PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI PRAKTIKUM 1 "TEKNIK PEMBERIAN OBAT" PDF

Title PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI PRAKTIKUM 1 "TEKNIK PEMBERIAN OBAT"
Author M. Al Rasyid
Pages 18
File Size 372.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 398
Total Views 691

Summary

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI PRAKTIKUM 1 “TEKNIK PEMBERIAN OBAT” Disusun Oleh: Nama : Muhammad Harun Al – Rasyid NIM : 15040076 Kelompok :3 PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH TANGERANG 2018 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Farmakologi adalah ilmu yang mempelaj...


Description

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI PRAKTIKUM 1 “TEKNIK PEMBERIAN OBAT”

Disusun Oleh: Nama

: Muhammad Harun Al – Rasyid

NIM

: 15040076

Kelompok

:3

PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH TANGERANG 2018

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya, kegiatan fisiologi, resorbsi dan nasibnya dalam organisme hidup. Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit atau gangguan, atau menimbulkan kondisi tertentu. Ilmu khasiat obat ini mencakup beberapa bagian, yaitu farmakognosi, biofarmasi, farmakokinetika dan farmakodinamika, toksikologi dan farmakoterapi (Indijah dan Fajri, 2016). Cara pemberian obat atau rute pemberian obat merupakan salah satu faktor penentu yang menentukan cepat atau lambatnya dan lengkap atau tidaknya resorpsi obat oleh tubuh. Tergantung dari efek yang diinginkan, yaitu efek sistemis (di seluruh tubuh) atau efek lokal (setempat), keadaan pasien dan sifat – sifat fisikokimia obat (Sulanjani dkk, 2013). Uji praklinik dalam bidang farmakologi adalah suatu uji yang dilakukan pada hewan coba dan atau pada bahan biologi lainnya seperti kultur jaringan dan kultur biakan kuman, dengan tujuan untuk membuktikan kebenaran khasiat dan keamanan secara ilmiah terhadap suatu bahan/ zat yang diduga berkhasiat obat. Pada umumnya uji praklinik dilaksanakan dengan tujuan untuk penelitian suatu bahan yang diduga berkhasiat obat dan atau terhadap bahan obat yang telah lama beredar di masyarakat tetapi belum dibuktikan khasiat dan keamanannya secara ilmiah (Meles, 2010). Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model dan juga untuk mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Hewan model adalah objek hewan sebagai imitasi (peniruan) manusia, yang digunakan untuk

menyelidiki fenomena biologis atau patobiologis. Salah satu hewan uji yang sering digunakan adalah tikus putih. (Stevani, 2016). Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan praktikum Teknik Pemberian Obat kepada tikus putih.

I.2. Tujuan Penelitian Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan: 1. Mengenal teknik – teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian obat. 2. Mengevaluasi efek yang timbul akibat pemberian obat yang sama melalui rute yang berbeda. 3. Dapat menyatakan berapa konsentrasi praktis dari pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya. 4. Mengenal manifestasi berbagai obat yang diberikan.

I.3. Manfaat Penelitian 1. Memberikan pemahaman kepada praktikan tentang penanganan hewan percobaan secara manusiawi. 2. Memberikan pemahaman kepada praktikan mengenai teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian obat. 3. Menjadikan

praktikan

lebih

memperhatikan

perlakuan

terhadap

percobaan agar hasil percobaan kedepannya lebih efisien dan memberikan hasil yang maksimal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Farmakologi dan Toksikologi Farmakologi berasal dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan). Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada sistem biologis (Nuryati, 2017). Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisiknya, kegiatan fisiologi, resorbsi dan nasibnya dalam organisme hidup (Indijah dan Fajri, 2016). Farmakologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang sejarah, asal – usul, sifat fisik, sifat kimia, cara mencampur dan membuat obat. Farmakologi juga mempelajari efek obat terhadap fungsi biokimia sel tubuh, fungsi fisiologi tubuh, cara kerja obat, absorbsi obat, distribusi obat, biotransformasi obat, ekskresi obat, efek obat, efek keracunan obat serta penggunaan obat. Dalam farmakologi ada beberapa ilmu yang terkait, yaitu farmakognosi, farmakodinamika, farmakokinetika, farmakoterapi, toksikologi dan farmasetika (Noviani dan Nurilawati, 2017). Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari keracunan yang dapat ditimbulkan oleh bahan – bahan kimia terutama yang disebabkan karena pemberian obat. Dalam ilmu toksikologi dipelajari penyebab keracunan, cara pengobatannya serta tindakan yang diambil untuk mencegah keracunan. Dalam kehidupan modern sekarang banyak digunakan bahan kimia seperti inseksitisida, pestisida, zat pengawet makanan yang mungkin dapat menyebabkan keracunan sehingga peranan toksikologi sangat penting (Noviati dan Nurilawati, 2017).

