TEORI HARMONIK PASANG SURUT PDF

Title TEORI HARMONIK PASANG SURUT
Author Lukmanul Hakim
Pages 19
File Size 280.2 KB
File Type PDF
Total Downloads 367
Total Views 904

Summary

Hand Out 1 Kuliah OS-3105 Dasar dan Analisa Pasang Surut 3 Februari, 2010 Dosen : Mohammad Ali Pasang Surut Laut - Pasang Surut adalah gejala naik turunnya muka laut yang terjadi secara periodic - Dikebanyakan tempat dimuka bumi, terjadi pasang surut dua kali sehari, - Dan di beberapa tempat terjadi...


Description

Hand Out 1 Kuliah OS-3105 Dasar dan Analisa Pasang Surut 3 Februari, 2010 Dosen : Mohammad Ali

Pasang Surut Laut

- Pasang Surut adalah gejala naik turunnya muka laut yang terjadi secara periodic - Dikebanyakan tempat dimuka bumi, terjadi pasang surut dua kali sehari, - Dan di beberapa tempat terjadi satu kali sehari - Umumnya terjadi

1

o pasang purnama (tunggang pasut yang besar) pada saat bulan purnama dan bulan baru o Pasang perbani (tunggang pasut kecil), sekitar satu minggu kemuidian. Kita lihat contoh variasi pasut di Pelabuhan Sabang. 150

Tinggi Muka Air (cm)

50

-5 0

-1 5 0 1 S e p t.

3

5

7

9

11

13

15

17

19

21

23

25

27

29

Tanggal

di Tanjung Priok

Tinggi Muka Air (cm)

150

50

-50

-150 1 Sept.

3

5

7

9

11

13

15

17

19

21

23

25

Tanggal

Bulan Baru terjadi Tanggal 5 September dan Bulan Purnama tanggal 19 September

2

27

29

3

4

Mengapa Mempelajari Pasang Surut?

- Survey Hidrografi o Penentuan Datum Peta o Penentuan Level Teknis lainnya o Koreksi Kedalaman Hasil Pengukuran

DATUMS

5

- Navigasi

- Kapal Terdampar karena kesalahan Perhitungan Pasut

- Pengangkutan Alat Berat ketika melewati bawah jembatan, memerlukan perhitungan Pasut dengan benar

6

-Energi Alternatip - Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut

Salah satu contoh PLTP di Annapolis, Nova Scotia Canada - PLTP lainnya yang terkenal terdapat di Rance Perancis - Salah Satu PLTP yang sedang direncanakan di Filipina dalam Dalupri Project, yang akan menghasilkan daya 2200 MW.

7

- Pasang Surut dalam Perang Salah Satu Contoh : The Battle of Tarawa, November 20, 1943, Saat tentara Amerika merencanakan Operasi Pendaratan, hal-hal berikut tidak diperhitungkan : 

Saat itu matahari didekat tyitik Perihelion sehingga pasang mataharinya sangat besar





Kedudukan bulan mendekati apogee, sehingga pasut bulan kecil Merndekati bulan seperempat, pasang perbani, 

Semua factor ini menghasilkan tunggang Pasut sangat kecil

8

Karena tunggang pasut sangat kecil, kapal pendarat sudah terdampar beberapa ratus meter dari garis pantai, sehingga para perajurit harus menyeberang laut cukup jauh ditengah hujan peluru musuh. Tengah malam tanggal 23 November, diharapkan air sudah cukup tinggi, dengan tunggang pasut sekitar 150 cm, ternyata tidak, tunggang pasut hari itu hanya 60 cm, sehingga kapal suplai tidak dapat merapat kepantai. Dalam pertempuran itu Marinir Amerika kehilangan 1027 tentara tewas, dan 2292 lainnya luka-luka.

