STABILITAS OBAT Makalah " X Ray Diffraction (XRD) -Kristalografi Sinar X " PDF

Title STABILITAS OBAT Makalah " X Ray Diffraction (XRD) -Kristalografi Sinar X "
Author Prisca Wicita
Pages 45
File Size 960.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 345
Total Views 421

Summary

STABILITAS OBAT Makalah “X Ray Diffraction (XRD) - Kristalografi Sinar X” Oleh Prisca Safriani Wicita 260120160001 DEPARTEMEN FARMASETIKA DAN TEKNOLOGI FARMASI PROGRAM STUDI PASCASARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepad...


Description

STABILITAS OBAT

Makalah “X Ray Diffraction (XRD) - Kristalografi Sinar X”

Oleh

Prisca Safriani Wicita 260120160001

DEPARTEMEN FARMASETIKA DAN TEKNOLOGI FARMASI PROGRAM STUDI PASCASARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2016

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat anugerah dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Konten makalah terkait dengan penjelasan tentang “X-Ray Diffraction (XRD)” yang bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Stabilitas Obat. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan apresiasi sebesarbesarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini terutama kepada Ibu Dr. rer. Nat. Anis Yohana., Apt selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah Satabilitas Obat. Penulis menyadari akan sangat sulit menyelesaikan makalah ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, namun penulis berharap semoga makalah ini Sapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya terutama ilmu Farmasi pada khususnya.

Jatinangor, Oktober 2016

i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...................................................................................

i

DAFTAR ISI ..................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................

1

1.1

Latar Belakang .....................................................................................

1

1.2

Rumusan Masalah ...............................................................................

2

1.3

Tujuan...................................................................................................

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................

4

2.1.

X-Ray Diffraction ................................................................................

4

2.1.1 Sejarah XRD .............................................................................

4

2.1.2 Definisi XRD ............................................................................

6

2.1.3 Prinsip XRD .............................................................................

8

2.1.4 Struktur Morfologi XRD ..........................................................

12

2.1.5 Aplikasi XRD ...........................................................................

21

2.1.6 Kelebihan dan Kekurangan ......................................................

21

2.2.

Hukum Bragg ......................................................................................

22

2.3.

Instrumentasi Alat ...............................................................................

30

2.4.

Powder X-Ray Diffraction ..................................................................

30

2.5.

Kristalografi Sinar X ............................................................................

31

2.5.1. Kisi Kristal ..............................................................................

31

2.5.2. Sel Satuan ................................................................................

32

2.5.3. Sistem Kristal ..........................................................................

33

2.6.

Data Yang Diperoleh Dari XRD .........................................................

34

2.7.

Analisis Data XRD ..............................................................................

36

BAB III PENUTUP ........................................................................................

40

3.1.

Kesimpulan ..........................................................................................

40

3.2.

Saran ....................................................................................................

40

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

41

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stabilitas dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai ketahanan suatu produk

sesuai

dengan

batas-batas

tertentu

selama

penyimpanan

dan

penggunaanya atau umur simpan suatu produk dimana produk tersebut masih mempunyai sifat dan karakteristik yang sama seperti pada waktu pembuatan. Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas dari sediaan farmasi, antara lain stabilitas bahan aktif, interaksi antara bahan aktif dengan bahan tambahan, proses pembuatan bentuk sediaan, kemasan, cara pengemasan dan kondisi lingkungan yang dialami selama pengiriman, penyimpanan, penanganan dan jarak waktu antara pembuatan dan penggunaan. Faktor lingkungan seperti temperatur, radiasi cahaya dan udara (khususnya oksigen, karbon dioksida dan uap air) juga mempengaruhi stabilitas. Demikian pula faktor formulasi seperti ukuran partikel, pH, sifat dari air dan sifat pelarutnya dapat mempengaruhi stabilitas (Osol et al, 1980; USP, 1990). Stabilitas sediaan farmasi merupakan salah satu kriteria yang amat penting untuk suatu hasil produksi yang baik. Ketidakstabilan produk obat dapat mengakibatkan terjadinya penurunan sampai dengan hilangnya khasiat obat, obat dapat berubah menjadi toksik atau terjadinya perubahan penampilan sediaan (warna, bau, rasa, konsistensi dan lain-lain) yang akibatnya merugikan bagi si pemakai. Ketidakstabilan suatu sediaan farmasi dapat dideteksi melalui perubahan sifat fisika, kimia serta penampilan dari suatu sediaan farmasi. Besarnya perubahan kimia sediaan farmasi ditentukan dari laju penguraian obat melalui hubungan antara kadar obat dengan waktu, atau berdasarkan derajat degradasi dari suatu obat yang jika dipandang dari segi kimia, stabilitas obat dapat diketahui dari ada atau tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan (Ansel, 1989; Lachman et al,1994). Stabilitas obat terkait dengan polimorfisme merupakan aspek yang penting dalam formulasi obat padatan. Polimorfisme adalah suatu senyawa 1