II.2. Obat Secara umum, obat dapat diartikan sebagai semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh semua makhluk untuk bagian dalam dan luar tubuh, guna mencegah, meringankan dan menyembuhkan penyakit (Putra, 2012).

Menurut undang – undang, yang dimaksud dengan obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan

diagnosis,

mencegah,

mengurangi,

menghilangkan,

menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan, termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia (Syamsuni, 2007).

II.3. Rute Pemberian Obat 1. Oral Rute oral, merupakan salah satu cara pemakaian obat melalui mulut dan akan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan. Rute oral bertujuan untuk terapi dan memberikan efek sistemik yang dikehendaki. Rute oral merupakan cara mengkonsumsi obat yang dinilai paling mudah dan menyenangkan, murah serta umumnya paling aman (Nuryati, 2017). Kekurangan dari rute pemberian obat secara oral adalah: bioavailibilitasnya banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, iritasi pada saluran cerna, perlu kerjasama dengan penderita (tidak dapat diberikan pada penderita koma), timbul efek lambat, tidak bermanfaat untuk pasien yang sering muntah, diare, tidak sadar, tidak kooperatif; untuk obat iritatif rasa tidak enak penggunaannya terbatas, obat yang inaktif/terurai oleh cairan lambung/ usus tidak bermanfaat (penisilin G, insulin), absorpsi obat tidak teratur (Nuryati, 2017). Bentuk sediaan obat oral, antara lain, tablet, kapsul, obat hisap, sirup dan tetesan. Salah satu cara pemberian obat oral yaitu melalui sub lingual dan bukal, yang merupakan cara pemberiannya ditaruh dibawah lidah dan pipi bagian dalam (Nuryati, 2017).

2. Rute Parenteral Rute parenteral adalah memberikan obat dengan menginjeksi ke dalam jaringan tubuh, obat yang cara pemberiannya tanpa melalui mulut (tanpa melalui usus/ saluran pencernaan) tetapi langsung ke pembuluh

darah. Misalnya sediaan injeksi atau suntikan. Tujuannya adalah agar dapat langsung menuju sasaran. Rute parenteral biasanya digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui slauran cerna. Pemberian parenteral juga digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak sadar dan dalam keadaan yang memerlukan kerja obat yang cepat (Nuryati, 2017).

Kelebihan dari rute obat yang diberikan secara parenteral adalah (Nuryati, 2017): •

Bisa untuk pasien yang tidak sadar



Bisa untuk pasien yang sering muntah dan tidak kooperatif



Untuk obat yang mengiritasi lambung



Dapat menghindari kerusakan obat di saluran cerna dan hati



Bekerja cepat Sedangkan kekurangan dari rute obat yang diberikan secara

parenteral adalah (Nuryati, 2017): •

Kurang aman karena jika sudah disuntikkan ke dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan lagi jika terjadi kesalahan

a.



Tidak disukai pasien



Berbahaya (suntikan-infeksi)

Intravena Suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yang sering dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada pilihan. Obat langsung dimasukkan ke pembuluh darah sehingga kadar obat di dalam darah diperoleh dengan cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respons penderita (Nuryati, 2017).

b. Intramuskular Suntikan intramuskular adalah pemberian obat dengan cara menginjeksikan obat ke jaringan otot, obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat berupa larutan dalam air atau preparat depo

khusus sering berupa suspensi obat dalam vehikulum nonaqua seperti etilenglikol. Absorbsi obat dalam larutan cepat sedangkan absorbsi preparat-preparat berlangsung lambat. Setelah vehikulum berdifusi keluar dari otot, obat tersebut mengendap pada tempat suntikan. Kemudian obat melarut perlahan-lahan memberikan suatu dosis sedikit demi sedikit untuk waktu yang lebih lama dengan efek terapeutik yang panjang (Nuryati, 2017).

c.

