Title | SUMBER ILMU PENGETAHUAN STUDI KOMPERATIF ISLAM DAN BARAT |
---|---|
Author | Didin Qonytha |
Pages | 21 |
File Size | 1.2 MB |
File Type | |
Total Downloads | 163 |
Total Views | 615 |
SUMBER ILMU PENGETAHUAN STUDI KOMPERATIF ISLAM DAN BARAT By: Didin Chonyta (SIAI) _14750010_ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan (knowledge) adalah bagian yang esensial-aksiden manusia, karena pengetahuan adalah buah dari "berfikir". Berfikir (natiqiyyah) adalah sebagai differe...
Accelerat ing t he world's research.
SUMBER ILMU PENGETAHUAN STUDI KOMPERATIF ISLAM DAN BARAT Didin Qonytha
Related papers
Download a PDF Pack of t he best relat ed papers
LAPORAN HASIL PENELIT IAN INDIVIDUAL EPIST EMOLOGI UNIT Y OF SCIENCE IBN SINA KAJIAN … Fauziyyah Larissa Larissa St udi Komparat if Filsafat Pendidikan Islam dan Barat .pdf Muhammad Arif Syihabuddin Gunungan Ilmu: Paradigma dan Kerangka Kurikulum IAIN Surakart a Tot o Suhart o
SUMBER ILMU PENGETAHUAN STUDI KOMPERATIF ISLAM DAN BARAT By: Didin Chonyta (SIAI) _14750010_ BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pengetahuan manusia,
(knowledge)
karena
pengetahuan
(natiqiyyah) adalah sebagai
adalah
bagian
adalah
buah
yang
dari
esensial-aksiden
"berfikir".
Berfikir
differentia (fashl) yang memisahkan manusia
dari sesama genus-nya. Kemajuan manusia dewasa ini tidak lain karena pengetahuan
yang
dimilikinya.
Begitu
urgennya,
sehingga
ketika
pengetahuan manusia mengalami kemunduran, maka tidak sedikit manusia yang
mencoba
merumuskan
mengkritisi,
solusinya.
Hal
mencari ini
lah
tahu
yang
persoalannya
tampak
dalam
kemudian
perkembangan
pemikiran ke-Islaman. Dalam konteks Islam, sejarah menunjukkan bahwa saat ini dunia Islam memiliki watak keilmuan yang stagnan atau statis. Para cendekiawan muslim kontemporer berpendapat bahwa dalam Islam telah ada semacam “indoktrinasi” terhadap khazanah warisan keilmuan klasik. Mereka antara lain
M.
Arkoun,
menurutnya
dalam
Islam
telah
terjadi
pensyakralan
pemikiran keagamaan (taqdis al-afkar addiniyyah)1, hal ini karena wacana Al-Qur’an
yang
interpretation)
semula
memberikan
bersifat
terbuka,
poly-interpretable
kemungkinan-kemungkinan
1
arti
yang
(multitidak
Sulhani, Muhammad Arkoun dan kajian pemikiran Islam, Jurnal DINIKA Vol:3, No:1 Januari 2004. H.101
1
terbatas, historis-spiritual, dan elastis, kini berubah menjadi bersifat tertutup, final, a-historis dan kaku (rigid). Al-Jabiri
yang
meneliti
secara
khusus
sistem-sistem
pengetahuan
yang dikembangkan dalam Islam, menemukan bahwa ummat Islam selama ini
masih
sistem
terbelenggu
pengetahuan
dengan
‘irfani
sistem
dan
bāyani
burhāni.
