalam pilkada, namun hal tersebut tidak begitu saja mampu mengesampingkan posisi dan peran partai politik di dalam pilkada langsung. Pilkada langsung di Indonesia sendiri dilaksanakan sejak Juni 2005. Pelaksanaan pilkada langsung tersebut sebelumnya didahului keberhasilan pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden pada tahun 2004. Penyelenggaraan pilkada langsung diintrodusir di dalam Undang- Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan UU hasil revisi atas UU No. 22 Tahun 1999 mengenai substansi yang sama.3 Semangat yang muncul dari pelaksanaan pilkada langsung di antaranya adalah untuk mengembalikan hak-hak politik rakyat yang selama ini dilakukan hanya melalui perwakilan mereka di DPRD. Pelaksanaan pilkada secara langsung juga sebagai upaya untuk memperbaiki kehidupan demokrasi setelah terjadi pergantian rezim Orde Baru ke reformasi. Dalam rangka itu, pilkada langsung juga sebagai ajang bagi daerah untuk menemukan calon-calon pemimpin daerah yang berintegritas dan bisa mengemban amanat rakyat. Pilkada langsung berpeluang mendorong majunya calon kepala daerah yang kredibel dan akseptabel dimata masyarakat daerah sekaligus

menguatkan derajat legitimasinya. Dengan demikian, pilkada langsung dapat memperluas akses masyarakat lokal untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan

yang

menyangkut

kepentingan

mereka.

Artinya,

masyarakat

berkesempatan untuk terlibat mempengaruhi pembuatan kebijakan publik yang dilakukan kepala daerah sebagaimana janjinya saat kampanye dan ikut pula mengawas kepala daerah jika menyalahgunakan kekuasaan sehingga proses ini dapat memaksa kepala daerah untuk tetap memperhatikan aspirasi rakyat. Untuk mendekatkan harapan tersebut, salah satu pintu masuknya adalah dengan cara melihat bagaimana proses yang dilakukan oleh partai politik dalam mengajukan calon-calon pemimpin daerah yang akan mereka usung. Partai politik sebagaimana yang tersebut dalam UU No. 32 Tahun 2004 kemudian direvisi menjadi UU No 12 Tahun 2008 merupakan salah satu institusi yang bisa mengajukan calon kepala daerah dalam pilkada langsung. Dalam konteks ini, proses politik yang terjadi di internal partai politik ikut mempengaruhi bagaimana kualitas calon kepala daerah. Dengan demikian, partai politik memiliki posisi dan peran yang siginifikan dalam menghadirkan individuindividu berintegritas untuk memimpin sebuah daerah. Namun demikian, pada praktiknya kuasa partai politik tersebut kerap menuai kritik publik. Di antaranya, proses pengusungan kandidat kerap terlihat elitis, rekrutmen calon yang buruk, semaraknya isu mengenai keharusan menyediakan uang “perahu” atau “mahar” politik oleh kandidat agar memperoleh tiket pencalonan dari partai politik, abainya partai politik pada suara publik terhadap persoalan yang menyangkut politik kekerabatan di daerah, sampai mengenai bagaimana partai politik bisa bekerja dalam mengawal pengusungan kandidat sebagai sebuah mesin politik yang efektif agar tidak sekadar menjadi pemberi tiket. Dengan kondisi seperti itulah banyak kandidat partai yang terpilih dengan memberikan mahar politik berfikir untuk mengembalikan modal sewaktu kampanye pada saat terpilih nanti dan hal ini yang menjadikan budaya tabu di kalangan para politikus Indonesia. Dari latar belakang diatas penulis ingin memahami lebih dalam dan menuliskan

pendapat penulis dalam menanggapi “Pilkada Langsung Dan

Implifikasinya Terhadap Budaya dan Praktek Korupsi Di Indonesia” dalam sebuah makalah ini. B. Rumusan Masalah Melihat kondisi diatas dari latar belakang diatas, maka penulis ingin merumuskan masalah diatas sebagai berikut: 1. Apa itu pilkada langsung ? 2. Apa saja landasan hukum dalam melaksanakan pilkada langsung di Indonesia? 3. Manfaat apa yang dirasakan dalam pilkada langsung di Indonesia? 4. Bagaimana budaya dan praktek korupsi di Indonesia? 5. Bagaimana pilkada langsung dan implifikasinya terhadap budaya dan praktek politik uang di Indonesia?