Subkutan Suntikan subkutan hanya boleh dilakukan untuk obat yang tidak iritatif terhadap jaringan. Absorpsi biasanya berjalan lambat dan konstan, sehingga efeknya bertahan lebih lama. Absorpsi menjadi lebih lambat jika diberikan dalam bentuk padat yang ditanamkan dibawah kulit atau dalam bentuk suspensi. Pemberian obat bersama dengan vasokonstriktor juga dapat memperlambat absorpsinya (Nuryati, 2017).

d. Intraperitoneal Suntikan

intraperitoneal

adalah

cara

pemberian

yang

disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan berlangsung cepat namun bahaya besar (Syamsuni, 2007).

II.4. Tikus Putih

Klasifikasi Tikus Putih (Mawarsari, 2015): Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Subfilum

: Vertebrata

Kelas

: Mammalia

Ordo

: Rodentia

Famili

: Muridae

Genus

: Rattus

Spesies

: Rattus norvegicus

Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengataman laboratorik. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya. Selain itu penggunaan tikus sebagai hewan percobaan juga didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya 2 – 3 tahun dengan lama produksi 1 tahun (Mawarsari, 2015). Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup besar sehingga memudahkan pengamatan. Secara umum, berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 g dan berat dewasa rata – rata 200-250 g, tetapi bervariasi tergantung pada galur (Mawarsari, 2015).

BAB III METODOLOGI III.1. Alat dan Bahan No 1

Alat Jarum berujung tumpul

No

Bahan

1

Alkohol 70%

(peroral) 2

Spuit Injeksi

2

NaCl 0,9%

3

Jarum

3

Tikus

4

Sarung tangan

4

Kapas

III.2. Cara Kerja 1. Tikus putih ditimbang dan diperhitungkan volume sediaan NaCl 0,9% yang akan diberikan dengan volume 1 ml/200 g BB tikus. 2. NaCl 0,9% diberikan kepada hewan uji dengan cara: a. Peroral 1) Diberikan dengan alat suntik yang dilengkapi dengan jarum berujung tumpul. 2) Jarum dimasukkan ke dalam mulut perlahan – lahan 3) Diluncurkan melalui tipe langit – langit ke belakang sampai esofagus. b. Subkutan 1) Dilakukan penyuntikan dibawah kulit pada daerah leher. c. Intravena 1) Dilakukan penyuntikan pada vena ekor. 2) Diletakkan hewan pada wadah tertutup sedemikian rupa sehingga tikus tidak leluasa untuk bergera – gerak dengan ekor menjulur keluar. 3) Dihangatkan ekor dengan mencelupkan kedalam air hangat (4050°C).

4) Dipegang ujung ekor dengan tangan satu dan disuntik dengan tangan yang lain. d. Intraperitoneal 1) Dilakukan penyuntikan pada perut sebelah kanan garis tengah, jangan terlalu tinggi agar tidak mengenai hati dan kandung kemih. 2) Hewan dipegang pada punggung sehingga kulit abdomen menjadi tegang. 3) Pada saat penyuntikan posisi kepala lebih rendah dari abdomen. 4) Disuntikkan jarum menembus kulit dan otot masuk ke rongga peritoneal. e. Intramuskular 1) Dilakukan penyuntikan pada otot gluteus maximus atau bisep femoris atau semi tendinosus paha belakang.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Hasil Pengamatan 1. Pemberian Obat Secara Oral

2. Pemberian Obat Secara Subkutan

3. Pemberian Obat Secara Intravena

4. Pemberian Obat Secara Intraperitoneal

5. Pemberian Obat Secara Intramuskular

IV.2. Pembahasan Pada praktikum kali ini, kami melakukan teknik pemberian obat kepada hewan uji berupa tikus putih. Tikus putih dipilih sebagai hewan uji karena proses metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat sehingga cocok untuk dijadikan objek pengamatan.. Obat yang diberikan berupa larutan NaCl 0,9%, digunakan konsentrasi 0,9% karena konsentrasi tersebut merupakan larutan yang isotonis atau larutan yang memiliki tekanan osmosis sama dengan tekanan osmosis cairan tubuh. Pada praktikum kali ini kami melakukan 5 rute pemberian obat yang dilakukan pada masing – masing tikus yang berbeda, yaitu secara oral, subkutan, intravena, intraperitoneal dan intramuskular. Langkah pertama yang dilakukan adalah menghitung dosis NaCl 0,9% yang akan diberikan kepada masing – masing tikus dengan cara menimbang masing – masing tikus dan mengkonversi dosis NaCl 0,9% sesuai dengan bobot tikus dalam gram. Tiap ml NaCl 0,9% diberikan per 200 g BB tikus.

