Prospek Pengembangan Tanaman Gambir di Sumatera Barat PDF

Title Prospek Pengembangan Tanaman Gambir di Sumatera Barat
Author Atman Roja
Pages 13
File Size 514.7 KB
File Type PDF
Total Downloads 291
Total Views 825

Summary

Diterbitkan pada: Bunga Rampai “ Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani”. Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV. Kristal Multi Media; 105-124 hlm. PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN GAMBIR DI SUMATERA BARAT At...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Prospek Pengembangan Tanaman Gambir di Sumatera Barat atman roja

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Int egrasi Tanaman Ternak Solusi Meningkat kan Pendapat an Pet ani at man roja Eksist ensi Pert anian Organik Dalam Perkembangan Agribisnis Padi Sawah Sumat era Barat at man roja Dukungan t eknologi dan kebijakan pengembangan kedelai di Sumat era Barat at man roja

Diterbitkan pada: Bunga Rampai “ Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani”. Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV. Kristal Multi Media; 105-124 hlm.

PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN GAMBIR DI SUMATERA BARAT Atman dan Misran Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat

PENDAHULUAN Tanaman gambir dikenal dengan nama latin Uncaria gambir Roxb., nama English Cat’s Claw, nama Spanyol Uña de Gato, nama India Vilcacora, dan Indonesia adalah gambir. Spesies-spesies gambir antara lain: Uncaria elliptica R.Br. & G. Don (Malaysia), Uncaria gambir Roxb. (Indonesia), Uncaria guianensis J.F.Gmel. (Guyana), Uncaria rhynchophylla (Miq.) Jacks. (China), dan Uncaria tomentosa DC - Cat's Claw (South America). Tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb) adalah salah satu komoditas unggulan dan spesifik lokasi Provinsi Sumatera Barat. Menurut Bappeda (2012), gambir merupakan salah satu dari 10 komoditas ekspor utama Sumatera Barat dan 80% dari ekspor gambir Indonesia berasal dari Sumatera Barat. Sebagian besar produksi gambir Indonesia tersebut diekspor ke negara tujuan ekspor antara lain: India, Pakistan, Nepal, Singapura, Bangladesh, Jepang, Malaysia, Italia, USA, Thailand, dan Uni Emirat Arab (Tabel 1). Diantara negara-negara tersebut, India merupakan negara tujuan ekspor terbanyak, yaitu sekitar 84% dari total gambir yang di ekspor. Tabel 1. Perkembangan ekspor gambir Indonesia 2010–2011. Tahun 2010 2011 Negara Tujuan Bobot (ton) Nilai FOB Bobot (ton) Nilai FOB (1.000 US$) (1.000 US$) India 19.267,7 44,792 27.999,9 12.029,3 Nepal 546 1.622,8 407,8 130 Pakistan 612,1 687,2 701,5 584,7 Singapura 520,6 289,2 301,6 150,9 Bangladesh 352,2 281,2 453,4 331,6 Suadi Arabia 57,3 19 Jepang 37,6 4,6 99,7 25,2 Malaysia 35,8 75,1 58,6 106,3 Italia 28,1 19,9 26,4 13 USA 16,6 20 25,5 12,5 Thailand 7,3 2,7 Uni Emirat Arab 2,6 3 20 9,3 Sumber: UN Comtrade dalam Dirjen IKM (2012).

Gambir selain sebagian besar berasal dari Sumatera Barat, sebagian kecil juga dibudidayakan di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, dan Sumatera Selatan (Ditjenbun, 2013a). Di Sumatera Barat, tanaman ini tidak menyebar pada seluruh daerah kabupaten/kota, namun lebih banyak dibudidayakan di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Pesisir Selatan. Menurut Fauza (2011), tanaman gambir yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan berasal dari Kabupaten Lima Puluh Kota yang 1 | Gambir (Atman dan Misran)

Diterbitkan pada: Bunga Rampai “ Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani”. Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV. Kristal Multi Media; 105-124 hlm.