C. Tujuan dan kegunaan Tujuan dan kegunaan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Memahami apa itu pilkada langsung. 2. Mengetahui apa saja landasan hokum dalam melaksanakan pilkada langsung di Indonesia. 3. Memahami manfaat apa saja terkait dengan penyelenggaraan pilkada langsung di Indonesia. 4. Mengetahui bagaimana budaya dan praktek korupsi yang terjadi di Indonesia. 5. Memahami dan mengetahui bagaimana pilkada langsung dan implifikasinya terhadap budaya dan praktek politk uang di Indonesia.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pilkada Langsung Pemilihan Kepala Daerah secara langsung yang sering disebut sebagai pilkada menjadi sebuah perjalanan sejarah baru dalam dinamika kehidupan berbangsa di Indonesia. Perubahan sistem pemilihan mulai dari pemilihan Legislatif, Presiden dan Wakil Presiden, dan Kepala Daerah diharapkan mampu melahirkan kepemimpinan yang dekat dan menjadi idaman seluruh lapisan masyarakat. Minimal secara moral dan ikatan dan pertanggungjawaban kepada konstituen pemilihnya yang notabene adalah masyarakat yang dipimpinnya. Selain sebagai pembelajaran dan pendidikan politik langsung kepada masyarakat. Pilkada juga merupakan tonggak baru demokrasi di Indonesia. Bahwa esensi demokrasi adalah kedaulatan berada ditangan rakyat yang dimanifestasikan melalui pemilihan yang langsung dilakukan oleh masyarakat dan diselenggarakan dengan jujur, adil, dan aman. Seperti yang diungkap Abdul Asri (Harahap 2005:122), mengatakan bahwa : “Pilkada langsung merupakan tonggak demokrasi terpenting di daerah, tidak hanya terbatas pada mekanisme pemilihannya yang lebih demokratis dan berbeda dengan sebelumnya tetapi merupakan ajang pembelajaran politik terbaik dan perwujudan dari kedaulatan rakyat. Melalui pilkada langsung rakyat semakin berdaulat, dibandingkan dengan mekanisme sebelumnya dimana kepala daerah ditentukan oleh sejumlah anggota DPRD. Sekarang seluruh rakyat yang mempunyai hak pilih dan dapat menggunakan hak suaranya secara langsung dan terbuka untuk memilih kepala daerahnya sendiri. Inilah esensi dari demokrasi dimana kedaulatan ada sepenuhnya ada ditangan rakyat, sehingga berbagi distorsi demokrasi dapat ditekan seminimal mungkin”.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, maka pada hakikatnya pilkada merupakan sebuah peristiwa luar biasa yang dapat membuat perubahan berarti bagi daerah. Ini merupakan suatu cara dari kedaulatan rakyat yang menjadi esensi dari demokrasi. Oleh karena itu, esensi dari demokrasi yang melekat pada pilkada hendaknya disambut masyarakat secara sadar dan cerdas dalam menggunakan hak politiknya. Partisipasi, aktif, cermat, dan jeli hendaknya menjadi bentuk kesadaran politik yang harus dimiliki oleh masyarakat daerah dalam Pilkada ini. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, atau lebih popular disingkat menjadi Pilkada, adalah pemilihan umum untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terdiri dari Gubernur dan Wakil Gubernur untuk provinsi, Bupati dan Wakil Bupati untuk kabupaten, Walikota dan Wakil Walikota untuk kota. Hampir semua Daerah di Indonesia sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, kini telah mengadakan proses pemilihan kepala daerah baik di Propinsi, maupun kabupaten/kota sesuai amanat undang-undang tersebut. B. Landasan hukum Pilkada langsung di Indonesia. Pemilihan Umum Kepala Daerah atau yang biasa disingkat dengan Pemilukada atau Pilkada, adalah pemilihan umum untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Pemilukada menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang “Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah Provinsi dan Kabupaten/ Kota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Pada Pasal 62 dinyatakan bahwa ketentuan mengenai pemilihan Kepala Daerah diatur dengan Undang-Undang. Undang-Undang Dasar 1945 dalam BAB VIIIB tentang Pemilu, memang tidak pernah menyebut mengenai pemilukada. Pada Pasal 22E ayat (2) yang berbunyi “Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Daerah”. Namun demikian, pengaturan pemilukada seharusnya didasarkan atas pemahaman adanya sistematis antara Pasal-Pasal dalam UndangUndang Dasar 1945. Selain itu secara materil, pemilu memang tidak berbeda dengan pemilukada baik dari segi substansi maupun penyelenggaraannya. Di sisi lain, karena Amandemen Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 adalah amandemen 2 (kedua), sedangkan Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945 merupakan amandemen 3 (ketiga), maka secara hukum mempunyai makna bahwa pelaksanaan Pasal 18 ayat (4), khususnya lembaga yang melakukan rekrutmen pasangan calon Kepala Daerah harus merujuk pada Pasal 22E. Logika hukumnya, karena kalau oleh pengubah Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 18 dianggap bertentangan dengan Pasal 22E, maka dapat dipastikan dalam amandemen 3 (ketiga) rumusan yang terdapat pada Pasal 18 akan diubah dan disesuaikan dengan Pasal 22E, namun kenyataannya hal itu tidak pernah terjadi sehingga sampai saat ini yang berlaku tetap merupakan Pasal 18 hasil amandemen 2 (kedua) tersebut. Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) merupakan instrumen yang sangat penting dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan prinsip demokrasi di daerah, karena di sinilah wujud bahwa rakyat sebagai pemegang kedaulatan menentukan kebijakan kenegaraan. Mengandung arti bahwa kekuasaan tertinggi untuk mengatur pemerintahan Negara ada pada rakyat. Melalui Pemilukada, rakyat dapat memilih siapa yang menjadi pemimpin dan wakilnya dalam proses penyaluran aspirasi, yang selanjutnya menentukan arah masa depan sebuah negara.

