Relationship Marketing Strategy in Location-based Social Media (Study in Yogrt Social Media) PDF

Title Relationship Marketing Strategy in Location-based Social Media (Study in Yogrt Social Media)
Author Fachri Wahyudi
Pages 20
File Size 709.1 KB
File Type PDF
Total Downloads 21
Total Views 938

Summary

STRATEGI RELATIONSHIP MARKETING PADA MEDIA SOSIAL BERBASIS LOKASI (STUDI PADA MEDIA SOSIAL YOGRT) Fachri Wahyudi1, Donna Asteria2 1 Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia 2 Dosen Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosi...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Relationship Marketing Strategy in Location-based Social Media (Study in Yogrt Social Media) Fachri Wahyudi Fachri Wahyudi

Cite this paper

Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Peran Layar Alt ernat if dalam Memperpanjang Umur Ekshibisi Film Panjang Indonesia: St udi K… Caroline Sugijono

DIGITALISASI ARSIP IRAMA NUSANTARA DALAM WEBSIT E (ST UDY FENOMENOLOGIS DIGITALISASI) Geordovanda Aprilius Loppies ST RAT EGI KOMUNIKASI PEMASARAN PT HOLDAK ANUGERAH CITARASA DALAM MEMASARKAN REST … Maribet h Jenit a

STRATEGI RELATIONSHIP MARKETING PADA MEDIA SOSIAL BERBASIS LOKASI (STUDI PADA MEDIA SOSIAL YOGRT) Fachri Wahyudi1, Donna Asteria2 1

Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia 2 Dosen Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail: [email protected] [email protected]

Abstrak Menjaga loyalitas pengguna menjadi hal yang penting bagi perusahaan media sosial dengan model bisnis start-up dalam tingginya persaingan, khususnya pada pasar media sosial berbasis lokasi. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan strategi relationship marketing pada media sosial Yogrt sebagai media sosial berbasis lokasi. Penelitian ini menggunakan paradigma post-positivisme dan pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus. Hasil dari penelitian ini menunjukkan strategi relationship marketing yang diterapkan oleh Yogrt bergantung pada komunikasi dalam fitur grup. Strategi relationship marketing paling dapat terlihat pada cara pemeliharaan hubungan dengan opinion leader dalam grup Yogrt. Dari penerapan Strategi relationship marketing pada media sosial Yogrt sebagai media sosial berbasis lokasi, penelitian ini juga menemukan bahwa fitur nearby dari Yogrt berimplikasi pada sisi emosional pengguna untuk kembali lagi atau berhenti menggunakan Yogrt. Kata kunci: Relationship marketing; start-up; grup; nearby

RELATIONSHIP MARKETING STRATEGY IN LOCATION BASED SOCIAL MEDIA (STUDY IN YOGRT SOCIAL MEDIA) Abstract Maintaining user loyalty is essential for social media companies with start-up business models in high competition, especially on location-based social media markets. This study aims to explain the implementation of relationship marketing strategy on social media Yogrt as a location-based social media. This research uses post-positivism paradigm and qualitative approach with case study strategy. The results of this study show that relationship marketing strategies implemented by Yogrt depend on communication in group features. Most relationship marketing strategies can be seen on how to maintain relationships with opinion leaders in the group Yogrt. From the application of Relationship Marketing Strategy on Yogrt social media as a location-based social media, this research also found that the nearby feature of Yogrt has implications on the user's emotional side to return again or stop using Yogrt. Keywords: Relationship marketing; start-up; grup; nearby