dibawa oleh pedagang tembakau pada awal abad 20. Saat ini, tanaman gambir juga dikembangkan di beberapa daerah, seperti: Tanah Datar, Sawahlunto, Pasaman, Pariaman, dan Solok. Tanaman gambir yang ada di Sumatera Barat, sebagian besar merupakan tanaman yang diusahakan secara turun-temurun dan dianggap sebagai tabungan hidup serta sumber pendapatan. Di Kabupaten Lima Puluh Kota, komoditas ini merupakan komoditas unggulan dengan kawasan pengembangan di Kecamatan Pangkalan, Kapur IX, dan Suliki, namun tidak banyak mengalami penambahan areal. Sedangkan di Kabupaten Pesisir Selatan, sebagian besar merupakan lahan bukaan baru dan umumnya terletak pada lahan kritis dengan kemiringan yang cukup tinggi dan didominasi oleh semak belukar serta hutan lebat. Gambir sebagai komoditas ekspor non migas mampu memberikan sumbangan cukup berarti pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah dan devisa negara (Gumbira, 2008; BPS Sumatera Barat, 2013). Prospek pasar dan potensi pengembangan gambir cukup baik karena produk olahannya digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri. Namun, perkembangan tanaman gambir di Sumatera Barat kurang mengembirakan. Pada tahun 2004-2012, luas panen dan produksi gambir memperlihatkan peningkatan yang kurang berarti setiap tahunnya, masing-masing hanya 1,15% dan 1,62%. Sebaliknya, produktivitas gambir cenderung menurun setiap tahunnya. Sementara itu, harga gambir di tingkat petani Sumatera Barat sangat berfluktuasi, berkisar Rp.11.967 per kg (tahun 2006) sampai Rp.27.854 per kg (tahun 2010) (Tabel 2). Tabel 2. Perkembangan luas panen, produksi, produktivitas, dan harga gambir di Sumatera Barat, 2004-2012. Tahun

Luas Areal (ha)

Produksi (ton)

2004 19.387 12.436 2005 19.658 13.244 2006 19.121 12.973 2007 19.350 13.115 2008 19.663 13.930 2009 19.335 13.932 2010 21.400 13.845 2011 21.404 14.025 2012 21.412 14.220 Sumber: Disbun Sumatera Barat (2013); data diolah.

Produktivitas (kg/ha) 794 775 762 763 762 763 705 716 725

Harga (Rp./kg) 12.136 16.025 11.967 13.846 13.921 27.854 19.417 19.708 13.836

PERMASALAHAN Pada Tabel 1 terlihat bahwa produktivitas gambir tertinggi dicapai pada tahun 2004 yaitu 794 kg/ha dan terendah pada tahun 2010 yaitu 705 kg/ha. Sementara itu, produktivitas gambir di tingkat petani masih relatif rendah, yaitu sekitar 400 kg/ha getah kering (BPTP Sumbar, 2012). Menurut Roswita (1990) dan Disbun Sumatera Barat (1998), produktivitas tanaman gambir rakyat berkisar 400-600 kg/ha getah kering. Bila dibandingkan dengan potensinya, produktivitas gambir di Sumatera Barat ini jauh lebih rendah. Menurut Sastrahidayat dan Soemarsono (1991), potensi hasil tanaman gambir dapat mencapai 2.100 kg/ha getah kering. Dibandingkan dengan provinsi lain, ternyata Provinsi Sumatera Barat memiliki luas panen mencapai 73%, namun produkivitasnya menduduki urutan kedua 2 | Gambir (Atman dan Misran)

Diterbitkan pada: Bunga Rampai “ Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani”. Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV. Kristal Multi Media; 105-124 hlm.

terendah setelah Sumatera Selatan, hanya 710 kg/ha (Tabel 3). Produktivitas tertinggi diperoleh dari Provinsi Kepulauan Riau, yaitu 1.794 kg/ha, yang hampir mendekati potensi hasilnya. Tabel 3. Kondisi tanaman gambir di Indonesia, tahun 2011. No.