Langkah berikutnya yaitu melakukan pemberian obat secara peroral yang diberikan menggunakan jarum berujung tumpul agar tidak melukai bagian dalam mulut/ tenggorokan tikus. Tikus diberikan NaCl 0,9% sebanyak 0,65 ml berdasarkan perhitungan dari bobot tikus tersebut. Punggung tikus dipegang agar tikus tidak leluasa bergerak, lalu posisi kepala tikus harus lurus dengan badannya. Jarum berujung tumpul dimasukkan perlahan – lahan kedalam mulut tikus lalu NaCl diluncurkan melalui tipe langit – langit kebelakang sampai esofagus. Hasil penyuntikan berhasil karena tidak ada obat yang menetes keluar dari mulut tikus setelah penyuntikan dilakukan. Langkah selanjutnya adalah melakukan pemberian obat secara subkutan yang dilakukan di daerah leher/ tengkuk tikus. Tikus diberikan NaCl 0,9% sebanyak 0,65 ml berdasarkan perhitungan dosis dari bobot tikus tersebut. Mula – mula bagian leher/ tengkuk tikus diberikan alkohol 70% sebagai antiseptik, lalu leher/ tengkuk tikus dipegang dan dijepit dengan ibu jari dan telunjuk, lalu disuntikkan dengan sudut 45°C. setelah selesai penyuntikan, leher/ tengkuk bagian penyuntikan tersebut kembali diolesi alkohol 70%. Dari hasil penyuntikan yang dilakukan, tikus tidak mengalami pendarahan sehingga penyuntikan melalui subkutan berhasil dilakukan. Langkah berikutnya yaitu melakukan pemberian obat secara intravena yang dilakukan di vena ekor tikus. Tikus diberikan NaCl 0,9% sebanyak 0,95 ml berdasarkan perhitungan dosis dari bobot tikus. Tikus dipegang/ dimasukkan kedalam suatu wadah agar tikus tidak leluasa bergerak dengan ekor menjuntai keluar. Ekor tikus dicelupkan dalam air hangat dengan suhu 40-50°C agar ekor tikus bersih dan agar vena dapat lebih mudah terlihat. Lalu ekor tikus diolesi alkohol 70% sebelum dilakukan penyuntikan. Penyuntikan dilakukan melalui vena ekor dengan sudut 25°C, setelah selesai penyuntikan, ekor kembali diolesi alkohol 70% yang berfungsi sebagai antiseptik. Dari hasil penyuntikan yang dilakukan, tikus tidak mengalami pendarahan sehingga penyuntikan melalui intravena berhasil dilakukan.

Langkah berikutnya yaitu melakukan pemberian obat secara peritoneal yang diberikan melalui perut sebelah kanan tikus. Tikus diberikan NaCl 0,9% sebanyak 0,8 ml berdasarkan perhitungan dosis dari bobot tikus. Tikus dipegang pada bagian punggung agar kulit abdomen menjadi tegang sehingga penyuntikan dapat lebih mudah dilakukan. Bagian yang akan disuntik diolesi alkohol 70% sebagai antiseptik, lalu dilakukan penyuntikan dengan perlahan. Dalam proses penyuntikan harus berhati – hati, karena daerah ini dekat dengan kandung kemih dan hati, sehingga posisi penyuntikan tidak boleh terlalu tinggi untuk meminimalisir resiko terkena hati dan kandung kemih. Dari hasil penyuntikan yang dilakukan, tikus tidak mengalami pendarahan sehingga penyuntikan melalui intraperitoneal berhasil dilakukan. Langkah yang terakhir adalah pemberian obat secara intramuskular yang diberikan pada otot gluteus maximum atau bisep femoris atau semi tendinosus pada paha kanan belakang tikus. Tikus diberikan NaCl 0,9% sebanyak 0,55 ml berdasarkan perhitungan dosis dari bobot tikus. Tikus dipegang pada bagian punggungnya serta paha kanan belakang tikus dipegang agar tikus tidak bisa menggerakkan kakinya ketika dilakukan penyuntikan. Bagian yang akan disuntik diolesi alkohol 70% sebagai antiseptik prapenyuntikan. Penyuntikan dilakukan dengan sudut 90°C. Dari hasil penyuntikan yang dilakukan, tikus tidak mengalami pendarahan sehingga penyuntikan melalui intramuskular berhasil dilakukan.

