TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Risiko Investasi 2.1.1 Pengertian Risiko Investasi PDF

Title TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Risiko Investasi 2.1.1 Pengertian Risiko Investasi
Author Eneng Rosita
Pages 37
File Size 191.2 KB
File Type PDF
Total Downloads 468
Total Views 641

Summary

15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Risiko Investasi 2.1.1 Pengertian Risiko Investasi Alasan utama orang berinvestasi adalah untuk memperoleh keuntungan. Dalam konteks manajemen investasi, tingkat keuntungan investasi disebut sebagai return. Suatu hal yang wajar jika investor menuntut tingkat pengembali...


Description

15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Risiko Investasi

2.1.1 Pengertian Risiko Investasi Alasan utama orang berinvestasi adalah untuk memperoleh keuntungan. Dalam konteks manajemen investasi, tingkat keuntungan investasi disebut sebagai return. Suatu hal yang wajar jika investor menuntut tingkat pengembalian tertentu atas dana yang diinvestasikannya. Return yang diharapkan investor dari investasi yang dilakukannya merupakan kompensasi atas biaya kesempatan (opportunity cost) dan risiko penurunan daya beli akibat adanya pengaruh inflasi. Seorang investor perlu membedakan antara return yang diharapkan (expected return), dengan return yang aktual (actual return). Antara tingkat pengembalian yang diharapkan dan tingkat pengembalian yang aktual yang diperoleh investor sangat mungkin berbeda dan perbedaan inilah yang merupakan risiko yang harus selalu dipertimbangkan oleh investor sebelum memutuskan untuk berinvestasi. Adapun pengertian risiko yang dijabarkan oleh Tandelilin (2001:48) sebagai berikut : “Risiko merupakan kemungkinan perbedaan antar return aktual dengan return yang diharapkan. Semakin besar kemungkinan perbedaannya, berarti semakin besar risiko investasi tersebut.” Pengertian lain dari risiko yang dikemukakan oleh Gitman (2003:237) sebagai berikut : “Risk is the chance of financial loss or more formally, the variability of return associated with a given assets.” Artinya bahwa risiko adalah kemungkinan kerugian atau lebih formal diartikan sebagai variabilitas pengembalian yang terkait dengan aset yang diserahkan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa risiko adalah suatu kemungkinan dimana investor tidak mendapatkan return yang sesuai dengan harapannya.

16

2.1.2 Jenis-Jenis Risiko Investasi Adapun jenis-jenis risiko yang mungkin dihadapi oleh para investor dalam melakukan kegiatan investasi seperti yang dikemukakan oleh Reilly, et al (2000:15) diantaranya : 1. Business risk Kemungkinan kerugian yang diderita perusahaan karena keuntungan yang diperoleh lebih kecil dari keuntungan yang diharapkan. Business risk ini berkaitan dengan cakupan usaha perusahaan. 2. Financial risk Risiko yang timbul dari cara perusahaan membiayai kegiatannya, misalnya penggunaan utang dalam membiayai aset perusahaan. 3. Liquidity risk Adanya ketidakpastian yang timbul pada saat sekuritas berada di pasar sekunder. Risiko ini berkaitan dengan kecepatan pembelian/penjualan suatu aset serta tingkat harga yang terbentuk dalam transaksi tersebut. 4. Exchange Rate Risk Risiko ini berkaitan dengan fluktuasis nilai tukar mata uang domestik dengan nilai mata uang negara lainnya. Risiko ini biasanya dihadapi oleh investor internasional atau perusahaan yang menggunakan mata uang asing dalam kegiatan operasionalnya maupun pendanaan. 5. Country Risk Risiko ini berkaitan dengan kestabilan politik serta kondisi lingkungan perekonomian di suatu negara. Kemudian Ahmad (2004) menjelaskan pula mengenai risiko investasi. Menurutnya risiko investasi ada tujuh, yaitu : 1. Risiko Inflasi (Inflation Risk) Risiko inflasi terjadi bila ada peningkatan harga barang/jasa akan menurunkan nilai mata uang. 2. Risiko Pasar (Market Inflation) Risiko ini terjadi bila penurunan harga saham terjadi maka akan mengakibatkan capital loss. Risiko ini muncul sebagai akibat dari variability