Provinsi

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jumlah

Luas Areal (ha) 194 1.888 21.404 4.928 355 564 29.333

Produksi (ton) 27 1.888 13.917 4.312 357 193 20.694

Produktivitas (kg/ha) 871 1.216 710 1.013 1.794 387 792

Jumlah Petani (KK) 257 2.885 10.570 2.117 464 280 16.573

Sumber: Ditjenbun (2013a).

Penyebab rendahnya produktivitas gambir pada tingkat petani di Sumatera Barat, antara lain karena teknik budidaya yang tidak sesuai anjuran, seperti: belum menggunakan bibit unggul berkualitas (bibit asalan dan bibit campuran), belum melakukan pemupukan dan pemeliharaan yang memadai, cara panen dan penggunaan alat panen yang kurang tepat, serta pengolahan hasil yang belum efektif dan efisien (Denian dan Suherdi, 1992; Risfaheri, dkk., 1991). Mutu produknya juga rendah karena cara pengolahannya masih sederhana dan kurang memperhatikan kebersihan. Selain itu untuk meningkatkan kuantitas hasil sering ditambahkan campuran dari tanah, tapioka, atau dedak yang berakibat menurunkan mutu dan tingkat kemurnian. Pencampuran gambir ini semata-mata bukan keinginan petani saja, namun juga atas permintaan pedagang. Pencampuran dilakukan dengan perbandingan 50:50 atau 70:30 (murni:campuran), sesuai permintaan pedagang. Umumnya pedagang lebih beruntung membeli produk gambir tercampur karena mereka akan melakukan pengolahan ulang. Penyebab lain rendahnya produktivitas gambir adalah penanaman gambir pada lahan bukaan baru dan umumnya terletak pada lahan kritis dengan kemiringan yang cukup tinggi serta tidak menerapkan teknik budidaya konservasi, dimana sistem jarak tanam yang dipakai tidak beraturan dan tidak mengikuti baris kontur. Pola tanamnya secara monokultur. Sistem budidaya seperti ini akan memberi peluang terjadinya erosi yang dapat merusak lingkungan sekitarnya (Ridwan, 2012). Untuk membuka lahan baru, petani biasanya melakukan pembakaran dengan alasan biaya lebih murah dan mudah mengerjakannya serta abunya dapat berfungsi sebagai pupuk untuk menyuburkan tanah. Petani berpendapat, teknik budidaya konservasi memerlukan modal dan tenaga kerja yang cukup besar pada persiapan awal penanaman gambir. Berfluktuasinya harga gambir di tingkat petani menyebabkan peningkatan produktivitas gambir menjadi lebih sulit. Petani biasanya akan melakukan pemeliharaan tanaman gambir bila harga cukup tinggi (minimum Rp.20.000/kg getah kering). Bila harga lebih rendah dari Rp.20.000/kg maka petani tidak melakukan pemeliharaan sama sekali. Ini dikarenakan biaya pemeliharaan tanaman gambir cukup tinggi. Contohnya, untuk penyiangan dibutuhkan biaya sebesar Rp.2,5 juta/ha.

3 | Gambir (Atman dan Misran)

Diterbitkan pada: Bunga Rampai “ Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani”. Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV. Kristal Multi Media; 105-124 hlm.