1. Pemilukada menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah Provinsi dan Kabupaten/ Kota berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 56 ayat (1) dinyatakan bahwa Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pasangan calon Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah selanjutnya disebut pasangan calon adalah peserta pemilihan yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang telah memenuhi persyaratan. Secara normatif, berdasarkan ukuran-ukuran demokrasi, pemilukada langsung menawarkan

sejumlah manfaat dan sekaligus harapan bagi

pertumbuhan, pendalaman dan perluasan demokrasi lokal, yaitu: Sistem demokrasi langsung melalui pemilukada langsung akan membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi warga dalam proses demokrasi dan menentukan kepemimpinan politik di tingkat lokal dibandingkan sistem demokrasi perwakilan yang lebih banyak meletakkan kuasa untuk menentukan rekruitmen politik di tangan segelintir orang di DPRD (oligarkis). 2. Kompetensi politik pemilukada langsung memungkinkan munculnya secara lebih lebar preferensi kandidat-kandidat berkompetensi dalam ruang yang lebih terbuka dibandingkan ketertutupan yang sering terjadi dalam demokrasi perwakilan. Pemilukada langsung bisa memberikan sejumlah harapan pada upaya pembalikan “syndrome” dalam demokrasi perwakilan yang ditandai dengan model kompetensi yang tidak fair, seperti; praktik politik uang (money politic). 3. Sistem pemilihan langsung akan memberi peluang bagi warga untuk mengaktualisasi hak-hak politiknya secara lebih baik tanpa harus direduksi oleh kepentingan-kepentingan elite politik seperti yang kasat mata muncul

