Tinjauan Yuridis Kasus Buni Yani Melalui UU ITE PDF

Title Tinjauan Yuridis Kasus Buni Yani Melalui UU ITE
Author Nada S Salsabila
Pages 22
File Size 567.2 KB
File Type PDF
Total Downloads 186
Total Views 336

Summary

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN 1.1...


Description

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 5 1.3 Tujuan Masalah ................................................................................................................. 5 1.4 Landasan Teoritis............................................................................................................... 5 1.5 Metode Penelitian ............................................................................................................ 11

BAB II ANALISA DAN PEMBAHASAN 2.1 Pengaturan Rasa Kebencian sesuai dengan Ketentuan Hukum Positif di Indonesia........... 13 2.2 Pengaturan Ketentuan Pasal 28 Ayat (2) UU ITE di Masa yang Akan Datang .................. 15 2.3 Sarana Pengendalian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ........................................................................................................ 17

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan...................................................................................................................... 19 3.2 Saran ............................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku, ras, agama dan budaya. Hal ini disebabkan oleh faktor geografis Indonesia dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari lima pulau besar dan ribuan pulau-pulau kecil. Perbedaan-perbedaan tersebut yang membuat Indonesia kaya akan keanekaragaman budaya. Meskipun beranekaragam, Indonesia tetap satu sesuai dengan semboyannya, Bhineka Tunggal Ika yang artinya meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Untuk menyatukan ataupun menghubungkan sebagian maupun seluruh masyarakat yang tersebar di berbagai daerah tersebut tidaklah mudah. Dibutuhkannya media yang mampu menampung aspirasi setiap orang dan juga yang mampu mempermudah komunikasi dan penyampaian informasi ke seluruh penjuru negeri. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang selanjutnya disingkat IPTEK, setiap orang dengan mudahnya berkomunikasi dengan orang lainnya di mana pun orang tersebut berada. Hal ini didukung dengan adanya koneksi internet dan juga media elektronik yang digunakan oleh masyarakat.1 Kemajuan dan perkembangan teknologi, khususnya telekomunikasi, multimedia dan teknologi informasi (telematika) pada akhirnya dapat merubah tatanan organisasi dan hubungan sosial kemasyarakat. Hal ini tidak dapat dihindari, karena fleksibilitas dan kemampuan telematika dengan cepat memasuki berbagai aspek kehidupan manusia.2 Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat tersebut banyak memberikan dampak positif dan negatif bagi kalangan masyarakat. Dari segi dampak positifnya, tidak perlu diberikan penjelasan yang lebih detail lagi karena sudah terealisasikan seperti dengan mudahnya mencari berita dan informasi terbaru dari berbagai belahan dunia baik itu mengenai politik, hukum, kesehatan, kemiliteran dan lain sebagainya. Contoh nyatanya untuk mencari informasi yang dibutuhkan seperti hukum internet, betapa mudahnya setiap orang mencari informasi tersebut melalui media internet hanya dengan mengetikkan kata kunci hukum internet yang kita cari pada browser Google dan setelah itu maka akan ditampilkan pilihan halaman seputar tentang hukum internet dan tinggal kita pilih. Namun dengan perkembangan globalisasi yang cukup pesat tidak terlepas

1

Maskun, Kejahatan Siber (Cyber Crime) : Suatu Pengantar, Cetakan 1, (Jakarta: Kencana, 2013),

hlm.46. 2

Dikdik M. Arief Mansur, Elisatris Gultom, Cyber Law (Aspek Hukum Teknologi Informasi), (Bandung : PT. Refika Aditama, 2005), hlm. 2.