Menurut Bappeda Sumbar (2014), pemasaran gambir oleh petani tergolong lancar dan tidak ada yang tidak dibeli pedagang meskipun kualitas rendah (gambir campuran). Untuk itu, produksi gambir harus ditingkatkan melalui perbaikan teknik budidaya. Titik ungkit peningkatan produksi adalah penggunaan varietas unggul dan pemupukan. Sementara itu, menurut Fauza (2011), usahatani gambir akan semakin berhasil dan berkembang bila dapat menanggulangi tantangan dan kendala secara komprehensif dan utuh, mulai dari perakitan varietas unggul, teknik budidaya, pengolahan hasil, sosial ekonomi, sosial budaya, serta kelembagaan berdasarkan prinsip pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Tulisan ini hanya akan membahas tentang teknologi budidaya gambir. Diharapkan dapat membantu petani, penyuluh, dan pengambil kebijakan dalam pengembangan komoditas gambir di Sumatera Barat. TEKNOLOGI BUDIDAYA GAMBIR  Penggunaan Varietas Unggul Sampai saat ini, hanya tiga varietas unggul yang baru dilepas, yaitu: Udang, Riau, dan Cubadak. Ketiga varietas unggul ini dilepas pada tahun 2007. Potensi hasil (bobot getah kering) ketiga varietas unggul ini cukup tinggi, mencapai 1.200 kg/ha (Tabel 4). Perbedaan morfologisnya terlihat dari ukuran daun, panjang, petiola, warna pucuk, warna daun, warna cabang dan ranting, dan rendemen hasil. Ada kecenderungan produktivitas getah dan rendeman varietas unggul udang lebih baik dari pada varietas lainnya, walaupun hal ini masih memerlukan penelitian lebih jauh. Varietas unggul udang memberikan potensi hasil tertinggi (750-1.200 kg/ha), diikuti Riau (550-950 kg/ha), dan Cubadak (630 kg/ha). Penggunaan varietas unggul pada areal yang baru dibuka akan mampu mempercepat peningkatan produktivitas gambir dan sekaligus menambah pendapatan petani. Tabel 4. Karakter morfologi, produktivitas dan tipe gambir di Sumatera Barat dan Riau. Parameter Udang Riau Cubadak Jumlah daun/ranting (lembar) 10=18 10-24 6-16 Jumlah ranting/cabang (buah) 5-9 6-11 4-8 Jumlah cabang/batang (buah) 7-13 8-14 6-13 Bobot daun dan ranting per tanaman (kg) 4,5-7,0 4,0-7,0 4,2-7,3 Rendemen (%) 6,5-7,0 5,5-6,0 6,0-6,5 Kadar katechin 60,42-65,15 63,34-70,23 61,74-70,89 Bobot getah kering (kg/ha) 750-1.200 550-950 630 Sumber: Denian, dkk. (2004); Ditjenbun (2013b).

 Perbanyakan Bibit Tanaman gambir dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif, namun umumnya diperbanyak melalui perbanyakan generatif, yaitu melalui biji yang disemaikan lebih dulu dengan prosedur tertentu untuk memperoleh bahan tanaman yang memiliki daya tumbuh lebih baik (80-90%). Saat ini sudah mulai dikembangkan perbanyakan secara vegetatif, seperti: stek, perundukan, dan kultur jaringan, tetapi tingkat keberhasilannya masih rendah. Kegiatan ini lebih banyak dilakukan untuk kepentingan penelitian yang bertujuan untuk mempertahankan kualitas bibit turunan dari induknya atau pemurnian jenis (Hasan, dkk., 2000). Agar proses perbanyak benih berlangsung dengan baik, maka harus diperhatikan kriteria tanaman yang akan dijadikan sumber benih, yaitu: (a) berasal dari tanaman varietas unggul; (b) recoveri pertumbuhan daun cepat; (c) tanaman berumur 10-12 tahun, tinggi rumpun 4 | Gambir (Atman dan Misran)

Diterbitkan pada: Bunga Rampai “ Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani”. Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV. Kristal Multi Media; 105-124 hlm.