mengkristalisasi dalam bentuk lebih dari satu spesies kristalin dengan perbedaan kisi internal. Stabilitas kimia, sifat prosessing atau ketersediaan hayati berubah akibat polimorfisme. Perbedaan utama dari solida dan bentuk fisik lain adalah apakah padatan berbentuk kristalin atau amorf. Pada karakterisasi Kristal,atom dan molekul ditetapkan secara berulang dalam susunan tiga dimensi,sedangkan pada bentuk amorf, atom atau molekul tersusun secara acak seperti dalam suatu cairan. Semua bentuk amorf dan bentuk kristalin akan dikonversi menjadi bentuk kristalin stabil. Polimorf menstabilkan akan dikonversi menjadi bentuk stabil secara pelahan-lahan atau secara cepat (bergantung zatnya), dan ini merupakan hal yang sangat penting dalam farmasi adalah bentuk yang cukup stabil untuk menjamin usia guna-sediaan dan ketersediaan hayati. Dalam dunia industri, suatu obat perlu dilakukan pengujian stabilitasnya menggunakan metode-metode dan istrumen yang sesuai. Salah satu instrument yang digunakan untuk menguji stabilitas obat dalam hal ini untuk tujuan karakterisasi dan identifikasi ketidakstabilan obat yaitu X-Ray Diffraction yang akan dijelaskan dalam makalah ini. 1.2 Rumusan Masalah a.

Bagaimana Sejarah X-Ray Diffraction ?

b.

Apa itu X-Ray dan aplikasinya ?

c.

Bagaimana prinsip kerja dari X-ray Diffraction dan Hukum Braggs?

d.

Apa saja Komponen X-ray Diffraction ?

e.

Apa keuntungan dan kerugian dari X-Ray Diffraction?

f.

Bagaimana instrumentasi alat X-Ray Diffraction ?

g.

Apa itu Powder X-Ray Diffraction ?

h.

Apa itu kristalografi sinar X ?

1.3 Tujuan Untuk mendefinisikan dan menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan X-Ray Diffraction (XRD) meliputi sejarah , pengertian, prinsip kerja XRD, prinsip dari hukum Braggs, struktur morfologi (komponen) XRD termasuk

2

tentang sinar X, macam-macam sinar X, sumber sinar X, sifat-sifat sinar X, proses terjadinya sinar X, aplikasi dari XRD, instrumentasi alat, keuntungan dan kerugian XRD, kristalografi sinar X, dan powder X ray Diffraction (PXRD).

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

X-Ray Diffraction

2.1.1 Sejarah X-ray Diffraction Sinar X pertama kali ditemukan oleh Wilhem Conrad Rontgen pada tahun 1895. seorang profesor fisika dan rektor Universitas Wuerzburg di Jerman dengan sungguh-sungguh melakukan penelitian tabung sinar katoda. Ia membungkus tabung dengan suatu kertas hitam agar tidak terjadi kebocoran fotoluminesensi dari dalam tabung ke luar. Lalu ia membuat ruang penelitian menjadi gelap. Pada saat membangkitkan sinar katoda, ia mengamati sesuatu yang di luar dugaan. Pelat fotoluminesensi yang ada di atas meja mulai berpendar di dalam kegelapan. Walaupun dijauhkan dari tabung, pelat tersebut tetap berpendar. Dijauhkan sampai lebih 1m dari tabung, pelat masih tetap berpendar. Roentgen berpikir pasti ada jenis radiasi baru yang belum diketahui terjadi di dalam tabung sinar katoda dan membuat pelat fotoluminesensi berpendar. Radiasi ini disebut sinar-x yang maksudnya adalah radiasi yang belum diketahui. Dinamakan dengan sinar-X pada waktu itu dikarenakan