yang
Sistem
dikontraskan
bāyani
yang
dengan dominan
tersebut tidak lain merupakan warisan produk klasik yang telah berurat dan berakar.2 Ia menyesalkan mengapa umat Islam masih saja terus mengadopsi secara taken for granted tanpa adanya filterisasi, yang ia inginkan bukanlah warisan seperti yang dipahami oleh nenek moyang kita dahulu atau seperti yang termaktub dalam naskah-naskah kuno. Berangkat dari kesadaran terhadap watak pemikiran Islam yang statis tersebut, maka tidak aneh jika kemudian muncul pemikir-pemikir muslim liberal dan kritis, mereka antara lain Fazlur rahman (Pakistan), M. Syahrur (Syiria), Hamid
Yusuf Abu
Qardawi
Zayd
(Qatar),
(Mesir)
dan
Ali di
Jumu’ah, Indonesia
Djamaluddin ada
Hasby
dan
Nasrh
Ashsiddiqiey,
Munawir Sadzali, Ahmad Azhar Basyir dan Nurcholis Madjid, dan lain-lain. Namun ide pemikiran brillian mereka berupa pemikiran ulang (reThingking) dicemooh
atau dan
pembaharuan tak
jarang
(Tajdid)
diisolasikan
bukannya dari
disambut,
percaturan
melainkan
pemikiran
Islam,
bahkan sampai vonis pada kekafiran berfikir, hal ini karena corak pemikiran mereka yang dianggap liberal bahkan kafir. Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa sumber kritisisme atas kegelisahan
intelektual
mereka
memiliki
2
akar,
serta
bertumpu,
pada
Ketika al Jabiri melontarkan ide ini banyak menuai kritik dari berbagai pihak karena terkesan tendensius dan sangat berbau klise. Lihat tulisan Muhammad Aunul Abid Shad an Sulaiman Mapiase dalam buku Islam Garda depan, Mosaik Pemikiran Islam Timur Tengah, (Bandung : Mizan, 2001), hlm 305
2
permasalahan epistemologi. Permasalahan yang dispesifikasikan dalam term metodologi
ini
wacana-wacana
pada
dasarnya
modernitas.
memang
Epistemologi
menjadi
poros
adalah
sebuah
bagi
tumbuhnya
persoalan
yang
mendasar dalam setiap bangunan keilmuan, sebab ia mempertanyakan atau mengkaji validitas
secara
filosofis
pengetahuan,
tentang
teori-teori
asal dalam
mula, ilmu
susunan,
metode-metode,
pengetahuan,
dan
segala
sesuatu yang turut melandasi atau membentuk pandangan dunia keilmuan. Dengan demikian setelah para pemikir muslim di atas bergumul dan bersentuhan
dengan
wacana
filsafat
keilmuan,
maka
wajar
jika
isu-isu
epistemologis telah melatarbelakangi, melahirkan, ide-ide radikal dan sikap kritis dari mereka yang membawa pada kesadaran bahwa khazanah keilmuan klasik sudah tidak begitu relevan lagi dengan kondisi mutakhir. B. Rumusan Masalah 1. Sebutkan Sumber pengetahuan dalam Islam? 2. Sebutkan sumber ilmu pengetahuan dari Barat? 3. Bagaimana metode dan analisis perbandingan sumber ilmu pengetahuan antara Islam dan Barat?
C. Tujuan Masalah 1. Agar pembaca mengetahui Sumber pengetahuan dalam Islam. 2. Untuk memperjelas sumber ilmu pengetahuan dari Barat. 3. Untuk
mengetahui
metode
dan
analisis
pengetahuan antara Islam dan Barat.