Ramalan Pasut

Contoh Perbandingan antar Data dan Ramalan Pasang Surut Di Batui Luwuk Sulawesi Tengah 2.5

2

Sea Level (cm)

1.5

1

0.5

0

-0.5 20 Juli

22

24

26

28

30

1 Ags.

3

5

7

9

11

Date Observed

Prediction

9

Residue

13

15

17

19

21

SEJARAH SINGKAT

Beberapa studi arkeologi di India menunjukkan bahwa orang India sudah mulai memperhitungkan pasang surut dalam mendisain beberapa bangunan laut di se-kitar Ahmedabad sejak tahun 2500 sebelum Masehi. Tidak jelas apakah mereka sudah memperhitungkan pasang surut berdasarkan gerakan bulan dan matahari. Namun catatan tentang pengamatan pasang surut paling kuno yang didapati pa-ra peneliti adalah yang dibuat oleh tentara Iskandar Yang Agung ketika mereka menyerbu India disekitar tahun 325 SM. Penulis catatan itu terheran-heran me-lihat gejala pasang surut dua kali sehari (pasang surut tengah harian), dengan beda pasang dan surut (tunggang pasang surut) yang besar dipantai barat India, karena mereka terbiasa mengamati pasang surut sehari sekali dengan tunggang pasang surut yang kecil di Laut Tengah. Catatan paling kuno yang didapati para sejarawan yang menuliskan adanya hu-bungan erat antara pasang surut laut dengan kedudukan bumi dan bulan adalah yang ditulis oleh Aristoteles pada tahun 322 SM. Pada sekitar waktu itu juga tercatat seorang matematikawan Yunani, bernama Pytheas yang berlayar dari Yunani menuju kepulauan Inggris melewati Selat Gibraltar, ia mengamati ada-nya pasang surut dua kali sehari yang cukup besar di sana. Ia juga dikenal se-bagai orang pertama yang melaporkan adanya variasi tengah bulanan dari pa-sang surut di Laut Atlantik, dan juga mencatat bahwa pasang surut maksimum (yang kini kita sebut pasang purnama), senantiasa terjadi pada saat bulan baru maupun bulan purnama. Pytheas juga mencatat adanya arus pasang surut yang kuat di sekitar kepulauan Inggris. Tulisan ilmiah pertama tentang pasang surut laut mungkin adalah hasil karya

10

seorang penulis terkenal bangsa Romawi yang hidup antara tahun 23 - 79 M, bernama Pliny Senior. Dalam salah satu tulisan-nya yang dikumpulkan dalam bukunya yang terkenal, berjudul "Natural His-tory" ia menuliskan panjang lebar tentang berbagai topik hubungan antara pa-sang surut dan kedudukan bulan. Diantaranya Pliny membahas tentang: - bagaimana terjadinya pasang surut harian ganda - mengapa pasang surut terbesar terjadi hampir bersamaan dengan waktu bulan baru dan bulan pur-nama - mengapa pasang surut pada Maret dan September selalu lebih besar dari bulan Juni dan Desember, serta - bagaimana terjadinya selang waktu tertentu antara perjalanan bulan dengan tinggi pasang surut berikutnya di tempat-tempat tertentu. Tentu saja tidak semua faktor dan gejala yang dilaporkan dari catatan lama da-pat diterima oleh teori modern sekarang ini. Tulisan Pliny tadi misalnya banyak yang terlalu mengada-ada menurut ukuran ilmu pengetahuan modern, seperti misalnya saja Pliny menuliskan bahwa kondisi aliran darah manusia, bahkan juga tanaman akan dapat terpengaruh oleh adanya variasi pasang surut laut ataupun kedudukan bulan. Ide tentang hubungan erat antara gejala pasang surut dengan kedudukan bulan ternyata berkembang terus, meskipun selama hampir 16 abad lamanya muncul berbagai penjelasan yang tidak terlalu ilmiah. Para ahli filsafat Cina misalnya menyatakan bahwa air laut merupakan 'darahnya' bumi dan gejala pasang surut tidak lain adalah 'detak jantung'nya bumi. Orang Arab kuno lain lagi menerangkannya. Mereka menyatakan bahwa pasang surut laut tak lain merupakan gelombang amat besar yang dihasilkan oleh mengem-bangnya air laut karena mendapatkan pemanasan ekstra sebagai hasil pantulan sinar matahari oleh batuan dasar laut. 11