17

return pasar yang disebabkan oleh terjadinya bear /bull market karena adanya kondisi ekonomi yang terus berubah-ubah. 3. Risiko Sektoral Risiko ini dipengaruhi oleh kinerja usaha industri-industri yang tergabung dalam suatu sektor yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (life cycle), kondisi peraturan dan iklim usaha. 4. Risiko Tingkat Suku Bunga (Interest Rate Risk) Risiko ini muncul dari perubahan dalam tingkat suku bunga yang ada di pasar. Risiko tingkat suka bunga mempunyai pengaruh yang sama terhadap surat berharga. Perubahan tingkat suku bunga ini akan menyebabkan terjadinya fluktuasi harga surat-surat berharga. 5. Risiko Kredit ( Credit Risk) Risiko timbul jika perusahaan menerbitkan efek hutang dan instrumen pasar yang tidak mampu untuk membayar pokok hutang dan bunga tertunggak. 6. Risiko Mata Uang (Currency Risk) Risiko ini timbul apabila terjadi perubahan nilai mata uang negara asing dibandingkan dengan mata uang domestik sehingga akan mengurangi tingkat hasil dari investasi asing. Hal ini terjadi karena nilai mata uang asing itu menurun sehingga nilai investasi langsungnya menjadi lebih kecil. 7. Assets Class Risk Saham obligasi, dan kas (atau instrumen pasar yang lainnya) merupakan tiga kelas aset yang paling utama. Jika seorang investor tidak berimbang dalam melakukan diversifikasi terhadap investasinya, dengan demikian risikonya akan semakin mengecil. Dengan adanya risiko-risiko investasi di atas, maka investor dituntut untuk berhati-hati dan melakukan analisa yang matang. Informasi yang lengkap dan pemahaman yang komprehensif

akan membantu investor dalam melakukan

keputusan instrumen investasi apa yang paling tepat untuknya.

18

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Risiko Investasi Berdasarkan beberapa pendapat dan penelitian yang telah dilakukan oleh penelitian-penelitian sebelumnya maka penelitian ini mengkombinasikan faktorfaktor yang mempengaruhi risiko investasi baik faktor mikro maupun makro. Faktor mikro atau fundamental yang mempengaruhi risiko investasi salah satunya adalah kebijakan dividen dan faktor makro yang mempengaruhi risiko investasi diantaranya yaitu tingkat suku bunga dan nilai kurs. Menurut Halim, (2003: 47) dalam Zubaidah (2003), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi risiko investasi, yaitu: 1. Risiko

Bisnis,

merupakan

risiko

yang

timbul

akibat

menurunnya

profitabilitas perusahaan emiten 2. Risiko likuiditas, berkaitan dengan kemampuan saham yang bersangkutan untuk dapat segera diperjual belikan tanpa mengalami kerugian yang berarti. 3. Risiko Tingkat Bunga, merupakan risiko yang timbul akibat perubahan tingkat bunga yang berlaku di pasar. Biasanya risiko ini berjalan berlawanan dengan harga-harga instrumen pasar modal. 4. Risiko pasar, merupakan risiko yang timbul akibat kondisi perekonomian negara

yang

berubah-ubah

dipengaruhi

oleh

resesi

dan

kondisi

perekonomian lain. 5. Risiko daya beli, merupakan risiko yang timbul akibat pengaruh perubahan tingkat inflasi, dimana perubahan ini akan menyebabkan berkurangnya daya beli yang diinvestasikan maupun bunga yang diperoleh dari investasi. Sehingga menyebabkan nilai riil pendapatan akan lebih kecil. 6. Risiko mata uang, merupakan risiko yang timbul akibat pengaruh perubahan nilai tukar mata uang domestik (misalnya rupiah) dengan mata uang negara lain (misalnya dolar Amerika).