1

Pendahuluan/Latar Belakang Media sosial tengah mengalami perkembangan di tataran global dan Indonesia. Indonesia memiliki 72 juta pengguna aktif media sosial, di mana 62 juta di antaranya mengakses menggunakan perangkat mobile (Wijaya, 2015). Media sosial yang masuk ke pasar datang dengan konsep dan idenya masing-masing. Dengan variasi fitur, fungsi dan konsep ide dan banyaknya pemain di pasar, tentunya pengguna media sosial yang hendak berbagi hal yang dilakukannya dengan orang sekitarnya memiliki semakin banyak opsi. Salah satu jenis sosial media berdasarkan fungsinya adalah media sosial berbasis lokasi. Media Sosial Berbasis Lokasi atau geosocial bukan hanya berarti menambahkan lokasi ke dalam jejaring sosial sehingga seseorang dalam struktur sosial dapat membagikan informasi yang tersemat lokasi, tetapi juga terdiri atas struktur sosial baru yang terbentuk dari individu-individu yang terhubung dengan interdependensi pada tanda lokasi yang ada di konten media, seperti foto, video, maupun teks, mereka layaknya lokasi-lokasi di dunia nyata. Selanjutnya, interdependensi yang dimaksud tidak hanya dalam hal keberadaan dua orang yang sama di tempat yang sama tetapi juga pengetahuan seperti minat secara umum, kebiasaan dan aktivitas (Zheng, 2012). Peningkatan penggunaan media sosial berbasis lokasi berbanding lurus dengan penggunaan ponsel pintar di Indonesia. Pada tahun 2018, lembaga riset pemasaran digital Emarketer memperkirakan penetrasi penggunaan ponsel pintar di Indonesia mencapai lebih dari seratus juta orang. (Rahmayani, 2017). Selain menggunakan ponsel pintar untuk berkomunikasi, hampir tiga perempat dari mereka menggunakan ponsel pintar untuk mendapatkan informasi berbasis lokasi secara real-time dan hampir seperlima dari mereka menggunakan jasa pelayanan geosocial seperti Foursquare (PewInternet dalam Nirukti, 2012). Dengan penetrasi ponsel pintar dan pengguna yang membutuhkan informasi, media sosial berbasis lokasi mendapatkan peluang yang bagus untuk dapat berkembang. Namun, seiring dengan peluang pasar yang besar di Indonesia, terdapat tantangan dan kendala yang mesti dihadapi oleh perusahaan. Tantangan yang kemudian muncul adalah persaingan dengan kompetitor. Memenangkan kompetisi di pasar tentunya merupakan dambaan semua perusahaan yang berkompetisi. Namun, untuk dapat bersaing dengan kompetitor di pasar media sosial berbasis lokasi ini bukanlah hal yang mudah. Tiga masalah utama yang dihadapi media sosial dalam berkompetisi di pasar yaitu, konten perusahaan yang biasanya berbentuk user-generated content, preferensi pengguna yang diatur oleh dampak

2

jejaring lokal dan pengguna yang memiliki tendensi untuk multi-home atau bisa menggunakan banyak media sosial sekaligus dalam waktu yang bersamaan (Zhang dan Sarvary, 2012) Fenomena hadirnya masalah dalam persaingan di pasar ini sudah semestinya menyita perhatian perusahaan itu sendiri. Terlebih, dari pengelola perusahaan media sosial itu sendiri agar mereka bisa memenangkan kompetisi dan bertahan di pasar. Akan tetapi, sebagian besar pengelola perusahaan media sosial ini terkesan cenderung hanya ingin memanfaatkan hal yang sedang menjadi tren dan menjalin hubungan transaksional dengan pengguna tanpa mempertimbangkan strategi pemasaran yang berdampak pada loyalitas pengguna dan kontinuitas bisnis tersebut. Pemikiran bisnis jangka pendek tidak lebih dari enam bulan dan keinginan untuk mendapat hasil instan adalah strategi yang salah (Ebis, 2016). Oleh karena itu, dibutuhkan adanya strategi pemasaran yang bisa menjaga loyalitas pengguna dan kontinuitas bisnis itu sendiri. Dewasa ini kontinuitas bisnis perusahaan berbentuk model bisnis korporat mulai diguncang oleh perusahaan dengan model bisnis start-up. Di Indonesia sendiri, dalam rentang waktu sejak 2012, tren bisnis start-up mengalami peningkatan jumlah. Puncaknya terjadi pada tahun 2015 dengan jumlah 533 perusahaan (Yasa dalam Silalahi, 2017). Pada periode 20122017, Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Singapura dalam hal nilai investasi modal ventura start-up tertinggi dengan nilai investasi sejumlah 3477 juta dollar Amerika. (Silalahi, 2017) Hal ini bisa terjadi karena ciri khas dari model bisnis start-up itu sendiri. Perbedaan dari start-up dan korporat salah satunya terletak pada kondisi bisnisnya. Korporat memiliki bentuk perusahaan yang besar, lebih stabil, dan membuat keuntungan yang besar untuk dampak sosial dan ekonomi secara spesifik. Sedangkan, start-up adalah sebuah bisnis ventura wirausaha yang memiliki target untuk menyediakan produk lebih inovatif untuk kebutuhan pasar dan kemudian berharap untuk diakuisisi perusahaan yang lebih besar (Chou, 2017). Perbedaan terbesar bisa terlihat dari sisi stabilitas di mana bisnis start-up lebih tidak stabil dibandingkan dengan korporat. Hal inilah yang menjadi salah satu masalah mengapa bisnis start-up 90% di antaranya mengalami kegagalan (Patel, 2015). Menurut Patel (2015), terdapat beberapa kriteria signifikan yang menjadi ciri khas suatu perusahaan start-up yang menjadi sukses. Seperti salah satunya adalah produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut sesuai dengan kebutuhan pasar. Griffith (2014) menjelaskan bahwa kebanyakan perusahaan yang gagal disebabkan oleh pasar yang tidak membutuhkan produk yang dihasilkan. Sesuai dengan survei yang dilakukan oleh CBInsight

