Pola Pembiayaan Usaha Kecil Menengah Penggemukan Sapi Potong PDF

Title Pola Pembiayaan Usaha Kecil Menengah Penggemukan Sapi Potong
Author Natasya Giovana
Pages 92
File Size 2.4 MB
File Type PDF
Total Downloads 350
Total Views 584

Summary

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL MENENGAH USAHA BUDIDAYA PENGGEMUKAN SAPI POTONG KATA PENGANTAR USAHA Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran penting dan strategis. Namun demikian, UMKM masih memiliki kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan maupun untuk mengembangk...


Description

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL MENENGAH USAHA BUDIDAYA PENGGEMUKAN SAPI POTONG

KATA PENGANTAR USAHA Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran penting dan strategis. Namun demikian, UMKM masih memiliki kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan maupun untuk mengembangkan usahanya. Dari sisi pembiayaan, masih banyak pelaku UMKM yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank, baik karena kendala teknis, misalnya tidak mempunyai/tidak cukup agunan, maupun kendala non teknis, misalnya keterbatasan akses informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas tertentu. Disisi lain, perbankan juga membutuhkan informasi tentang komoditas yang potensial untuk dibiayai. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka menyediakan rujukan bagi perbankan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM serta menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud mengembangkan usahanya, maka menjadi kebutuhan untuk penyediaan informasi pola pembiayaan untuk komoditas potensial tersebut dalam bentuk model/pola pembiayaan komoditas (lending model). Sampai saat ini, Bank Indonesia telah telah menghasilkan 124 judul buku pola pembiayaan pola konvensional dan 34 judul buku pola pembiayaan pola syariah. Dalam upaya menyebarluaskan hasil penelitian dimaksud kepada masyarakat, maka buku pola pembiayaan ini akan dimasukkan dalam minisite Info UMKM yang dapat diakses melalui internet di alamat: http://www.bi.go.id/ id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang bersedia membantu dan bekerjasama serta memberikan informasi dan masukan selama pelaksanaan kajian. Bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan masukan bagi kesempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan terkait isi buku ini dapat menghubungi: BANK INDONESIA Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Divisi Pengembangan dan Pengaturan UMKM Grup Pengembangan UMKM Jalan M. H. Thamrin No. 2, Jakarta Pusat Telp. 021 2981-7991 | Faks. 021 351-8951 Besar harapan kami, bahwa buku ini dapat melengkapi informasi tentang pola pembiayaan komoditas bagi perbankan dan sekaligus memperluas replikasi pembiayaan terhadap UMKM pada komoditas tersebut. n

JAKARTA, NOVEMBER 2013 i

RINGKASAN POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL MENENGAH USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG NO

USAHA PEMBIAYAAN

URAIAN

1

Jenis Usaha

Usaha Budidaya Penggemukan Sapi Potong

2

Lokasi Usaha

Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur

3

Dana Yang Digunakan

Investasi Modal Kerja Total

4

Sumber Dana a. Kredit (60%) b. Modal Sendiri (40%)

5

Periode pembayaran kredit

6

Kelayakan Usaha a. Periode Proyek b. Produk Utama c. Skala Proyek d. Pemasaran Produk e. Teknologi

7

8

ii

Kriteria Kelayakan Usaha a. NPV b. IRR c. Net B/C Ratio d. Pay Back Period e. Penilaian

: Rp92.600.000 : Rp532.200.000 : Rp624.800.000

Rp374.880.000 Rp249.920.000 Pengusaha melakukan angsuran pokok dan angsuran bunga setiap bulan selama jangka waktu kredit

3 tahun Sapi siap potong 40 ekor per siklus usaha Lokal/Regional/Nasional Penggemukan sapi potong secara berkelompok

Rp 266.394.213 66,23% 3,88 kali 2,01 tahun Layak dilaksanakan

Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 5% Analisis Profitabilitas a. NPV Rp 35.716.854 b. IRR 20,38% c. Net B/C Ratio 1,39 kali

NO

USAHA PEMBIAYAAN

URAIAN

d. Pay Back Period e. Penilaian

2,82 tahun Layak dilaksanakan

9

Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 6% Analisis Profitabilitas a. NPV - Rp10.418.617 b. IRR 12,17% c. Net B/C Ratio 0,89 kali d. Pay Back Period 3,06 tahun e. Penilaian Tidak layak dilaksanakan

10

Analisis Sensitivitas : Biaya Variabel Naik 7% Analisis Profitabilitas a. NPV Rp 9.166.671 b. IRR 15,62% c. Net B/C Ratio 1,10 kali d. Pay Back Period 2,95 tahun e. Penilaian Layak dilaksanakan