300 cm, panjang cabang 300-450 cm dan pertumbuhan daun optimal; dan (d) produksi daun >12.000 kg/ha/th (Sinar Tani, 2014). Hasan, dkk. (2000) menyarankan agar benih diambil dari tanaman yang tidak pernah dipanen atau gambir yang tumbuh di pinggiran hutan. Metode stek dilakukan dengan memotong dahan yang telah berukuran besar dan memiliki dua buah cabang atau lebih. Potongan dahan dengan panjang sekitar 50 cm kemudian lansung ditanam pada hari yang sama atau direndam dalam air sebelum ditanam pada hari berikutnya. Tingkat keberhasilan penyetekan hanya sekitar 50% (Ditjenbun, 2013a). Hasil penelitian Fauza (2006) menunjukkan bahwa jaringan tanaman yang lebih baik digunakan sebagai bahan asal stek adalah cabang yang sedikit berkayu (soft-wood cutting). Perbedaan varietas tanaman gambir tidak meperlihatkan perbedaan dalam pertumbuhan dan keberhasilan perbanyakan melalui stek (Tabel 5). Agar tingkat keberhasilan lebih tinggi, perlu rekayasa lingkungan tempat tumbuh stek, serta penggunaan zat pengatur tumbuh dan hormon lainnya untuk merangsang pertunasan dan perakaran. Tabel 5. Rata-rata hasil pengamatan beberapa variabel pengamatan setek tiga tipe tanaman gambir pada umur 10 minggu setelah tanam (MST), 2006. Sedikit berkayu (soft-wood Lunak (succulent) Berkayu (hard-wood cutting) cutting_ Pengamatan Cubadak Udang Riau Cubadak Udang Riau Cubadak Udang Riau Saat muncul 15 14 13 16 16 15 18 17 17 tunas (hari) Persentase 27,5 15,0 22,5 32,5 40,0 37,5 35,0 37,5 32,5 bertunas (%) Jumlah tunas 1,13 1,25 1,21 1,56 1,72 1,48 1,29 1,20 1,36 (buah) Warna pupus hm hm hm hm hm hm hm hm hm Jumlah daun 2,23 1,94 2,08 3,68 3,77 3,85 2,47 2,33 2,40 (helai) Panjang daun 4,76 5,39 4,41 3,92 4,28 4,19 (cm) Lebar daun 1,52 2,33 1,70 1,49 1,87 1,58 (cm) Warna daun hm hm hm hm hm hm hm hm Keterangan: hm=hijau muda; - = tidak dapat diukur karena belum membuka sempurna. Sumber: Fauza (2006).

Perbanyakan dengan perundukan, dilakukan dengan melengkungkan dahan pohon dan memasukkannya kedalam lubang di tanah dengan kedalaman 10 cm, kemudian ditimbun tanah. Pada umur sekitar tiga bulan, akar tanaman akan muncul pada dahan yang ditimbun, selanjutnya dipisahkan dari tanaman induknya dan ditanam pada lubang penaman yang baru. Perundukan mempunyai tingkat keberhasilan 80%, namun kelemahannya adalah sulit melakukan pemisahan dengan tanaman induknya. Metode kultur jaringan belum menampakkan keberhasilan karena eksplan mengalami browning dalam waktu 2–5 jam setelah transplantasi karena adanya kandungan tannin pada jaringan tanaman tersebut (Ditjenbun, 2013a). Perbanyakan secara generatif dimulai dengan pengambilan buah yang masak dan belum pecah, untuk kemudian dijemur. Agar bijinya tidak berterbangan (biji gambir memiliki fisik sangat halus, berbentuk serbuk, dan memiliki bobot yang ringan), maka penjemuran dilakukan pada wadah yang tertutup. Tempat persemaian sebaiknya dekat dengan sumber air dan memerlukan naungan dari anyaman daun kelapa atau jerami agar dapat melindungi benih dari panas terik matahari, air hujan, dan gangguan lainnya. Ukuran bedengan 1x1 m dengan media bak pasir atau lahan yang rata, berhumus subur, dan dicampur pupuk kandang dengan permukaan tanah yang licin. Selanjutnya, biji ditabur dengan cara ditiupkan ke atas persemaian, lalu 5 | Gambir (Atman dan Misran)

Diterbitkan pada: Bunga Rampai “ Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani”. Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV. Kristal Multi Media; 105-124 hlm.