3

(2014), 42% perusahaan start-up gagal disebabkan oleh kurangnya kebutuhan pasar akan produk. Hal ini menjadi alasan terbesar kegagalan tersebut. Selain kebutuhan pasar yang minim akan produk, hal penting yang membuat perusahaan start-up mengalami kegagalan adalah ketidakmampuan perusahaan tersebut dalam mengelola hal kecil yang berpotensi menjadi hal besar. Dajani (2017) menjelaskan bahwa tidak memperhatikan keseluruhan area bisnis dapat menjadi hal yang krusial di kemudian hari yang pada akhirnya berpotensi mengantarkan sebuah perusahaan menemui kegagalan. Selain itu, The Lone Wolf Syndrome juga menjadi kesalahan fatal bagi pengelola bisnis start-up. The Lone Wolf Syndrome adalah sebuah pemikiran bahwa suatu bisnis akan sukses karena satu orang yang memulai bisnis tersebut. Hal yang sebenarnya terjadi adalah perjalanan bisnis bukan tentang individu, melainkan tentang tim. Di balik satu orang yang mencetuskan ide dan merealisasikannya terdapat banyak orang yang mereka adalah manusia juga. Ketika orangorang tersebut tidak diorganisasi dan dimanusiakan sebagaimana layaknya, akan timbul konflik yang berpotensi menjadi besar hingga mungkin pailit (Dajani, 2017). Ciri khas selanjutnya bahwa sebuah perusahaan start-up akan sukses adalah pertumbuhan. Pertumbuhan yang cepat dapat menjadi pertanda bahwa perusahaan tersebut dibutuhkan di pasar. Suatu pertumbuhan kecil akan bermuara pada pertumbuhan selanjutnya yang lebih besar dan begitu seterusnya. Lazimnya, alasan lain mengapa sebuah perusahaan menjadi gagal adalah karena kekurangan dana. Mengapa kekurangan dana bisa terjadi disebabkan oleh pertumbuhan mereka yang kurang cepat. Jika pertumbuhan suatu perusahaan kurang cepat, akan ada kemungkinan bahwa perusahaan terkait dapat lebih mudah terbunuh oleh pasar, seperti kalah dalam kompetisi, kehilangan pelanggan, kehilangan anggota dan pada akhirnya kehilangan passion (Patel, 2015) Amerika Serikat yang notabene ekonominya ditopang oleh sektor bisnis, tiap bulannya, terdapat setengah juta perusahaan baru yang masuk ke pasar. Dari jumlah tersebut, 70% di antaranya akan berakhir setidaknya sebelum berusia dua tahun. Sedangkan, sepertiganya akan bertahan hingga 15 tahun (Rose, 2016). Tak jauh dengan Amerika, Indonesia juga masuk dalam daftar lima besar negara di dunia dengan jumlah start-up terbanyak. Totalnya mencapai 1.705 start-up, menempatkan Indonesia di urutan keempat di bawah Amerika Serikat yang memiliki 28.794 start-up, India dengan 4.713 start-up, dan Inggris sejumlah 2.971 (Herman, 2018). Hal ini menunjukkan bahwa persaingan bisnis model start-up di Indonesia menjadi persaingan yang ketat. Tanpa kekuatan dan strategi yang cermat, perusahaan akan lebih mudah gagal di pasar dan kalah dengan kompetitor. Oleh karena itu, perusahaan bermodel