tidak

diketahuinya apa sebenarnya sinar tersebut, maka disebutlah dengan sinar-X. Sinar-X digunakan untuk tujuan pemeriksaan yang tidak merusak pada material maupun manusia. Disamping itu, sinar- X dapat digunakan dalam analisis kualitatif dan kuantitatif material. Hasil penelitiannya membahas permasalahan yang terkait dengan perjalanan gelombang cahaya melalui periodik dan susunan kristalin partikel. Kemudian dari penelitian ini ditarik kesimpulan bahwa sinar elektromagnetik yang jauh lebih pendek dari sinar-x seharusnya akan menyebabkan semacam fenomena difraksi atau interferensi dan bahwa kristal akan memberikan semacam media (James, 2007). Sinar-x adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 0,5- 2,5 A . Sinar-x dihasilkan dari tumbukan elektron berkecepatan tinggi dengan logam sebagai sasarannya. Oleh

4

karena itu, suatu tabung sinar-x harus mempunyai suatu sumber elektron, voltase tinggi, dan logam sasaran (Warren, 1996). Pada waktu suatu material dikenai sinar X, maka intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dari intensitas sinar dating. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. berkas sinar X yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda ada juga yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar X yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi. Berikut adalah gambar mengenani peristiwa tersebut:

Gambar 1 Mekanisme Berkas Sinar-X Secara umum teknik difraksi sinar-x digunakan untuk mengetahui kristalinitas dari suatu bahan seperti logam, keramik, polimer, dan komposit, dalam arti apakah suatu material memiliki fasa amorf atau kristal. Untuk bahan kristal, teknik ini juga menghasilkan informasi tentang struktur kristal, berupa parameter kisi dan jenis struktur (Smallman and Bishop, 2000). Seperti kita ketahui bahwa perumusan matematika yang telah di buat oleh Bragg tentang persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar X yang dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi. Sinar X dihasilkan dari tumbukan antara elektron berkecepatan tinggi dengan logam target. Dari prinsip

5

kerja inilah yang kemudian dimanfaatkan dan dibuat beberapa jenis alat dengan menerapkan prinsip dari Hukum Bragg. Salah satu jenis alat tersebut adalah XRay Diffraction. Penentuan struktur kristal dengan teknik sinar x didasarkan pada hukum Bragg, yang secara matematis dinyatakan denganμ n bilangan bulat 1, β, γ ......

= β d sinθ denganμ n

adalah panjang gelombang sinar-x d adalah jarak

antar bidang θ adalah sudut difraksi (Scintag, 1λλλ). Hukum Bragg menyatakan bahwa perbedaan lintasan berkas difrasi sinar-x harus merupakan kelipatan panjang gelombang. Secara umum pada proses difraksi sinar-x, apabila suatu bahan dikenai sinar-x maka intensitas sinar-x yang ditransmisikan lebih kecil dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh bahan dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar yang dihantarkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasenya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasenya sama. Berkas sinar-x yang saling menguatkan disebut sebagai berkas difraksi. Persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-x yang dihamburkan merupakan berkas difraksi inilah yang kemudian dikenal sebagai Hukum Bragg. Telah banyak penelitian yang menggunakan XRD sebagi alat karakterisasi yang digunakan untuk mempelajari perubahan fasa dari suatu material. Seperti AlMamun, et al. (2011) mempelajari pembentukan nanoalumina dengan metode laser ablation menggunakan bahan baku crystal corondum. 2.1.2 Definisi X-ray Diffraction (XRD) Spektroskopi difraksi sinar-X (X-ray difraction/XRD) merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga sekarang. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. XRD merupakan teknik analisis non-destruktif untuk mengidentifikasi dan menentukan secara kuantitatif tentang bentuk-bentk berbagai Kristal, yang disebut dengan fase. Identifikasi diperoleh dengan memnabandingkan pola

6

difraksi dengan sinar-X. XRD dapat digunakan untuk menentukan fase apa yang ada didalam bahan dan konsentrasi bahan-bahan penyusunnya. XRD juga dapat mengukur macam-macam

keacakan dan penyimpangan Kristal serta

karakterisasi material Kristal. XRD juga dapat mengidentifikasi mineralmineral yang berbutir halus seperti tanah liat. Difraksi Sinar X merupakan teknik yang digunakan dalam karakteristik material untuk mendapatkan informasi tentang ukuran atom dari material kristal maupun nonkristal. Difraksi tergantung pada struktur kristal dan panjang gelombangnya. Jika panjang gelombang jauh lebih dari pada ukuran atom atau konstanta kisi kristal maka tidak akan terjadi peristiwa difraksi karena sinar akan dipantulkan sedangkan jika panjang gelombangnya mendekati atau lebih kecil dari ukuran atom atau kristal maka akan terjadi peristiwa difraksi. Ukuran atom dalam orde angstrom (Å) maka supaya terjadi peristiwa difraksi maka panjang gelombang dari sinar yang melalui kristal harus dalam orde angstrom (Å).