11

Analisis Sensitivitas : Biaya Variabel Naik 8% Analisis Profitabilitas a. NPV - Rp 27.580.121 b. IRR 9,19% c. Net B/C Ratio 0,70kali d. Pay Back Period 3,15 tahun e. Penilaian Tidak layak dilaksanakan

12

Analisis Sensitivitas Kombinasi : Pendapatan Turun 3% dan Biaya Variabel Naik 3% Analisis Profitabilitas a. NPV Rp 17.747.423 b. IRR 17,15% c. Net B/C Ratio 1,19 kali d. Pay Back Period 2,91 tahun e. Penilaian Layak dilaksanakan

13

Analisis Sensitivitas Kombinasi : Pendapatan Turun 4% dan Biaya Variabel Naik 4% Analisis Profitabilitas a. NPV - Rp 65.134.841 b. IRR 2,78% c. Net B/C Ratio 0,30 kali d. Pay Back Period 3,38 tahun e. Penilaian Tidak layak dilaksanakan

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR RINGKASAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

i ii iv vi vi vii 1 1 2

BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN 4 2.1. Perkembangan Peternakan di Kabupaten Lamongan 5 2.2. Profil dan Keragaan Usaha Peternakan di Kabupaten Lamongan 8 2.2.1 Kelompok Sumber Jaya 9 2.2.2. UD Alam Raya 10 2.2.3. Kelompok Usaha Sapi Penggemukan 13 2.3. Skema Pembiayaan Usaha Peternakan di Kabupaten Lamongan 15 2.3.1. Pembiayaan Usaha Peternakan Yang Disalurkan oleh Bank Jatim 15 2.3.2. Pembiayaan Usaha Peternakan Yang Disalurkan oleh Bank BRI 16

iv

BAB III ASPEK TEKNIS PRODUKSI 3.1. Deskripsi Usaha 3.2. Lokasi Usaha 3.3. Fasilitas Produksi dan Peralatan 3.3.1. Perkandangan 3.3.2. Peralatan 3.3.3. Bahan Baku 3.3.4. Tenaga Kerja 3.4. Sistem Produksi 3.5. Kendala Produksi

18 19 19 19 19 20 21 21 22 22

BAB IV ASPEK PASAR DAN PEMASARAN 4.1. Aspek Pasar 4.1.1. Permintaan 4.1.2. Penawaran 4.1.3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar 4.2. Aspek Pemasaran

24 25 25 26 26 27

DAFTAR ISI

4.2.1. Harga 4.2.2. Jalur Pemasaran Produk 4.2.3. Kendala Pemasaran

27 28 28

BAB V ASPEK KEUANGAN 5.1. Pemilihan Pola Usaha 5.2. Asumsi dan Parameter dalam Analisis Keuangan 5.3. Komponen dan Struktur Biaya Investasi dan Biaya Modal Kerja 5.3.1. Biaya Investasi 5.3.2. Biaya Operasional 5.4. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja 5.5. Produksi dan Pendapatan 5.6. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point 5.7. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek 5.8. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha

30 31 31 32 32 32 33 34 35 36 36

BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN 6.1. Aspek Ekonomi dan Sosial 6.2. Dampak Lingkungan

40 41 41

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 7.2. Saran

44 45 46

DAFTAR PUSTAKA

50

LAMPIRAN

52

v

DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 2.3. Tabel 2.4. Tabel 2.5. Tabel 2.6. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 5.1. Tabel 5.2. Tabel 5.3. Tabel 5.4. Tabel 5.5. Tabel 5.6. Tabel 5.7. Tabel 5.8. Tabel 5.9. Tabel 5.10. Tabel 5.11. Tabel 5.12. Tabel 5.13. Tabel 5.14. Tabel 5.15.

Jumlah Sapi Potong Tahun 2010-2012 Perkembangan Usaha Sapi Potong Selama 4 Tahun Terakhir Harga Sapi dan Produk Turunannya pada Tahun 2013 Rincian Bentuk Pembinaan dan Kebijakan Progam Bentuk Kontribusi Usaha di Daerah Rincian Biaya Perkandangan dan Pengolahan Limbah Perkembangan Impor dan Ekspor (Sapi dan Daging Sapi) serta Populasi Sapi Produksi Daging (Indonesia) Tahun 2008-2012 Konsumsi Daging Dalam Negeri (2008-2012) Asumsi dalam Analisis Keuangan Komponen dan Stuktur Biaya Investasi Kebutuhan Biaya Variabel Operasional Usaha Kebutuhan Biaya Tetap Struktur Kebutuhan Dana Angsuran Kredit Investasi Angsuran Kredit Modal Kerja Variasi Pendapatan pada Berbagai Tipe Penggemukan Proyeksi Produksi dan Pendapatan Usaha Rata-rata Analisa Laba-Rugi Usaha Proyeksi Arus Kas Kelayakan Usaha Budidaya Sapi Potong Sensitivitas Penurunan Pendapatan Sensitivitas Kenaikan Variabel Sensitivitas Kombinasi