4

bisnis start-up harus memiliki strategi yang sesuai dengan perusahaan agar bisa bertahan di pasar. Masalah yang sedang dihadapi oleh media sosial berbasis lokasi berhubungan dengan upaya untuk menjaga loyalitas pengguna dan strategi pemasaran bisa menjadi pilihan solusi yang efektif. Strategi pemasaran yang efektif yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah strategi relationship marketing. Relationship Marketing adalah sebuah praktek pemasaran yang menjadi kritik bagi traditional marketing yang bersifat transaksional dan berorientasi pada keuntungan jangka pendek. Selain itu, strategi ini juga membangun relasi kepuasan jangka panjang dengan pihak utama –para konsumen, pemasok dan distributor- dengan maksud untuk menjaga preferensi dan bisnis jangka panjang mereka (Kotler dan Armstrong, 2010). Setiap perusahaan dituntut untuk mempunyai strategi komunikasi dalam menjalin hubungan dengan pelanggannya. Strategi tersebut dilakukan guna menumbuhkan nilai pelanggan pada perusahaan yang dapat membangun loyalitas terhadap perusahaan (Peppers & Roger dalam Herdiansyah, 2018).

Tinjauan Teoritis Relationship Marketing Relationship marketing adalah sebuah praktek membangun relasi kepuasan jangka panjang dengan pihak utama –para konsumen, pemasok dan distributor- dengan maksud untuk menjaga preferensi dan bisnis jangka panjang mereka. Hasil pokok dari relationship marketing adalah pembangunan aset perusahaan yang unik yang disebut jaringan pemasaran. Sebuah jaringan pemasaran terdiri dari perusahaan dan seluruh stakeholder pendukungnya, seperti pengguna, konsumen, pegawai, pemasok, distributor, pengecer, ahensi periklanan, ilmuwan perguruan tinggi, dan lain sebagainya dengan mereka yang telah membangun hubungan bisnis yang saling menguntungkan. Persaingan yang semakin ketat terjadi bukan antarperusahaan, melainkan antarkeseluruhan jaringan, dengan keuntungan menjadi perusahaan yang membangun jaringan yang lebih baik (Kotler dan Armstrong, 2010). Teori relationship marketing muncul pada awal dekade 1990 sebagai kritik atas traditional

marketing.

Ketidak

sempurnaan

traditional

marketing

terletak

pada

keterbatasannya dalam mengembangkan mass marketing yang hanya berfokus pada transaksi (Bruhn, 2003). Metode macam ini memang tidak menemui masalah besar dalam perkembangan bisnis jangka pendek karena berfokus pada sales dan transaksi, tetapi kendala besar akan terasa adanya dalam perkembangan jangka panjang karena mengabaikan aspek

5

relasi dengan customer. Oleh karena itu, apabila menimbang perkembangan bisnis dalam jangka panjang, relationship marketing menjadi penting. Terdapat tiga elemen dalam relationship marketing, yaitu tujuan, definisi konstruk, dan instrumen yang digunakan. Konsep relationship marketing dari tujuannya meliputi customer satisfaction, customer of delight, share of customer, customer retention, dan loyalty. Sementara melalui definisi konstruknya, dimensi relationship marketing memiliki sembilan unsur, yaitu trust, commitment, co-operation, communication, shared value, conflict, power, non-opportunistic, dan interdependence. Selain itu, instrumen untuk membangun customer relationships, yaitu pemasaran langsung, database pelanggan, manajemen kualitas, pemasaran layanan, serta customer-partnering (Velnampy and Sivesan, 2012).

Dimensi Relationship Marketing Terdapat empat dimensi dalam relationship marketing menurut Tandjung (2004), antara lain: a. Bonding Dalam strategi relationship marketing, dibutuhkan adanya ketergantungan antara perusahaan dan pelanggan yang cukup kuat, sehingga hubungan kedua belah pihak dapat bertahan lama. Apabila pelanggan merasa tidak memiliki ketergantungan yang cukup kuat terhadap perusahaan, maka kemungkinan pelanggan untuk beralih ke kompetitor akan cenderung tinggi. b. Empathy Perusahaan harus memiliki kepedulian atau empati kepada pelanggan. Artinya, perusahaan hendaknya menaruh kepedulian terhadap masalah yang sedang dihadapai oleh pelanggan dengan memperhatikan sudut pandang pelanggan dalam mengatasi suatu masalah. c. Reciprocity Hubungan jangka panjang sudah semestinya melibatkan aspek saling memberi dan menerima. Artinya, baik perusahaan maupun pelanggan sama-sama mendapat keuntungan. Pelanggan yang menginginkan diskon besar, tentunya harus mengimbangi dengan pembayaran tunai. d. Trust Trust lebih dari sekedar believe, meskipun kedua kata tersebut memiliki arti yang hampir sama. Bila masing-masing pihak memiliki komitmen yang kuat, maka

6

akan tercipta rasa sangat percaya (trust) yang pada akhirnya dapat memperkuat hubungan antara dua pihak terkait.