dalam sistem demokrasi perwakilan. Setidaknya, melalui konsep demokrasi langsung, warga di area lokal akan mendapatkan kesempatan untuk memperoleh semacam pendidikan politik, training kepemimpinan politik dan sekaligus mempunyai posisi yang setara untuk terlibat dalam pengambilan keputusan politik. 4. Pemilukada langsung memperbesar harapan untuk mendapatkan figur pemimpin yang aspiratif, kompeten dan legitimasi. Karena, melalui pemilukada langsung, Kepala Daerah yang terpilih akan lebih berorientasi pada warga dibandingkan pada segelintir elite di DPRD. Dengan demikian, Pemilukada mempunyai sejumlah manfaat, berkaitan dengan peningkatan kualitas tanggung jawab pemerintah daerah pada warganya yang pada akhirnya akan mendekatkan Kepala Daerah dengan masyarakat. 5. Kepala Daerah yang terpilih melalui pemilukada langsung akan memiliki legitimasi politik yang kuat sehingga akan terbangun perimbangan kekuatan (check and balance) di daerah antara Kepala Daerah dengan DPRD. Perimbangan kekuatan ini akan meminimalisasi penyalahgunaan kekuasaan seperti yang muncul dalam format politik yang monolitik. Secara

substansial

maupun

tahapan

pelaksanaannya,

pemilukada

merupakan pemilu dengan argumentasi: 1. Pengaturan tentang pemilukada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tersebut disusun berdasarkan ketentuan Pasal 22E ayat (1) mengenai asas pemilu dan hampir seluruhnya sama dengan pengaturan pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam UndangUndang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. 2. Ketika pembuat Undang-Undang menjabarkan ketentuan Pasal 18 ayat (4), pada dasarnya melakukan interpretasi dengan merujuk pada ketentuan yang terkandung pada Pasal-Pasal lain dalam Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 6A, yaitu Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.

Dilihat dari ciri-cirinya dapat disimpulkan bahwa pemilukada merupakan kegiatan pemilu, hal ini berdasarkan Petikan Putusan MK. No. 072-073/PUUII/2004, hal 71 bahwa : 1. Berdasarkan Pasal 56 ayat (1) bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Dari sudut asas yang digunakan dalam pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tersebut, adalah asas pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 2. Dilihat dari segi penyelenggaraannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggung jawab kepada DPRD, adalah penyelenggaraan Pemilu Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 3. Dilihat dari sisi yang berhak mengikuti pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 68 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa warga negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sudah berumur 17 (tujuh belas) Tahun atau sudah menikah mempunyai hak memilih, juga merupakan pemilih dari pemilu baik Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden

dan Wakil Presiden. Berbeda dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebelumnya oleh Anggaran DPRD. 4. Pembuat

Undang-Undang

menggunakan

standar

ganda

dalam

menerjemahkan Pasal 18 ayat (4), yang termasuk domain pemerintah daerah (Pasal 18) bukan hanya Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tetapi juga DPRD. Pembuat Undang-Undang melakukan penafsiran untuk Pasal 18. 5. Tetapi dengan sengaja tidak melakukan penafsiran terhadap ketentuan Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Menelaah esensi dari pemilukada merupakan pemilu, sehingga secara prosedural dan substansial merupakan manifestasi dari prinsip demokrasi dan penegakan kedaulatan, maka pemilukada sebagaimana pemilu lainnya berhak untuk mendapatkan pengaturan khusus, sehingga dapat mencapai derajat akuntabilitas, serta kualitas demokrasinya dapat terpenuhi dengan baik. Pemilukada merupakan suatu instrumen penting bagi demokratisasi di level lokal atau daerah yang menjadi pilar bagi demokratisasi di tingkat nasional. C. Tujuan dan Fungsi Pemilukada Salah satu wujud dan mekanisme demokrasi di daerah adalah pelaksanaan pemilihan umum Kepala Daerah (pemilukada) secara langsung. Pemilukada merupakan sarana manifestasi kedaulatan dan pengukuhan bahwa pemilih adalah masyarakat di daerah. Pemilukada juga memiliki tiga fungsi penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu: 1. Memilih Kepala Daerah sesuai dengan kehendak bersama masyarakat di daerah sehingga diharapkan dapat memahami dan mewujudkan kehendak masyarakat di daerah. 2. Me...


Similar Free PDFs