1

dari adanya dampak positif maupun negatif. Yang jadi masalah yaitu dampak negatif dari ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Dampak negatifnya dapat kita lihat dikehidupan sehari-hari yaitu bahwa masyarakat luas tidak bisa lepas dari penggunaan media elektronik dan internet seperti penggunaan telepon genggam berbagai merek yang harus bisa menggunakan koneksi jaringan internet yang cepat untuk kepentingan hiburan media sosial semata. Menurut Menteri Negara Komunikasi dan Informasi Syamsul Muarif, teknologi telah mengubah pola kehidupan manusia di berbagai bidang, sehingga secara langsung telah mempengaruhi munculnya perbuatan hukum baru di masyarakat. Bentuk-bentuk perbuatan hukum itu perlu mendapatkan penyesuaian, seperti melakukan harmonisasi terhadap beberapa perundangan yang sudah ada, mengganti jika tidak sesuai lagi, dan membentuk ketentuan hukum yang baru. Pembentukan peraturan perundangan di era teknologi informasi ini harus dilihat dari berbagai aspek. Misalnya dalam hal pengembangan dan pemanfaatan rule of law dan internet, jurisdiksi dan konflik hukum, pengakuan hukum terhadap dokumen serta tanda tangan elektronik, perlindungan dan privasi konsumen, cybercrime, pengaturan konten dan cara-cara penyelesaian sengketa domain.3 Implikasi dari penggunaan dan kebutuhan akan barang-barang elektronik yang terhubung ke internet semakin meningkat bukan semakin berkurang sehingga hal ini menyebabkan banyaknya terjadi penyalahgunaan media tersebut. Salah satu yang menjadi dampak negatif penggunaan media elektronik tersebut adalah kebiasaan masyarakat yang menyebarluaskan informasi yang belum bisa dipercaya kebenarannya tanpa memikirkan dampak dari perbuatannya tersebut yang secara jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang selanjutnya disingkat UU ITE.4 Bukti nyata, pada 4 November 2016 yang lalu, terjadi aksi demo oleh sebagian masyarakat beragama Islam terhadap calon gubernur DKI Jakarta yaitu Basuki Tjahaja Purnama yang sering dipanggil Ahok karena diduga melakukan penistaan agama dengan menyebutkan isi Al-Quran yaitu Surat Al Maidah 51 pada saat kampanye di Kepulauan Seribu. Namun banyak dari kalangan masyarakat yang tidak mengetahui kebenaran dan penyebab dari terjadinya aksi demo tersebut. Penyebab terjadinya aksi demo tersebut karena adanya orang yang belakangan ini diketahui bernama Buni Yani menyebarluaskan

3 4

Dikdik M. Arief Mansur, Elisatris Gultom, Op. Cit., hlm. 3. Ibid., hlm. 33.

2

transkrip video kampanye Ahok di Kepulauan Seribu dengan melakukan editing terlebih dahulu terhadap keaslian video kampanye tersebut. Hal tersebut menyebabkan sebagian besar masyarakat yang beragama Islam merasa dilecehkan oleh Ahok melalui kampanyenya tersebut. Oleh karena hal tersebut, sebagian besar masyarakat muslim melaporkan Ahok ke pihak berwenang dengan tuntutan adanya penistaan agama dan melanggar Pasal 156a KUHP, yang menentukan : “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan : a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Penyebaran video yang telah di edit terlebih dahulu oleh Buni Yani tersebut, adanya penghilangan bagian pada kampanye Ahok yaitu Ucapan Ahok “dibohongi pakai Surat Al Maidah 51” yang ditulis Buni Yani jadi “dibohongi Surat Al Maidah 51.”5 Penghilangan kata “pakai” pada video tersebut yang memicu terjadinya kemarahan sebagian besar umat muslim. Hal tersebutlah yang menyebabkan terjadinya aksi demo oleh sebagian besar umat muslim pada tanggal 4 November 2016 dengan tuntutan agar Ahok di proses secara hukum atas dugaan penistaan agama. Kasus tersebut jelas terjadinya pelanggaran oleh Buni Yani terhadap pengeditan dan penyebarluasan video editan yang melanggar Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dan karena hal tersebut Ahok juga harus diproses secara hukum dengan dugaan penistaan agama sesuai dengan tuntutan sebagian besar umat muslim. Sesuai Pasal 28 ayat (2) UU ITE, Buni Yani dianggap telah menyebarkan informasi yang bisa menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan yang berdasarkan atas SARA dengan mengedit video kampanye Ahok di Kepulauan Seribu dan menyebarluaskannya melalui sosial media Facebook dan juga menambahkan tulisan pada postingan video tersebut yang menjadi pemicu tambahan yang menimbulkan kemarahan sebagian umat Islam. Berkaitan dengan Pasal 28 ayat (2) UU ITE yang menentukan, ‘setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan 5

Rivki, Herianto Batubara, Jumat 4 November 2016 “Petisi Proses Hukum Buni Yani Muncul, Diteken Lebih dari 50 Ribu Orang”, URL: http://news.detik.com/berita/d-3337863/petisiproses-hukum-buni-yanimuncul-diteken-lebih-dari-50-ribu-orang, diakses tanggal 5 Maret 2019.