3
perbandingan
sumber
ilmu
BAB II PEMBAHASAN A. Sumber Ilmu Pengetahuan dalam Islam. Epistemologi Islam yang berdiri di atas sumber naqliyyah (wahyu) ini
tidak
juga
mengabaikan
aspek-aspek
`aqliyyah
yang
berasaskan
penyuburan akal dan perkembangan pemikiran manusia. Perbincangan dalam Islam merupakan suatu acuan yang sepadu iaitu gabungan
ilmu antara
akidah, syariah dan akhlak yang akhirnya membentuk tunjangan ilmu yang bersifat saintifik dan kemanusiaan seperti ilmu sains, teknologi, ekonomi dan yang lainya.3 Osman Bakar di dalam Classification of Knowledge in Islam telah merumuskan
pandangan
al-Farabi
Kitab
dalam
Ihsa’
al-`Ulum
yang
menyatakan bahawa ilmu itu dibahagikan kepada lima bagian. Pertama adalah sains matematik (the mathematical science) yang terdiri daripada aritmetik, geometri, astronomi dan muzik. Yang kedua adalah sains fisik (natural science). Seterusnya yang ketiga adalah metafizik (metaphysics) dan pecahan-pecahannya. Yang keempat ialah sains Politik (political science). Dan yang kelima adalah tentang sains atau falsafah undang-undang dan sains skolastik (jurisprudence and dialetical theology)4 Ibn Khaldun di dalam bab terakhir Muqaddimah turut menyentuh tentang persoalan epistemologi yang menjelaskan klasifikasi ilmu. Uraian yang dibuat
oleh
Ibn Khaldun
dilihat
3
agak mendatar
di
mana
beliau
Basri Bin Husin, Beberapa Aspek Epistemologi: Konsep, Tabiat Dan Sumber-Sumber Ilmu Dalam Tradisi Islam, (Jurnal Usuluddin, 11/9/2010) H.185 4 Osman Bakar (1998), Classification Of Knowledge in Islam, Cambridge, (UK: The Islamic Texts Society) h. 137-147.
4
mengkategorikan
ilmu
yang
menjadi
tumpuan
manusia
itu
kepada
dua
bagian iaitu ilmu naqli dan ilmu `aqli. Ibn Khaldun membagi ilmu naqli kepada dua bagian iaitu ilmu yang bersumberkan wahyu dan ilmu yang tidak bersumberkan wahyu. Ilmu yang bersumberkan wahyu
terdiri
daripada al-Qur’an
dan
al-Hadith.
Manakala
ilmu yang tidak bersumberkan wahyu pula terdiri daripada ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu hadith, ilmu usul fiqh, ilmu fiqh, ilmu fara’id, ilmu kalam, ilmu tasawuf dan ilmu tafsir mimpi.5 Sementara
itu,
klasifikasi
ilmu
pada
pandangan
al-Ghazali
dilihat
agak kompleks, di mana beliau mengkasifikasikan ilmu berdasarkan kepada kelompok; klasifikasi berdasarkan kepada tahap kewajiban sumber ilmu dan klasifikasi berdasarkan fungsi sosial. Hal ini banyak dibincangkan oleh alGhazali
dalam
kitab
beliau
Ihya’
`Ulum
al-Din
dan
al-Risalah
al-
Ladunniyah. Sedangkan Naquib Al-Attas mengatakan bahwa sumber ilmu pertama adalah datangnya dari Allah (The Islamic view of nature has its roots in the Quran, the very word of God and the basis of Islam6) sebagai karunia-Nya yang diberikan kepada manusia. Ilmu tersebut, hanya dapat diterima oleh insan dengan daya usaha kerja amal ibadah serta kesucian hidupnya. Yakni dengan keihsananya dan hikmah sejati ibadah kepada tuhannya yang hak itu dengan ridhanya dan yang mungkin dapat menerimanya tergantung kepada kehendak dan karunia Allah juga.
5
Ibn Khaldun, `Abd al-Rahman (1996M./1417H.), Muqaddimah Ibn Khaldun, c. 3. Beirut: Dar al-Fikr, h. 549-629. 6 Yasmeen Mahnaz Faruqi, Islamic view of nature and values: Could these be the answer to building bridges between modern science and Islamic science, (Flinders University, School of Education [email protected], International Education Journal, 2007, 8(2), 461469. ISSN 1443-1475 © 2007 Shannon Research Press.) h. 465
5
Apa
yang
dikemukakan
oleh
Naquib
sesuai
dengan
kesepakatan
dikalangan muslim yang telah memiliki landasan teologis, bahwa surah al‘Alaq ayat 1-5, diterima sebagai landasan bahwa Allah swt adalah sumber segala ilmu. Mereka meyakini asal ilmu itu adalah Allah swt sendiri, pencipta
alam
semesta
yang
diperuntukkan
bagi
hamba-Nya.