Namun sejak pertengahan abad ke-17, mulai muncul teori-teori baru yang lebih ilmiah. Pada saat itu terdapat 3 teori dasar terpenting yang menerangkan gejala pasang surut, yaitu : a. Teori Galileo (1564-1642), Galileo mengemukakan teori bahwa pasang surut laut pada dasarnya dihasilkan oleh rotasi bumi serta revolusinya mengelilingi matahari. Kedua macam gerakan bumi ini mengimbas gerakan air laut yang ke-mudian dimodifikasikan oleh bentuk dasar laut, dan akhirnya meng-hasilkan pasang surut laut yang kita amati. b. Teori Descartes (1596-1650), Ahli filsafat dari Perancis ini mengemukakan bahwa ruang dalam alam semesta ini dipenuhi oleh materi yang tidak nampak yang disebut ether. Ketika bulan bergerak mengelilingi bumi, bulan menekan ether yang kemudian menghasilkan tekanan di atas permukaan laut, mendorong air laut yang menghasilkan pasang surut. c Teori Johan Keppler (1571-1630) Keppler lah mungkin orang pertama yang mengemukakan ide bahwa massa bulan menghasilkan gaya tarik terhadap air laut di samudera dan menarik air laut itu ke arah kedudukan bulan. Gaya tarik ini diim-bangi oleh gaya tarik bumi sendiri terhadap air laut (gravitasi). Antara lain Keppler menulis: "Bila pada suatu saat misalnya bumi kehilangan gaya tariknya, maka seluruh air laut akan terlontar ke atas dan memenuhi permukaan bulan". Selama beberapa puluh tahun ketiga teori ini menguasai dunia ilmu pengetahu-an tentang pasang surut laut. Namun sementara daya pikir manusia berkembang terus, semakin maju pula teori tentang pasang surut. 12

Sejak pertengahan abad ke-17 berkembang teori tentang ide heliosentris, rotasi planet, hukum-hukum gerakan benda langit dan gaya gravitasi. Namun sebegitu jauh ide sederhana tentang gaya tarik gravitasi yang dikembangkan oleh Keppler masih belum mampu menerangkan, mengapa lautan di dunia ini mengalami dua kali pasang purnama untuk setiap siklus revolusi bulan mengelilingi bumi. Pada masa de-mikian ini lahirlah ide cemerlang yang memberikan dasar pengertian ilmiah tentang pembangkitan pasang surut laut oleh Newton (1642-1727). Ilmuwan besar dari Inggris ini berhasil menerangkan formulasi Hukum Gravitasi Umum untuk menunjukkan mengapa terjadi dua kali pasang purnama dalam satu bu-lan. Newton mengemukakan teori pasang surutnya antara lain bahwa matahari dan bulan membangkitkan medan gaya di sekeliling bumi, dimana arah dan besarnya gaya berubah-ubah secara periodik sesuai dengan posisi kedua benda langit itu terhadap bumi. Gaya-gaya inilah yang membangkitkan pasang surut laut dan disebut Gaya Pembangkit Pasang Surut. Newton juga memberikan ide yang sekarang disebut sebagai Teori Pasang surut Setimbang (Equilibrium Tide). Disamping mampu menerangkan beberapa teka-teki pasang surut zaman itu, antara lain terjadinya pasang purnama dan perbani setiap setengah bulan, mengapa terjadi pasang surut harian maksimum ketika bulan terletak di titik terjauh dari bidang ekuator bumi; namun Newton juga menyadari bahwa gerak-an pasang belumlah dapat sepenuhnya diterangkan dengan teori setimbang (equilibrium theory). Jadi pada hakekatnya teori Newton masih baru membe-rikan uraian kualitatif terhadap gejala pasang surut, sehingga masih belum dapat digunakan untuk menyusun ramalan pasang surut. Pada tahun 1738, Ber-noulli muncul dengan teorinya yang menyempurnakan analisa kualitatif dari te-ori setimbang pasang surut Newton. Perkembangan lebih jelas lagi muncul ke-tika Laplace (1749-1827) 13