biji-biji tersebut ditekan-tekan kembali dengan telapak tangan agar lengket di persemaian. Biji akan tumbuh berupa kecambah, sekitar 15 hari setelah semai. Setelah kecambah mempunyai 1–2 pasang daun, selanjutnya dipindahkan ke polibeg ukuran 5x10 cm atau 5x5 cm yang telah diisi campuran tanah dan pupuk kandang untuk dipelihara sampai siap tanam (Hasan, 2000; Ditjenbun, 2013a).  Penyiapan Lahan dan Penanaman Pengembangan komoditas gambir pada lahan bukaan baru yang mempunyai tingkat kemiringan tinggi perlu penerapan teknologi budidaya konservasi (Ridwan, 2012). Komponen teknologi budidaya konservasi yang perlu mendapat perhatian adalah: pembuatan teras, pengaturan sistem jarak tanam menurut baris kontur, dan sistem tanam intercropping, yaitu: (a) Pembuatan teras. Pembuatan lahan untuk penanaman gambir pada awalnya banyak menimbulkan bahaya erosi, karena permukaan bebas dari vegetasi. Untuk mengurangi terjadinya erosi sebelum tanam dibuat teras menurut baris kontur guna memperlambat laju erosi. (b) Pengaturan sistem jarak tanam menurut baris kontur. Penanaman menurut baris kontur juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi erosi, tanam menurut baris kontur kelak akan membentuk teras alami yang sangat efektif untuk mengurangi erosi permukaan. Material-material yang terbawa oleh aliran permukaan akan tertahan pada barisan tanaman sehingga membentuk lapisan yang lebih tebal membentuk teras. (c) Intercropping. Intercropping gambir dan komoditas lain yang mempunyai sistem perakaran dalam dapat dimanfaatkan sebagai penyangga-penyangga erosi. Tanaman yang dimanfaatkan sebagai penyangga erosi adalah tanaman yang dapat memberikan hasil tambahan antara lain, petai, jengkol dan lain-lain, serta tanaman yang tidak menganggu pertumbuhan tanaman gambir. Tajuk tanaman tidak terlalu lebar sehingga intensitas cahaya banyak terhalang. Biasanya lahan baru berupa semak belukar dan padang alang-alang. Lahan tersebut dibuka dengan cara menebang batang kayu kecil dan membabat gulma, setelah kering lalu dibakar atau gulma dijadikan sumber bahan organik dengan perlakuan tertentu (menggunakan dekomposer Trichoderma harzianum, mikro organisme lokal (MOL), dan Effective Microorganism-4 (EM-4), dll). Selanjutnya dibuat lubang tanam ukuran 25x25x25 cm (Ardi, 2003). Sedangkan Hasan, dkk. (2000) menyatakan bahwa ukuran 30x30x30 cm atau 40x40x40 cm akan memberikan pertumbuhan yang baik bagi tanaman gambir. Jarak tanam gambir bervariasi antara 1,5x1,5 m sampai 3,5x3,5 m. Namun, jarak tanam yan dianjurkan adalah 2x2 m dengan populasi 2.500 tanaman/hektare (Ardi, 2003). Idris, dkk. (1996) juga menganjurkan bahwa jarak tanam yang dapat meningkatkan produksi gambir adalah 2x2 m bujur sangkar (Tabel 6). Tabel 6. Pengaruh jarak tanam terhadap produksi gambir (daun dan ranting) umur 1,5 tahun. Jarak Tanam Populasi Produksi Gambir (tanaman/ha) (g/rumpun) 2x2 m bujur sangkar 2.500 4.776 1x4 m persei panjang 2.500 3.665 2x2 m diagonal/belah ketupat 4.900 3.412 Sumber: Idris, dkk.(1996).

6 | Gambir (Atman dan Misran)

Diterbitkan pada: Bunga Rampai “ Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani”. Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV. Kristal Multi Media; 105-124 hlm.

 Pemberian Pupuk Pupuk untuk tanaman gambir dapat berasal dari pupuk organik dan anorganik. Sumber pupuk organik yang sangat umum dan sering dipakai petani gambir adalah kompos bahan organik sisa pengolahan daun gambir (limbah kempaan gambir). Kompos merupakan pupuk organik yang dapat memperbaiki sifat...


Similar Free PDFs