2.1.4

Ukuran Risiko Investasi Yang dimaksud dengan risiko investasi adalah potensi kerugian yang

diakibatkan oleh penyimpangan tingkat pengembalian yang diharapkan dengan tingkat pengembalian aktual. Risiko merupakan besarnya penyimpangan antara

19

tingkat pengembalian aktual (actual return) dengan tingkat pengembalian yang diharapkan (ER – expected return). Risiko dinyatakan sebagai seberapa jauh hasil yang diperoleh dapat menyimpang dari hasil yang diharapkan, maka digunakan ukuran penyebaran. Alat statistika sebagai ukuran penyebaran, yaitu varians dan standar deviasi. Variabel ini diukur dengan menggunakan standar deviasi. Adapun persamaannya sebagai berikut: Standar Deviasi (σ ) =



Dimana : Rij

= Tingkat keuntungan yang terjadi pada kondisi j

E (Ri)

= Tingkat keuntungan yang diharapkan

n

= Banyaknya kondisi

Sumber : Makaryanawati dan Ulum, 2009

2.2

Kebijakan Dividen

2.2.1 Pengertian Kebijakan Dividen Dividen merupakan hak pemegang saham biasa (common stock) untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam dividen, semua pemegang saham biasa mendapatkan haknya yang sama. Hanafi (2004 :p.361) dalam Vianita, menyatakan bahwa dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saham, di samping capital gain. Dividen ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Dividen ditentukan berdasarkan

dalam

rapat

umum

anggota

pemegang

saham

dan

jenis

pembayarannya tergantung kepada kebijakan pemimpin. Kebijakan dividen merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen menentukan jumlah laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Dengan demikian dimungkinkan membagi laba sebagai dividen dan pada saat yang sama menerbitkan saham baru. Kebijakan dividen bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan (earning) antara pengunaan pendapatan

20

untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan didalam perusahaan, yang berarti laba tersebut harus ditahan didalam perusahaan (Riyanto 2001: p.265 dalam Puspita 2009). Persentase dari pendapatan yang akan di bayarkan kepada pemegang saham sebagai cash dividend disebut dividend payout ratio. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa makin tingginya dividend payout ratio yang ditetapkan oleh perusahaan berarti makin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali di dalam perusahaan yang ini berarti akan menghambat pertumbuhan perusahaan (Riyanto 2001:p.266 dalam Puspita 2009). Kebijakan terhadap pembayaran dividen merupakan keputusan yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Kebijakan ini melibatkan dua pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda, yaitu pihak pertama para pemegang saham dan pihak kedua perusahaan itu sendiri. Dividen diartikan sebagai pembayaran kepada para pemegang saham oleh pihak perusahaan atas keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan dividen adalah kebijakan yang berhubungan dengan pembayaran dividen oleh pihak perusahaan, berupa penentuan besarnya pembayaran dividen dan besarnya laba ditahan untuk kepentingan pihak perusahaan (Alexander, et.al, 1993 dalam Prihantoro,2003 dalam Puspita 2009). Menurut Brigham dan Ehrhardt (2002:699), kebijakan dividen yang optimal adalah kebijakan yang menciptakan keseimbangan diantara dividen saat ini dan pertumbuhan dimasa mendatang, sehingga akan memaksimalkan harga saham. Oleh karena itu, manajer keuangan dalam menentukan kebijakan dividen perusahaan harus hati-hati. Jika perusahaan menjalankan kebijakan untuk membagikan tambahan dividen tunai sehingga jumlah dividen yang dibagikan naik, hal ini dapat meningkatkan harga saham. Tetapi, meningkatnya dividen tunai, akan mengakibatkan jumlah dana yang tersedia untuk reinvestasi menjadi sedikit, sehingga tingkat pertumbuhan yang diharapkan untuk masa mendatang akan rendah, dan hal ini akan mengakibatkan turunnya harga saham.