3

atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)’. Pasal tersebut mengandung unsurunsur sebagai berikut : unsur subjektif : dengan sengaja dan unsur objektif : menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Ketentuan Pasal 28 ayat (2) UU ITE tersebut terdapat norma kabur. Hal ini berkaitan kata “kebencian” yang memiliki cakupan yang sangat luas dan tidak spesifik yang menimbulkan penafsiran. Kebencian itu sendiri adalah sebuah emosi yang sangat kuat dan melambangkan ketidaksukaan, permusuhan, atau antipati untuk seseorang, sebuah hal, barang, atau fenomena. Hal ini juga merupakan sebuah keinginan untuk, menghindari, menghancurkan atau menghilangkannya. Dari pengertian kebencian itu sendiri, memiliki makna yang sangat luas. Hal tersebut yang membuat isi dari Pasal 28 ayat (2) UU ITE yang mengandung unsur kebencian yang tidak jelas makna yang dimaksud dari pasal itu sendiri sehingga menyebabkan Buni Yani terjerat kasus pidana padahal dari keterangan yang diberikan oleh Buni Yani tidak berniat untuk menyebarkan kebencian. Kasus penyebaran video yang dilakukan oleh Buni Yani, beliau melakukan tindakan penyebaran video kampanye Ahok hanya sebatas menyebarkan berita melalui akun media sosialnya sendiri. Tindakan yang dilakukan Buni Yani tersebut tidak memiliki rasa kebencian dari sisi pelaku sendiri untuk melalukan tindakan penyebaran video tersebut. Namun dalam hal ini jika dikaitkan dengan adanya rasa kebencian, tindakan penyebaran video tersebut menyebabkan adanya dampak yang menimbulkan rasa benci bagi sebagian masyarakat yang beragama muslim. Selain itu juga, dalam pasal tersebut penyebaran informasi yang menimbulkan “rasa kebencian” yang dimaksud juga tidak memberikan pengertian yang bisa dipahami. Hal ini berkaitan dengan bentuk penyebaran informasi yang dimaksud seperti melalui berita, pernyataan atau pendapat pribadi, pidato, pamflet atau spanduk maupun siaran yang berisi kebencian. Oleh karena hal tersebut, ketentuan dan penjelasan serta pemahaman dari isi pasal tersebut menimbulkan multitafsir dan menyulitkan para penegak hukum untuk pemecahan dan penanganan masalah yang berkaitan dengan isi pasal tersebut. Untuk penyalahgunaan informasi di media sosial yang menggunakan media elektronik yang dalam hal ini penyebarluasan video editan diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Berkaitan dengan pokok permasalahan tersebut maka kami mengangkat sebuah topik makalah dengan judul “Tinjauan Yuridis Kasus Buni Yani Melalui UU ITE “ 4

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah: 1. Bagaimana makna frasa “kebencian” menurut UU ITE? 2. Bagaimana rekomendasi dari konfigurasi ketentuan Pasal 28 ayat (2) UU ITE di masa yang akan datang?

1.3 Tujuan Masalah Berdasarkan pernyataan masalah maka tujuan yang ingin dicapai oleh penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana makna frasa “kebencian” menurut UU ITE. 2. Untuk mengetahui mengenai rekomendasi dari konfigurasi ketentuan Pasal 28 ayat (2) UU ITE di masa yang akan datang.

1.4 Landasan Teoritis Indonesia merupakan negara hukum, hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 1 ayat (3) UUD NKRI 1945 yang menentukan, ‘Negara Indonesia adalah Negara Hukum’. Hal yang dapat dipahami dari bunyi pasal tersebut bahwa setiap perbuatan yang melanggar hukum bahkan memicu terjadinya perbuatan yang melanggar hukum harus ditindak dengan menggunakan proses yang berguna untuk menegakkan hukum itu sendiri dan menimbulkan efek jera bagi para pelanggar hukum. Untuk itu dalam hal pembahasan penulisan skripsi ini penting dikemukakan landasan teori yang menjadi landasan berpikir dalam menyelesaikan pokok permasalahan yang diangkat. Untuk membahas permasalahan menyangkut pengaturan penyebaran transkrip video editan melalui media sosial yang menggunakan media elektronik maka terlebih dahulu perlu menggunakan beberapa teori yaitu : 1. Teori Kepastian Hukum Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberative. Undang-Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungannya dengan masyarakat. Dalam bukunya Peter Mahmud Marzuki mengenai teori kepastian hukum adalah : 5