Selain
itu
sumber pengetahuan yang lainya berasal dari Intuisi, akal, wahyu, ilham, pengalaman dalam
dll.7
tataran
Sedangkan
sistemik
ilmuan
yang
adalah
disebut
peramu
manusia
butiran-butiran
dalam
nama-nama
ilmu yang
disepakati bersama demi kemudahan menggalinya. Sumber
epistemologi
Islam
kedua
adalah
Al-Qur’an.
Al-Qur'an
merupakan sumber ajaran Islam, yang disamping berfungsi sebagai hudan (petunjuk) juga sebagai furqan (pembeda). Sehingga ia menjadi tolak ukur dan pembeda antara kebenaran dan kebatilan. Termasuk dalam penerimaan dan penolakan apa yang dinisbahkan kepada nabi Muhammad saw. Ringkasnya, al-Qur’an menjadi petunjuk dan konsultasi bagi ilmu pengetahuan
Islam
yang
memiliki
kedudukan
tinggi
sebagai
sumber
sunnah.
Dalam
pengetahuan dibanding sumber-sumber pengetahuan yang lain. Sumber
epistemologi
Islam
ketiga
adalah
mengomentari sunah ini Fazlur Rahman mengatakan: “The second definitive source of Islam, afteer the Qur’an, is the sunna of the prophet. The term sunna means the example or model for others to follow. The sunna, therefore, purportdly gives is the precepts and actions of the prophet Muhmmad outside the Qur’an”. 7
Intuisi menurut Al-Attas bukan hanya pemahaman langsung oleh banyak subyek yang mengetahui tentang dirinya, dalam kondisi sadar, tentang diri orang lain, tentang dunia luar tentang kebenaran, nilai, rasional, dan universal. Instuisi juga merupakan pemahaman, langsung tanpa perantara tentang kebenaran agama, tentang realitas wujud tuhan, realitas eksitensi sebagai lawan realitas esensi, Instuisi yg tertinggi adalah tentang wujud tuhan itu sendiri. Lihat al-Attas, Prolegomena to the methaphisis of Islam an exposition of the fundamental elemen of the worldview of Islam,( Kuala Lumpur, ISTAC, 1995) H.119
6
Sunnah wajib
menurut
diamalkan.
Ia
para berada
ulama
dipandang
pada
posisi
dari
setelah
segi
keberadaannya dilihat
al-Qur’an
dari
kekuatannya, karena al-Qur’an berkualitas qath’iy baik secara global maupun rinci.
Di
samping
itu,
al-Qur’an
merupakan
pokok,
sedangkan
sunnah
merupakan cabang, karena posisinya menjelaskan dan menguraikan. Dari kenyataan ini, maka jumhur ulama menyatakan bahwa sunnah menempati urutan kedua setelah al-Qur’an. Jika sumber ilmu pengetahuan dalam Islam adalah dua jenis kitab yaitu wahyu Al-Qur’an sebagai kitab tertulis, dan alasan bahwa semesta adalah kitab yang tidak tertulis, maka pada keduanya terdapat ayat yang perlu
dipahami
dengan
metodologi
masing-masing.