BAB V PENUTUP V.1.

Kesimpulan Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa teknik – teknik pemberian obat yang dapat dilakukan pada tikus diantaranya adalah peroral, subkutan, intravena, intraperitoneal dan intramuskular.

V.2.

Saran Diharapkan kepada praktikan agar lebih teliti dan lebih berhati – hati dalam melaksanakan praktikum di dalam laboratorium dan diharapkan agar dapat menambah fasilitas laboratorium agar kedepannya praktikum dapat dilakukan lebih maksimal dan efektif serta efisien.

DAFTAR PUSTAKA Indijah, Sujati Woro dan Purnama Fajri. 2016. Farmakologi Komprehensif. Jakarta: Kemenkes RI. Mawarsari, Titis. 2015. Uji Aktivitas Penyembuhan Luka Bakar Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang (Colocasia esculenta L. Schott var. antiquorum) Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Meles, Dewa Ketut. 2010. Peran Uji Praklinik dalam Bidang Farmakologi. Surabaya: Perpustakaan Universitas Airlangga. Noviani, Nita dan Vitri Nurilawati. 2017. Farmakologi Bahan Ajar Keperawatan Gigi. Jakarta: Kemenkes RI. Nuryati. 2017. Farmakologi Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (RMIK). Jakarta: Kemenkes RI. Putra, Sitiatava Rizema. 2012. Buku Pintar Apoteker. Yogyakarta: Diva Press. Stevani, Hendra. 2016. Praktikum Farmakologi. Jakarta: Kemenkes RI. Sulanjani, Ian, Andini, Meiana Dwi dan Marta Halim. 2013. Dasar – Dasar Farmakologi 1. Jakarta: BSD. Syamsuni, A. 2007. Ilmu Resep. Jakarta: EGC.

LAMPIRAN 1. Perhitungan Dosis Tikus 1 (Peroral) BB Tikus 1

= 130 g 1 𝑚𝑙 𝑋 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎𝐶𝑙 0,9% → = 200 𝑔 130 𝑔 1 𝑚𝑙 × 130 𝑔 𝑋 → 200 𝑔 𝑋 → 0,65 𝑚𝑙 2. Perhitungan Dosis Tikus 2 (Subkutan) BB Tikus 2

= 130 g 1 𝑚𝑙 𝑋 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎𝐶𝑙 0,9% → = 200 𝑔 130 𝑔 1 𝑚𝑙 × 130 𝑔 𝑋 → 200 𝑔 𝑋 → 0,65 𝑚𝑙 3. Perhitungan Dosis Tikus 3 (Intravena) BB Tikus 3

= 190 g 1 𝑚𝑙 𝑋 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎𝐶𝑙 0,9% → = 200 𝑔 190 𝑔 1 𝑚𝑙 × 190 𝑔 𝑋 → 200 𝑔 𝑋 → 0,95 𝑚𝑙 4. Perhitungan Dosis Tikus 4 (Intraperitoneal) BB Tikus 4

= 160 g 1 𝑚𝑙 𝑋 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎𝐶𝑙 0,9% → = 200 𝑔 160 𝑔 1 𝑚𝑙 × 160 𝑔 𝑋 → 200 𝑔 𝑋 → 0,8 𝑚𝑙 5. Perhitungan Dosis Tikus 5 (Intramuskular) BB Tikus 5

= 110 g 𝑋 1 𝑚𝑙 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎𝐶𝑙 0,9% → = 200 𝑔 110 𝑔 1 𝑚𝑙 × 110 𝑔 𝑋 → 200 𝑔 𝑋 → 0,55 𝑚𝑙...


Similar Free PDFs