Teori Kepastian Hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aliran yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan. 6 Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran yuridis-dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran positivis di dunia hukum, yang cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian. 2. Teori Social Defence Social Defence adalah aliran pemidanaan yang berkembang setelah PD II dengan tokoh terkenalnya adalah Fillipo Gramatica, yang pada tahun 1945 mendirikan Pusat Studi Perlindungan Masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya, pandangan social defence ini (Setelah Kongres Ke-2 Tahun 1949) terpecah menjadi dua aliran, yaitu aliran yang radikal (ekstrim) dan aliran yang moderat (reformis). 7 Pandangan yang radikal dipelopori dan dipertahankan oleh F. Gramatica, yang salah satu tulisannya berjudul “The fight against punishment” (La Lotta Contra La Pena). Gramatika berpendapat bahwa: “Hukum perlindungan sosial harus menggantikan hukum pidana yang ada sekarang. Tujuan utama dari hukum perlindungan sosial adalah mengintegrasikan individu ke dalam tertib sosial dan bukan pemidanaan terhadap perbuatannya. 8 Pandangan Moderat dipertahankan oleh Marc Ancel (Perancis) yang menamakan alirannya sebagai “Defence Sociale Nouvelle” atau “New Social Defence” atau “Perlindungan Sosial Baru”. Menurut Ancel, tiap masyarakat mensyaratkan adanya tertib sosial, yaitu seperangkat peraturanperaturan yang 6

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2008), (selanjutnya disingkat Peter Mahmud Marzuki I), hlm. 158. 7 Mahmud Mulyadi, Criminal Policy: Pendekatan Integral Penal Policy dan Non Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), hlm. 88. 8 Ibid.

6

tidak hanya sesuai dengan kebutuhan untuk kehidupan bersama, tetapi sesuai dengan aspirasi warga masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, peranan yang besar dari hukum pidana merupakan kebutuhan yang tidak dapat dielakkan bagi suatu sistem hukum. 9 Beberapa konsep pandangan moderat :10 1) Pandangan moderat bertujuan mengintegrasikan ide-ide atau konsepsikonsepsi perlindungan masyarakat ke dalam konsepsi baru hukum pidana; 2) Perlindungan individu dan masyarakat tergantung pada perumusan yang tepat mengenai hukum pidana, dan ini tidak kurang pentingnya dari kehidupan masyarakat itu sendiri; 3) Dalam menggunakan sistem hukum pidana, aliran ini menolak penggunaan fiksi-fiksi dan tekniks-tekniks yuridis yang terlepas dari kenyataan sosial. Ini merupakan reaksi terhadap legisme dari aliran klasik. 3. Teori Negara Hukum Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa “Indonesia adalah negara hukum”. Konsep negara hukum ini terkait dengan konsep perlindungan hukum, sebab konsep ini tidak lepas dari gagasan untuk memberi pengakuan dan perlindungan HAM bagi warga negara. 11 Istilah Negara hukum merupakan terjemahan dari istilah Rule of Law dalam bahasa Inggris, atau Rechtstaat dalam bahasa Jerman, atau Etat de droit dalam bahasa Prancis yang memiliki pengertian kedaulatan atau supermasi hukum atas orang dan pemerintah terikat oleh hukum. Suatu negara dikatakan merupakan negara hukum apabila setidak-tidaknya terdapat sembilan ciri atau unsur, yaitu:12 1) Constitutionalism (Konstitusionalisme) 2) Law Governs the Government (Undang-Undang mengikat pemerintah) 3) An Independent Judiciary (Peradilan yang independen atau merdeka) 4) Law Must Be Fairly and Consistenly Applied (Hukum harus ditegakkan secara adil dan konsisten) 5) Law is Transparent and Accessible to All (Hukum bersifat transparan dan dapat diakses semua orang)

9

Ibid., hlm. 89. Ibid. 11 Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, (Yogyakarta, Gama Media, 1999), hlm.126. 12 I Dewa Gede Palguna, Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint): Upaya Hukum Terhadap Pelanggaran Hak-hak Konstitusional Warga Negara, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 30-34. 10

7

6) Application of Law is Efficient and Timely (Hukum diterapkan secara efisien dan tepat waktu) 7) Property and Economic Rights Are Protected, Including Contracts (Hak milik dan hak-hak ekonomi dilindungi, termasuk kontrak) 8) Human and Intellectual Rights Are Protected (Hak asasi manusia dilindungi oleh Negara) 9) Law can be Changed by An Established Process Which Itself is Transparent and Accessible to All (Hukum dapat berubah dan perubahannya bersifat transparan dan dapat diakses semua orang. Dengan demikian, setiap negara hukum, menempatkan HAM sebagai salah satu unsur fundamentalnya dan adanya hukum serta pemisahan atau pembagian kekuasaan adalah untuk menjamin hak-hak tersebut. 3.

Penafsiran Hukum Menurut Profesor Mr. D. Simons, sebagaimana yang dikutip dari bukunya P.A.F.

Lamintang, syarat pokok untuk melakukan penafsiran terhadap suatu undang-undang adalah bahwa undang-undang itu harus ditafsirkan berdasarkan undang-undang itu sendiri. Dia mengur...


Similar Free PDFs