5 5 7 8 8 12 25 26 26 31 32 32 33 33 34 34 35 35 36 37 38 38 38 38

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Skema Perdagangan Tataniaga Sapi di Kabupaten Lamongan 6 Gambar 2.2. Perkembangan Harga Jual Sapi Potong Selama 5 Tahun Terakhir 7 Gambar 4.1. Konstruksi Kandang Penggemukan Sapi Berlantai Semen dan Atap Asbes 20 Gambar 4.2. Sapi Potong yang Digemukkan 23 Gambar 4.3. Bahan Baku Pakan Lokal (jerami padi dan limbah daun kangkung) 23

vi

DAFTAR LAMPIRAN Asumsi Untuk Analisis Keuangan Biaya Investasi Biaya Operasional Sumber Dana Proyeksi Produksi dan Pendapatan Angsuran Kredit Investasi Angsuran Kredit Modal Kerja Proyeksi Rugi Laba Usaha Proyeksi Arus Kas Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 5% Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 6% Analisis Sensitivitas : Biaya Variabel Naik 7% Analisis Sensitivitas : Biaya Variabel Naik 8% Analisis Sensitivitas Kombinasi : Biaya Variabel Naik 3% dan Pendapatan Turun 3% Lampiran 15. Analisis Sensitivitas Kombinasi : Biaya Variabel Naik 4% dan Pendapatan Turun 4% Lampiran 16. Rumus dan Cara Perhitungan untuk Analisis Aspek Keuangan Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14.

53 54 55 56 57 58 58 59 61 63 65 67 69 71 73 75

vii

BAB I PENDAHULUAN

viii

BAB I – PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG UNTUK mendukung progam berkelanjutan swasembada daging, pemerintah menerapkan kebijakan mengurangi impor sapi, sehingga pasokan di dalam negeri berkurang dan akibatnya harga daging meningkat. Kebutuhan daging konsumsi tingkat nasional mencapai 500.000 ton per tahun, namun dengan tingkat konsumsi per kapita masyarakat masih tergolong rendah, yaitu sekitar 2,2 kg per kapita per tahun. Fenomena tersebut disebabkan karena pasokan daging sapi dalam negeri masih rendah. Untuk kebutuhan konsumsi baru mencapai sekitar 60% dari produksi dalam negeri. Hal ini dikarenakan ketersediaan sapi siap potong masih belum tercukupi. Untuk mencukupi kebutuhan daging nasional pemerintah masih bergantung pada impor daging dan bakalan sapi potong. Oleh karena itu, pemerintah berencana mengimpor 267.000 ekor bakalan pada tahun 2013 (Ditjennak, 2013). Impor daging dan bakalan yang terus dilakukan akan menghambat upaya pemenuhan permintaan pasar dari pasokan dalam negeri. Salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan daging serta menjaga harga daging nasional tetap stabil adalah dengan usaha mendorong budidaya sapi potong, khususnya usaha penggemukan sapi potong. Usaha sapi potong merupakan usaha yang prospektif karena: (1) Indonesia memiliki sumber daya alam yang cukup, (2) Usaha ini sudah banyak dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, dan (3) Usaha sapi potong juga sejalan dengan upaya pelestarian sumber daya lahan. Peternakan sebagai subsektor pertanian, sangat strategis dan dapat diandalkan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi, menekan pengangguran serta sumber tambahan pendapatan bagi masyarakat. Dalam upaya mendorong usaha di bidang penggemukan sapi potong, khususnya bagi UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), maka dipandang perlu bagi pemerintah untuk memperbanyak dan mempermudah pemanfaatan sumber-sumber pendanaan. Dalam hal ini, pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/Permentan/PD.400/9/2009 tentang penyediaan kredit usaha budidaya/pembibitan sapi dan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2013 tentang akses sumber pembiayaan dan permodalan. Sebagai tindak lanjut kebijakan pemerintah, diperlukan model-model pembiayaan yang dapat diterima/dimanfaatkan oleh masyarakat dengan cara yang lebih efektif guna meningkatkan pendapatan. Pada tahun 2012, Bank Indonesia telah menerbitkan pola pembiayaan usaha kecil dari usaha pengembangbiakan sapi pedaging. Pada Tahun 2013 informasi serupa telah dikaji sebagaimana dalam laporan ini berupa pola pembiayaan usaha budidaya (penggemukan) sapi potong. Kedepan akan sangat tepat kalau informasi serupa dihasilkan dari usaha budidaya (pembesaran) sapi potong. Dengan demikian didapatkan 1