pada tahun 1806 menerbitkan bukunya yang meru-pakan karya terbesarnya, berjudul 'Le Mechanique Celeste' jilid IV. Dalam buku tersebut antara lain Laplace menjelaskan tentang teori maupun praktek untuk studi pasang surut. Laplace mengemukakan teorinya berdasarkan mate-matika murni dan kurang memperhitungkan berbagai aspek tentang bentuk bu-mi yang mempengaruhi pasang surut. Secara umum teorinya mengemukakan prinsip dasar dari hubungan antara gaya-gaya periodik dengan gerakan air laut, yang kemudian menjadi dasar dari Analisa Harmonik Pasang Surut. Laplace mengemukakan teorinya antara lain : - bahwa problema pasang surut pada hakekatnya merupakan masalah di-namik, yang meliputi gerakan yang dibangkitkan oleh banyak sekali ga-ya pasang surut yang periodik. - Laplace berhasil merumuskan persamaan gerak bagi pasang surut pada bumi berputar, dengan menganggap bahwa bumi ini seluruhnya diselu-bungi air dengan kedalaman yang bervariasi bergantung kepada lintang tempat di bumi, - Laplace juga memisah-misahkan gerakan pasang surut dalam beberapa jenis, yaitu: gerakan harian ganda, gerakan harian tunggal dan gerakan dengan periode panjang. Disamping itu ia juga memberikan suatu dalil yang nantinya menjadi dasar dari analisa harmonik, yaitu : "Apabila pada suatu massa air bekerja gaya yang periodik, maka lambat laun gerakan massa air akan menjadi periodik dengan periode yang sa-ma dengan gaya-gaya tadi". Sementara itu beberapa ilmuwan lain mengemukakan teori pasang surut non harmonik, seperti Airy (1842) yang mengemukakan analisa pasang surut seba-gai gelombang. Kemudian Poincare yang mempelajari analisa pasang surut se-cara matematis yang kemudian diteruskan oleh beberapa 14

matematikawan ter-kenal seperti Taylor, Proudman, Van Dantzig, dan lainlain. Pada tahun 1868 Lord Kelvin mengembangkan teori dasar analisa harmoniknya Laplace, serta meletakkan dasar pertama dari metode analisa harmonik. Namun sebenarnya Thomson (1852), yang juga terkenal dengan nama Lord Kelvin, yang mula-mula menyebut adanya komponen harmonik pasang surut. Thomson antara lain menulis: "Karena amplitudo dan fasa dari setiap komponen pasang surut dapat dihitung dari pengamatan, dan karena periode setiap komponen dapat diketahui dari teori analisa harmonik, maka pasang surut dapat diramal-kan pada setiap tempat di bumi". Jadi sampai zamannya Kelvin, beberapa kesimpulan tentang pasang surut yang terutama disimpulkan dari teori Laplace dan Newton, antara lain adalah : a. bahwa teori Newton maupun Laplace belum memberikan penjelasan ten-tang gerakan pasang surut tertentu yang terjadi di

beberapa

tempat di bumi. Misalnya saja teori Laplace mengatakan bahwa pasang surut adalah suatu gerakan gelombang yang menjalar dari Timur ke Barat se-cara bebas. Padahal pada kenyataannya gelombang tidak mungkin men-jalar secara bebas, sebab selama penjalarannya ia akan terbias atau di-pantulkan oleh pantai-pantai yang dilaluinya. Dengan demikian selama penjalarannya gelombang pasang surut akan mengalami interferensi yang menimbulkan proses fisis dan matematis yang amat rumit. b. meskipun terjadi interferensi, gelombang pembangkit pasang surut akan menjalar dengan periode yang tetap sama. Prinsip inilah yang menjadi dasar dari Teori Setimbang maupun Analisa Harmonik. 15

Setelah Lord Kelvin, maka teori analisa harmonik pasang surut terutama dalam hal metode perhitungan komponen harmoniknya dilanjutkan oleh Darwin dan beberapa peneliti lainnya. Selama tiga tahun sejak 1883, Darwin mengkon-sentrasikan penelitiannya terhadap analisa harmonik dan berhasil melakukan perhitungan praktis terhadap komponen harmonik dengan dengan banyak kons-tanta harmonik dari pengamatan pasang surut selama 1 tahun. Analisa harmo-nik yang dikembangkan oleh Darwin disebut metode Kuasi Harmonik karena Darwin memasukkan dua faktor koreksi terhadap amplitudo dan phasa dari setiap komponen harmonik, yang diberi simbol f dan u. Kedua faktor ini sebe-narnya memiliki sifat harmonik dengan periode 18,6 tahun, namun untuk se-lang waktu tertentu dapat dianggap konstan. Dalam analisanya Darwin meng-gunakan perhitungan gerakan bulan yang terhitung kuno. Namun Darwin lah yang pertama kali memberi nama pada beberapa komponen harmonik pasang surut yang kita kenal sampai saat ini, seperti M2, S2, K1, O1, dan lain lain. Doodson pada tahun 1921 mempublikasikan hasil penelitiannya tentang teori harmonik dengan menggunakan perhitungan gerakan bulan yang lebih baru,

hasil

perhitungan

Brown.