21

2.2.2 Teori Kebijakan Dividen Kebijakan terhadap pembayaran dividen merupakan keputusan yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Kebijakan ini melibatkan dua pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda, yaitu pihak pertama para pemegang saham dan pihak kedua perusahaan itu sendiri. Dividen diartikan sebagai pembayaran kepada para pemegang saham oleh pihak perusahaan atas keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan dividen adalah kebijakan yang berhubungan dengan pembayaran dividen oleh pihak perusahaan, berupa penentuan besarnya pembayaran dividen dan besarnya laba ditahan untuk kepentingan pihak perusahaan. (Alexander, et.al, 1993 dalam Prihantoro, 2003: p.8 dalam Puspita, 2009). Beberapa teori yang berkaitan dengan dividen dan asumsi–asumsi yang mendasarinya (Puspita, 2009) dan (Wirjono, 2003) : 1. Dividen tidak relevan Menurut Modigliani dan Miller (1961) dalam Saxena (1999) dalam Puspita (2009) dan Wirjono (2003) dividen payout ratio tidak mempunyai pengaruh pada harga saham perusahaan atau biaya modalnya. Modigliani dan Miller menyatakan bahwa dividen payout ratio adalah tidak relevan, selanjutnya nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Untuk membuktikan teorinya, Modigliani dan Miller mengemukakan berbagai asumsi sebagai berikut: a. Tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan b. Tidak ada biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi c. Kebijakan penganggaran modal perusahaan independen terhadap dividen payout ratio d. Investor dan manajer mempunyai informasi yang sama tentang kesempatan investasi di masa yang akan datang. e. Distribusi pendapatan di antara dividen dan laba ditahan tidak berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh investor.

22

2. Bird in the hand theory Sementara itu, menurut Gordon dan Litner (1956) dalam Saxena (1999) dalam Puspita (2009) dan Wirjono (2003) tingkat keuntungan yang disyaratkan akan naik apabila pembagian dividen dikurangi, karena investor lebih yakin terhadap penerimaan dividen daripada kenaikan nilai modal (capital gain) yang akan dihasilkan dari laba yang ditahan. Modigliani dan Miller (1961) dalam Puspita (2009) dan Wirjono (2003) berpendapat dan telah dibuktikan secara matematis bahwa investor merasa sama saja apakah menerima dividen saat ini atau menerima capital gain di masa yang akan datang. Dengan kata lain, tingkat keuntungan yang disyaratkan tidak dipengaruhi oleh dividen payout ratio. Pendapat Gordon dan Litner (1956) dalam Saxena (1999) oleh Modigliani dan Miller (1961) diberi nama bird in the hand fallacy. Gordon dan Litner (1956) dalam Saxena (1999) dalam Puspita (2009) dan Wirjono (2003)beranggapan investor memandang bahwa satu burung di tangan lebih berharga daripada seribu burung di udara. Sementara Modigliani dan Miller berpendapat

bahwa

tidak

semua

investor

berkepentingan

untuk

menginvestasikan kembali dividen mereka di perusahaan yang sama dengan memiliki risiko yang sama. Oleh sebab itu, tingkat risiko pendapatan mereka di masa yang akan datang bukannya ditentukan oleh dividen payout ratio tetapi ditentukan oleh tingkat risiko investasi baru. 3. Teori Perbedaan Pajak ( Tax preference theory ) Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy dalam Puspita (2009) dan Wirjono (2003). Mereka menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains, para investor lebih menyukai capital gain karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield tinggi, capital gain yield rendah dari pada saham dengan dividend yield rendah, capital gains yield tinggi. Jika pajak atas dividen lebih besar dari pajak atas capital gains, perbedaan ini akan makin terasa. Jika investor hanya

23

membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka tidak ada bedanya antara pajak atas capital gain dan pajak atas dividen. Jadi investor akan meminta tingkat keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang memiliki dividend yield yang tinggi daripada saham dengan dividend yield yang rendah. Oleh karena itu, teori ini menyarankan bahwa perusahaan sebaiknya menentukan dividend payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen. 4. Signaling Theory Menurut dividend irrelevance theory (MM), setiap orang (investor dan manajer) memiliki informasi identik mengenai laba akan datang dan dividen perusahaan. Kenyataannya, investor yang berbeda memiliki pandangan berbeda terhadap tingkat pembayaran dividen akan datang dan ketidakpastian yang melekat dalam pembayaran tersebut, karena manajer memiliki informasi lebih banyak tentang prospek akan datang daripada pemegang saham. Kenaikan dividen seringkali diikuti dengan kenaikan harga saham, sedangkan pemotongan atau pengurangan dividen diikuti dengan penurunan harga saham. Hal ini mengindikasikan bahwa investor lebih menyukai dividen daripada capital gains. MM menyatakan, perusahaan enggan mengurangi dividen sehingga tidak akan meningkatkan dividen, kecuali perusahaan mengantisipasi adanya laba berjumlah besar pada periode akan datang. Kenaikan dividen yang lebih tinggi daripada yang diharapkan menjadi sinyal bagi investor bahwa perusahaan mengalami pertumbuhan laba yang baik. Sebaliknya, penurunan dividen akan menjadi sinyal pertumbuhan laba yang buruk pada masa akan datang.