Gambar Mekanisme Prinsip Kerja XRD

7

Pada X-RD, sinar X dipilih karena merupakan radiasi elektromagnetik yang memiliki energy tinggi sekitar 200 eV sampai 1 MeV. Sinar-X dihasilkan oleh interaksi anatar a berkas elektron eksternal dengan elektron pada kulit atom. Spectrum Sinar X memiliki panjang gelombang 10-5 – 10 nm, berfrekuensi 1017 – 1020 Hz dan memiliki energy 103 – 106 eV. Panjang gelombang sinar X memiliki orde yang sama dengan jarak antar atom sehingga dapat digunakan sebagai sumber difraksi Kristal.

Gambar X-Ray Diffraction di

Gambar Rangkaian X-Ray Diffraction

Laboratorium Pusat UNS 2.1.3 Prinsip X-ray Diffraction (XRD) Dasar dari prinsip pendifraksian sinar X yaitu difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang konstruktif. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg: n.λ = 2.d.sin θ ; n = 1,2,3,4,……. Dengan

adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan, d adalah

jarak antara dua bidang kisi, θ adalah sudut antara sinar datang dengan bidang

8

normal, dan n adalah bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan. Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis material. Standar ini disebut JCPDS. Prinsip – prinsip dari difraksi adalah hasil dari pantulan elastis yang terjadi ketika sebuah sinar berbenturan dengan sasaran serta pantulan sinar yang bersifat elastis. Fenomena dapat dijelaskan dengan Hukum Bragg. Sinar X dalam pembangkitannya dideskripsikan oleh gambar dibawah ini yang didalam sinar x terdapat dua jenis radiasi yaitu sinar x kontinyu dan karakteristik. untuk alat XRD terdapat filter guna menyaring sinar x kontinyu dan hanya meneruskan sinar x karakteristik.

Gambar Mekanisme X-Ray Diffraction Prinsip dari alat XRD (X-ray powder diffraction) adalah sinar X yang dihasilkan dari suatu logam tertentu memiliki panjang gelombang tertentu, sehingga dengan memfariasi besar sudut pantulan sehingga terjadi pantulan

9

elastis yang dapat dideteksi. Maka menurut Hukum Bragg jarak antar bidang atom dapat dihitung dengan data difraksi yang dihasilkan pada besar sudut – sudut tertentu. Prinsip ini di gambarkan dengan diagram dibawah ini.

Gambar Mekanisme X-Ray Diffraction Seberkas sinar-X dengan panjang gelombang

(cahaya monokromatik)

jatuh pada struktur geometris atom atau molekul dari sebuah kristal pada sudut datang θ. Jika beda lintasan antara sinar yang dipantulkan dari bidang yang berturut-turut sebanding dengan n panjang gelombang, maka sinar tersebut mengalami difraksi. Peristiwa difraksi mungkin terjadi karena jarak antaratom dalam kristal dan molekul berkisar antara 0,15 hingga 0,4 nm, yang bersesuaian dengan spektrum gelombang elektromagnet pada kisaran panjang gelombang sinar-X dengan energi foton antara 3 hingga 8 keV. Sesuai dengan Hukum Bragg, dengan memvariasi sudut θ diperoleh lebar antar celah yang berbeda dalam bahan polikristalin. Kemudian, posisi sudut dan intensitas puncak hasil difraksi digrafikkan dan diperoleh pola yang merupakan karakteristik sampel. Setiap kristal memiliki pola XRD yang berbeda satu sama lain yang bergantung pada struktur internal bahan. Pola XRD ini merupakan karateristik dari masingmasing bahan sehingga disebut sebagai ‘fingerprint’ dari suatu mineral atau bahan kristal. X-Ray Diffractometer dapat memberikan data-data difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut difraksi dari suatu bahan. Tujuan

10

dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui perubahan fase struktur bahan dan mengetahui fase-fase apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji. Tahap pertama yang dilakukan dalam analisa sinar-X adalah melakukan analisa pemeriksaan terhadap sampel x ya...


Similar Free PDFs