BAB I – PENDAHULUAN

informasi lengkap mengenai pola pembiayaan usaha sapi potong secara segmentatif. Peluang pengembangan usaha secara segmentatif akan sangat tepat bagi usaha UMKM karena memerlukan biaya investasi yang relatif kecil dibandingkan usaha budidaya sapi secara menyeluruh. Model-model pembiayaaan tersebut selain bermanfaat bagi masyarakat pengguna, juga bermanfaat untuk memenuhi persyaratan kelayakan pembiayaan baik dari pihak bank maupun pihak-pihak penyandang dana lainnya. Oleh karena itu, Bank Indonesia melakukan studi dan menyusun pola pembiayaan usaha penggemukan sapi potong yang dapat diterapkan oleh UMKM.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN Penyusunan Model Pembiayaan (Lending Model) usaha budidaya penggemukan sapi potong dimaksudkan dapat dijadikan referensi dalam penyediaan pembiayaan untuk usaha penggemukan sapi potong/pedaging. Model tersebut diharapkan berguna bagi: (1) Pengusaha UMKM baik untuk memulai usaha maupun untuk mengembangkan usaha yang sudah ada, dan (2) sebagai referensi bagi lembaga-lembaga pembiayaan dalam mengevaluasi kelayakan usaha penggemukan sapi potong. n

2

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

3

BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN

4

BAB II – PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN

2.1. PERKEMBANGAN PETERNAKAN DI KABUPATEN LAMONGAN BERDASARKAN jumlah dan perkembangan Usaha Kecil Menengah (UKM), Kabupaten Lamongan sangat potensial untuk pengembangan usaha penggemukan sapi potong. Pada tahun 2011 populasi sapi mencapai 106.000 ekor, sehingga banyak masyarakat yang memilih peternakan sebagai usaha utama. Peternak di wilayah ini umumnya tergabung dalam kelompok-kelompok tani, dengan pola pembudidayaannya menerapkan kandang koloni. Tabel 2.1 menampilkan informasi populasi ternak dan jumlah kepemilikan sapi, dan Tabel 2.2 menampilkan perkembangan populasi dan pemotongan sapi potong. Tabel 2.1. Jumlah Sapi Potong Kabupaten Lamongan Tahun 2010-2012

Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kab.Lamongan, 2013

Tabel 2.2. Perkembangan Populasi dan Pemotongan Sapi Potong Kabupaten Lamongan Selama 4 Tahun Terakhir

Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kab.Lamongan, 2013

Perkembangan peternakan sapi potong Nasional sangat pesat dikarenakan: (1) harga sapi yang stabil, (2) pasar dan pemasaran yang baik, (3) tersedia kredit/pembiayaan usaha, (4) kegiatan yang turun temurun (tradisi keluarga), (5) penanganan mudah, (6) SDM dan sumber daya alam mendukung. Di Kabupaten Lamongan kegiatan usaha peternakan rakyat sudah terbina dengan baik dengan satu koperasi dan 139 kelompok peternak. Kepedulian instansi pemerintah dan perusahaan-perusahaan swasta sangat tinggi dalam pengembangan peternakan, hal ini ditandai dengan adanya CSR (corporate social responsibility) dalam bidang peternakan sebagaimana yang telah dilakukan oleh PT. Petrokimia Gresik. Dalam rangka mendukung pencapaian swasembada daging sapi dan kerbau, terdapat dukungan dari Kementrian Negara BUMN dalam hal: 1) Menteri 5