Pengumuman

dividen

yang

meyebabkan

perubahan

harga

mengindikasikan adanya information/signaling content (kandungan informasi). 5. Clientele Effect Menurut teori ini, pemegang saham dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok (Pettit, 1977) dalam Puspita (2009) dan Wirjono (2003) kelompokkelompok yang berbeda (different groups) atau clienteles dari pemegang saham menyukai kebijakan pembayaran dividen yang berbeda. Menurut teori ini, perusahaan dapat mengubah kebijakan pembayaran dividen karena pemegang

24

saham dengan sendirinya akan menjual sahamnya kepada investor lain jika mereka tidak suka dengan kebijakan yang baru.

2.2.3 Jenis-Jenis Dividen Kebijakan

dividen

merupakan

keputusan

manajemen

perusahaan.

Kebijakan dividen atau keputusan dividen pada dasarnya adalah menentukan porsi keuntungan yang akan dibagikan kepada pemegang saham dan yang akan ditahan sebagai bagian dari laba ditahan (Levy dan Sarnat, 1990 dalam Wirjono, 2003). Dividen yang akan dibagikan oleh perusahaan dapat terbagi dalam beberapa jenis, yaitu (Sitanggang, 2007): 1. Dividen tunai (cash dividen), yaitu dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk uang cash. 2. Dividen saham (stock dividen), yaitu dividen yang dibagikan perusahaan dalam bentuk saham perusahaan sehingga jumlah saham perusahaan menjadi bertambah. Namun demikian cash flow perusahaan tidak terganggu karena perusahaan tidak perlu mengeluarkan uang cash. 3. Dividen property (property dividen), yaitu dividen yang dibagikan dalam bentuk aktiva lain selain kas atau saham, misalnya aktiva tetap dan surat-surat berharga. 4. Dividen likuidasi (liquidating dividen), yaitu dividen yang diberikan kepada pemegang saham sebagai akibat dilikuidasikannya perusahaan. Dividen diperoleh dari selisih antara nilai realisasi aset perusahaan dikurangi dengan semua kewajibannya.

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Kebijakan dividen atau keputusan dividen pada hakikatnya adalah menentukan porsi keuntungan yang akan dibagikan kepada para pemegang saham, dan yang akan ditahan sebagai bagian dari laba ditahan. (Levy dan Sarnat, dalam Sutrisno, 2001: 2). Menurut Bringham dan Gapenski (1996) dalam Yuniningsih (2002), perusahaan berkepentingan untuk mendonasi ekspansi dan meningkatkan pertumbuhan perusahaan, sementara di lain pihak dalam hal ini

25

investor, mereka mengharapkan adanya pembagian keuntungan atas laba yang diperoleh (dividen). Perusahaan harus bisa

membuat sebuah kebijakan yang

optimal. Kebijakan yang diambil harus bisa memenuhi keinginan kedua belah pihak dimana perusahaan tetap bisa memenuhi kebutuhan dana, sedangkan pihak investor memperoleh apa yang diinginkan, sehingga investor tidak mengalihkan investasinya ke perusahaan lain. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kebijakan dividen, khususnya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam penilitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen sebagai berikut: 1. Keputusan Investasi

a. Pengertian Investasi Secara umum investasi berarti penundaan konsumsi saat ini untuk konsumsi di masa yang akan datang. Dengan pengertian bahwa investasi adalah menempatkan modal atau dana pada suatu asset yang diharapkan akan memberikan ...


Similar Free PDFs