Dengan

teori

barunya,

Doodson

menampilkan adanya 1400 komponen pasang surut yang dihasilkan oleh medan gravitasi saja. Doodson pulalah yang memberikan metode untuk menghitung besarnya peri-ode (atau frekuensi, atau kecepatan sudut) dari setiap komponen gravitasi pa-sang surut, berdasarkan apa yang dikenal sebagai bilangan Doodson. Pada tahun 1928, Doodson mengenalkan metode yang amat praktis untuk analisa pasang surut dari hasil pengamatan selama 15 atau 29 hari, yang kemudian terkenal dengan sebutan Admiralty Method of Analysis of Tide. Dalam usia menjelang senja, Doodson pada tahun 1957 menghasilkan suatu metode praktis untuk menghitung komponen laut 16

dangkal, yang dikenal sebagai metode Har-monic Shallow Water Constituent (HSWC). Dengan cara ini maka analisa prak-tis pasang surut akan dapat menghasilkan sampai 64 komponen, termasuk di antaranya 36 buah komponen laut dangkal. Pada tahun 1968 dua orang peneliti dari IOS di Liverpool, Inggris mempublikasikan metode analisa harmonik baru yang dapat menghasilkan tambahan 52 komponen laut dangkal sehingga analisa pasang surut dapat menghasilkan 116 buah komponen. Metode yang dikemukakan oleh Lennon dan Rossitter ini disebut Extended Harmonic Method (EHM). Pada tahun 1968 dua orang ahli pasang surut dari Inggris, Munk dan Cartwright membuat gebrakan baru dalam metode analisa pasang surut dengan mempublikasikan sebuah artikel terkenal berjudul: "Tidal Spectroscopy and Predi-tion". Metode analisa baru yang ke-mudian terkenal dengan sebutan Respons Method ini menggunakan konsep yang sama sekali berbeda dengan metode analisa harmonik. Ide dasarnya ada-lah suatu sistem yang sering disebut "black box" yang keadaan di dalamnya merupakan hasil interaksi antara input dan respons dari sistem itu terhadap in-putnya, yang kemudian menentukan kondisi outputnya. Respons dari sistem dapat dihitung dengan membandingkan antara fungsi input dan outputnya. Da-lam analisa pasang surut, maka sebagai input adalah potensial pasang surut setimbang. Sedangkan variasi pasang surut yang diukur di suatu tempat, dapat dianggap sebagai output dari sistem. Dalam hal ini maka sistem adalah lautnya, dan tujuan metode ini adalah mencari respons dari laut terhadap gaya gravitasinya. Semula metode ini hanya ditujukan untuk menggambarkan sistem linear saja, dimana outputnya sebanding dengan input. Namun kemudian ternyata teknik ini dapat diperluas untuk menganalisa situasi non linear, seperti missal-nya penjalaran pasang surut di laut dangkal, bahkan kemudian 17

dapat diperluas untuk analisa input yang lain, seperti kondisi cuaca dan bagaimana respons mu-ka laut terhadapnya. Namun beberapa peneliti seperti Lennon misalnya mela-kukan kritik terhadap anggapan adanya Pseudo Smoothness yang juga menjadi dasar dari metode ini. Cartwright dan Taylor pada tahun 1971 menggunakan metode respons ini untuk melakukan perhitungan kembali Tide Generating Potential, yang hasilnya dapat memberikan koreksi hasil perhitungan Doodson pada tahun 1929 terhadap parameter yang sama. Sedang Cartwright dan Eden pada tahun 1979 mempublikasikan koreksi terhadap hasil Cartwright dan Tay-lor itu dalam laporannya berjudul "Corrected Tables of Tidal Harmonics". Dua belas tahun kemudian, tahun 1985, Cartwright mempublikasikan karyanya Tidal Prediction and Modern Tide Scales, yang berisi perhitungan komponen dengan menggunakan harga-harga parameter orbital terbaru.

18

19...


Similar Free PDFs