Komponen Relationship Marketing Lima Komponen Relationship Marketing Menurut Parasuraman, Berry, dan Zeithmal (1996): 1. Core Service Performance Core service performance merupakan kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan untuk memberikan kinerja inti layanan kepada pelanggan sebagai dasar membangun hubungan jangka panjang antara perusahaan dengan pelanggan. Kinerja suatu layanan sangat dibutuhkan pelanggan untuk memenuhi harapannya. Pelanggan yang harapannya terpenuhi melalui kinerja layanan yang diberikan oleh perusahaan, maka pelanggan akan puas hingga pada akhirnya menjadi loyal. 2. Recognition. Perusahaan mengenal dan memperhatikan setiap kontribusi yang diberikan oleh anggota. Itulah sebabnya, perusahaan hendaknya memberikan penghargaan kepada para anggota atas kontribusi positif yang diberikan anggota. Sekecil apapun kontribusi yang diberikan pelanggan kepada perusahaan hendaknya dihargai. Sebab, hal itu merupakan bentuk apresiasi perusahaan kepada pelanggan sekaligus bentuk memanjakan pelanggan agar loyal kepada perusahaan. 3. Enhancement of Member Interdependence Pengembangan hubungan pelanggan merupakan aktivitas

relationship

marketing yang memfasilitasi pelanggan untuk dapat meningkatkan hubungan antara (1) pelanggan dengan perusahaan, dan (2) perusahaan dengan pemasok, sehingga menimbulkan pertukaran value bagi perusahaan. Perusahaan hendaknya dapat menarik pelanggan-pelanggan baru, baik pelanggan potensial maupun pelanggan kompetitor. Oleh karena itu, perusahaan harus meningkatkan kepuasan pelanggan agar pelanggan merasa diperhatikan. Pada akhirnya, pelanggan akan bersedia dengan senang hati mempromosikan usaha perusahaan kepada rekan-rekan pelanggan yang lain. 4. Dissemination of Organizational Knowledge Desiminasi (penghamburan) pengetahuan perusahaan kepada pelanggan dapat menciptakan kedekatan perusahaan dengan pelanggan maupun pemasok. Sehingga,

7

pihak-pihak tersebut dapat menyosialisasikan nilai, tujuan, dan budaya perusahaan. Penghamburan di sini berarti perusahaan dengan senang hati memberikan pengetahuan, pengalaman, dan saran yang baik kepada setiap pelanggan atau anggota perusahaan. 5. Reliance on External Membership Requirements Hal ini tentunya menuntut perusahaan untuk memberikan layanan yang terbaik kepada anggota internal terlebih dahulu agar dapat menarik anggota baru seperti yang diharapkan. Perusahaan hendaknya dapat memuaskan harapan para anggotanya karena para anggota yang puas akan dengan senang

hati

mempromosikan usaha perusahaan kepada teman-temannya yang lain.

Metode Penelitian Untuk mengetahui bagaimana strategi relationship marketing pada media sosial Yogrt, penulis menggunakan paradigma post-positivism (lihat Creswell, 2012). Paradigma postpositivis memegang filosofis determinan bahwa sebab/faktor kausatif dapat menentukan hasil dan efek. Berkaitan dengan penelitian ini, setiap perusahaan memiliki strategi pemasaran masing-masing. Dalam konteks penelitian ini, penggunaan strategi relationship marketing di perusahaan Yogrt dalam rangka menjaga eksistensinya di pasar media sosial berbasis lokasi tentunya berbeda dengan perusahaan lainnya. Dengan kondisi pasar media sosial berbasis lokasi yang marak, perusahaan ditantang untuk menggunakan strategi yang tepat untuk segmen pasar tertentu. Ditambah lagi dengan kondisi generasi pengguna media sosial sekarang, hubungan dengan consumer harus dijalin dengan baik apabila hendak betah di pasar dan mendapatkan keuntungan jangka panjang. Pengambilan keputusan kebijakan oleh perusahaan Yogrt akan menjadi signifikan bagaimana mereka menjalin hubungan baik dengan consumer dengan strategi marketing. Oleh karena itu, paradigma post-positivism digunakan untuk melihat bagaimana perusahaan Yogrt melakukan strategi relationship marketing. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan & Biklen (dalam Rahmat, 2009) pendekatan kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilak...


Similar Free PDFs