Al-Attas
memperkenalkan suatu analogi metodologis antara bahasa wahyu dan bahasa penciptaan dengan ilmu alat yang disebut ta’wil dan tafsir.8 Menilik kembali sumber sumber filsafat di dalam pengetahuan islam, tokoh
berserta
pemikiranya
memiliki
andil
besar
dalam
perkembangan
Filsafat Islam. Due to this they defined philosophy as:9 Theoretical and Practical (Al-Kindi) Based on certainty and opinion (Farabi) Perfection of the human soul (Ibn Sina)
8
Al-Attas, the concept of education in Islam: A framework for an Islamic Education, (Kuala Lumpur, ISTAC, 1991) H. 7 ff; Osman Bakar mendiskusikan konsep tafsir Al-Attas ini dalam “the Question of Methodologhy in Islamic Science dalam tawhid and science: Essay on the history and philosophy of Islamic science, (Penang dan Kuala Lumpur, Secretariat for islamic Philosophy and science, Nurin Interprise, 19991) buku ini diterbitkan sesuai aslinya dengan judul the history and philosophy of Islamic Science, (Cambrige, Islamic Text society, 1999) H.13-38, penulis mendapatkan makalah ini dalam seminar Hamid Fahmy Zarkasyi, Worldview Islam (asas Islamisasi ilmu social humaniora) H. 16 9 Ali raza tahir, Islam and Phylosophy (meaning and relationship), (Department of Philosophy, University of the Punjab, Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research In Business Copy Right © 2013 Institute of Interdisciplinary Business Research 1287 January 2013 Vol 4, No 2.) H. 1297
7
Relationship between theoretical aspect and practical dimensions (Ismaili) Words and deeds in accordance with knowledge (Ikhwan al Safa) Purification of the soul (Suhrawardi-Hikmat al ishraq) Perfecting of the human soul (Mulla Sadra-Al-Hikmat al mutaaliyah) Al-Syaibani mengatakan, bahwa pengalaman langsung, perhatian dan pengamatan indera adalah sebagian dari sumber ilmu pengetahuan, banyak lagi sumber lain yaitu renungan pikiran dan pemikiran akal, bacaan dan tela’ah terhadap pengalaman. Pengalaman orang-orang terdahulu, perasaan, rasa
hati,
akal
serta
bimbingan
Illahi.
Namun
sumber-sumber
tersebut
meskipun beragam bentuk jenisnya dapat dikembalikan kepada lima sumber utama yakni indera, akal, intuisi, ilham dan wahyu Illahi. Keberadaan Taimiyyah
yang
sumber membagi
pengetahuan ilmu
empirik
pengetahuan
ini
kepada
diakui dua
oleh
bagian,
Ibn yakni
pengetahuan tentang segala yang ada (al-ilmu bi al-ka’inat) dan pengetahuan tentang
agama
(al-ilmu
bi
al-din).
Ia
mengatakan
bahwa
dengan
menggunakan metode tajribiyyah (empirisme) pengetahuan tentang al-ilmu bi al-ka’inat dapat diperoleh. Menurutnya, tidak ada jalan untuk mengetahui kebenaran,
kecuali
dengan
metode
ini.
Selanjutnya
ia
mengatakan
jika
silogisme dipisahkan dengan tajribiyyah maka tidak akan membawa kepada kesimpulan atau atau pengetahuan yang benar. Dengan tajribiyyah ini lah sebuah kebenaran paertikular dapat diketahui. B. Sumber Ilmu Pengetahuan dari Barat Dalam tiga
babak
sejarahnya, (periodesasi).
perkembangan Pertama,
ilmu
sebelum
pengetahuan 15.00
tahun
dibagi SM
dalam
(Sebelum
Masehi) dengan ciri utama manusia belajar dari alam sekitarnya. Manusia menemukan cara-cara untuk tetap bertahan dengan cara mempelajari alam.
8
Dengan cara seperti itu, manusia mampu “menundukan” alam melalui daya nalarnya yang pada saat itu masih dapat dikatakan terbatas. Sekitar 15.000 – 600 tahun SM, perioode awal, peradaban manusia telah mulai mengenal membaca, menulis dan berhitung. Dalam kurun waktu yang relatif panjang sejarah
peradaban
telah
banyak
melahirkan
para
filosof
terkenal
seperti
Sócrates, Aristóteles, Plato, Thales, Archimedes, Aristachus, dan lain-lain. Pada masa ini telah dikenal apa yang disebut dengan logika deduktif dan silogismo. Kedua, periode atau abad pertengahan diwarnai oleh para pemikir Arab-Islam yang membawa corak pemikiran berbasis agama dan moral. Pada abad ini lahir para pemikir seperti Al-Kindi (Filosof Islam Pertama), Al Khawarijmi (Aljabar), Al Idris (Astronomi), Ibnu Sina atau Avisena, Ibnu Rusdi atau Averus, Umar Kayam, dan lain-lain. Ketiga, abad modern. Pada abad ini ilmu pengetahuan berkembang pesat sebagai hasil interaksi berbagai ilmu pengetahuan yang disebut d...