BAB II – PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN

BUMN akan ikut dalam menekan impor sapi untuk memenuhi kebutuhan daging, yakni dengan menginstruksikan semua PT Perkebunan Nusantara membuat action plan integrasi sapi-sawit dengan target 100.000 ekor menuju green company; 2) memfasilitasi kemudahan transportasi ternak dari daerah Indonesia Timur sebagai wilayah padat ternak ke wilayah konsumen; 3) menggerakkan Perhutani untuk berperan dengan memanfaatkan silvopasture sebagai kawasan integrasi hutan dengan ternak sapi; dan 4) Pemanfaatan dana CSR dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dari perusahaan-perusahaan BUMN untuk pengembangan ternak sapi. Pencapaian swasembada daging sapi dan kerbau ini juga di dukungan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, Perhubungan, Kementerian Dalam Negeri dan BPN. Sebagian besar petani di Kabupaten Lamongan bekerja dengan sistem polikultur, sehingga risiko usaha dapat ditekan dan setiap usaha saling mendukung (sinergis dan komplementer) antara satu dengan yang lainnya. Agroklimat Kabupaten Lamongan juga dipandang mampu mendukung pengembangan peternakan dengan adanya dua musim yaitu musim penghujan dan musim kering. Namun demikian problem kekeringan masih sering dijumpai, sehingga ketersediaan air seringkali menjadi kendala. Tata niaga sapi di Kabupaten Lamongan cukup baik, hal ini didukung oleh mekanisme pasar yang sudah berjalan dengan baik dan harga jual yang relatif stabil. Gambar 2.1 memperlihatkan jalur tataniaga sapi di Kabupaten Lamongan. Situasi harga produk sapi diperlihatkan dalam Tabel 2.3, dimana dengan penerapan harga seperti itu maka peternak mudah menjual sapi dan tergolong laris.

Gambar 2.1. Skema Perdagangan Tataniaga Sapi di Kabupaten Lamongan

6

BAB II – PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN

Tabel 2.3. Harga Sapi dan Produk Turunannya Pada Tahun 2013

Sumber : Penelitian lapang, 2013

Berdasarkan pengamatan lapangan, produk yang paling laris terjual adalah ternak sapi hidup, kemudian perdagangan kulit, daging, dan jeroan. Adapun perkembangan harga (Gambar 2.2) dari semua komoditas ternak tersebut terlihat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi ini membuat Kabupaten Lamongan termasuk wilayah yang mampu memasok produkproduk sapi potong secara mandiri bagi kabupaten-kabupaten lainnyadi Jawa Timur khususnya.

Gambar 2.2. Perkembangan Harga Jual Sapi Potong Selama 5 Tahun Terakhir

Berdasarkan wilayah pemasarannya, sapi potong lebih banyak dijual antar kecamatan di wilayah Kabupaten Lamongan (sebesar 70%), kemudian penjualan sapi potong ke luar kabupaten (Gresik, Bojonegoro, Tuban dan lainnya) sebesar 20%, dan antar provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan) mencapai 10%. 7

BAB II – PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN

Kemajuan di bidang peternakan di Kabupaten Lamongan dinilai cukup pesat berkat adanya bantuan pembinaan dan kebijakan seperti: (1) bantuan sarana dan prasarana produksi, (2) pembinaan manajemen usaha, (3) pemasaran, (4) administrasi, (5) pembinaan dalam bantuan kredit dan permodalan, (6) serta bantuan teknis produksi. Tabel 2.4 memperlihatkan secara rinci bentuk pembinaan dan kebijakan program yang sudah dilaksanakan. Tabel 2.4. Rincian Bentuk Pembinaan dan Kebijakan Program

Sumber : Hasil Penelitian Lapang, 2013

Pembinaan yang sistematis dan berkelanjutan mampu mendorong perkembangan peternakan. Perkembangan peternakan telah dan akan terus memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah. Tabel 2.5 menyajikan informasi tentangbentuk kontribusi usaha di daerah. Tabel 2.5. Bentuk Kontribusi Usaha di Daerah

Sumber : Hasil Penelitian Lapang, 2013

Usaha sapi potong merupakan usaha unggulan di daerah Kabupaten Lamongan. Hal ini dikarenakan adanya daya dukung, sumber daya alam, sumber daya mahasiswa dan cuaca yang cocok, serta tersedianya lahan untuk sumber pakan. Upah minimum rata-rata (UMR) untuk daerah tersebut relatif tinggi yaitu sebesar Rp1.075.700 per bulan.

2.2. PROFIL DAN KERAGAAN USAHA PETERNAKAN DI KABUPATEN LAMONGAN Profil dan karagaan usaha peternakan yang dipaparkan berikut ini adalah

8

BAB II – PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN

berdasarkan survey dan pengamatan di Kabupaten Lamongan pada ketiga usaha penggemukan sapi potong, yaitu Sumber Jaya, UD Alam Raya, Peternak (Bapak Hartono).

2.2.1 Kelompok sumber jaya Kelompok Tani Sumber Jaya merupakan salah satu kelompok ternak yang bergelut di segmen penggemukan sapi potong, terletak di wilayah Wonokromo Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan. Anggota kelompok memiliki pengalaman beternak ±8 tahun. Anggota peternak semula berp...


Similar Free PDFs